Puputan Margarana, Perang Hebat di Pulau Dewata

jjPuputan adalah tradisi perang masyarakat Bali. Puputan berasal dari kata puput. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata puput bermakna terlepas dan tanggal. Adapun yang dimaksud dengan kata puputan versi pribumi bali adalah perang sampai nyawa lepas atau tanggal dari badan. Dapat dikatakan kalau puputan adalah perang sampai game over atau titik darahterakhir. Istilah Margarana diambil dari lokasi pertempuran hebat yang saat itu berlangsung di daerah Marga, Tababan-Bali.
Menurut sejarah, ada sejumlah puputan yang meletus di Bali. Namun, yang terkenal dan termasuk hebat, terdapat sekitar dua puputan. Pertama, Puputan Jagaraga yang dipimpin oleh Kerajaan Buleleng melawan imprealis Belanda. Strategi puputan yang diterapkan ketika itu adalah sistem tawan karang dengan menyita transportasi laut imprealis Belanda yang bersandar ke pelabuhan Buleleng. Kedua, puputan Margarana yang berpusat di Desa Adeng, Kecamatan Marga, Tababan, Bali. Tokoh perang ini adalah Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai. I Gusti Ngurah Rai dilahirkan di Desa Carangsari, Kabupaten Badung, Bali, 30 Januari 1917.

Puputan Margarana dianggap banyak pihak sebagai perang sengit yang pernah bergulir di Pulau Dewata, Bali. Terdahap beberapa versi yang melatarbelakangi meledaknya Puputan Margarana. Namun, jika kembali membalik lembaran sejarah Indonesia, maka dapat ditarik sebuah benang merah bahwa perang ini terjadi akibat ketidakpuasan yang lahir pasca Perjanjian Linggarjati. Perundingan itu terjadi pada 10 November 1945, antara Belanda dan pemerintahan Indonesia. Salah satu poin Linggarjati membuat hati rakyat Bali terasa tercabik hatinya adalah tidak masuknya daerah Bali menjadi bagian dari daerah teritorial Indonesia.

Linggar jadi sangat menguntungkan Belanda. Melalui Linggarjati Belanda hanya mengakui Sumatera, Jawa dan Madura sebagai wilayah teritorial Indonesia secara de facto, sementara tidak untuk pulau seribu idaman, Dewata, Bali. Niat menjadikan bali sebagai Negara Indonesia Timur, Belanda menambah kekuatan militernya untuk menacapkan kuku imprealis lebih dalam di Bali. Pasca Linggarjati sejumlah kapal banyak mendarat di pelabuah lepas pantai Baling. Ini juga barangkali yang menyebabkan meletusnya Puputan Jagarana yang dipimpin oleh Kerajaan Buleleng.

Keadaan ini membuat suhu perpolitikan dalam negeri sedikit tidak stabil, goyah Sebagian pihak menilai perjanjian Linggarjati merugikan RI. Rakyat bali kecewa karena berhak menjadi bagian dari kesatuan RI. I Gusti Ngurah Rai yang saat itu menjabat sebagai Komandan Resiman Nusa Tenggara ‘digoda’ oleh Belanda. Sejumlah tawaran menggiurkan disodorkan untuk meluluhkan hati Sang Kolonel agar membentuk Negara Indonesia Timur. Gusti Ngurah Rai yang saat itu berusia 29 tahun lebih memilih Indonesia sebagai Tanah Airnya.

Alur Puputan Margarana bermula dari perintah I Gusti Ngurah Rai kepada pasukan Ciung Wanara untuk melucuti persenjata polisi Nica yang menduduki Kota Tabanan. Perintah yang keluar sekitar pertengahan November 1946, baru berhasil mulus dilaksakan tiga hari kemudian. Puluhan senjata lengkap dengan alterinya berhasil direbut oleh pasukan Ciung Wanara.

Pasca pelucutan senjata Nica, semua pasukan khusus Gusti Ngurah Rai kembali dengan penuh bangga ke Desa Adeng-Marga. Perebutan sejumlah senjata api pada malam 18 November 1946 telah membakar kemarahan Belanda. Belanda mengumpulkan sejumlah informasi guna mendeteksi peristiwa misterius malam itu. Tidak lama, Belanda pun menyusun strategi penyerangan. Tampaknya tidak mau kecolongan kedua kalinya, pagi-pagi buta dua hari pasca peristiwa itu (20 November 1946) Belanda mulai mengisolasi Desa Adeng, Marga.

Batalion Ciung Wanara pagi itu memang tengah mengadakan longmarch ke Gunung Agung, ujung timur Pulau Bali. Selain penjagaan, patroli juga untuk melihat sejuah mana aktivitas Belanda. Tidak berselang lama setelah matahari menyinsing (sekitar pukul 09.00-10.00 WIT), pasukan Ciung Wanara baru sadar kalau perjalanan mereka sudah diawasi dan dikepung oleh serdadu Belanda. Melihat kondisi yang cukup mengkhawatirkan ketika itu, pasukan Ciung Wanara memilih untuk bertahanan di sekitar perkebunan di daerah perbukitan Gunung Agung.

Benar saja, tiba-tiba rentetan serangan bruntun mengarah ke pasukan Ciung Wanara. I Gusti Ngurah Rai saat itu memang sudah gerah dengan tindak-tanduk Belanda mengobarkan api perlawanan. Aksi tembak-menembak pun tak terelakkan. Pagi yang tenang seketika berubah menjadi pertempuran yang menggemparkan sekaligus mendebarkan. Ciung Wanara saat ini memang cukup terkejut, sebab tidak mengira akan terjadi pertempuran hebat semacam itu.

Letupan senjata terdengar di segala sisi daerah marga. Pasukan Indische Civil Administration (NICA) bentukan Belanda, yang merasa sangatmerasa terhina dengan peristiwa malam itu sangat ambisius dan brutal mengemur Desa Marga dari berbagai arah. Serangan hebat pagi itu tak kunjung membuat Ciung Wanara dan Gusti Ngurah Rai Menyerah. Serangan balik dan terarah membuah Belanda kewalahan.

Sederetan pasukan lapis pertama Belanda pun tewas dengan tragis. Strategi perang yang digunakan Gusti Ngurah Rai saat itu tidak begitu jelas. Namun, kobaran semangat juang begitu terasa. Pantang menyerah, biarlah gugur di medan perang, menjadi prinsip mendarah daging di tubuh pasukan Gusti Ngurah Rai. Seketika itu, kebun jagung dan palawija berubah menjadi genosida manusia. Ada yang menyebutkan, saat itulah Gusti Ngurah Rai menerapkan puputan, atau prinsip perang habis-habisan hingga nyawa melayang.

Demi pemberangusan Desa Marga, Belanda terpaksa meminta semua militer di daerah Bali untuk datang membantu. Belanda juga mengerahkan sejulah jet tempur untuk membom-bardir kota Marga. Kawasan marga yang permai berganti kepulan asap, dan bau darah terbakar akibat seranga udara Belang. Perang sengit di Desa Marga berakhir dengan gugurnya Gusti Ngurah Rai dan semua pasukannya.

Puputan Margarana menyebabkan sekitar 96 gugur sebagai pahlawan bangsa, sementara di pihak Belanda, lebih kurang sekitar 400 orang tewas. Mengenang perperangan hebat di desa Marga maka didirikan sebuah Tuguh Pahlawan Taman Pujaan Bangsa. Tanggal 20 November 1946 juga dijadikan hari perang Puputan Margarana. Perang ini tercatat sebagai salah satu perang hebat di Pulau Dewata dan Indonesia.

 

identitas diri

10314638_638826536207917_8589685578517978519_nPengalaman suastika dibidang seni karawitan
Perkenalkan nama saya I Putu Gede Suastika, tanggal lahir 20,oktober 1995, alamat saya banjar batubidak kerobokan badung bali. Disini saya akan mencritakan awal mula saya belajar bermain gambelan, saya pertama belajar megambel saat saya masih SD, saya di ajari oleh kakek saya ,I Nengah Kundra ,ia adalah seniman di Br BatuBidak Kerobokan. Saat itu saya iseng mendengarkan tabuh lelambatan di tape sambil bermain kendang menirukan suara kendang yang ada dalam tabuh itu dengan asal-asalan kemudian diliatlah oleh kakek saya dan saya pun di ajari bermain kendang , waktu itu saya banyak mempunyai kendang krupung pertama kali saya di ajari yaitu dasar kendang tabuh gilak,kakek mengajari saya dengan sangat halus berbeda dengan Bapak saya yang sangat keras.

Inilah profil kakek saya I Nengah Kudra
Setiap hari saya di ajari oleh kakek saya ,bahkan malem-malem sambil tidur saya memeluk kendang,sesudah saya bisa pukulan kendang tabuh gilak saya di ajari dasar kendang tunggal (megupek),belajar kendang tunggal menurut saya gampang-gampang susah karena memerlukan keuletan tangan dalam bermain kendang tunggal tersebut. Sesudah lama saya belajar bermain kendang,saya di ajak ikut dalam anggota gong kebyar anak-anak di Br Petingan bersama bapak saya yang kebetulan disana ikut membina anak-anak di banjar Petingan, disana banyak hal yang saya dapat,dulu di banjar Petingan saya bermain ganse awal saya kesana saya mersa gugup, karena saya belum pernah bermain gong kebyar sebelumnya ,namun lama kelamaan saya menjadi terbiasa karena sudah di ajarkan. Setelah lama belajar dan ngayah keberbagai tempat, br Petingan pun ditunjuk untuk menjadi duta kecamatan mewakili lomba gong kebyar anak-anak tahun 2008 dan sekaligus pertama kali saya mengikuti lomba gong kebyar tersebut yang di adakan di PUSPEM(Pusat Pemerintahan) kabupaten badung. Dalam rangka latihan untuk lomba tersebut banyak anggota gong kebyar yang sudah besar di diskualifikasi karena melewati batas umur yang ditentukan, lalu didatangkan penabuh-penabuh yang sudah pernah mewakili lomba tersebut untuk ikut menabuh disana dan juga mendatangkan pembina untuk membina, yaitu Bapak I Wayan Ardana S.sn, bukan cuma Bapak Wayan Ardana saja, tapi para pembina yang dulu pun disuruh ikut juga membina yaitu Bapak Ketut Wirata ,dan Bapak I Made Rai Sudarsana. Materi tabuh waktu itu Tabuh Pisan, Tari panji semirang, dan Tari kebyar duduk.
Dalam latihan tidak ada halangan-halangan apa pun, karena sudah di rencanakan dengan baik, banyak orang yang menyumbang pada saat itu mulai dari uang, makanan, jajan, dan air. Setelah latihan berjalan selama 4 bulan dan tabuh-tabuh yang menjadi materi pun sudah selesai dan sudah mantap tiba waktunya lomba yang diselengarakan pada tanggal 26 Oktober 2008, yang menjadi lawan saat itu adalah kecamatan Kuta Selatan. Saat di mau ke panggung ketegangan yang saya rasakan,karena pertama kali saya lomba, namun ketengangan itu lama-lama hilang karena kita saling menyemangati. Saat lomba di mulai saya merasakan kehebohan saya pun menabuh dengan sangat bersemangat. Setelah lomba usai kami pun diminta saling berjabat tangan agar tidak terjadinya permusuhan di luar panggung.
Setelah lama tidak ada berita ternyata sekaa gong anak-anak br Petingan sudah tidak aktif lagi,kemudian saya diajak oleh bapak saya untuk ikut menabuh di sekaa angklung br Batubidak sekaa ini sehari-hari sering mengiringi pementasan wayang kulit , banyak dalang yang pernah saya ikuti dalam mengiringi pementasanya dari dalang Bapak Mangku Kembar, Ida Bagus Alit Arga Patra,Ida Bagus Sudiksa,dan juga dalang I Ketut Nuada yang dikenal dengan dalang Joblar. Pertama saya di ajak latihan waktu itu gambelan angklung tidak di tempatkan di banjar namun di rumah Bapak Nyoman Mandiri, disanalah sekaa angklung latihan. Saat saya di ajak ikut untuk latihan kebetulan sekaa angklung sedang latihan sendratari Ramayana yang tabuhnya di turunkan oleh Bapak I Made Sujendra dan dalangnya Bapak Mangku Kembar, untuk ngayah di Pura Dalem karena ada upacara odalan, pada saat latihan banyak ada kendala masalah pendanaan dan latihan-latihan memadukan antara tari dengan tabuhnya,latihan sendratari Ramayana ini dilakukan selama 3 bulanan. Setelah lama latihan tiba saatnya tampil penampilan pertama ini tidak sukses karena di tengah acara berlangsung, penari dan penabuh ada yang kesurupan lalu acara pun tidak di lanjutkan.
Sendratari tersebut tidak hanya di pakek ngayah di pura dalem saja namun di tempat laen juga seperti di pura Petitenget ,setelah sendratari Ramayana berlalu br batubidak meghidupkan lagi sejarah tari legong tahun 1963 yang sempet tidak pernah aktif lagi, tari legong tersebut terdiri dari legong kraton,oleng tamulilingan,margapati,panji semirang,wiranatha,dan palawakya. Namun yang di tampilkan saat baru berdiri lagi cuma tari oleng tamulilingan, keratin ,dan margapati yang lainya sudah tidak ingat lagi dengan tabuhnya.setelah itu semuanya berjalan dengan lancar saat latihan dan pementasan pun lancer kemudian br batubidak membentuk sekaa anak-anak waktu di bentuknya sekaa anak-anak ini saya masih duduk di kelas 3 SMP. waktu membentuk sekaa ini bapak saya sangat berusaha membuat yang terbaik untuk anak-anak dibnjar, supaya ada generasi di kedepanya, begitu pun dengan tokoh-tokoh tertua juga mendukung adanya sekaa anak-anak ini. Setelah latihan berjalan lama kami sekaa anak-anak purnama budaya pun melakukan latihan keliling di berbgai banjar di kerobokan, seperti banjar babakan, pengubengan kauh,dan juga di tabanan Kediri kami juga sempet di ajak untuk memeriahkan acara di desa belantih ,disana kami beradu dengan penabuh angklung dari desa belantih waktu itu sangat menyenangkan karena bisa berpartisipasi dalam acara tersebut. Kami juga pernah memeriahkan acara ulang tahun Badung di PUSPEM BADUNG.
Bukan sampai di situ saja waktu SMA kelas 1 saya juga pernah di panggil untuk ikut menabuh di banjar Batuculung untuk mewakali Kecamatan Kuta Utara dalam rangka PKB Badung 2011 disana saya di suruh bermain kendang dengan teman saya yg dari banjar BatuBiadak juga, saat latihan saya sempat bermusuhan dengan teman saya itu karena masalah CINTA namu tidak lama lagi kami berbaikan dengan saya mengalah karena saya tidak suka bermusuhan dengan teman. Setelah lama, saat akan geladi resik saya mendapat kenalan cewek yang datng dengan sendirinya “ternyata benar kata orang kalo cinta gak usah dicari pasti dating sendiri”, kebetulan waktu itun saya lagi tidak punya pacar ,setelah 3 hari PDKT saya pun menyatakan perasaan saya ke dia dan dia pun menerima saya sebagai pacarnya dan dari sanalah kisah CINTA saya dimulai sampai saat ini
Pada tahun 2012 angklung Purnama Budaya baru saja pindah kebanjar dan banjar Batubidak pada saat itu angklung Purnama Budaya mendapat tunjukan dari dinas Kebudayaan Kecamatan Kuta Utara untuk mewakili lomba di Puspem Badung. Lomba angklung kebyar ini baru pertama kali di adakan di Puspem, sekaa awalnya tidak ingin menyanggupi lomba tersebut namun karena dari kepala lingkungan menyuruh untuk tampil dan sekaa pun menyanggupinya. Dalam latihan banyak mendapat kesulitan, dari penabuh yang malas latihan dan pendanaan yang kurang namun Bapak I Made Sujendra selaku pembina dan penggarap tidak kuatir dengan hal tersebut, ia percaya bahwa hal-hal tersebut hanya godaan saja.
Dalam lomba angklung kebyar inI materinya yaitu tabuh pat lelambatan, tari panji semirang,dan tabuh kreasi, dalam menggarap tabuh pat lelambatan tersebut Bapak I Made Sujendra mengajak seseorang yaitu Bapak I Gede Mawan S.sn M.si untuk ikut membina, Bapak Mawan adalah seorang dosen di Isi denpasar, dan tabuh kreasinya di garap oleh mahasiswa yang baru lulus di Isi yang bernama I Putu Agus Hardika S A W S.sn dalam menggarap ia juga di bantu oleh Bapak Mawan.
Pada lomba yang diselenggarakan tanggal 5 november 2012 , Kecamatan Kuta Utara berhadapan dengan Kuta Induk Yang diwakili oleh banjar Pelasa, penampilan dari Kuta sangat bagus mereka tampil penuh semangat. Pada penampilan terakhir dari Kuta yaitu tabuh kreasi , mereka sangat baik dan dengan gaya yang sangat enerjik, tapi sekaa angklung Purnama Budaya tidak don mental karena penabuhnya sudah banyak yang mengenal panggung duluan.
Di dalam penilaian dewan juri melihat kekeliruan di penampilan Kuta, kata dewan juri “Kuta terlalu banyak bergaya dalam menabuh, sehingga menabuh seperti menari”. Dan perolehan juara saat itu adalah Abian Semal juara I, Petang juara II, Kuta Utara juara III, Kuta juara IV, Kuta Selatan juara V, Mengwi juara VI.

Profil para penabuh yg mengikuti lomba

Sekeian pengalaman saya di dalam bidang kerawitan, jika ada kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf salam dari saya ‘TERIMAKASIH’

 

WAYANG KULIT SAPUH LEGER OLEH IDA BAGUS SUDIKSA DARI GRIYA TELAGA KEROBOKAN

kllk I .PENDAHULUAN

Bali penuh dengan keanekaragaman budaya , salah satu diantaranya adalah wayang kulit. Setiap kabupaten atau kota tentunya mempunyai potensi budaya dan kesenian khususnya wayang kulit dengan style yang berbeda-beda. Dengan adanya perbedaan merupakan wujud dari kekayaan bangsa Indonesia. Adanya keanekaragaman dari masing-masing daerah merupakan cerminan dari pada masyarakatnya.

Istilah wayang kulit merupaka istilah yang memiliki makna sangat umum. Dalam penggunaany secara umum kata wayang berarti pertunjukan yang bercerita serta menggunakan dialog yang actor dan aktrisnya bisa boneka dan bisa pula manusia (Soedarsono et. al.1996; Brandon 1967). Tetapi dikalangan masyarakat jawa dan bali , istilah ini biasanya lebih dipergunakan dalam artian yang sempit , yaitu pertunjukan wayang kulit. Walapun demikian pada tulisan ini yang akan dibahas adalah khususnya mengenai pertunjukan wayang kulit yang ada di bali, terdiri dari beberapa isitilah antara lain wayang parwa, adalah pertunjukan wayang kulit yang selalu menampilakan cerita yang di angkat dari kisah mahabratha, yang mengisahkan tengtang pertempuran para pandawa dan korawa. Wayang Ramayana, juga termasuk wayang kulit yang selalumenyajikan cerita-cerita yang di ambil dari kisah Ramayana, karangan mpu walmiki, yang mengisahkan penculikan dewi sita oleh praburahwana, yang memicu peperangan antara ayodya dan alengka. Wayang gambuh , adalah bagian dari pada wayang kulit yang menampilkan cerita panji. Wayang calonarang, juga merupakan wayang kulit yang mengangkat cerita calonarang ,yang mengisahkan tentang prabu erlangga dan walunateng dirah. Terdapat pula wayang cupak yang menceritakan dua orang bersaudara yaitu I Cupak dengan I Grantang, yang pada akhir crita keduanya putra para dewa. Dibali cerita ini terkenal dengan lakon cupak ke suargan. Belakangan di bali juga terdapat wayang arja yang termasuk kreasi baru , ada juga belakangan wayang yang disebut wayang istrik dengan layar lebar. Namun yang akan dibahas pada kesempatan ini adalah pertunjukan wayang kulit sapuh leger oleh dalang ida bagus sudiksa griya telaga kerobokan badung.

    

 

 

 

II. PEMBAHASAN

Wayang sapuh leger

Wayang sapuh leger di desa kerobokan adalah pertunjukan wayang kulit yang di pentaskan secara khusus pada wuku wayang terhitung tujuh hari mulai minggu sampai sabtu. Walaupun fungsinya sama dengan fungsi wayang kulit lainya sebagai sarana ritual, dalam hal ini ruwatan tentunya pertunjukan wayang kulit Sapuh Leger, sedikitnya agak berbeda karana dari segi sesajen terbilang lebih banyak , mendekati sesajen dalam Caru karena terdapat alat-alat pertanian , pohon pisang yang masih utuh yang bertujuan untuk menetralisir kekuatan-kekuatan jahat.

Cerita wayang sapuh leger ini mengisahkan tentang Sanghyang Kala yang memburu Rare Kumara. Sesuai amanat Dewa Ciwa bahwa Sanghyang Kala boleh menyantap orang yang salah dalam waktu dan hari kelahiranya seperti orang yang lahir pada pertemuan pagi dan siang , pertemuan antara sore dan malam hari, anak yang lahir pada wuku Wayang yang di menyamai hari kelahiran Dewa Ciwa yaitu anak yang lahir pada saniscara kliwon wayang yang juga merupakan hari kelahiran sang Rare Kumare.

Sang Rare Kumare terus berlari menghindari kejaran Sanghyang kala, bertemu dengan tukang yan sedang membikin bale-bale tempat mayat, yang ceroboh bekerja dimana potongan-potongan bambu yang tidak ada bukunya dibiarkan berserakan begitu saja yang menyebabkan Sanghyang Kala terjatuh, sehingga Sang Rare Kumara bisa lolos dari kejaraan Sanghyang Kala dan mengutuk seseorang yang berkerja membiarkan potongan-potongan bambu yang berlubang berserakan begitu saja tanpa memecahkanya semoga pendek umur.

Sanghyang Kala melanjutkan pengejaraanya, sementara Sang Rare Kumare masuk ketungku masak tradisional yang di istilahkan dengan “Bungutpaon” yang berlobang tiga dimana yang disampingnya tidak ditutup, sehingga ketika ditutup dengan 2 tangan masih tersisa 1 lobang yang menyebabkan Sang Rare Kumara dapat mloloskan diri , sehingga Sanghyang Kala marah dan mengutuk barang siapa yang tidak menutup lobang tungkunya ketika tidak digunakan , semoga orang tersebut menjadi boros.

Dengan sangat letih Sang Rare Kumare terus berlari sambil menangis minta pertolongan , sehingga membuat Dewa Ciwa dan Dewi Uma iba dan langsung turun ke dunia menyamar sebagai pengembala sapi yang sedang berkerja membajak sawah tepat jam 12 .00, Sanghyang Kala berhak memaka orang yang berkerja dalam waktu itu. Untuk mengulur waktu supaya Sang Rare Kumara dapat berlari lebih jauh lagi, sebelum akan dimakan oleh Sanghyang Kala pengembala sapi mengajak Sanghyang kala tebak-tebakan. Pengembala menyanyakan apakah yang dimaksud dengan “eka baga eka egul, dwi srenggi,sad lungayandan sapta locanam” .

Sanghyang kala lama terdiam dan tidak bisa menjawab pertanyaan dri pengembala sapi tersebut dan menjadi sangat marah ingin segera memakan pengembala itu ,namun matahari sudah condong ke barat , maka Sanghyang Kala tidak berhak memakanya. Sanghyang Kala marah dan mengutuk brang siapa yang masih berkerja pada saat tengai tepet, sandya kala , maka orang tersebut akan menjadi santapan Sanghyang Kala. Dengan perasaan jengkel dan kecewa Sanghyang Kala melanjutkan pengejaranya.

Dalam pelarian selanjutnya Sang Rare Kumara bertemu dengan orang yang sedang mendalang di permpatan jalan yang tidak lain adalah Ki Dalang Samirana. Sang Rare Kumara menyampaikan kepada Ki Dalang bahwa dirinya di kejar-kejar oleh Sanghyang Kala untuk di jadikan santapan. Untuk itu Ki Dalang Samirana menyuruhnya untuk bersembunyi pada lobang bamboo atau di balik moncol kempur gambelan Ki Dalang Sambirana. Ketika Ki Dalang sudah mulai mendalang, tiba-tiba datanglah Sanghyang Kala sembari menanyakan apakah melihat Sang Rare Kumare ada lewat disini. Posisi tempat mendalang yang mendalang yang menghalangi jalanan membuat Sanghyang Kala marah dan kelaparan langsung meenghabisi sesajen , Sanghyang Kala mengencam akan menyantap Ki Dalang jika tidak bisa menjawab.

Sanghyang Kala menanyakan apa yang menjadi dasar mengapa berani mendalang di perempatan jalan, apa yang diketahui tentang Blencong, Kelir, Racik, Jejuluh, Minyak, Gadebong, Keropak Tali, Katengkong. Ki Dalang Samirana menjelaskan alasanya berani mendalang di perempatan karena sudah menggelar Ciwa yang berfungsi meruwat,kalau di buana alit letaknya di hati, Blencong melambangkan surya letanya di mata, Kelir melambangkan langit, Racik melambangkan jari-jari , Jelujuh melambangkan tulang-tulang, Minyak melambangkan lemak-lemak dalam tubuh, Tali melambangkan otot-otot, Katengkong adalah kedua orang tua , Keropak melambangkan buana agung dengan segala isinya dan Juru Gambel adalah perlambangan dari saudara-saudara lahir yakni Banah, Getih, Yehnyom, dan Ari-ari. Ketika kita meninggal nanti setelah di alam sana mereka akan menjadi Mahakala , Drokala , Jogormanik , dan Suratma. Demikianlah penjelasan Ki Dalang Samirana kepada Sanghyang Kala.

Kepada Sanghyang Kala Ki Dalang Samirana meminta agar semua sesajen yang telah di santap habis agar di kembalikan, namun permintaan tersebut tidak bisa dipenuhi oleh Sanghyang Kala. Sebagai gantinya Sanghyang Kala tidak di perbolehkan lagi mengejar-ngejar Sang Rare Kumara karena telah di gantikan oleh sesajen Ki Dalang Samirana. Melalui cerita ini mengisyaratkan bahwa , kelahiran yang sudah mendapatkan ruwatan Wayang Sapuh Leger kiranya dapat terhindar dari hal-hal yang negatif. Dari perkataan Sapuh Leger dapat memiliki pengertian yakni Sapuh yang artinya membuang, dan Leger artinya kotor. Jadi Sapuh Leger dapat di artikan kiranya melalui upacara ritual ruwatan bisa membuang hal-hal yang tidak baik dalam diri.

Instrument kendang

lklklkkkkkKendang adalah salah satu instrumen yang sumber bunyinya dari selaput kulit. Cara bermain kedang dengan dipukul , Intrumen kedang ada 2 jenis yaitu lanang dan wadon yang masing – masing dimainkan dengan 2 tangan . jika kendang lanang pada bagiang muka kiri suaranya “ pak” pada bagian muka kanan ditengah yang dipukul dengan ujung jari terbuka berbunyi “pung” dan pada sisi lingkarang kanan jika dipukul dengan tangan kanan akan berbunyi “tut” .kalo dipukul dengn panggul akan berbunyi “dug” .

Pada kendang wadon yang dipukul dengan tangan kiri pada bagian kiri berbunyi “ka”,pada bagian muka kanan kendang wadon jika di pukul dengan ujung jari terbuka berbunyi “kum” dan pada sisi lingkaran kanan kendang wadon jika dipukul akan berbunyi “dig”. kalo dipukul dengan menggunakan panggul akan berbunyi “dag”. Instrument kendang dapat dimainkan dengan di panggku menggunakan kedua kaki yaitu kanan dan kiri dengn posisi bersila .insrumen kendang ini di letakan pada letukan kaki tersebut.

Jenis –jenis kendang dari krumpungan ,bebarongan, dan jedugan

Adapun jenis-jnis pukulan kenang tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Pukulan kendang batu-batu

 

Salah satu pola permainan kendang gupekan (dipukul dengan tangan) dan cedugan (dipukul dengan panggul) yang dapat dilakukan oleh kendang lanang dan wadon yang masing-masing bisa membawa irama dan juga bisa menjalin irama itu sendiri. Yang menjalin antara lanang dan wadon adalah instrumen kendang yang dipukul pada tengah dan sisi lingkaran kanan bagian kanan.

 

  1. Pukulan kendang ngulun

 

Ngulun adalah pukulan kendang lanang yang di pukul secara beruntun. Pukulan tangan kanan pada sisi lingkaran bagian kanan , sedangkan tangan kiri menutup bagian tegahnya dan agak di tekan pada bagian kiri yang akan menghasilkan suara “tut”.

 

  1. Pukulan kendang ngetur

 

Ngetur adalah tehnik pukulan kendang yang menggunakan panggul. pukulan ini biasanya di gunakan dalam bebarongan yang suara kendangnya di matikan oleh salah satu instrument kendang tersebut dengan cara tangan kiri menutup bagian tengah agak di tekan pada bagian kiri dan pada bagian kanan dipukul menggunakan panggul pada bagian tengahnya dan agak keras memukulnya yang akan berbunyi “tek”.

  1. Pukulan kendang gegulet

 

gegulet adalah pukulan kendang lanang dan wadon yang pada bagian kananya membuat suatu jalinan. Pukulan gegulet ini bisa dimainkan dengan mempergunakan panggul atau bisa juga dimainkan mempergunakan tangan ada pareasinya atau perkembangannya.

 

  1. Pukulan kendang macimplungan

 

Macimplungan adalah pukulan kendang lanang atau wadon yang bisa dimainkan sendiri (nunggal) yang membuat suatu motif perkembangan pukulan sendiri dan biasanya dilakukan pada bagian gending ; ecet-ecetan, pengipuk ,dan bapang.

 

  1. Pukulan kendang pengaring/nyaluk

 

Pengaring atau nyaluk adalah tehnik pukulan kendang wadon pada bagain kiri yang pukuanya mendahului (nyandet) pukulan kendang lanang bagian kiri.

 

  1. Pukulan kendang bebaturan

 

Pukulan kendang bebaturan adalah pukulan yang sering di pakai dalam lagu-lagu lelambatan di bagian pengecet , antara perpaduan kendang wadon dan kendang lanang pada bagian kanan yang letaknya dibagian pertama dalampengecet pada tabuh dua, tabuh pat, tabuh nem dan tabuh kutus pada gending-gending lemlambatan.

 

  1. Pukulan kendang tuntun marge

 

Kendang tuntun marge adalah tehnik pukulan kendang yang terdapat pada kendang lanang bagian kiri, yang pukulanya pada umumnya kena jatuh pada ketukan yang bersuara “pak” dengan tanda P.

 

  1. Pukulan kendang milpil

 

Milpil adalah tehnik pukulan kendang gupekan dan pepanggulan di bagian kanan kendang lanang dan wadon yang masing-masing mempergunakan pola pukulan yang berbeda sehingga terbentuk semacam jalinan. Dalam pukulan ini setiap pengendang dibutuhkan suatu kebebasan untuk membentuk jalinan. Pukulan kendang ini biasanya terdapat pada gending-gending pelegongan bagian pengawak akan mencari jatuhnya pukulan gong. Sedangkan didalam tabuh lelambatan pukulan ini akan jatuh pada gending-gending akan mencari gong dalam gending-gending pengawak dan pengisep pada gending lelambatan tabuh dua, tabuh pat, tabuh nem,dan tabuh kutus.

 

  1. Pukulan kendang apak-apak

 

Pukulan kendang apak-apak adalah pukulan kendang lanang dan wadon gupekan yang dipukul dengan tangan lalu memadukan semua jenis pukulan yang terdapat pada kedua instrument kemdamg tersebut.motif pukulan ini dapat dilakukan pada bagian lagu yang iramanya pelan pada bagian pengawak iringan tari pelegongan.

 

  1. Pukulan kendang cadang rutuh

 

Cadang rutuh adalah pukulan kendang yang dapat di lakukan kendang wadon pada bagian muka sebelah kanan yang berarti mengimbangi pukulan dari kendang lanang .

Demikian yang saya dapat jelaskan mengenai instrument kendang , jika ada kesalahan dalam tutur kata saya mohon maaf sekian dan Terimakasih.

 

CV Banjar. Br BATUBIDAK

lkklkk            Mayoritas kehidupan masyarakat pada saat itu sebagai petani, sehingga mereka bebas menentukan waktu mereka bekerja tanpa adanya ikatan jam kerja. Pada umumnya mereka pagi-pagi buta sudah berangkat ke lahan mereka masing-masing dan ketika hari sudah mulai agak panas biasanya mereka akan segera beranjak pulang. Sisa waktu biasanya dimanfaatkan berkumpul diluar rumah sambil membawa ayam aduan mereka masing-masing. Hiburan pada saat itu agak jarang ,tidak seperti sekarang.

Berawal dari kecintaan mereka terhadap seni, akhirnya mereka sepakat membuat seperangkat gamelan angklung, melalui kelompok pemetik padi, yang dalam istilah balinya disebut “ sekehe manyi ,mereka membeli seperangkat gamelan sedikit demi sedikit sehingga menjadi seperangkat angklung “ keklentangan”. Setelah seperangkat gamelan terbentuk , karena di Bali tidak bisa terlepas dari yang namanya upakara untuk kesucian barungan gamelan tersebut.

Keinginan untuk mendapatkan  taksu, atas kesepakatan akhirnya mereka mohon taksu atau  mendak Pregina di Pura Dalem Kerobokan. Sebagai rasa sujud bakti  sekehe angklung akan selalu siap ngayah setiap ada keperluan gamelan, mulai dari Pujawali, Melasti, Caru atau Tawur Agung termasuk juga acara pengabenan masal yang diselenggarakan oleh Pura Dalem Kerobokan dan ini masih tetap berlaku sampai pada saat ini.

Mengingat luasnya wilayah Desa Adat Kerobokan, banyaknya Pura-pura Paibon, dan minimnya jumlah Gamelan pada saat itu  maka keberadaan Sekehe Angklung sangat membantu kegiatan adat di Desa kerobokan , mulai dari ; upacara Pitra Yajna, Dewa Yajna, Manusa Yajna dan lain-lainya. Adapun gending –gending yang disajikan pada saat itu , hanyalah tabuh-tabuh keklentangan. Dengan kondisi seperti ini  sangat mendukung perkembangan angklung Purnama Budaya, karena dengan seringnya mereka diupah,  tentunya sekehe yang bersangkutan bisa memiliki khas, yang akan digunakan untuk melengkapi dari pada barungan gamelan tersebut, diantaranya, satu buah Gong yang terbuat dari Drum, sepasang kendang besar dan mengganti Pelawah Gamelan yang pertama, yang konon bentuknya sangat sederhana sekali.

 

 

TAHUN  1962 – 1965

Pada periode ini, terjadi regenerasi yang merupakan generasi ke -2 di sekehe Angklung Purnama Budaya. Setelah memiliki instrument Gong dan Kendang besar mulailah mereka mencari Tabuh-tabuh petegak, Pelegongan dan tari  Lepas. Inilah yang merupakan awal mula berdirinya Legong Angklung “ PURNAMA  BUDAYA” Br. Batubidak Kerobokan, dengan pelatih tabuh waktu itu adalah Bapak I Nyoman Dendi ( almarhum ), dari Banjar Pemedilan Denpasar. Para penarinya pada saat itu diambil dari beberapa banjar yang merupakan PENGEMPON DALEM   antara lain : Banjar Batubidak, Banjar Babakan dan Banjar Batuculung. Tarian yang dicari antara lain seperti :

  • Tari Pendet , dengan 4 orang Penari.
  • Tari Marga Pati.
  • Tari Tenun.
  • Tari Wiranata.
  • Tari Panji Semirang.
  • Tari Oleg Tamulilingan.
  • Palawakia.
  • Legong Keraton.

Semenjak resmi berdiri legong angklung Purnama banyak mendapat undangan pentas di desa-desa lain. Menurut penuturan Bapak IKetut Sunia (85 tahun) selaku nara sumber, ketika mereka pentas di tempat lain, rombongan sering dihadang di tengah perjalanan  biasanya, jalan-jalan dipenuhi dengan bambu, batu, kayu dan material-material lainya. Hal ini merupakan konsekwensi dari situasi politik yang bergejolak ketika itu.  Menurut Bapak Ketut Sunia misalnya ketika rombongan pentas di Desa Sembung dan di Bukit, bahkan kuda penarik kereta juga dilempari orang tak dikenal. Jadi bisa dibayangkan bagaimana rawanya situasi ketika itu, transportasi satu-satunya saat itu adalah dokar, juga tidak ada penerangan listrik. Setelah terjadinya peristiwa G-30 S PKI, menyebabkan legong Angklung Purnama dibubarkan (mesimpen ), dengan suatu upacara yang disebut dengan Metebasan dengan sarana utama yaitu memakai seekor burung Cinglar.

Walaupun legong telah dibubarkan, kegiatan sekehe angklung masih tetap berjalan sebagaimana mestinya, karena Gamelan saat itu masih langka. Tapi untuk upacara Dewa yajnya mereka sudah memakai Gong dan kendang besar ( cedugan / gupekan ), dan untuk Pitra Yajnya mereka memakai tabuh-tabuh kekelentangan, jadi sudah mulai ada perbedaan dalam pemakaian instrument. Ini berlangsung sampai tahun 1980-an.

Salah satu seniman Angklung Purnama Budaya Br .Batubidak

2.3   PERIODE, TAHUN 1980 -2008

Pada periode ini merupakan, generasi ke-3 dan ini merupakan awal mula penambahan kata Budaya , yang dulunya hanya “Legong Angklung Purnama” dan sekarang menjadi  “Angklung Purnama Budaya”. Perkembangan yang terjadi pada periode ini adalah mentransfer tabuh-tabuh seperti: tari Panyembrahma, Baris tunggal, Jauk, Baris Tekok Jago , Petopengan, Prembon, Manuk rawa, Kidang Kencana, Jaran Teji, Yuda Pati, Rejang Dewa dan beberapa tabuh-tabuh lelambatan.

Pada tahun 1989, untuk pertama kalinya menggarap tabuh untuk mengiringi pementasan Wayang Kulit bekerja sama dengan Dalang Bapak I Made Kembar dari Padang Sumbu Kelod. Pementasan tersebut terbilang sukses karena, mendapat sambutan yang bagus dari masyarakat, sehingga  undangan untuk pentas sangat padat sekali hingga hampir menjangkau semua kabupaten di Bali, disebabkan untuk pertama kalinya pertunjukan wayang kulit dikemas dalam bentuk lain yang biasanya hanya diiringi oleh gender dan batel saja.

Di periode ini juga untuk pertama kalinya pak Made Kembar menggunakan iringan Gong Kebyar, yaitu gong Padang Sumbu, selanjutnya memakai pelegongan ( gender rambat ),oleh sanggar Candra metu Br. Gadon kerobokan dan terakhir berkembang memakai gamelan Semar Pegulingan yang dipopulerkan oleh wayang kulit Cenk Blong Belayu. Namun ketika itu hanya yang memakai instrumen angklung yang paling berkembang sampai saat ini.

Selanjutnya iringan wayang kulit dengan angklung juga dipakai oleh: Ida Bagus Sudiksa ,S.E., M.M,  (Griya Telaga, Kerobokan ), Ida Bagus Baskara ( Griya Buduk, alm ), Ida Bagus Bawa ( Griya Sibang ), Ida Bagus Alit Arga Patra , S.Sn., ( Griya Buduk ),  Dalang Putra (Kepaon  Denpasar ),  I ketut Nuada ( Wayang Joblar ABG, dari Tumbak Bayuh , mengwi Badung )  dan  I ketut Gina, S.Sn dari Kerobokan. Kegiatan ini masih berlangsung sampai sekarang. Pada tahun 1990, gamelanya diperbaharui instrumentnya dilebur dan ditambah bobotnya dengan memakai unsur Tri Datu ( emas, perak,tembaga ) dan Pelawahnya juga diganti, sekarang diukir serta memakai Prada.namun pada waktu itu sempat terjadi ketidak sesuaian pada pelawah gamelan-nya, yang dipesan pelawah angklung empat bilah namun yang dibikin dan dikirim pelawah berbilah lima. Kesalahan tersebut murni kesalahan dari pihak bapak Gableran terbukti dari tulisan yang ditulis di kalender bapak Gableran, akhirnya dibuat ulang. Sedangkan instrumen-nya dikerjakan oleh Bapak Made Sukarta.disamping itu juga, membeli seperangkat gamelan Baleganjur, membeli sepasang curing dan membangun tempat Gamelanya, termasuk upacara Pemelaspas dan Pasupati oleh Ida Peranda Oka Telaga dari Griya Sanur, Denpasar .

Sumber pendanaanya pada waktu itu bersumber dari mengiringi pentas wayang, ketika itu sangat diminati sehingga Dalang Pak Made Kembar membentuk sekehe angklung bayangan untuk mengiringi pertunjukan wayang kulit lagi dua barung yaitu di Banjar Abasan dan Banjar Silayukti Kerobokan, karena hampir setiap malam ada pementasan. Sumber pendanaan yang lainya berasal dari warung amal ( bazar ) dan borong cor lantai rumah milik Dr.Komp. GD Agung di Jl. Pemuda Renon Denpasar, yang mengerjakan Bapak I Made Sujendra.

 

Memasuki akhir tahun 1990, mengikuti lomba Angklung kekelentangan tingkat Desa Kerobokan dengan pembina Bapak I Wayan Rundu dari B.r Geladag Denpasar dan berhasil mendapatkan Juara I, selanjutnya pada tahun 1991, gamelanya sempat dilaras kembali oleh Bapak I Wayan Berata sebelum  mengikuti lomba Angklung kekelentangan se kabupaten Badung ( dulunya masih jadi satu dengan kota Denpasar ), dan keluar sebagai Juara I juga tingkat kabupaten Badung, rekamanya di produksi oleh Bali Record, kembali pada tahun 1992 mengikuti lomba Angkung kekelentangan tingkat provinsi Bali, dengan tema parade Bukur dan mendapatkan Juara I dan langsung diproduksi oleh Aneka Record. Pada periode ini disamping mengiringi pentas wayang juga punya acara pentas di beberapa hotel di kawasan Kuta dan Sanur.

Pada pertengahan tahun 2008, dalam rangka program ngayah di Pura Dalem Kerobokan menggarap sebuah pementasan Sendratari Ramayana bekerja sama dengan Bapak Made Kembar. Pemetasanya secara umum berlangsung sukses namun sempat terjadi insiden kecil, pertunjukan tidak sampai selesai karena memasuki babak akhir semua penari dan sebagian penabuh kesurupan sehingga pertunjukan terpaksa terhenti. Sendratari ini juga sempat pentas di Pura Dalem Petitenget Kerobokan dan di Griya Cau Belayu Tabanan. Selain pementasan Sendratari Ramayana, juga dipentaskan tari Legong Keraton dan beberapa tarian lainya. Kegiatan ini menghabiskandana sekitarRp,12,000,000;yang semuanya bersumber dari mengiringi pertunjukan wayang kulit.

TAHUN  2009 – 2012

Pada tahun ,2009 merupakan periode lahirnya generasi ke-4 sekehe Angklung anak-anak yang pertama di kecamatan Kuta Utara , dan sudah bisa menguasai beberapa tabuh petegak dan beberapa tabuh iringan tari antara lain: Puspa Wresti, Puspan Jali, Baris, Jauk keras, Panji Semirang, Kebyar Duduk, Petopengan dan Baleganjur.

Adapun program tahun ini, disamping acara latihan rutin satu minggu sekali, ada juga beberapa anggotanya memperkuat Gong Kebyar Anak-anak Kecamatan Kuta Utara, yang di wakili oleh Kelurahan Kerobokan Kaja, dari Banjar Batuculung, terutama untuk instrument kendang dan gangsa. Pada 26 Agustus 2011 lalu,juga mendapat undangan mebarung Angklung Kebyar  dalam rangka parade budaya desa Blantih Kabupaten Bangli. Pada bulan November 2012 mendatang menurut rencana akan dipersiapkan untuk acara pembukaan Parade Budaya di PUSPEM Badung

Pada tahun 2012 angklung Purnama Budaya baru saja pindah kebanjar dan banjar Batubidak pada saat itu angklung Purnama Budaya mendapat tunjukan dari dinas Kebudayaan Kecamatan Kuta Utara untuk mewakili lomba di Puspem Badung. Lomba angklung kebyar ini baru pertama kali di adakan di Puspem, sekaa awalnya tidak ingin menyanggupi lomba tersebut namun karena dari kepala lingkungan menyuruh untuk tampil dan sekaa pun menyanggupinya. Dalam latihan banyak mendapat kesulitan, dari penabuh yang malas latihan dan pendanaan yang kurang namun Bapak I Made Sujendra selaku pembina dan penggarap tidak kuatir dengan hal tersebut, ia percaya bahwa hal-hal tersebut hanya godaan saja.

 

Dalam lomba angklung kebyar ini materinya yaitu tabuh pat lelambatan, tari panji semirang,dan tabuh kreasi, dalam menggarap tabuh pat lelambatan tersebut Bapak I Made Sujendra mengajak seseorang yaitu Bapak I Gede Mawan S.sn M.si untuk ikut membina, Bapak Mawan adalah seorang dosen di Isi denpasar, dan tabuh kreasinya di garap oleh mahasiswa yang baru lulus di Isi yang bernama I Putu Agus Hardika Surya S.sn dalam menggarap ia juga di bantu oleh Bapak Mawan.

Pada lomba yang diselenggarakan tanggal 5 november 2012 , Kecamatan Kuta Utara berhadapan dengan Kuta Induk Yang diwakili oleh banjar Pelasa, penampilan dari Kuta sangat bagus mereka tampil penuh semangat. Pada penampilan terakhir dari Kuta yaitu tabuh kreasi , mereka sangat baik dan dengan gaya yang sangat enerjik, tapi sekaa angklung Purnama Budaya tidak don mental karena penabuhnya sudah banyak yang mengenal panggung duluan.

Di dalam penilaian dewan juri melihat kekeliruan di penampilan Kuta, kata dewan juri “Kuta terlalu banyak bergaya dalam menabuh, sehingga menabuh seperti menari”. Dan perolehan juara saat itu adalah Abian Semal juara I, Petang juara II, Kuta Utara juara III, Kuta juara IV, Kuta Selatan juara V, Mengwi juara VI.

Adapun  inventaris masa lalu yang masih ada sampai saat ini antara lain:

ª      Sebuah Bendera ( Kober ) bergambar Maruti ( Hanoman )

ª      Sebuah sepanduk warna merah bertuliskan “Legong Angklung Purnama”

ª      Aksesoris Legong tahun 1963, (  Gelungan Legong Keraton )

ª      1 tungguh grantang Angklung yang berbilah bambu.

ª      Gantungan Gong , berupa besi sepanjang 1,5 mtr yang bawahnya lancip.

ª      1 buah Gong yang terbuat dari drum.

ª      Pelawah gamelan yang ke dua yang belum di ukir.

ª      Tempat Reong , diikat di pinggang waktu nabuh sambil berjalan.

ª      Tiga buah Piagam penghargaan.

ª      Tiga buah Piala.

ª      Koleksi pribadi berupa costum –costum dari tahun 1970-an sampai 2011.