TRADISI GEBUG ENDE DI DESA SERAYA KARANGASEM

This post was written by Pradyana on Februari 14, 2017
Posted Under: Tak Berkategori

Ada sejumlah tradisi budaya khas kabupaten Karangasem yang sangat unik dan menarik yang bercirikan “Perang” yang bernafaskan heroism yang hingga kini masih dilestarikan dan dilakoni masyarakat.Tradisi-tradisi itu misalnya perang api yang sering disebut ”Teteran” yang ada di Desa Jasri kecamatan Karangasem,Ada juga perang Jempana,dan perang pelepah pisang (Tetabahan) di Desa Bugbug Kecamatan Karangasem,ada juga mesabat-sabatan biyu atau sering disebut perang buah pisang tepatnya di desa Tenganan Dauh Tukad,dan ada juga perang pandan berduri yang sering dikenal dengan Mekare-kare yang terdapat di Desa Tenganan Pegringsingan kecamatan Manggis,salah satu penduduk Bali Aga (Bali asli),Kemudian yang terkhir ada yang namanya perang rotan,yang sering dikenal dengan dengan sebutan Gebug Ende,yang terdapat di Desa Seraya Kecamatan Karangasem.Tradisi perang rotan atau yang sering dikenal dengan Gebug Ende yang terdapat di Seraya inilah yang akan kita bahas dalam artikel ini.Tradisi Gebug Ende ini biasanya dilaksanakan terkait saat mulai musim kemarau tiba seperti pada sasig kapat yang biasanya jatuh pada bulan Oktober sampai November.Desa Seraya ini telah dimekarkan tiga wilayah,yaitu Desa Seraya (induk), Seraya barat dan Seraya Timur.Jaraknya kira-kira 10 meter dari kota Amlapura setelah melewati obyek wisata Taman Sukasada Ujung.Keadaan Desa Seraya sangat tandus.Oleh karena itulah Desa Seraya khusunya memiliki tradisi budaya yang religius dan sangat unik untuk memohon turunnya hujan.Untuk terkabulnya permohonan itu mereka biasanya menggelar tradisi yang namanya Gebug Ende atau juga bisa disebut Gebug Seraya (perang rotan).Cara mereka melakukan tradisi ini bisa dikatakan menarik dan juga mengerikan,karena berduel satu lawan satu dengan memakai alat pemukul dari rotan tanpa mengenakan baju tetapi hanya memakai kain adat atau kamen saja.tak pelak cucuran darah tubuhnya atau kepalanya akan mengalir karena pukulan sebatang rotan sangatlah keras,paling tidak bekas memar akan membekas setiap pukulan rotan itu mendarat dipinggungnya apalagi Gebug Ende ini biasanya dimainkan di bawah terik matahari.Plak,plak,plak,cebet,cebet.Begitu suara pukulan sebatang rotan membentur Ende (perisai) dan sekali-kali menerpa tubuh lawan.Mereka bertanding satu lawan satu.Musik yang dipakai untuk mengiringi adalah gamelan baleganjur.Para pemain membawa sebatang rotan sebagi alat pemukul yang panjangnya sekitar satu meter.Sedangkan alat penangkisnya yaitu sebuah perisai bergais tengah 60 cm yang terbuat dari lapisan kulit sapi kering yang terikat pada bingkai kayu.Meski tubuh para pemain terkena pukulan rotan,mereka merasa sangat gembira dan sembari meraka tambah semangat menari-nari dengan kegirangan.Masyarakat Desa Seraya percaya kalau dalam permainan Gebug Ende ini salah satu pemainnya sampai mengeluarkan darah dari pukulan rotan,maka ada kemungkinan hujan akan cepat turun.Atraksi Gebug Ende ini pada umumnya dilakukan di sela-sela istirahat kerja di lading pada siang atau sore hari biasanya pada saat akan menjelang musim tanam di lading.Menurut keparcayaan masyarakat Seraya,permainan Gebug Ende digelar di wilayah desanya untuk memohon kepada Ida sang Hyang Widhi Wasa agar hujan segera turun untuk keperluan pertanian atau konsumsi.Tetapi tidak selalu sehabis atraksi Gebug Ende hujan akan spontan turun,karena hujan akan turun itu tergantung dari Tuhan Yang Maha Esa,paling idak warga sudah berupaya memohon kepada yang Kuasa.Atraksi ini biasanya berlangsung atau diselenggarakan di tempat-tempat umum dengan mengundang lawan yang ada di desa sekitarnya.Pemain Gebug Ende ini dilakoni oleh baik anak kecil,dewasa,maupun orang tua tak ketinggalan dalam mengadu kepintaran mamainkan batangan rotan dan perisai.Menurut masyarakat Desa Seraya yang sudah sering ikut atraksi ini,jika para pemain sudah memegang batang rotan dan perisai,maka akan muncul gejolak hati untuk melawan musuh.Tidak memandang teman ataupun saudara yang dilawan.Bagi para pemain Gebug Ende ini bersimbah darah akibat terkena rotan itu sudah biasa,rasa sakit dan gembira membaur menjadi satu.Kemudian luka-luka yang ada di tubuh pemain Gebug Ende ini akan segera kering dan sembuh dengan memakai obat ramuan tradisional.Karena tradisi ini memiliki kekhasan dan keunikan serta berkualitas baik sebagai seni pertunjukan rakyat,maka berbagai pihak masyarakat dan pemerintah memanfaatkan tradisi ini untuk dipertunjukkan dalam acara-acara tertentu termasuk konsumsi wisatawan domestic dan mancanegara yang datang ke Karangasem.Meski tampil sebagai pesanan untuk pertunjukan pemain Gebug Ende tidak boleh direkayasa atau diseting,justru kalau direkayasa atau diseting permainan ini bisa membawa petaka bagi para pemainnya,seperti kepalanya bisa bocor dan keluar darah akibat kena gebugan rotan.Saking populernya Gebug Ende ini maka salah satu seniman tari dari Kabupaten Karangasem yakni Ni Made Kinten mengemas tradisi Gebug Ende ini ke dalam bentuk tarian yang cukup atraktif yang tidak lepas dari dasar-dasar dari pakem yang ada dalam tradisi Gebug Ende itu.Tarian Gebug Ende ini sudah pernah dipentaskan di panggung terbuka Ardha Candra dalam memeriahkan Pesta Kesenian Bali pada tahun 2009 yang lalu.Pada umumnya permainan gebug Ende ini berlangsung singkat yaitu sekitar 10 menit.Tidak pernyataan resmi dari wasit pihak yang menang atau pun kalah,melainkan hanya penonton yang menilainya.Aturan dari pada permainan Gebug Ende ini sangat sederhana.Arena yang dipergunakan tidak menuntut tempat yang luas,minimal 6 meter persegi.Juru kembar atau juri permainan masing-masing menyeleksi perbandingan atau penyesuaian lawan postur tubuh maupun usia.sebelum permainan dimulai biasanya didahului dengan permainan pendahuluanyang dimainkan oleh juru kembar tetapi tidak sampai rotan membentur tubuh lawan.Hal itu hanya dilakukan sebentar sebagai rangsangan atau pemberi semangat kepada yang akan bermain atau bertanding.Biasanya kalau permainan Gebug Ende ini digelar di desanya,sebelum permainan dimulai,para pemainnya biasanya minum tuak (nira).Itu bertujuan agar badan cepat panas tetapi tidak sampai mabuk.Peraturan dari permainan ini sangat sederhana yaitu tidak diperkenankan memukul di bawah pusar dan saling berangkulan.Tidak boleh menyerang melewati garis batas wilayah posisi pemain.Jika aturan tersebut dilanggar,mereka akan dilerai dan diberi peringatan.Apabila pemainnya tidak mengindahkan peringatan tersebut,maka merekan akan dikeluarkan dari arena permainan dan dinyatakan kalah dalam permainan tersebut.Permainan Gebug Ende seperti yang sudah dipaparkan di atas ini tidak hanya ada di Desa Seraya saja,tetapi di Lombok (Nusa Tenggara Barat) juga mengenal jenis tradisi itu ada,tetapi hanya saja namanya yang berbeda.Kalau di Lombok tradisi unik ini dinamakan “Presean” dn popularitasnya sama antara di Lombok dengan di Desa Seraya.Prinsip permainan rakyat itu sama,yaitu disamping tujuan utama kepada Tuhan Hyang Maha Esa untuk memohon hujan agar cepat turun,tetapi juga sebagai hiburan yang cukup marak di kedua tempat tersebut yang letaknya sangat berjauhan.Tetapi ada juga bedanya yaitu alat penangkisnya atau perisainya.Kalau di Lombok bentuk perisai atau alat penangkisnya itu persegi empat,sedangkan di Desa Seraya Karangasem alat penangkis atau perisainya bentuknya bundar.Ada satu lagi kesamaan yang dimiliki antara Desa Seraya Karangasem dan Lombok Barat,yaitu nama Desa Seraya juga terdapat di Lombok tepatnya di Lombok Barat.Dan orang-orangnya pun berasal dari satu keturunan Desa Seraya Karangasem.Hal itu disebkan masyarakat Desa Seraya karangasem,sejak zaman Kerajaan Karangasem pada abad ke-17 pernah melebarkan kekuasaannya sampai ke Pulau Lombok dengan iringan dari warga Desa Seraya Karangasem.Oleh karena itu di Lombok atau Nusa Tenggara Barat juga ada nama desa Seraya yang sama dengan Desa yang ada di Kabupaten Karangasem bagian timur yaitu Desa Seraya.Dari Pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa di Kabupaten Karangasem ada banyak macam tradisi-tradisi yang unik yang sudah terkenal bahkan sampai ke manca Negara.Tradisi tersebut salah satunya adalah Tradisi Gebug Ende atau yang sering disebut dengan Gebug Seraya yang ada di Desa Seraya Karangasem.Tujuan dari tradisi Gebug Ende tersebut adalah untuk memohon hujan kepada Tuhan,karena Desa Seraya dilanda kekeringan.Itulah salah satu tradisi yang ada di Kabupaten Karangasem yang sangat unik dan bisa dikatakan bersejarah bagi masyarakat Desa seraya Karangasem.
Sumber : http://karangasemkab.go.id

Comments are closed.

Previose Post: