Tari Baris Ketekok Jago di Desa Tegal Darmasaba
Latar Belakang Tari Bali adalah salah satu aspek penting dari seni budaya Bali. Tari tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat Bali yang sebagian besar memeluk agama Hindu. Seni tari memegang peranan penting seolah-olah tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya, karena hampir semua upacara agama di Bali memerlukan tari. Sehingga hampir tidak ada satupun upacara keagamaan yang selesai tanpa ikut sertanya jiwa dan pertunjukan tari-tarian. Seni tari disebut juga seni gerak dimana di dalamnya terkandung makna, baik makna estetis maupun filsafat, makna nilai-nilai kebudayaanya yang dapat dinikmati baik oleh penari maupun penonton atau masyarakat yang menyaksikan perkembangan seni pertunjukan di Bali. Salah satu jenis dari tari untuk upacara adalah tari Baris Tekok Jago. Tari Baris Tekok Jago merupakan salah satu versi dari Baris Gede para penarinya berjumlah 20 (dua puluh) atau 21 (dua puluh satu) dengan menggunakan senjata tombak panjang. Panjang tombak berkisar antara 2 (dua) sampai 3 (tiga) meter, yang diberi warna merah dan hitam dengan strip putih. Biasanya strip-strip tersebut dibuat dari lempengan perak. Ujung tombak menyerupai keris, dianggap benda sakral (suci) milik sebuah pura atau tempat persembahyangan. Tari Baris Tekok Jago ini, biasanya dipentaskan pada waktu ada upacara odalan (upacara 210 hari sekali) di sebuah pura dan di pentaskan pada waktu ada upacara pembakaran mayat (ngaben) maupun upacara memukur; menyucikan roh. Tari Baris Tekok Jago, hanya terdapat di daerah kabupaten Badung, misalnya: di Tangguntiti, Pedungan, Kerobokan, Tegal Darmasaba. Latar Belakang Sejarah Sekaa atau grup tari Baris Ketekok Jago atau Tari Baris Tekok Jago ini berdiri tahun 1927, bertempat di pura Dalem Gegelang atas prakarsa “sekaa majukut” kelompok tani pimpinan I Ngilis (almarhum). Pada mulanya, ada upacara Pitrayadnya (pelebon/ngaben) di jeroan gede banjar Gulinga, Tegal Darmasaba. Pada waktu pelaksanaan upacara tersebut, dipentaskan tari baris yang bernama “Ketekok Jago” dan Tembau, Kesiman. Kesenian tersebut ternyata mampu menarik perhatian masyarakat desa Tegal, Darmasaba, terutama masyarakat tani banjar Tengah. Hal itu disebabkan karena selain masyarakat tersebut dalam kegiatannya sehari-hari sebagai petani, juga mereka senang dengan kesenian tari dan tabuh. Maka setelah peristiwa pelebon di jeroan gede itu selesai, masyarakat banjar Tengah giat sekali mempelajari tari Baris Tekok Jago tersebut. Tentu saja dengan Karapan nantinya akan dapat dipergunakan untuk sarana dalam upacara “dewa yadnya” maupun dalam upacara pitrayadnya, terutama di desa Tegal Darmasaba. Kemudian, pementasan mereka yang pertama yang disebut dengan istilah “nyisiang” (perdana) dilakukan di jaba (halaman) pura dalem Gegelang, bertepatan dengan upacara dewayadnya “ngenteg linggih”. Demikianlah asal mulanya, dan sampai sekarang kesenian tersebut tetap dilestarikan dan bahkan dikeramatkan. Fungsi Tari Baris Tekok Jago di Tegal Darmasaba. Sebagaimana halnya dengan tari Baris Tekok Jago di Tangguntiti maupun di banjar Begawan, maka fungsi tari Baris Tekok Jago di banjar Tengah, Tegal Darmasaba ini pun untuk kepentingan upacara Pitrayadnya dan bahkan juga untuk upacara Dewayadnya. Kondisi Baris Tekok Jago di Tegal Darmasaba 1 Pelaku / Penari Jumlah penari seluruhnya 20 (dua puluh) orang, semuanya laki-laki. Seperti halnya, di tempat lain, maka dari sejumlah penari tersebut dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yakni : sebagian menjadi angsa dan sebagiar besar lainnya menjadi burung gagak. Analisa penulis sendiri nama “Tekok Jago” berasal dari peran yang dibawakan oleh penari yang merupakan jenis burung dan unggas. 2 Perbendaharaan Gerak Gerakan gerakan yang dipergunakan berjumlah 12 (dua belas) macam, sebagai berikut : • Gandang-gandang, yakni gerakan berjalan ke depan lambat-lambat, kaki kiri dan kanan maju bergantian. Tangan kanan memegang tombak, dipanggul di puncak kanan dan tangan kiri di pinggang. • Kipekan, yakni gerakan kepala menoleh dengan sigap ke sudut kanan dan ke sudut kiri. • Tanjek, yakni gerakan tanda berakhir dari suatu gerakan. Caranya dengan berhenti dengan salah satu kaki di depan. Tanjek ada dua macam, yaitu : tanjek kanan dan tanjek kiri. • Agem, yakni sikap awal dalam keadaan siap. Agem dapat dibagi dua, masing-masing: – Agem dengan membawa tombak; sikap kaki sirang pada, tangan kanan memegang tombak, dipanggul di pundak kanan, dan tangan kiri di pinggang. – Agem dengan memegang selendang; kaki sirang pada, tangan memegang selendang. • Gelatik nuut papah, yakni gerakan yang didahuli dengan angsel, sikap tangan memegang tombak yang dipanggul di pundak kanan, dengan gerakan tombak menghadap ke atas dan ke bawah saling bergantian, sedangkan tangan kiri di pinggang. Sikap ini disertai dengan gerakan kaki ke kanan maupun ke kiri dengan cara menyilangkan. Kemudian diikuti gerakan badan dimiringkan sesuai dengan arah kaki. • Tanjek dua, yakni gerakan berjalan ke depan, sambil menghentakkan kaki sebanyak dua kali. • Ulap-ulap, yakni gerakan lengan sambil memegang selendang. Semantara itu kepala menoleh ke kiri atau ke kanan, seakan-akan memperhatikan sesuatu. • Nengkleng, yakni gerakan dengan satu kaki diangkat tinggi-tinggi setinggi lutut. Kaki kanan dan kiri digerakkan bergantian. • Ngerajeg, yakni gerakan yang menunjukkan atau menandakan tarian akan selesai. Gerakan ini terdiri dari : kaki kiri diangkat setinggi lutut, badan agak merendah, tangan kiri di depan dada, tangan kanan tetap memegang tombak yang dipanggul di pun¬dak kanan. • Ngegol, yakni gerakan menggoyangkan pinggul ke diri dan kanan, disertai sikap badan agak merendah. Tombak dipegang dengan kedua tangan, diayun ke kiri dan ke kanan. • Ngitir, yakni gerakan seperti ngegol namun diikuti dengan ge¬rakan kaki yang digeser agak lambat ke kiri maupun ke kanan. • Ngindang, yakni gerakan berjalan ke kiri dan ke kanan dengan posisi badan dimiringkan sesuai dengan arah kaki dan kedua tangan memegang selendang (jung selendang). • Maaras-arasan, yakni gerakan leher ke kiri dan ke kanan mulai dari lamban kemudian cepat. Gerakan ini dilakukan berpasangan (berhadap hadapan), tangan saling berpegangan. • Angsel, yakni gerakan yang menandakan suatu perubahan dari gerakan satu kepada gerakan lain. 3 Tema Tema tari Baris Tekok Jago di banjar Tengah, Tegal Darmasaba ini pun tidak berbeda dengan tema tema yang dibawakan oleh Baris Tekok Jago di daerah lainnya, yakni terjadinya perang antara “kebaikan melawan kejahatan” yang berakhir dengan kemenangan berada di pihak kebenaran. Adapun cerita yang bisa dibawakan, secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut : Dua ekor angsa yang sedang mengerami telor mereka tiba-tiba didatangi oleh sekelompok burung gagak. Sekelompok burung gagak itu bermaksud tidak baik yakni ingin mencuri telur angsa itu. Kedua angsa itu turun dan menghalangi niat jahat burung-burung gagak tersebut. Akhirnya terjadilah perang yang akhirnya kemenangan berada di pihak angsa. Tema semacam ini tentulah dimaksudkan agar kejahatan yang senantiasa menghadang dapat dikalahkan. Atau secara khusus agar para bhutakala yang ingin mengganggu perjaianan roh menuju kuburan dapat dikalahkan, atau setidak-tidaknya dapat “dibujuk” agar tidak mengganggu. Hai ini tampak jelas manakala para penari tersebut menghaturkan sesajen di perempatan atau pertigaan jalan yang dilalui pada waktu membawa mayat ke kuburan. 4 Tata-busana Bhusana atau kostum yang dipergunakan pada waktu menari terdiri dari : • Gelungan • Celana panjang warna putih tetapi pada bagian bawahnya ada strip strip hitam putih (poleng). • Baju lengan panjang : pada badan warna hitam putih kotak-kotak, lengan berwarna lurik (putih, kuning, hijau, dan hitam). • Kain putih • Saput, warna hitam putih (poleng) • Saput, warna hitam putih (poleng) • Badong; hiasan leher • Awir; terdiri dari bermacam macam warna, berbentuk segi empat. Tepinya, dihiasi dengan rambu rambu merah dan kuning. • Selendang. Selain kostum di atas, para penari membawa juga perlengkapan lainnya seperti : keris, dipasang atau diselipkan di punggung dan sebuah tombak. Tombak diberi warna strip strip hitam putih. Pada bagian atas diberi hiasan bulu merak. 5 Upacara / Upakara pementasan Sebagaimana halnya dengan tradisi pada kegiatan tari Baris Tekok Jago lainnya, maka begitu pula halnya dengan tradisi Baris Tekok Jago di banjar Tengah, Tegal Darmasaba yang selalu membuatkan upacara dengan sarana sesajen pada waktu akan melakukan pementasan. Tujuannya sudah tentu mohon keselamatan kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa. Pada umumnya upacara tersebut dilakukan pada waktu menjelang pentas, kemudian pada waktu pentas dan terakhir ketika sudah selesai pentas. Seluruh jenis sesajen yang dipergunakan dapat dirangkum sebagai berikut : 1) Daksina gede 2) Peras ajengan 3) Pangresikan / biaakaonan 4) Nasi rongan 5) Ulam / lauk pauk karangan 6) Pajegan dengan ulam pajegan 7) Segehan agung 8) Ketipat / ketupat tampul Selain sesajen untuk Baris itu sendiri, juga dibuatkan sesajen untuk keperluan alat-alat gambelan, yang lazim disebut “banten gong”. Adapun jenisnya adalah sebagai berikut : 1) Peras 2) Daksina 3) Sodan 4) Segehan 5) Ketipat kelanan 6) Ketipat gong 6 Tempat Pementasan Tempat pementasan tari Baris ini disebut juga “kalangan” atau berbentuk arena. Dibuat bebas dan bersifat darurat. Tempat bermain ini biasanya di halaman pura dan juga di halaman kuburan. Apabila pentas di pura untuk suatu upacara Dewayadnya, maka kalangannya dibuat di “jaba” tengah, tanpa menggunakan “langse” atau hiasan lainnya secara khusus. Sedangkan apabila Baris tersebut pentas di kuburan, dalam suatu upacara Pitrayadnya, maka kalangan dibuat di dekat pembakaran mayat. Juga tanpa “langse” atau dekorasi khusus lainnya. 7 Iringan Tari Baris Tekok Jago di banjar Tengah, Tegal Darmasaba ini mempergunakan seperangkat gambelan gong kebyar. Kalau di Tangguntiti, maupun di Begawan Pedungah, dipergunakan sebagian kecil dari gambelan gong kebyar, di banjar Tengah ini dipergunakan hampir seiuruh instrumen, kecuali gambelan terompong. Adapun jenis jenis gambelan / instrumen yang dipakai adalah : 1) Kendang 2 (dua) buah 2) Suling 3) Cengceng 4) Giying / pengugal 5) Pemade 4 (empat) buah 6) Kantil 4 (empat) buah 7) Jublag 2 (dua) buah 8) Kajar 9) Kenong 10) Reong 11) Jegogan 2 (dua) buah 12) Kempur dan gong Sedangkan lagu-lagu yang dipergunakan adalah : 1) Lagu Omang 2) Lagu Barong 3) Lagu Kale 4) Lagu Pengeset Jauh luh 8 Komposisi Tari Komposisi atau “paileh” tari Baris Tekok Jago di banjar Tengah, Tegal Darmasaba ini dapat diuraikan sebagai berikut : • Para penari berderet tiga memanjang, dengan perlengkapan tombak yang dipanggul dipundak kanan, perlahan-lahan maju ke arena dengan gerak “gandang arep” terus ngangsel. Gerakan ini disertai dengan agem kanan dan agem kiri dan dilanjutkan dengan tanjek dua, nengkleng berganti ganti kaki kanan dan kiri. Kemudian kembali angsel dilanjutkan dengan gerakan gelatik nuut papah ke kanan dan ke kiri. Gerakan ini dilanjutkan dengan tanjek kanan, terus gandang arep. • Posisi kedua, sama dengan posisi pertama. • Posisi ketiga, semua penari menghadap ke samping kanan de-ngan badan agak membungkuk, diikuti dengan gerakan ngegol, tombak dipegang dengan kedua tangan merentang di depan lutut, diayun ke muka dan ke belakang. Kemudian tombak diletakkan di bawah, dilanjutkan dengan mengambil selendang (sebagai sayap) lalu mengibas-ngibaskannya dalam posisi “ngitir” mengelilingi para penari lainnya yang masih jongkok. Dilakukan berulang-ulang dengan gerakan maaras-arasan, berganti ganti. • Posisi keempat, sama dengan posisi pertama. Gerakannya nengkleng ke kiri dan ke kanan, berganti ganti. Selanjutnya, barisan terdapat berbalik hadap, dengan teriakan “kuuk”, diikuti oleh yang lainnya secara serempak. Tombak diayun ke depan seperti pasukan berperang. Perlu ditambahkan bahwa, setiap pergantian posisi diisyaratkan dengan teriakan “kuuk”. Ini juga sebagai pertanda agar penabuh mengganti lagu / gending. 9 Susunan Kepengurusan Pemangku pura Dalem Gegelang : I Wayan Wintar. Ketua : I Ketut Rinus. Sekretaris : I Kadek Sura. Bendahara : I Wayan Cendra. Susunan kepengurusan ini merupakan generasi ketiga dalam jabatan ketua sepeninggal I Ngilis (alm) kemudian dilanjutkan oleh Wayan Tinas yang juga merupakan ketua dari perkumpulan seka Arja Basur di desa Tegal Darmasaba. Setelah itu dilanjutkan oleh I Ketut Rinus yang merupakan anak dari I Ngilis. Jika dilihat dari sejak berdirinya maka regenerasi dari kepengurusan maupun penari dari sekaa ini bisa disebut lambat, karena pada masa sekarang perhatian masyarakat kurang terhadap kesenian dan kurangnya pembinaan di dalam kepengurusan maupun penari. Hal ini juga disebabkan karena para penari hanya meneruskan apa yang dilakukan oleh orang tuanya karena tidak sembarang orang boleh menarikan tari Baris ini. Para penarinya dipilih oleh ketua yang merupakan pengayah (peletan) di pura Dalem Gegelang. Kesimpulan. Tari Baris Tekok Jago di desa Tegal Darmasaba merupakan tari upacara yang biasanya ditarikan untuk upacara Pitra yadnya (ngaben) maupun Dewa yadnya.. Karena tari ini merupakan tari upacara jadi tidak terlalu mementingkan dari estetika melainkan lebih mementingkan fungsinya. Ini terlihat dari gerak yang sederhana dengan tatabusana yang sederhana pula dan tidak memerlukan tempat pementasan yang khusus. Kurangnya perhatian dari masyarakat menyebabkan regenerasi dari tari Baris Tekok Jago ini menjadi lambat. Hal ini juga disebabkan karena para penarinya merupakan pengayah (peletan) dari pura Dalem Gegelang. Saran Dari penulisa paper ini penulis berharap agar kedepan tari upacara Baris Tekok Jago ini mendapat perhatian dari masyarakat mengingat tari ini jumlahnya termasuk langka.