PERBEDAAN GAMELAN GONG KEBYAR BALI UTARA DAN BALI SELATAN

GAMELAN GONG KEBYAR BALI UTARA

Saya kutip dari buku “GAMELAN BALI DI ATAS PANGGUNG SEJARAH” karya I Made Bandem tahun 2013. Disana saya banyak mendapatkan informasi tentang perkembangan gamelan golongan baru khususnya Gong Kebyar. Adanya hubungan yang erat antara Bali dengan dunia Barat pada Masa Penjajahan Belanda (1846-1945) pada tahun 1914 di Bali Utara lahir sebuah gamelan gaya baru yang disebut Gong Kebyar. Ansambel itu menggunakan Gong Kuna sebagai instrumentasinya dan lagu-lagu klasik diganti dengan lagu-lagu ciptaan baru sebagai ekspresi eksplosif pada saat itu. Pada tahun itu muncul generasi baru Gong Gede dan Gong Kuna yang disebut gamelan Gong Kebyar.

Instrumentasi dari sebuah barungan gamelan Gong Kebyar di Bali Utara yaitu terdapat 2 buah gong lanang dan wadon, sebuah kempul, dua buah jegog, dua buah calung/jublag, dua buah ugal pacek, empat buah gangsa pacek, dua buah kantilan pacek, reong berpencon sebanyak 12 buah, sepasang kendang lanang dan wadon, sebuah kajar, dan sebuah ceng-ceng/kecek. Disini yang menjadi pertanyaan bagi saya yaitu dua buah instrumen yang sama menyerupai terompong. Yang satunya berukuran besar sedangkan yang satunya lagi berukuran lebih kecil, namun jumlah penconnya sama yaitu 10 buah. Gong Kebyar di Bali Utara masih mengambil protipe dari Gong Gede yaitu menggunakan gangsa pacek. Gangsa pacek merupakan sebuah tungguh instrumen berbilah yang bilahnya menempel pada plawahnya yang tanpa di gantung seperti gamelan Gong Kebyar di Bali Selatan. Sama halnya dengan wujud gangsa jongkok pada barungan gamelan Gong Gede. Selain terompong dan gangsa pacek lainnya sama dengan keberadaan Gong Kebyar  yang saya ketahui berkembang sampai saat ini di Bali Selatan.

Dipandang dari karakteristik lagu, awalnya banyak lagu-lagu dikembangkan dari lagu-lagu Legong Keraton. Lagu-lagu ostinato pendek seperti bapang,.pengecet, gegaboran, pengipuk, dan batel, di balut dengan teknik baru kekebyaran termasuk pukulan bersama ‘kebyang’ atau ‘kebyar’ yang keras dan datangnya secara tiba-tiba. Polanya disertai dengan pukulan norot, oncang-oncangan dan ubit-ubitan yang rumit. Bali Utara memiliki style gegebug yang sangat mepet pada pola kekebyaran. Namun sedikit yang tidak bias di tangkap dari kekebrayan itu ‘reng’ karena memakai gangsa pacek. Nada yang dihasilkan menjadi sangat pendek, akibatnya pola kekebyaran di Bali Utara sangat mepet dan rumit.

 

GAMELAN GONG KEBYAR BALI SELATAN

Keberadaan Gong Kebyar di Bali Selatan mulai muncul pada tahun 1960 ketika berdirinya Konservatori Karawitan Indonesia (KOKAR) Bali yang memberi pendidikan kepada siswa pria dan wanita di Bali Selatan. Menurut buku yang saya baca telah dipentaskan Gong Kebyar campuran pria dan wanita pada tanggal 29 September 1961 di Aula Fakultas Udayana, serta pada tanggal 30 September 1961 di Aula Dwijendra Denpasar. Disini saya kurang tahu kapan waktu yang pasti ketika mulai masuknya Gong Kebyar ke ranah Bali Selatan.

Perkembangan Gong Kebyar di Bali Selatan banyak mendapat perubahan terumata dari segi instrumen. Perubahan yang sangat signifikan terletak pada struktur tungguh gangsa yang tidak lagi memakai teknik pacek, melainkan memaikai tektik gantung, seperti halnya jegog dan jublag. Intrumentasi dari barungan Gong Kebyar yang berkembang di Bali Selatan yaitu : sebuah terompong, sepasang kendang lanang dan wadon, sebuah ceng-ceng kopyak/kecek, sebuah kajar, dua buah tungguh ugal, empat buah tungguh kantilan, empat buah tungguh gangsa gantung, dua buah tungguh p

enyacah, dua buah tungguh jublag, dua buah tungguh jegog, sepasang gong lanang dan wadon, sebuah kempul, sebuah bebende, sebuah kemong, dan sebuah kempli, serta 12 pencon reong. Yang membedakan gamelan Gong Kebyar  versi Bali Utara dengan Bali Selatan yaitu ditambah sepasang tungguh penyacah, serta hanya memakai sebuah tungguh terompong dengan 10 buah pencon. Perbedaan stuktur tungguh gangsa disini membuat gamelan Gong Kebyar yang berkembang di Bali Selatan lebih jelas terdengar ‘reng’ dari bilah gangsanya karena memakai tektik gantung.

Perubahan struktur tehnik gangsa yang dipakai di Bali selatan menjadikan pola gending-gending di Bali Selatan agak sedikit renggang. Dikarenakan teknik permainan kebyar di Bali Selatan masih di patok dengan ‘nafas gending’. Seperti contoh gending yang sama yaitu tabuh iringan tari Truna Jaya. Jika di Bali Utara teknik kekebyarannya lebih rapat tetapi di Bali selatan pola kekebyarannya di batasi dengan mempertimbangkan ‘reng’ dari bilah nada yang dipukul.