SEJARAH GAMELAN GONG KEBYAR DI BANJAR TARO KELOD

SEJARAH GAMELAN GONG KEBYAR DI BANJAR TARO KELOD

Ada sekitar 30 jenis barungan gamelan salah satunya adalah Gamelan Kebyar yang hingga kini masih aktif dimainkan oleh masyarakat Bali. Barungan-barungan ini didominir oleh alat-alat musik pukul, tiup dan beberapa instrumen petik. Instrumen-instrumen ini ada yang dibuat dari bambu, kayu dan perunggu (krawang). Gamelan-gamelan ini sebagian besar milik kelompok masyarakat, hanya beberapa saja diantaranya merupakan milik pribadi/perorangan. Berdasar jumlah pemain atau penabuhnya, gamelan Bali dapat dikelompokkan barungan alit (kecil), madya (sedang) dan barungan ageng (besar). Baruangan gamelan alit pada umumnya dimainkan oleh 4-10 orang, ruangan madya antara 11-25 orang, sedangkan barungan ageng memerlukan diatas 25 orang. Dilihat dari usia barungan dan latar belakang sejarahnya, para pakar karawitan Bali membagi jenis-jenis gamelan yang ada didaerah ini kedalam 3 (tiga) kelompok yaitu gamelan golongan tua, gamelan golongan madya, gamelan golongan modern.

Gamelan kebyar merupakan satu bentuk karya dari gamelan golongan madya  seni budaya yang ekspresif dan dinamis diterima masyarakat dan berkembang ke seluruh Bali, bahkan sampai keluar Bali. Sebagai karya baru, kebyar mampu menampung berbagai inspirasi yang muncul sari bentuk-bentuk seni tradisional yang telah ada.

Pemberian nama “Kebyar” terhadap karya seni tersebut tepat, karena perangkat gamelan baru itu betul mampu mengekspresikan karakter kebyar, yaitu keras, lincah, cepat, agresif, mengejutkan, muda, enerjik, gelisah, semangat, optimis, kejasmanian, ambisius, dan penuh emosional.

 

Awal mula berdirinya gong kebyar di banjar taro kelod

Setelah saya mewawancarai beberapa sesepuh yang ada di banjar saya yaitu yang pertama dari I Ketut Jejel, sekarang saya akan membicarakan sejarah berdirinya gamelan gong kebyar yang ada di di banjar saya yaitu di banjar Taro Kelod . awal  mulanya gong kebyar yang di banjar saya yaitu karna adanya banjar Cerik yang sekarang disebut tempek Delodseme yang menyungsung barong yang dulunya pada tahun 1964 hanya memiliki gamelan gong kebyar tetapi memiliki bilah 5 yang bentuknya seperti gangsa jongkok,inilah beberapa instrument yang ada pada waktu itu :

–          Kantilan ( 2 )

–          Jegogan  ( 2 )

–          Calung     ( 2 )

–          Reong/riyong

–          Terompong

–          Kendang ( 2 )

–          Ceng-ceng ricik

–          Gong lanang,wadon

–          Bende

–          Kajar

–          Kempur

 

Tetapi mungkin karena tempekan tersebut kecil sehingga tidak kuat untuk memelihara gamelan dan nyungsung barong langsung yang menyungsung adalah krama banjar Taro Kelod. Pada waktu mempunyai gamelan seperti itu,Cuma memiliki sekaa gong waktu itu sekitar 20 orang,tabuh yang di mainkan adalah tabuh-tabuh lelambatan,rejang,dan baris gede. Gamelan gong kebyar itu untuk pelawahnya kurang bagus atau sudah darurat.sekaa gong tersebut  ngayah di banjar Yeh Tengah,Pakuseba,karena di Desa Taro Cuma banjar Taro Kelod saja pertama memiliki gamelan pada waktu itu.

Setelah 2 tahun ( 1966 ) krama banjar membeli gamelan baru sedikit demi sedikit,pertama yang di beli adalah giying/ugal ( 1 ),lama ke lamaan sudah memiliki gamelan gong kebyar. Gamelan gong kebyar yang memiliki bilah 5 itu seperti kantilan,bende,dan gong langsung di keramatkan atau di sakralkan dan penempetannya tidak sembarangan,ada odalan gede baru gamelan itu di tedunkan atau di keluarkan. Selain dari kantilan,bende,dan gong gamelan seperti reong,terompong,kendang,jegong,calung,kajar,ceng-ceng ricik langsung di gabungkan dengan yang baru dan dari segi pelawahnya sudah agak mendingan dari pada pelawah yang dahulu itu,memiliki sekha sekitar 30 orang. Dan harga gamelan pada waktu itu,saya sudah keliling bertanya di banjar Taro Kelod yang menjadi sekha gong yang masih hidup sampai sekarang sudah lupa dengan harganya,yang menjadi ketua sekaa gong yang bernama kak Jantuk ( Almarhum )pun sudah lupa dengan harganya,beliau sudah meninggal dunia,tetapi saya sudah sempat bertanya kepada beliau.

Gamelan gong kebyar yang baru itu memiliki berbagai macam instrument yaitu:

–          Terompong

–          Satu buah giying/ugal

–          Empat buah gangsa

–          Empat buah kantil

–          Dua buah penyahcah

–          Dua buah jublag/calung

–          Dua buah jegog

–          Riyong

–          Kajar + kempli

–          Kendang ( lanang,wadon )

–          Ceng-ceng ricik

–          Ceng-ceng kopyak

–          Empat suling besar + satu suling kecil

–          Bende

–          Gong (lanang,wadon)

–          Kempur

Pada tahun 1968,sekha gong pertama kali menabuhkan tari lepas seperti,tari oleg tamulilingan,taruna jaya,wiranata,tenun,margapati,nelayan, dengan penarinya dari satu banjar yang penguruknya atau Pembina yang berasal dari Gianyar yang bernama Dewa Nyambu ( Almarhum ),pada waktu itu pentas di desa Blusung,Tampaksiring,dan ke Kintamani. Tahun 1971 mulai lagi latihan gamelan drama gong yang membina juga sama yaitu Dewa Nyambu ( Almarhum ). Pada saat mau mementaskan drama gong ini,pasti meminjam tukang kendang dan tukang ugal yan berasal dari Pujung,Tegallalang yang bernama Bpak Lila dan Bpak Pulig,kenapa meminjam tukang kendang,kata I Wayan Parwata karena sekha gong di banjar belum siap mementaskan drama gong begitu juga pementasannya tidak di banjar,pementasannya di luar Desa yaitu di Karangasem,Bebandem,Penarungan,Badung. Pada zaman itu di berikan upah 500 rupiah perorangan,berarti penabuh 30 orang keseluruhan mendapatkan 15.000 rupiah dan membayar tukang kendang sama tukang ugal setengah dari pendapatan itu,sisa upah tersebut di jadikan khas.

Pada tahun1980 pelawah gong kebyar baru mau di isi ukir-ukiran,dari dulu pelawahnya Cuma dengan dari kayu saja tidak berisi pariasi ukir-ukiran sedikitpun. Saya bertanya lagi kepada Bpak Nduk,karena kata I Wayan Parwata Bpak Nduk yang menjadi ketuanya,minggu yang lalu langsung saya mewawancarai beliau mengenai pelawah yang mau di ukir. Kata beliau pelawah gong kebyar tersebut di ukir di pura,tukang ukirnya semuanya dari banjar Taro Kelod,mengapa di ukir di banjar,kata Bpak Nduk karena keterbatasan dana dan semua tukang ukir tidak mau di berikan uang,karena kata mereka iklas untuk ngayah.

Fungsi dari gamelan gong kebyar tersebut :

–          Mengiringi pada saat ada Upacara Agama

–          Upacara Ngaben

–          Di pakai ngayah ke luar Desa untuk mengiringi tari-tarian,prembon,dll.

Tahun 1997, Bpak saya I Made Sukada mengatakan gamelan gong kebyar sudah di cat prada,dan pekerjanya juga dari banjar Taro Kelod,adapun orang-orang pada waktu itu yang mengecat pelawah gong kebyar yaitu:

I Wayan Duri,I Made Kerti,I Wayan Kerta,I Made Jodog,I Wayan Wales,I Wayan Lueh,I Wayan Sueta,dan I Nyoman Kacir. Semua orang pekerja ini sudah sering di banjar-banjar lain,dan saya pernah mewawancarai I Wayan Duri,kata beliau sama seperti pada saat mengukir pelawah gong kebyar,semua pekerja cat prada itu juga tidak mau di berikan uang sedikit pun karena sumua pekerja itu berdasarkan Ngayah dengan iklas.

 

Beberapa gambar instrument pelawah gong kebyar yang sudah di cat prada :

Foto1048

 

Kalau dulu pada waktu pelawahnya belum di prada,sesudah pentas jarang ada perawatan,tpi dari tahun 1997 pelawah sudah di cat prada setiap selesai pementasan langsung di bungkus dengan kain supaya tetap bersih dan cat pradanya bisa awet.

Dari tahun awal membeli gamelan gong kebyar ini memang tidak mempunyai rebab,karena sekaa gong di banjar tidak punya pemain rebab.Adapun personil yang masih aktif  sekarang ada sejumlah 40 orang,dan sampai tahun 2013 ini gamelannya masih seperti dulu yang mempunyai giying/ugal Cuma satu buah,sampai sekarang seperti di katakan tadi memang tidak memiliki instrument Rebab.

Konflik

Dimana-mana ada kegiatan pasti ada yang namanya konflik,seperti di banjar saya tahun 2012 yang lalu pada saat kegiatan pawai ulang tahun kota Gianyar,saya bersama teman-teman saya di sanggar mau mulai latihan gamelan Baleganjur,tiba-tiba tidak menyangka ada orang meninggal,di banjar saya tidak bisa ke pura mengambil gamelan karena halangan,tempat menaruh gamelan kalau di banjar saya memang tetap menaruh di pura tidak pernah menaruh di Balai Banjar,teman-teman saya putus asa,tetapi ada dari banjar tetangga mau mengambilkan gamelan itu ke pura, kata orang-orang yang tua mengatakan tidak boleh menyentuh gamelan di saat ada orang yang meninggal tetapi ada juga yang mengatakan boleh menyentuh gamelan,dan setelah kita selesai menyentuh gamelan itu langsung gamelan itu di upacarakan ( di bantenin ).langsung di izinkan pada waktu itu latihan gamelan Baleganjur.

Dan sampai sekarang tahun 2013 kalau ada orang meninggal di bolehkan menyentuh gamelan tetapi selesai menyentuh gamelan itu langsung di upacarakan,mengapa demikian karena Awig-Awig/Undang-Undang di setiap Banjar/Desa saling berlainan. Dan dengan itu mari kita jaga Awig-Awig yang ada di Bali ini dan jangan pernah kita melanggar Awig-Awig itu.

 

NARASUMBER

Kak Jantuk ( Almarhum )

I Ketut Jejel

Bpak Nduk

I Wayan Duri

I Made Sukada

Saya mewawancarai narasumber tersebut pada hari bersamaan yaitu pada tanggal 22 september 2013 di rumahnya masing-masing di banjar Taro Kelod.

BIOGRAFI

  • Oktober 18, 2013 at 11:12 am in

Foto1062

I KETUT JEJEL,GURU KU,INSPIRASI KU

I Ketut Jejel  yang lahir pada tanggal (2-Mei-1953) yang lebih akrab di panggil dengan Kak Pulig adalah seniman alam yang menekuni bidang Tari Topeng yang berasal dari Br.Taro Kelod,Desa Taro,Kecamatan Tegallalang,Kabupaten Gianyar merupakan putra ke-4 dari pasangan I Made Genjur (Almarhum) dengan Ni Made Gebrod (Almarhum). I Ketut Jejel mempunyai istri Ni Nyoman Matra dan telah di karuniai dua orang anak yang bernama I Wayan Maja dan I Made Maji. Dalam perjalanan hidupnya , I Ketut Jejel mempunyai cita-cita menjadi seniman. Ini dikarenakan oleh faktor keturunan (genetik) dan bakat, yang sangat mempengaruhi cepat lambatnya seseorang dalam berproses. Darah kesenimanannya mengalir dari darah kakeknya yang juga seorang penari Topeng.

Masa Kecil I Ketut Jejel (Kak Pulig)

Apa yang telah saya dapatkan setelah saya mewawancarai beliau pada hari minggu yang lalu adalah Pada umur 7 tahun beliau sering bermain Tari Barong yang terbuat dari daun pisang yang sudah kering (kraras) yang sering di katakana dengan (ngelawang)  bersama teman-temannya yang di iringi dengan gamelan tingklik terbuat dari batang bambu dari jam 9 sampai jam 1 mengelilingi banjar Taro sambil memperlihatkan atraksi dengan orang-orang di banjar dan jika kalau ada orang yang senang dan tertarik,beliau di kasi uang pada waktu itu sejumlah 50 rupiah. Beliaulah yang menjadi ketua pada waktu itu dan uang yang di kasi itu langsung di kumpulkan di buatkan khas.

I Ketut Jejel juga pernah menjadi Cupak,tapi di saat beliau menjadi Cupak cuma sekedar saja karena pada waktu itu beliau tidak tau apa-apa,karena beliau di suruh dengan teman-temannya,sama juga dengan di iringi gamelan tingklik. Umur 7 tahun lebih beliau baru sekolah di SD 1 Taro,beliau sekolah  sampai kelas 3 saja karena beliau tidak memiliki dana atau tidak memiliki uang untuk pembayaran di sekolah,perasaannya sangat sedih tapi beliau masih tetap semangat walaupun beliau tidak bersekolah lagi. Setelah beliau berhenti sekolah,beliau membantu orang tuanya di sawah menjadi petani bersama kakaknya,kata ayahnya,beliau di suruh mewarisi kakeknya di bidang seni Tari Topeng dan beliau berkata mau meneruskan bakat kakeknya.

Pada tahun 1968,pada waktu itu beliau berumur 15 tahun, ayahnya memberikan Tapel Topeng kepada beliau kata ayahnya Tapel itu adalah warisan dari kakeknya. Dari ajakan ayahnya beliau langsung melihat-lihat orang menari Topeng dan beliau tidak pernah belajar sebelumnya dengan Cuma melihat-lihat orang menari saja.

Waktu beliau menjadi sekha taruna di umur 18 tahun,beliau sudah beranjak dewasa beliau masih tetap pekerjaannya seperti dulu yaitu menjadi petani,selain itu tidak ada pekerjaan lainnya jika ada upacara saja beliau ngayah menari walaupun di saat beliau ngayah beliau tidak memakai kostum penari dan tapel Topeng yang di berikan kepada ayahnya belum juga di pakai beliau untuk di pakai menari karena belum berani memakai,beliau membranikan diri untuk ngayah di pura menarikan Topeng keras.Dan dari segi beliau menarikan topeng keras pada waktu ngayah di pura,banyak orang yang senang melihat beliau menari dan semuanya kagum.

Beranjak dari umur 26 tahun beliau sudah sering ngayah di banjar meskipun belum mempunyai pakian,tahun 1979 beliau menikah dengan Ni Nyoman Matra,sebelum mempunyai anak  beliau tidak sangaja menemukan teman dari Payangan yang bernama Naya yang mengajak beliau ngayah di Desa Blusung,Tampaksiring,di sana beliau di pinjemin pakaian dan Tapel,padahal belum pernah menari memakai Tapel,beliau brani lagi membranikan diri untuk menarikan tarian Topeng keras. Pada saat beliau di karuniai anak satu yang bernama I Wayan Maja,teman beliau yang dari Payangan yang bernama Naya mengenalkan beliau dengan seorang Dalang yang dari Payangan juga,kata pak Naya beliau di bilang bisa menari dan temannya yang menjadi Dalang itu langsung mencoba mengajak beliau ngayah menarikan Topeng di banjar Let,Desa Taro,pada waktu itu beliau sudah memiliki pakaian tari Topeng yang di belikan oleh neneknya sendiri. Sesudah beliau sering ngayah di Desa Taro,nama beliau sudah banyak yang tau atau sudah di kenal oleh banyak orang menarikan tari Topeng.

Beliau lagi di karuniai anak lagi satu yang bernama I Made Maji,beliau mempunyai pikiran kepada anak yang nomor dua ini bahwa akan di ajak untuk meneruskan propesi beliau di bidang tari Topeng. Dan anak beliau yang nomor dua itu sudah tamat dari SMP langsung di ajarkan menari dengan apa yang beliau ketahui,ketidak puasan beliau mengajarkan anaknya menari,beliau mencarikan orang untuk mengajarkan anaknya mengajar menari Topeng . beliau menemukan orang yang bernama Pak Gede yang berasal dari Desa Pujung,Tegallalang. Anaknya beliau sudah bisa menari topeng dan di ajak ngayah sama beliau di pura yang ada di Desa Taro,pernah juga beliau mengajak ngayah di Pura Besakih dan di Pura Batur.

Dari segi penghargaan,beliau belum pernah mendapatkan penghargaan,kata beliau, beliau tidak apa-apa tidak pernah mendapatkan penghargaan karena beliau tidak mencari penghargaan,yang di cari beliau adalah bisa mengayah di pura-pura saja beliau sudah senang perasaannya. dari pengalaman beliau ngayah di luar bali pada tahun 2000 beliau sudah dua kali ngayah di JAWA yaitu di Pura Semeru. Selain beliau menekuni di bidang tarian Topeng,beliau sangat aktif juga di bidang Seni Tabuh, beliau menjadi sekha Gong Kebyar di Banjar saya. Beliau adalah tukang kendang untuk di sekha Gong Kebyar bersama I Wayan Parwata, I Wayan Parwata itu adalah kakak dari ayah saya dan pada waktu ini saya pernah bertanya kepada I Wayan Parwata bagaimana sosok seorang I Ketut Jejel, I Wayan Parwata mengatakan I Ketut Jejel adalah seorang yang polos,suka bergaul,dan tidak mementingkan dirinya sendiri. Tapi kalau beliau mau ngayah menari Topeng di pura bersama sekha di banjar,beliau langsung di gantikan main kendang dengan I Wayan Lasya.

Pada tahun 2004 pada waktu saya sudah kelas 4 SD,saya bersama ayah saya sangat senang menonton beliau menari Topeng dengan anaknya.

Dari segi bidang ahli beliau menjadi seniman Tari dan Tabuh,beliau juga menekuni di bidang kerajinan membuat tapel Topeng,tapel yang di buat beliaulah yang di pakai pada waktu beliau menarikan tari Topeng.

Pada tahun 2008 waktu saya kelas 2 SMP,di banjar saya ada Pesraman untuk belajar bermain gamelan, Bendesa Adat dan Kelihan banjar saya mempercayakan beliau menjadi guru Tabuh di banjar saya,beliau tidak sendiri mengajarkan saya dan teman-teman saya,beliau mengajarkan dengan I Made Awan ,saya bersama teman-teman saya pertama kalinya bermain gamelan pada waktu itu. Beliau mengajarkan tabuh Angklung dan kata teman-teman saya sekarang mengatakan beliau pada saat mengajarkan gamelan Angklung,beliau sangat galak dan tegas,dan dari ke galakan atau ke tegasan beliaulah saya dan teman-teman saya bisa bermain gamelan seperti sekarang ini. Dan tamat saya SMP,beliaulah yang menyuruh saya untuk melanjutkan pendidikan saya di KOKAR,saya waktu itu pertamanya tidak mau sekolah di sana karena saya belum sangat bisa bermain gamelan Bali,beliau terus menekan saya dan beliau memberikan Inspirasi  buat saya untuk terus bisa bermain gamelan Bali, dan akhirnya berkat beliau saya bisa seperti sekarang ini walaupun belum seberapa tetapi saya sangat mengagumi beliau.

Dan masih sekarang pun beliau masih di percayakan untuk mengajarkan anak-anak di banjar saya,dan beliau juga mengajak saya belajar mengajarkan anak-anak di banjar saya. Dan sampai sekarang beliau adalah ( GURU KU, INSPIRASI KU ).

NARASUMBER

Hasil wawancara dengan I KETUT JEJEL,pada hari minggu 6 oktober 2013 di rumah beliau. Di banjar Taro Kelod.

PENGERTIAN ENSAMBEL RINDIK

  • April 29, 2013 at 11:18 am in

Rindik merupakan salah satu alat tradisional BALI yang di buat dari beberapa potongan bambu yang nadanya di buat secara merdu dan dinamis yang pada nadanya berdasarkan laras slendro.

Esambel rindik ini berfungsi sbagai mengiringi upacara pernikahan, resepsi, menabuh kehotel – hotel untuk mengiringi suatu toris mancanegara maupun lokal. Ensambel rindik ini juga berfungsi sebgai mengiringi tarian jogged bumbung. Tarian jogged bumbung ini biasanya di iringi oleh sepuluh atau dua puluh orang pemani gamelan atau penabuh. dan sebagai mana mestinya ensambel rindik ini sangat banyak fungsinya. Dengan itu saya akan membahas ensambel rindik sebagai fungsi untuk mengiringi pernikahan, dan acara resepsi.
Fungsi rindik dalam suatu mengiringi acara pernikahan sebagai pelengkap suasana pernikahan dan membuat tamu-tamu undangan sangat nyaman dalam acara pernikahan itu dan membirikan gambaran suasana tenang dan bahagia di dalam suatu acara perikahan tersebut.
Fungsi rindik di dalam suatu mengiringi acara resepsi sebagai pelengkap suasana di dalam suatu kegiatan resepsi dan memberikan suasana tenang dan nyaman di saat para tamu-tamu menikmati suatu hidangan.
Sebuah ensambel rindik ini adalah sebuah alat musik yang bernuansa klasik dan kental dan penampilannya terlihat natural (karena berbahan dari bambu). Dan rindik ini sangat bersuara tenang dinamis dan merdu. Apabila rindik ini di mainkan dengan apik dan merdu akan terdengar sangat akur dan indah aplagi di saat sedang berduet dengan suling. Rindik ini di pukul dengan alat pemukul khusus rindik yang batang (katik) panggulnya terbuat dari fiber dan boleh juga di buat dari bambu , dan pangkal panggulnya terbauat dari kayu untuk pemegang panggunya sedangkan ujung panggulnya terbuat dari bahan karet bekas yang berbentuk bulat dan tebal. Maka dari itu rindik akan bersuara lembut dan klasik dengan memukulnya dengan alat pemukulnya khusus gamelan rindik. Kalu rindik di pukul dengan alat pemukul lainnya rindik akan mudah pecah dan menyebabkan menjadi suaranya rusak dan tidak enak didengar.

Sejarah Karawitan Jawa

  • April 29, 2013 at 10:36 am in

Bagi masyarakat Jawa khususnya, gamelan bukanlah sesuatu yang asing dalam kehidupan kesehariannya. Dengan kata lain, masyarakat tahu benar mana yang disebut gamelan atau seperangkat gamelan. Mereka telah mengenal istilah ‘gamelan‘, ‘karawitan‘, atau ‘gangsa‘. Namun barangkali rnasih banyak yang belum mengetahui bagaimana sejarah perkembangan gamelan itu sendiri, sejak kapan gamelan mulai ada di Jawa?.

Seorang sarjana berkebangsaan Belanda bernama Dr. J.L.A. Brandes secara teoritis mengatakan bahwa jauh sebelum datangnya pengaruh budaya India, bangsa Jawa telah rnemiliki ketrampilan budaya atau pengetahuan yang mencakup 10 butir (Brandes, 1889):
(1) wayang,
(2) gamelan,
(3)ilmu irama sanjak,
(4) batik,
(5) pengerjaan logam,
(6) sistem mata uang sendiri,
(7) ilmu teknologi pelayaran,
(8) astronomi,
(9) pertanian sawah,
(10) birokrasi pemerintahan yang teratur

Sepuluh butir ketrampilan budaya tersebut bukan dari pemberian bangsa Hindu dari India. Kalau teori itu benar berarti keberadaan gamelan dan wayang sudah ada sejak jaman prasejarah. Namun tahun yang tepat sulit diketahui karena pada masa prasejarah masyarakat belum mengenal sistem tulisan. Tidak ada bukti-bukti tertulis yang dapat dipakai untuk melacak dan merunut gamelan pada masa prasejarah.

Gamelan adalah produk budaya untuk memenuhi kebutuhan manusia akan kesenian. Kesenian merupakan salah satu unsur budaya yang bersifat universal. Ini berarti bahwa setiap bangsa dipastikan memiliki kesenian, namun wujudnya berbeda antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Apabila antar bangsa terjadi kontak budaya maka keseniannya pun juga ikut berkontak sehingga dapat terjadi satu bangsa akan menyerap atau mengarn bila unsur seni dari bangsa lain disesuaikan dengan kondisi seternpat. Oleh karena itu sejak keberadaan gamelan sampai sekarang telah terjadi perubahan dan perkembangan, khususnya dalam kelengkapan ansambelnya.

Istilah “karawitan” yang digunakan untuk merujuk pada kesenian gamelan banyak dipakai oleh kalangan masyarakat Jawa. Istilah tersebut mengalami perkembangan penggunaan maupun pemaknaannya. Banyak orang memaknai “karawitan” berangkat dari kata dasar “rawit” yang berarti kecil, halus atau rumit. Konon, di lingkungan kraton Surakarta, istilah karawitan pernah juga digunakan sebagai payung dari beberapa cabang kesenian seperti: tatah sungging, ukir, tari, hingga pedhalangan (Supanggah, 2002:5¬6).

Dalam pengertian yang sempit istilah karawitan dipakai untuk menyebut suatu jenis seni suara atau musik yang mengandung salah satu atau kedua unsur berikut (Supanggah, 2002:12):
(1) menggunakan alat musik gamelan – sebagian atau seluruhnya baik berlaras slendro atau pelog – sebagian atau semuanya.
(2) menggunakan laras (tangga nada slendro) dan / atau pelog baik instrumental gamelan atau non-gamelan maupun vocal atau carnpuran dari keduanya.

Gamelan Jawa sekarang ini bukan hanya dikenal di Indonesia saja, bahkan telah berkembang di luar negeri seperti di Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Canada. Karawitan telah ‘mendunia’. Oleh karna itu cukup ironis apabila bangsa Jawa sebagai pewaris langsung malahan tidak mau peduli terhadap seni gamelan atau seni karawitan pada khususnya atau kebudayaan Jawa pada umumnya. Bangsa lain begitu tekunnya mempelajari gamelan Jawa, bahkan di beberapa negara memiliki seperangkat gamelan Jawa. Sudah selayaknya masyarakat Jawa menghargai karya agung nenek moyang sendiri.

Sumber data tentang gamelan
Kebudayaan Jawa setelah masa prasejarah memasuki era baru yaitu suatu masa ketika kebudayaan dari luar -dalam hal ini kebudayaan India- mulai berpengaruh. Kebudayaan Jawa mulai memasuki jaman sejarah yang ditandai dengan adanya sistem tulisan dalam kehidupan masyarakat. Dilihat dari perspektif historis selama kurun waktu antara abad VIll sampai abad XV Masehi kebudayaan Jawa, mendapat pengayaan unsur-unsur kebudayaan India. Tampaknya unsur-unsur budaya India juga dapat dilihat pada kesenian seperti gamelan dan seni tari. Transformasi budaya musik ke Jawa melalui jalur agama Hindu-Budha.

Data-data tentang keberadaan gamelan ditemukan di dalam sumber verbal yakni sumber – sumber tertulis yang berupa prasasti dan kitab-kitab kesusastraan yang berasal dari masa Hindu-Budha dan sumber piktorial berupa relief yang dipahatkan pada bangunan candi baik pada candi-candi yang berasal dari masa klasik Jawa Tengah (abad ke-7 sampai abad ke-10) dan candi-candi yang berasal dari masa klasik Jawa Timur yang lebih muda (abad ke-11 sampai abad ke¬15) (Haryono, 1985). Dalam sumber-sumber tertulis masa Jawa Timur kelompok ansambel gamelan dikatakan sebagai “tabeh – tabehan” (bahasa Jawa baru ‘tabuh-tabuhan’ atau ‘tetabuhan’ yang berarti segala sesuatu yang ditabuh atau dibunyikan dengan dipukul). Zoetmulder menjelaskan kata “gamèl” dengan alat musik perkusi yakni alat musik yang dipukul (1982). Dalam bahasa Jawa ada kata “gèmbèl” yang berarti ‘alat pemukul’. Dalam bahasa Bali ada istilah ‘gambèlan‘ yang kemudian mungkin menjadi istilah ‘gamelan‘. Istilah ‘gamelan‘ telah disebut dalam kaitannya dengan musik. Namur dalam masa Kadiri (sekitar abad ke¬13 Masehi), seorang ahli musik Judith Becker malahan mengatakan bahwa kata ‘gamelan’ berasal dari nama seorang pendeta Burma dan seorang ahli besi bernama Gumlao. Kalau pendapat Becker ini benar adanya, tentunya istilah ‘gamelan’ dijumpai juga di Burma atau di beberapa daerah di Asia Tenggara daratan, namun ternyata tidak.

Gambaran instrument gamelan pada relief candi
Pada beberapa bagian dinding candi Borobudur dapat 17 dilihat jenis-jenis instrumen gamelan yaitu: kendang bertali yang dikalungkan di leher, kendang berbentuk seperti periuk, siter dan kecapi, simbal, suling, saron, gambang. Pada candi Lara Jonggrang (Prambanan) dapat dilihat gambar relief kendang silindris, kendang cembung, kendang bentuk periuk, simbal (kècèr), dan suling.

Gambar relief instrumen gamelan di candi-candi masa Jawa Timur dapat dijumpai pada candi Jago (abad ke -13 M) berupa alat musik petik: kecapi berleher panjang dan celempung. Sedangkan pada candi Ngrimbi (abad ke – 13 M) ada relief reyong (dua buah bonang pencon). Sementara itu relief gong besar dijumpai di candi Kedaton (abad ke-14 M), dan kendang silindris di candi Tegawangi (abad ke-14 M). Pada candi induk Panataran (abad ke-14 M) ada relief gong, bendhe, kemanak, kendang sejenis tambur; dan di pandapa teras relief gambang, reyong, serta simbal. Relief bendhe dan terompet ada pada candi Sukuh (abad ke-15 M).

NGURI-URI BUDAYA JAWI

Berdasarkan data-data pada relief dan kitab-kitab kesusastraan diperoleh petunjuk bahwa paling tidak ada pengaruh India terhadap keberadaan beberapa jenis gamelan Jawa. Keberadaan musik di India sangat erat dengan aktivitas keagamaan. Musik merupakan salah satu unsur penting dalam upacara keagamaan (Koentjaraningrat, 1985:42-45). Di dalam beberapa kitab-kitab kesastraan India seperti kitab Natya Sastra seni musik dan seni tari berfungsi untuk aktivitas upacara. keagamaan (Vatsyayan, 1968). Secara keseluruhan kelompok musik di India disebut ‘vaditra‘ yang dikelompokkan menjadi 5 kelas, yakni: tata (instrumen musik gesek), begat (instrumen musik petik), sushira (instrumen musik tiup), dhola (kendang), ghana (instrumen musik pukul). Pengelompokan yang lain adalah:
(1) Avanaddha vadya, bunyi yang dihasilkan oleh getaran selaput kulit karena dipukul.
(2) Ghana vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran alat musik itu sendiri.
(3) Sushira vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran udara dengan ditiup.
(4) Tata vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran dawai yang dipetik atau digesek.
Diposkan oleh di 22.21

Pengertian Seni Karawitan

  • April 22, 2013 at 11:01 am in

 

Pengerian karawitan yaitu seni suara manusia atau bunyi waditra yang sesuai dengan tradisi daerah.
ada 3 unsur yang harus di jelaskan diantaranya pengertian tentang Suara ,Tradisi,Daerah.
Pengertian suara yang terdapat dalam karawitan ialah suara manusia{vokal}dan suara yang berasal dari bunyi-bunyi waditra {instrumen}.
Suara Suara yang di hasilkan mestilah memenuhi syarat sebagai ungkapan musik,maksud nya sesuatu yang mempunyai arti yang proses pengelolahnnya berdasarkan kaidah-kaidah musik, yang termasuk kedalam kaidah-kaidah musik adalag adanya unsur Nada ritme,harmonisasi,keseimbangan.
Tradisi
seni karawitan mesti berbijak pada tradisi .
Berikut ini ciri-ciri yang termasuk ke dalam kolom tradisi antara lain :
A. berusia tua
B.utuh atau horsinil,sesuai dengan kebiasaantata cara dan adat istiadat yang berlaku pada masyarakat tempat karawitan tersebut hidup dan berkembang .
C.Turun-berturun dari satu generasi ke generasi lainnya
D.mempunyai aturan yang tepat dan biasannya tidak di ketahui penciptanny
Daerah

Top