header image
 

Biografi I Made Murna, S.SKar

Sosok seniman yang lahir 2 Agustus 1964 , merupakan   seniman yang berada di Desa Sumerta Kaja khususnya di Banjar Pande. Beliau menyelesaikan pendidikan dasar di SD 1 Sumerta pada tahun 1977 , Sekolah Menengah Pertama  di SMP  PGRI 3 Denpasar pada tahun 1981  , Sekolah Menengah Atas di SMA TP 45 Denpasar pada tahun 1984, dan perguruan tinggi di STSI Denpasar tahun 1989.

Beliau mulai berkecimpung dalam bidang seni  khususnya karawitan  sejak dari SD karena berdampingan dengan lingkungan seni. Sekitar tahun 70an terbentuklah sekaa gong kebyar anak-anak yang waktu itu dibina oleh I Made Ebuh dan Ebeh serta dibina juga oleh pembina ASTI Denpasar yaitu I Gusti Lanang dan Pande Gede Mustika. Pada tahun 1980 beliau mengikuti festival gong kebyar anak-anak setingkat kabupaten. Selain mengikuti festival beliau juga pernah mengisi acara-acara  di hotel bersama sekaa gong Kumara Budaya. Instrumen yang paling beliau kuasai adalah instrumen kendang, beliau biasanya sering berpasangan dengan Putu Sudana. Saat duduk dibangku SMA beliau sudah masuk dalam  sekaa gong remaja . selain mengikuti  pelajaran yang di dapat beliau juga mengikuti kegiatan ekstra yang ada di SMA TP 45, materi yang diberikan adalah Janger, Sendratari Ramayana dan tari-tarian lepas yang dipentaskan pada akhir tahun pelajaran (perpisahan). Beliau mengikuti lomba janger antar SMA TP 45 se-Bali. Janger SMA TP 45 Denpasar mendapat juara 1 dengan bimbingan dari pak Ngurah Yadnya sebagai pelatih.

Setelah tamat SMA beliau melanjutkan pendidikan di STSI Denpsar dengan berbekal kemampuan yang dimiliki dari SD sampai SMA dan kemampuan yang di dapat dari lingkungan sekitar seperti latihan-latihan di banjar. Di STSI beliau sering mendapat bimbingan dari almarhum pak Lemping. Pada saat pergelaran di luar jam kelas instrumen yang paling sering beliau mainkan ialah instrumen kajar dan kantil. Di STSI beliau masuk dalam penabuh inti, dan beliau sering di ajak dalam misi kesenian keluar daerah bahkan sampai ke luar negeri. Kondisi pada saat kuliah di STSI Denpasar hubungan dosen dengan mahasiswa seperti keluarga. Pada tahun 1986 saat beliau menginjak di semester IV  beliau di ajak ke Hongkong membawa tari-tarian lepas, tahun 1988 saat beliau duduk di semester VII beliau diajak ke Australia dalam rangka Word Expo di Brisbane membawa Tari Kecak, tari-tarian lepas, dan Tari Barong. Tahun 1987 beliau ikut dalam SEA GAMES di Jakarta membawa Adi Merdangga.

Karya yang pernah beliau buat diantaranya adalah pada tahun1989 beliau membuat Gending Baleganjur di Banjar Pande yang di pakai dalam rangka HUT Universitas Warmadewa dan mendapat juara 1 dan juga beliau membuat gending baleganjur dalam rangka Puputan Badung dan mendapat juara 1. Pada tahun 1990 beliau membuat gending baleganjur dan ogoh-ogoh dalam rangka PKB dan mandapat Juara 1 dan sekalian baleganjur yang diwakili oleh Kabupaten Badung dengan Ogoh-ogoh yang diwakili oleh Kabupaten Gianyar yang mewakili Provinsi Bali dalam rangka Festival Kesenian Rakyat di Jakarta.

Beliau tamat di STSI tahun 1989 dengan sebuah karya yang pada saat itu seni karawitan dan seni tari di gabung yang wajib menggarap pragmen tari atau sendratari dimana garapan tersebut menggunakan durasi waktu satu jam.dalam sebuah garapan tersebut beliau membuat sebuah karya sendratari yang berjudul “ DIRASMARA” garapan ini mengisahkan keturunan raja nelayan yang bernama Sang Dasapati akan mengadakan upacara pengukuhan bagi kedua putra-putrinya yang dipungut semasih bayi. Kedua anaknya tersebut bernama Sang Rukmaratha dan Dyah Rukmawathi. Sebelum upacara di mulai Sang Rukmaratha menghiasi adinya dengan kumis dan jenggot palsu agar tidak ada yang melamar. Setelah upacara selesai Dyah Rukmawathi pergi mandi ke sungai Yamuna bersama dayang-dayangnya, ketika itu Sang Gatotkaca sedang menikmati keindahan alam dan melihat wanita cantik sedang mandi. Melihat hal itu Sang Gatotkaca pura-pura menjatuhkan dirinya, yang kebetulan jatuh di hadapan Sang Rukmaratha yang gelisah menunggu adiknya dari mandi. Maka ia ditolong oleh Sang Rukmaratha tetapi Sang Gatotkaca tidak mau bergerak dan Dyah Rukmawathi sangat kaget melihat kakaknya memangku seseorang dalam keadaan sakit. Sang Rukmaratha menyuruh adiknya menunggu karena ia mau mencari obat. Sang Gatotkaca yang sebenarnya tidak sakit, tahu benar dengan kedatangan Dyah Rukmawathi. Seketika itu ia bangun dan menyampaikan keinginannya meminang Dyah Rukmawathi. Melihat hal tersebut Sang Rukmaratha menyambutnya dengan tantangan adu keperwiraan dan terjadilah perang, dalam peperangan tersebut Sang Gatotkaca kalah dan ia meminta bantuan kepada ayahnya ( Bima ). Kemudian Bima terlibatlah dalam perang dan akhirnya Sang Rukmaratha kalah, ketika mau dibunuh datanglah Rsi Narada yang menjelaskan bahya Sang Gatotkaca tidak diperbolehkan meminang Dyah Rukmawathi karena masih dalam hubungan keluarga dekat. Mendengar nasehat itu semuanya menjadi sadar dan akhirnya  saling memaafkan.demikian lah sedikit cerita yang beliau angkat dalam garapan sendratari yang berjudul DIRASMARA.

pada taun 1989 beliau langsung diangkat menjadi tim pembina Kabupaten Badung. Tahun 1991 beliau bersama tim pembina Kabupaten Badung membawa misi kesenian ke Korea dengan membawa tari kecak, tari-tarian lepas dan sendratari Ramayana. Pada tahun 1992 beliau bersama Hotel Bali Sunday dalam rangka Festival Masakan yang berisi tentang Kesenian berangkat ke Korea. Pada tahun 1992 beliau bersama sekaa gong  Darma Astuti  Banjar Pande mendapat kesempatan pementasan ke Jepang dengan rombongan kecil sebanyak 18 orang selama seminggu, atas kerja sama dengan pelukis dan pematung modern “ Ida Bagus Alit” pementasan ini di lakukan di 3 museum di jepang yaitu Yakui Kurashike City Art Museum, Raka- Matsu Art Museum, dan Fukuyama Art Museum Japan.  Pada tahun 1993 beliau diangkat sebagai pegawai honorer di Kabupaten Badung. Pada tahun 1994, 1995 dan 1996 beliau berangkat bersama sanggar Suar Agung Jembrana ke Jepang dalam rangka  Expo membawakan gamelan Jegog. Tahun 1997 beliau bersama tim kesenian Pemda Badung berangkat ke Kanada dan Amerika dengan membawakan  tari kecak , calonarang dan tari-tarian lepas. Tahun 1998 beliau bersama tim keenian Pemda Badung membawa misi kesenian ke prancis  dengan membawakan tari kecak, calonarang dan tari-tarian lepas. Tahun 1999 beliau menikah dengan anak pertama dari I Wayan Sinti dan sudah di karuniai dua orang anak laki-laki. Tahun 2002 beliau bersama tim kesenian Badung berangkat ke India membawa tari kecak dan tari Nusantara . tahun 2005 beliau bersama tim kesenian Badung berangkat ke Thailand  dalam rangka festival Ramayana.  Tahun 2007 beliau bersama tim kesenian Badung  berangkat ke Cina membawa tari calonarang dan tari-tarian lepas. Dan pada tahun 2007 juga beliau diangkat sebagai Pegawi Negeri Sipi ( PNS ) di kabupaten Badung. Hingga sampai sekarang beliau masih tetap eksis dalam bidang kesenian khususnya karawitan baik di banjar maupun di luar.

 

 

Barungan Gamelan Gong Kebyar di Banjar Pande Desa Sumerta Kaja

Pada tahun 1950 barawal dari gambelan “Gerantang Anngklung” yang biasanya digunakan mengiringi sekaa layangan  untuk menaiki layangan di sawah Buaji. Pada tahun 1956 kemudian berkembang membeli gambelan angklung dari besi. Mengingat semangat sekaa angkung itu untuk dilatih, pada tahun 1960 maka selanjutnya berusaha membeli gamelan angklung yang terbuat dari kerawang,mula-mula hanya “Angklung Keklentangan” .

Pada tahun 1962 angklung keklentangan menjadi 2 fungsi selain sebagai mengiringi sekaa layangan  juga bisa dimanfaatkan untuk mengiringi upacara keagamaan saat ada upacara piodalan di pura-pura yang ada di lingkungan sekitar Banjar Pande dan selanjutnya berkembang menjadi Angklung Kebyar untuk mengiringi tarian-tarian lepas dan mengadakan berbagai pementaasan.

Pada tahun 1968 terdorong akan keinginan mengikuti perkembangan saat itu yang sangat populer dengan adanya Gamelan Gong Kebyar maka berusaha untuk dapat memiliki Gong Kebyar lengkap, untuk melanjutkan pembinaan pengembangan seni tari dan tabuh dengan mengadakan pementasan di hotel-hotel dan di  lingkungan masyarakat. Pada tahun 1971 sampai dengan 1986 mengikuti perkembangan kepariwisataan di Bali dengan tujuan wisata masuk desa, maka mulai mengadakan pementasan di tempat yaitu di jaba Pura Desa Sumerta Kaja dan di jaba Pura Pasek dengan materi pragmen tari Ramayana.

Pada tahun 1992 mendapat kesempatan pementasan ke Jepang dengan rombongan kecil sebanyak 18 orang selama seminggu, atas kerja sama dengan pelukis dan pematung modern “ Ida Bagus Alit” pementasan ini di lakukan di 3 museum di jepang yaitu Yakui Kurashike City Art Museum, Raka- Matsu Art Museum, dan Fukuyama Art Museum Japan. Hingga sampai saat ini sekaa Gong Kebyar masih tetap eksis untuk memenuhi kegiatan adat dan agama serta terus mengadakan pembinaan pengkaderan secara berjenjang.

Selain gong kebyar di pakai untuk memenuhi kegiatan piodalan di pura – pura yang berada di sekitar wilayah Banjar Pande yaitu di Pura Pasek, Pura Mastulan, Pura Manik Aji,  dan Pura Pasian, setiap 3 tahun sekali gamelan Gong Kebyar di Banjar Pande digunakan untuk acara pementasan penyalonarangan di Pura Desa Sumerta Kaja yang jatuhnya pada Purnama Kedasa.

Susuan Prajuru Banjar Pande masa Bakti Tahun 2008-2013 dan Tugas kewajiban serta Tanggung Jawab Prajuru Banjar

KELIHAN : Drs. Ketut Gunada, MM
Tugas kewajiban dan tanggung jawab :
1. Merencanakan program-program banjar baik dalam jangka waktu pendek maupun dalam jangka waktu panjang.
2. Memberikan pelimpahan tugas kepada masing-masing pesayahan sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya.
3. Sebagai fasilitator dalam pesangkepan banjar.
4. Memberikan tuntunan didalam menjalani kehidupan bermasyarakan maupun berumah tangga.
5. Memberikan tuntunan kepada krama banjar dalam menjaga keamanan dan kedamaian banjar.
6. Memberikan tuntunan krama dalam melaksanakan ajaran agama , menjaga kesucian parahyangan, pawongan , palemahan serta tata cara mempergunakan kuburan.
7. Memberikan petunjuk serta solusi terhadap permasalahan.
8. Sebagai wakil banjar dalam berbagai pertemuan.
PANGLIMAAN : Ida Bagus Gde Arnawa,SE
Tugas kewajiban dan tanggung jawab :
1. Mewakili Kelihan dalam tugas-tugas pelaksanaan banjar tertentu apabila Kelihan berhalangan hadir.
2. Mendampingi Kelihan dalam menyusun program-program banjar.
3. Membawahi bidang, kesenian dan pembangunan
4. Menjalankan tugas-tugas lainnya yang diberikan oleh Kelihan banjar.
5. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan seluruh hasil pelaksanaan tugasnya kepada Kelihan.
PENYARIKAN : Putu Sedana, S.Sn, M. Si
1. Menangani segala kegiatanadministrasi banjar
2. Menyiapkan serta membuka dan menutup acara dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh banjar
3. Mencatat berbagai permasalahan yang ada untuk disampaikan kepada Kelihan
4. Menyiapkan surat-surat sesuai dengan keperluan banjar berdasarkan penugasan Kelihan
5. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan eluruh hasil pelaksanaan tugasnya kepada kelihan.
6. Menjalankan tugas-tugas lainnya yang diberikan oleh Kelihan.
PETENGEN : Gde Arya Sugiarta
1. Melaksanakan pencatatan dan pembukuan terhadap keberadaan keuangan banjar.
2. Bertanggung jawab atas keadaan keuangan banjar.
3. Memenuhi berbagai kebutuhan banjar berdasarkan persetujuan Kelihan Banjar.
4. Berkewajiban untuk menyampaikan pertanggung jawaban atas keadaan keuangan Banjar dalam pesangkepan Banjar.
PESAYAHAN
KEPENDUDUKAN : 1. Drs. Made Jono
2. Nyoman Windia
1. Mengadakan pencatatan terhadappenduduk pendatang.
2. Mengadakan penertiban administrasi kependudukan.
3. Mengadakan rahasia kependudukan bila dianggap perlu.
4. Bertanggung jawab terhadap keberadaan penduduk pendatang.
5. Menjalankan tugas banjar lainnya sesuai dengan penugasan Kelihan.
6. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan seluruh hasil pelaksanaan tugasnya kepada Kelihan.
PESAYAHAN
PEMBANGUNAN : 1. Putu Dira
2. Made Rai Suarta
1. Mengecek keberadaan bangunan banjar.
2. Membantu dalam mempersiapkan berbagai bentuk bangunan yang diperlukan dalam pelaksanaan upacara agama, adat dan budaya.
3. Menjalankan tugas banjar lainnya sesuai dengan penugasan Kelihan.
4. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan seluruh hasil pelaksanaan tugasnya kepada Kelihan.
PESAYAHAN
KESENIAN / WALI : 1. Made Murna, S.Skar
2. Made Mahyuda
1. Mengadakan pembinaan terhadap berbagai bentuk kesenian yang telah ada di banjar.
2. Menyusun program – program dalam rangka pelestarian seni dan budaya.
3. Menyiapkan berbagai bentuk seni wali yang diperlukan dalam pelaksanaan upacara agama.
4. Menjalankan tugas banjar lainnya sesuai dengan penugasan Kelihan.
5. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan seluruh hasil pelaksanaan tugasnya kepada kelihan.
PESAYAHAN UPAKARA,
UPACARA/ ADAT : 1. Made Patra
2. Ida Bagus Oka Widagda Putra
3.Ida Bagus Made Parbawa, SH
4. Made Rai Sumantara
1. Menyiapkan berbagai kebutuhan upacara agama.
2. Menyiapkan berbagai kebutuhan upakara yang di bebankan pada tugas – tugas banjar .
3. Menjalankan tugas banjar lainnya sesuai dengan penugasan Kelihan.
4. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan seluruh hasil pelaksanaan tugasnya kepada Kelihan.
KELIHAN TEMPEKAN : 1. Made Sujana
2. Putu Budiasa, SH
3. Made Dira
4. Made Purusa, SE
5. Wayan Soma
6. Ida Bagus Purnama
1. Memimpin/ mengkoordinir anggota tempekannya.
2. Bertanggung jawab terhadap anggota tempekanya.
3. Menyiapkan tenaga yang diperlukan dalam pekerjaan banjar sesuai dengan keperluan.
4. Mengartur kesinoman.
5. Menyiapkan tenaga untuk ditunjuk dalam rangka membunyikan kentongan.
6. Melaksanakan tugas banjar lainnya sesuai dengan penigasan kelihan.
7. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan seluruh hasil pelaksanaan tugasnya kepada Kelihan.

cakepung

Seperti halnya dengan Gebyog, genre tarian ini juga berasal dari bunyi-bunyian khas iringan musiknya, yaitu suara vokal ritmis yang mirib dengan suara-suara yang dilantunkan secara koor dalam cak. Sebanyak dua lusin vokalis menyanyikan suara’Pung-Cake-Pung-Cake-Pung’ dalam keeragaman untuk mengiringi tarian. Cakepung merupakan tari pergaulan,dilakukan untuk rekreasian dan hiburan. Genre ini sekarang hanya bisa ditemukan di kabupaten Karangasem dan di pulau Lombok yang dulu pernah menjadi daerah bawahan Karangasem. Sebuah pertunjukan Cakepung bia dilakukan pada malam hari,selama masa luang. Para penari berkumpul di bale banjar atau halaman sekuler atau aula publik, ekitar pukul 19.00. Para lelaki berpakaian gaya pakaian sehari-hari,dengan baju putih dan udeng (hiasan kepala sederhana). Sebagaian dari mereka berpartisipasi membawa botol berisi tuak (anggur tradisional Bali), brem(anggur beras) atau arak(brendi beras), sedangkan pria lainnya membawa ayam aduan dalam keranjang bambu. Para pria duduk dalam lingkaran, tidak formal, di lantai bale banjar, dengan botol dan perlengkapan lain didepannya. Salah satu peserta akan mengambil naskah lontar yang berissi tembang-tembang macapat. Ini merupakan lagu-lagu cinta klasik, ditulis dengan bahasa Bali yang merupakan bahan opera Bali. Sang pembaca menyanyikan kalimat-kalimat dari naskah itu dengan iringan suling dan rebab. Setelah setiap baris lagu, anggota lain dari grup itu berbicara sebentar menguraikan kalimat-kalimat dalam lagu untuk menjelaskan kepada penonton yang mungkin sulit memahaminya. Ketika malam beranjak, anggota-anggota lain dari grup itu mengambil alih tugas membaca dan menjelaskan naskah. Setiap orang bebas minum, sementara nyanyian terus berlangsung. Sebagaian merawat dan mengelus-ngelus ayam aduan, sedangkan yang lainnya sibuk mengunyah sirih. Begitu para lelaki merasakan efek tuak, arak, dan brem, suasana lebih menjadi riuh dan semarak, dan berbagai argumen tentang makna lagu itu aling diperdebatkan. Akhirnya, seseorang dengan cepat berdiri.”pung!” teriak sang pemimpin, “chakepung-chakepung-chakepung!”pria lain bergabung dalam nyanyian itu dan beberapa yang lain berdiri dan menari, sedangkan beberapa yang lain masih sedang memegang ayam aduannya. Satu atau lebih pria boleh membawa Genggong dan memainkannya sambil menari pada saat yang sama. Gerakannya sepontan dan dalam gaya kocak, serta menyerupai ngibing tanpa elemen-elemen yang menggoda. Beberapa dari pria itu merupakan penari yang pernah memplajari bentuk-bentuk tarian klasik. Elemen-elemen tari baris, topeng dan gambuh bisa dilihat dalam peristiwa ini. Kemudian suka cita, teriakan dan pujian membahana. Begitu seorang penari kelelahan, ia boleh duduk dan diganti dengan yang lainnya. Kegembiraan ini berlangsung terus sampai menjelang fajar.

Sumber : Kaja dan Kelod ( Tarian Bali Dalam Transisi )

Perkembangan Genggong Sebagai Seni Pertunjukan

PERKEMBANGAN GENGGONG SEBAGAI SENI PERTUNJUKAN
Genggong merupakan sebuah instrumen musik yang sudah kita warisi sejak zaman yang lampau. Sebagai instrumen musik tua, Genggong memiliki bentuk yang sangat kecil dan nampaknya sangat sederhana. Meskipun demikian, alat musik yang mudah di bawa ini sebenarnya memiliki akustik dan teknik yang cukup rumit. Tambahan pula bahwa genggong atau alat musik yang mempunyai prinsip yang hampir sama dengan genggong, tidak saja dapat kita jumpai di Bali melainkan hampir di seluruh dunia, misalnya di India dikenal dengan nama Morsing, di Eropa atau Amerika populer dengan sebutan Jew’s harp, dan sebagainya. Genggong merupakan sebuah instrumen musik yang sangat menarik. Alat musik ini terbuat dari pelepah enau(Bhs. Bali Pugpug), berbentuk segi empat panjang , dengaan ukuran panjang kurang lebih 16 cm dan lebar 2 cm. Ditangah- tengahnya sebuah pelayah sepanjang kurang lebih 12 cm; pada ujung kanan di buat lubang kecil tempat benang itu diikatkan pada sebuah potongan bambu kecil sepanjang 17 cm , sedangkan pada ujung kirinya diikatkan kain sebagai tempat pegangan ketika bermain. Pada mulanya genggong nampaknya merupakan sebuah instrumen yang dimainkan secara tunggal. Seorang pemain genggong akan menunjukan kebolehannya lewat inprovisasi gending- gending yang disukainya. Genggong sering dimainkan oleh para petani sambil melepas lelah di sawah, kadang- kadang di mainkan di rumah, bahkan tidak jarang bahwa seseorang memainkan genggong dengan maksud menarik perhatian wanita (kekasihnya), sebagaimana halnya dilakukan dengan instrumen suling. Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi di Bali saja, melainkan juga terjadi pada beberapa daerah yang lain seperti ; Eropa , Laos (pada suku Hmong ), dan lain – lainnya. Hanya saja dengan adanya parkembangan dunia yang sangat pesat dewasa ini, kebiasaan untuk menarik perhatian wanita dengan menggunakan genggong semakin jarang kita jumpai.
• Perkembangan Genggong Sebagai Seni Pertunjukan
Genggong yang semula merupakan instrumen tunggal dalam perjalanan sejarahnya kemudian berkembang menjadi sebuah barungan (ensembel ). Adapun perubahan seperti ini merupakan suatu bukti bahwa seniman kita tetap menginginkan adanya kemajuan dan selanjutnya akan memberikan dampak tertentu baik kepada instrumentasi, komposisi gending, teknik dan sebagainya. Khususnya pada Genggong, perubahan ini disebabkan adanya motivasi dari dalam maupun dari luar. Faktor dorongan dari dalam terjadi karena adanya keinginan dari anggota sekaa atau masyarakat setempat, sedangkan faktor dorongan dari luar terjadi berkat adanya motivasi dari luar sekaa atau masyarakat itu sendiri.
• Barungan Gamelan Genggong
Berdasarkan informasi dari beberapa seniman Genggong, serta catatan yang telah dibuat oleh beberapa sarjana atau ahli (McPhee, Beryl de Zoete dan Walter Spies dan lain-lain), bahwa sekitar tahun tiga puluhan barungan gambelan Genggong terdiri dari beberapa intrumen seperti ; Beberapa buah Genggong,Suling , Guntang, Ceng-ceng kecil , botol yang dipukul dengan kayu kecil, enggung dan kendang.
Dewaa ini seprangkat gambelan genggong biasanya terdiri dari beberapa instrumen diantaranya;
1. Sebuah atau dua buah suling kecil, yang berfungsi untuk memulai gending, memegang melodi atau gineman.
2. Sebuah kendang krumpungan kecil bertugass sebagai pemurba irama, memberi komando pada aksen-aksen tertentu, dan lain-lain.
3. Beberapa buah gengggong ( 8 buah atau lebih ), untuk membuat hiasan dengan sistem kotekan, karena itu ebagian akan bermain sangsihdan sebagian lagi bermain polos. Adakalanya juga seorang bermain solo pada gending tertentu.
4. Satu pangkon cengceng kecil,sebagai memperkaya ritme, bersama-sama kendang membuat angsel.
5. Sebuah klenang,bermain imbal dengan guntang kecil.
6. Dua buah guntang (besar dan kecil).Guntang besar berfungsi sebagai gong sedangkan guntang yang kecil (klentit) berfungsi untuk memegang mat. Ada juga sekaa Genggong yang menggunakan gong pulu sebagai pengganti guntang besar.
7. Beberapa buah Enggung, berfungsi untuk membuat jalinan ( kotekan ) terutama untuk iringan tari Godogan (kodok).
• Jenis-Jenis Gending

Gending – gending Genggong berasal dari beberapa sumber antara lain dari gending-gending; angklung, dolanan, pegongan, dan lain-lain.karena adanya beberapa sumber tersebut maka gending-gending Genggong biasanya berukuran pendek-pendek.
Dalam sebuah pertunjukan Genggong, gending-gending tersebut dapat dikelompokan menjadi; gending petegak dan pengiring Tari/Dramatari. Gending jenis ini sering juga disebut gending Pareren misalnya: Gegineman Angklung, Sekar Sandat, Jenggot Uban, Elag-Elog, Tabuh Telu, Pengecet Angklung, dan sebagainya.
Sedangkan gending pengiring tari/dramatari adalah jenis gending yang dipergunakan untuk mengiringi tari/dramatari misalnya;
 Tari Godogan(ngelembar) diiringi dengan tabuh Enggung (Batur Sari, Batuan) di Ubud ( Genggong Catur Wangsa Budaya ) gending pengiring tari Godogan ini disebut Katak Ngongkek.
 Tabuh pengipuk untuk adegan aras-araan.
 Legod Bawa untuk adegan sedih.
 Gending Kecipir mengiringi Godogan setelah menjadi manusia ( Batur Sari Batuan) dan sebagainya.

• Fungsi
Genggong lebih banyak berfungsi sebagai seni balih-balihan. Bila ia dipentaskan dalam rangkaian suatu upacara, di pura misalnya, genggong hanyalah sebagai hiburan masyarakat saja. Pada masa yang lalu gamelan genggong sering dipergunakan dalam rangkaian upacara perkawinan yaitu pada saat penganten pria menjemput penganten wanita atau pada waktu mepejati. Selain untuk mengiringi pengantin, genggong pernah pula dimainkan dalam rangkaian upacara potong gigi ( mesangih ) dan ngaben, untuk membayar kaul. Belakangan ini nampaknya jarang sekali genggong dipergunakan untuk mengiringi pengantin. Yang paling sering adalah untuk konsumsi para wisatawan.

SUMBER : BEBERAPA CATATAN TENTANG SENI PERTUNJUKAN BALI
PENERBIT : PELAWASARI 1998