bayumahendra on Desember 27th, 2011

 “CYIMBRAN SHOW”

Penata

I Wayan Sudana

 200702005
Seni Karawitan

  • Ø SINOPSIS

Damai, aman dan sejahtera, merupakan hal yang sulit dicapai pada saat ini. Hal itu tidak terlepas dari sifat manusia yang kurang berfikir panjang dalam menyelesaikan suatu masalah, sehingga hanya pertikaianlah yang selalu menjadi jalan keluar untuk menyelesaikan masalah.

KOMENTAR

Sound system

Pada saat pementasan dimulai suara tidak terlalu jelas terdengar,dan keseimbangan suara drum dengan kendang sangat jelas berbeda, pendapat saya jumlah drum lebih baik di kurangi dan jumlah microphone di tambah di daerah kendang.

 

F Lighting

Dari keseluruhan yang saya lihat pada pementasan lampu yang di belakang tidak terlalu jelas, para pendukung pada garapan tersebut tidak terlihat jelas dan kurang meratanya lighting pada garapan ini.

 

bayumahendra on Desember 27th, 2011

Asal Mula Gong Kebyar Di Br. Ketogan, Taman, Abiansemal, Badung

 

          Narasumber dari I Made Mindrawan, Gong Kebyar di Br. Ketogan terbentuk pada 17 September 1963, berbentuk gong bebarongan don 9 yang nadanya di mulai dengan nada deng, kayu yang dipergunakan sebagai plawah pada saat itu adalah kayu jempinis dan mempunyai satu barung sekaa yang di beri nama Tunas Mekar, bebarongan ini terus bertahan sampai Tahun 1971, karena kondisi kayu jempinis yang mulai memburuk dan pada saat itu sekaa juga sepakat untuk merubah menjadi barungan Gong Kebyar standar yang tujuannya untuk mempermudah mencari gending,  maka kemudian diubah menjadi barungan Gong Kebyar standar dengan di tambah satu bilah lagi yaitu bilah yang bernada dong, perubahan juga terjadi pada plawahnya dengan menggunakan kayu nangka dan langsung di ukir, pada saat itu barungan gambelan ini belum di lengkapi dengan penyacah, lalu sekitar Tahun 1972 an sekaa sepakat mencari pelatih untuk menambah koleksi gending, dan pelatih yang dicari pada saat itu yakni Bapak I Wayan Rai S, yang menjadi Rektor ISI sekarang, pada masa itu sekaa sering mengiringi pementasan di hotel-hotel, akhirnya pada sekitar Tahun 1978 Bapak I Wayan Rai tidak lagi melatih di Br. Ketogan karena sudah ada kader penerusnya yang kebetulan berasal dan sebagai warga Br. Ketogan yaitu I Ketut Madya, pada masa keemasan I Ketut Madya Tahun 1988 sekaa pernah mengikuti sebuah ajang lomba antar Desa se-Kecamatan Abiansemal yaitu lomba baleganjur dalam rangka PORSENICAM  Kecamatan Abiansemal, dimana perlombaan tersebut membuahkan hasil dengan mendapatkan juara 2, keberadaan I Ketut Madya sebagai Pembina di Br. Ketogan bertahan sampai sekarang, dan Tahun 1990 ukiran plawah gambelan diprada, berjalannya waktu sekaa sepakat mendirikan sekaa gong lagi yakni bernama Jaya Kumara, sekaa ini diambil lebih muda dari pada sekaa sebelumnya, dan Tahun 2003 kembali dibentuk sekaa anak-anak dengan nama Tunas Jaya dan terakhir pada Tahun 2009 didirikan sekaa gong wanita yang diberi nama Giri Maha Swari, dan yang membina keempat sekaa ini sekarang adalah

I Made Mindrawan, I Ketut Kadiana dan I Wayan Suarnawan, mereka memang para pembina yang berasal dari Br. Ketogan, dan  hingga sekarang, keempat sekaa inilah yang memainkan Gong Kebyar di Br. Ketogan. Adapun Kegunaan Gong Kebyar ini dari saat berdiri yaitu :

  • Mengiringi upacara keagamaan
  • Mengiringi acara di hotel-hotel

Pada Tahun 2010 sekaa sepakat membuat baleganjur Semarandana dengan menggunakan reong dari Gong Kebyar dan ditambahkan lagi satu buah reong dengan nada deung, dengan sudah adanya tabuh beleganjur semarandana di kaset maka itulah yang pertama kali dituangkan oleh Pembina local di banjar, dan seiring dengan berjalannya waktu kini sekaa sudah mempunyai 3 buah lagu semarandana dimana baleganjur ini hanya di gunakan untuk mengiringi upacara/odalan di pura dan tidak dipergunakan untuk upacara pitra yadnya.

bayumahendra on Juli 1st, 2011

PERKEMBANGAN GAMELAN JOGED BUMGBUNG

 

 

2.1  ASAL MULA

 

Gamelan joged bumbung adalah sebuah barungan gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi tari joget bumbung, sebuah tarian sosial di bali, dimana seorang penari wanita berhiaskan sejenis legong menjawat seorang penonton untuk di ajak menari.

Gamelan joged bumbung disebut juga gamelan grantangan, karena pokok-pokok instrumennya adalah grantang yaitu gender yang terbuat dari bambu, berbentuk bumbung dan memakai laras selendro lima nada. Larasnya serupa dengan gamelan gender wayang.

 

Intrumentasi :

1.     Grantang (empat sampai delapan buah ) yang terdiri dari empat grantang gede dan empat grantang kecil, berfungsi sebagai pembawa melodi pokok, dimainkan dengan dua tangan mempunyai tekhnik pukulan sejenis gender wayang dengan memakai polos dan sangsih.

2.     Kempor dibuat dari besi atau kerawang. Bentuknya seperti jegogan didalam gamelan gong, berbilah dua (nada yang sama ngumbang dan ngisep) berfungsi sebagai finalis didalam lagu-lagu joged bumbung, menggantikan gong gede didalam gamelan gong.

3.     Kempli, sebuah instrument pembawa matra. Bentuk kettle ( atau gong kecil )

4.     Klenang, sejenis kajar, berfungsi sebagai penombal kajar.

5.     Rincik adalah ceng-ceng kecil yang berfungsi untuk memperkaya ritme didalam gamelan joged bumbung.

6.     Kendang satu buah berfungsi untuk pemurba irama, pengatur tinggi rendah dan cepat lambatnya dari lagu-lagu joged bumbung.

7.     Suling empat buah, yang berfungsi untuk memaniskan dan memainkan lagu-lagu.

Mengenai reportoire dari gamelan joged bumbung diambil dari lagu-lagu rakyat sejenis lagu janger.

Di samping gamelan grantangan tersebut diatas masih ada beberapa jenis joged seperti : gandrung, leko dan joged pingitan. Ketiga jenis joged ini mempergunakan gamelan yang sama yaitu disebut gamelan rindik, dibuat daripada bambu, serupa gender dalam pelegongan dan berlaras pelog lima nada. Didalam satu instrument biasanya ada sepuluh sampai empat belas bilah.

Gandrung biasanya ditarikan oleh penari laki-laki sedangkan joged pingitan atau leko ditarikan oleh penari wanita. Namun komposisi tariannya sama dan meniru bentuk tari pelegongan. Hanya pada akhir tariannya memakai igel gegandrungan, serupa dengan igel ibing-ibingan dalam joged bumbung.

Penari gandrung yang terkenal di bali selatan adalah I wayan rindi.

 

2.2  FUNGSI  DALAM  UPACARA  AGAMA

 

Kesenian bali , seni karawitan (gamelan ), seni tari dan seni vocal (tembang) kesemuanya tidak bisa lepas dari upacara keagamaan (agama hindu-Bali). Dalam uraian buku seni sakral dalam hubungan dengan agama hindu dijelaskan sebagai berikut:

a.     Seni wali (sacred , religious yaitu seni yang dilakukan di pura-pura dan ditempat-tempat yang ada hubungannya dengan upacara keagamaan sebagai pelaksana upacara dan upakara agama( rejang, sang hyang, pendet, dan baris upacara)

b.     Seni Bebali ( ceremonial art ) yaitu seni yang berfungsi sebagai pengiring upacara dan upakara di pura ataupun ditempat lain. (pewayangan , topeng, gambuh, serta jenis seni tari lainnya).

c.      Seni balih-balihan (seculer art) yaitu semua seni diluar dari tersebut diatas baik yang bersifat seni serius maupun hiburan (tari pergaulan).

 

 

 

 

Mengenai kesenian joged bumbung kewsenian ini digolongkan seni balih-balihan yang fungsinya sebagai tari pergaulan (social dance). Hal ini kesenian joged bumbung lebih banyak orang” ngubah “ pada saat upacara keagamaan diantaranya,  hari paweton, pitre yadnya( ngaben) dan upacara “masesangi” (masaudan), yaitu apabila ada orang atau sesuatu organisasi tertentu yang mempunayi kepercayaan berdasarkan janji, yang melaksanakannya dapat dilakukan dipura-pura atau bditempat lain yang ada hubungannya dengan upacara tersebut. Namun demikian kesenian joged bumbung tidak hanya berfungsi pada upacara keagamaan seperti : paweton, ngaben, dan mesesangih, melainkan bersifat umum antara lain hibuyran dimasyarakat. Disamping dipertunjukan untuk hiburan para wisatawan asing. Hal ini gamelan joged bumbung senantiasa dimainkan di lobi-lobi hotel sebagai music ilustrasi, sayup-sayup dan tidak mengganggu para tamu( proyek panggilan/ pembinaan seni budaya klasik ( tradisional) dan baru.

 

2.3 organisasi

 

Organisasi yang penulis tulis disini adalah organisasi kesenian joged bumbung yang ada di desa tulikup . organisasi (sekaa) joged bumbung ini merupakan suatu bentuk sekaa pada mulanya berdasarkan karena keinginandan senang sama senang tanpaadanya ikatan atau peraturan . dengan adanya kepengurusan sekaa yang terbentuk pada tahun 1960 , maka susunan anggota sekaa dapat dipelihara dengan kesadaran yang kuat secara tertulis . melihat perkembangan kesenian joged bumbung ini khususnya seka penabuh hanya mengalami sekali pergantian personalia penabuh. Pergantian penabuh tersebut yakni pada tahun 1960 hingga sekarang yang merupakan bentuk seka masih dipelihara dibawah kepengurusan seorang kelian seka. Hanya saja sekarang dalam kegiatan pertunjukan mengalami hambatan disebabkan karena orang yang mengundang (ngupah) sudah semakin jarang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

INSTRUMEN DAN BENTUK PENYAJIAN

3.1 BENTUK ALAT

Gamelan joged bumbung merupakan seperangkat gamelan yang digunakan untuk megiringi tarian joged bumbung. Gamelan ini biasanya atau lebih umum disebut grantangan yang instrument utamanya adalah grantang. Instrument-instrument gamelan joged bumbung terdiri dari kendang gupekan, empat granting pemade, dua grantang kantil, dua granting jegogan, empat buah suling, sebuah kemplung, satu pangkoncengceng, satu buah kemong, satu buah klenang dan gong pulu serta empat pasang bumbung kepyak. Instrument “grantang” ini berbentuk bumbung yang langsung memakai bilah seperti gamelan tingklik. Istilah biasa diberikan untuk gamelan joged bumbung. Dalam buku evolusi tari bali, gamelan joded bumbung disebutkan “bumbung” berarti tabung (bamboo), sebuah istilah untuk memberikan nama kepada seperangkat gamelan joged. Dalam hal ini ialah gamelan joged bumbung (proyek panggilan/pembinaan seni budaya klasik (tradisional) dan baru).,

Instrument gamelan joged bumbung ini memiliki instrument granting jegogan dan bumbung kepyak, namum yang diuraikan dalam buku mengenal gamelan bali, instrumentasinya hanya meliputi : granting, kemodong, kempli, klenang, kajar, kendang, suling dan rincik. Ada pun instrument-instrument yang berbentuk bumbung dan bilah gamelan joged bumbung ini antara lain : instrument granting pamade, granting kantil dan granting jegogan yang masing-masing mempunyai ukuran tersendiri.

 

 

3.2 TUGAS INSTRUMENT

Seperti apa yang penulis ketahui, bahwa gamelan joged bumbung terdiri dari : sebuah kendang gupekan, empat granting pemade, dua grantang kantil, dua granting jegogan, empat buah suling, sebuah kemplung, satu pangkoncengceng, satu buah kemong, satu buah klenang dan gong pulu serta empat pasang bumbung kepyak yang masing-masing mempunyai tugas seperti :

1.     Instrument gerantang enam buah, yang terdiri dari empat gerantang pamade dan dua gerantang kantil. Gerantang pamade berfungsi sebagai pembawa melodi pokok yang mempunyai tekhnik pukulan sejenis gender wayang dengan memakai pukulan ngotek pada tangan kanan dan dan pukulan nyngsih pada tangan kiri. Sedangkan gerantang kantil membawakan melodi pokok, dimainkan dengan tangan yang mempunyai pukulan sejenis gegambangan (pukulan tetap berulang datang) dengan memakai pukulan polos saja.

2.     Sepasang gerantang jegogan yang fungsinya memperjelas tekanan-tekanan gending, dengan memakai tehnik pukulan polos saja.

3.     Sebuah kendang gupekan yang fungsinya sebagai pemurba irama, mengatur tinggi rendah dan cepat/lambat gending-gending joged bumbung.

4.     Empat buah suling berfungsi untuk memaniskan dan melembutkan bagian gending yang lirih, merupakan susunan menjadi sedih dan marah.

5.     Cengceng kecil berfungsi untuk memperkaya ritme, membuat ansel-angsel dan pariasi gending bersama gendang.

6.     Kemplung, sebuah instrument yang dibuat dari bamboo berfungsi sebagai pembawa matra dan menentukan tingkat tempo gending.

7.     Klenang sejenis kajar berfungsi sebagai penimbal kemplung (kajar).

8.     Kemong, sebuah instrument sejenis gong (kecil bentuknya) berfungsi mempertegas jatuhnya pukulan gong.

9.     Gong pulu, dibuat dari kerawang bentuknya seperti jegogan didalam gamelan gong, berbilah dua nada ngumbang dan ngisep, berfungsi sebagai finalis dalam gending joged bumbung.

10.                        Bumbung kepyak, di buat dari bambu berfunsi mengikuti angsel-angsel gending joged bumbung.

 

 

3.3 HAL LARAS

 

Di dalam buku pengantar Kerawitan Bali dijelaskan, bahwa laras adalah suatu tangga nada, susunan nada-nada didalam suatu gambyangan, oktaf ataupun angkep yang telah ditentukan jumlah serta tinggi rendahnya. Hal ini kerawitan (gamelan) Bali memiliki dua macam laras yakni: laras slendro dan laras pelog. Dalam laras pelog misalnya kita menemui dua bentuk laras antara lain: laras pelog lima nada yang terdapat pada gamelan gong kebyar, pelegongan, gong gede, dan sebagainya. Pada laras pelog tujuh nada dimiliki pada gamelan semarpegulingan, gambang, slonding dan lain-lainnya.

bayumahendra on Juni 27th, 2011

Nama : I Putu Adi Bayu Mahendra

Nama Panggilan : “Bayu”

Alamat : Br. Ketogan,Desa Taman,Kec. Abiansemal,Kab. Badung

TTL : Taman,10-Oktober-1992

Hobi : Menabuh

Cita-cita : Menjadi orang yang sukses

 

Saya dulu bersekolah di SD Negeri 4 Taman dan melanjutkan ke SMP Negeri 4 Abiansemal,melihat bakat yang saya punya saya melanjutkan ke sekolah yang berjurusan seni yaitu SMK Negeri 3 Sukawati dan sekarang saya lebih mendalami seni di Institut Seni Indonesia Denpasar atau disebut ISI Denpasar.

bayumahendra on Mei 2nd, 2011

SEJARAH MUNCULNYA GONG KEBYAR DI BALI

Dalam tulisan-tulisan mengenai gamelan bali terdahulu secara umum telah dikemukakan oleh masing-masing penulisnya bahwa gamelan gong kebyar ini baru muncul pada permulaan abad XX, yang pertama kali diperkirakan muncul di daerah Bali Utara tepatnya sekitar tahun 1915 di desa Jagaraga.

Namun kenyataan yang diungkapkan oleh Beryl de Zoete dan Walter Spies dalam bukunya yang berjudul “ Dance and Drama in Bali “ mengatakan bahwa I Ketut Mario yang sudah lahir sekitar tahun 1900 sudah menari sisia dalam calonarang di tahun 1906. Dalam ungkapan selanjutnya sama sekali tidak ada menyinggung masalah gong kebyar atau tari kekebyaran. Dari ungkapan ini kiranya dapat diketahui bahwa Bapak I Ketut Mario yang dikenal sebagai salah seorang tokoh dalam gong kebyar sampai dengan 1906 ( perang puputan Badung ) masih menjadi penari sisia dalam pencalonarangan yang dapat diartikan bahwa sampai tahun 1906 itu Bapak Mario belum mengenal tari kebyar dan berarti bahwa gamelan gong kebyar belum ada pada tahun 1906 itu. Menurut Colin McPhee dalam bukunya “ Musik in Bali ” ada menyebutkan bahwa untuk pertama kalinya gamelan gaong kebyar diperdengarkan didepan umum adalah pada bulan Desember 1915 dimana ketika itu tokoh-tokoh gong Bali Utara mengadakan kompetisi yang pertama kali untuk gong kebyar di Jagaraga. Colin McPhee sendiri mengakui bahwa apa yang dikemukakan itu adalah hasil interviunya dengan A.A Gde Gusti Jelantik mantan Regen Buleleng ( Colin McPhee, 1966 : 328 ). Apabila diperhatikan baik-baik apa yang dikemukakan Colin McPhee maka akan nampak bahwa tahun 1915 itu adalh saat kompetisi yang pertama kali di Bali Utara yang menampilkan bentuk-bentuk kekebyaran dan sudah tentu sekaa-sekaa yang ikut ambil bagian dalam kompetisi ini sudah menciptakan bentuk-bentuk kekebyaran satu atau dua tahun sebelumnya bahkan mungkin beberapa tahun sebelumnya. Adalah mustahil apabila gong-gong yang ditampilkan dalam kompetisi di tahun 1915 dengan mengambil tempat Di Jagaraga itu menciptakan bentuk-bentuk kekebyaran beberapa jam atau beberapa hari sebelumnya. Lain dari pada ungkapan Colin McPhee ini dapat diketahui juga bahwa desa Jagaraga yang selama ini dianggap sebagai daerah asal mula munculnya gamelan gong kebyar di Bali Utara pada tahun 1915 ternyata hanya dijadikan tempat kompetisi gong kebyar pada tahun 1915 tersebut di atas. Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Beryl de Zoete, Walter Spies dan Colin McPhee diatas maka kiranya dapat ditarik suatu batas pemunculan gong kebyar di Bali yakni diantara tahun 1906 sampai tahun 1915 dengan kata lain sesudah tahun 1906 dan sebelum tahun 1915 dan tempat pemunculannya pertama kali bukan di desa Jagaraga .

Setelah ditelusuri lebih mendalam, didapatkanlah beberapa data yang dapat dijadikan suatu pegangan guna mengetahui asal mula dari pada gamelan gong kebyar ini. Informasi pertama datangnya dari Bapak I Nyoman Rembang seorang guru karawitan pada Sekolah Menengah Karawitan Indonesia ( SMKI ) Denpasar yang dulunya bernama KOKAR Bali, mengatakan bahwa berdasarkan hasil wawancaranya dengan Bapak I Gusti Bagus Sugriwa yang berasal dari desa Bungkulan Buleleng mengatakan bahwa lagu-lagu gong kebyar diciptakan pertama kali oleh I Gusti Nyoman Panji di desa Bungkulan pada tahun 1914 dan ketika itu dicoba untuk ditarikan oleh Ngakan Kuta yang berdomisili di desa Bungkulan. Informasi ini menunjukan bahwa pada tahun 1914 di desa Bungkulan telah diciptakan lagu-lagu kekebyaran. Hanya saja belum diketahui bagaimana bentuk lagu kebyar yang diciptakan ketika di Bungkulan itu dan bagaimana pula bentuk gamelan gong kebyar yang telah menampilkan motif-motif kekebyaran itu.

Selanjutnya I Gusti Bagus Arsaja, BA. ( guru SMKI ) Denpasar dalam kertas kerja bandingannya ats kertas kerja dari Bapak I Wayan Dibia yang berjudul Sejarah Perkembangan Gong Kebyar di Bali, mengatakan bahwa di desa Bungkulan telah diciptakan lagu-lagu ( tabuh ) kekebyaran sekitar tahun 1910. Apa yang dikemukakan oleh I Gusti Bagus Arsaja, BA. ini bila dihubungkan dengan adanya kompetisi gong kebyar di Jagaraga tahun 1915 ternyata dapat selisih waktu lima tahun. Batas waktu tersebut kiranya batas waktu yang masuk akal oleh karena sampainya suatu sekaa kepad arena kompetisi adalah cukup memakan waktu untuk pematangannya. Waktu empat sampai lima tahun untuk proses pemantapan kiranya dapat diterima.

Berdasarkan uraian diatas beserta beberapa argumentasi sebagaimana dikemukakan diatas keranya telah dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa gamelan gong kebyar pertama kali muncul di Bali Utara ( Buleleng ) sekitar tahun 1914 di desa Bungkulan dan bentuk-bentuk kekebyaran sudah diciptakan antara tahun 1910 sampai 1914 yang dipelopori oleh I Gusti Nyoman Panji.

Di ringkas dari buku Mengenal Jenis-jenis Pukulan Dalam Barungan Gamelan Gong Kebyar

oleh ;  Pande Gede Muatika. SSKar, I Nyoman Sudiana. SSKar, I Ketut Partha. SSKar.

Menggugat Gong Kebyar PKB

Lomba Gong Kebyar sepertinya tak pernah absen dalam Pesta Kesenian Bali (PKB). Yang menarik, ajang lomba ini mendapat sambutan yang luar biasa dari semua Kabupaten di Bali. Mereka tak segan-segan mengeluarkan dana ratusan juta rupiah untuk membiayai sekaa yang mewakilinya. Tentunya dana ratusan juta ini bikin iri kesenian lainnya yang juga mendukung acara PKB. Sebab, dalam hal dana, jenis kesenian yang lain dianak-tirikan. Mengenai besar dana hingga ratusan bahkan beberapa ratus juta rupiah itu, tak hanya dipakai untuk membiayai latihan, membeli kostum baru yang wah bagi setiap penabuh, mendatangkan pelatih dari luar kabupatennya, menyewa atau mengadakan kostum fragmen sendratari, dan juga kostum untuk Sandyagita-nya. Namun, mana pwertanggung-jawaban para juri atas lomba ini?

BUKTI yang paling nyata dari kekurang-seriusan pelaksanaan lomba ini antara lain, usai lomba tak ada ulasan tertulis yang memadai dari juri pada media-media yang ada. Hal ini tentu memberi rasa kecewa karena yang kalah maupun yang menang tak mendapatkan kepastian secara tertulis tentang kekurangan maupun kelebihannya. Masalahnya menjadi luas karena persoalan kalah dan menang sebuah sekaa tak lagi hanya menjadi urusan sekaa, tapi harus dipertanggungjawabkan pada publik di kabupaten yang diwakilinya. Karenanya perlu pertanggungjawaban terbuka sehingga publik dapat memahami kelemahan dan kekuatan jagoannya. Selama ini, jika sekaa ingin mengetahui duduk permasalahan mengapa sekaa-nya kalah, hanya melawati konfirmasi telepon atau perbincangan singkat yang tak memadai. Padahal, demi pembinaan dan pengembangan sekaa ke depan, mereka sangat membutuhkan penjelasan yang rinci dari keseluruhan materi yang dilombakan pada bagian manakah yang lemah ataupun lebih unggul dari Gong Kebyar kabupaten lainnya.

Selain itu, pola penilaian lombanya juga cenderung merugikan sekaa yang ujungnya menjatuhkan nama kabupaten yang diwakilinya. Untuk itu perlu dipikirkan kembali pola penilaian yang selama ini diterapkan juri. Selama ini, penilaian menggunakan pola penggabungan dari unsur-unsur yang mendukung pertunjukan Gong Kebyar. Artinya, unsur-unsur yang mendukung pertunjukan Gong Kebyar dinilai secara terpisah namun kemudian hasilnya digabungkan. Pola penilian ini tentu mengaburkan keunggulan objektif setiap sekaa. Sebab, hasil penilaian gabungan itu tak pernah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kualitas sekaa di kabupaten. Yang sering jadi pertanyaan usai pengumuman lomba, ketika mereguk kekalahan, adalah apakah yang kalah itu gending-nya atau penyajiannya?

Jika juri memberikan penilaian yang lemah pada gending-nya, pasti belum tentu penyajiannya juga lemah. Karena penyajian menyangkut kepiawaian kelompok dalam memainkan teknik menabuh, kekompakan, keutuhan, ekspresi dan kesempurnaan membawakan gendingan tersebut. Sedangkan gending menyangkut kemampuan individu. Masalahnya mungkin timbul jika penilaian pemisahan ini diterapkan, kalau semua kelompok tampil memukau dan sempurna, jika demikian tentu poin tertinggi diberikan pada sekaa yang paling rumit menampilkan sajian karena komposisi gending-nya yang menuntut pengeksplorasian teknik-teknik menabuh yang canggih.

Pemisahan penilaian Gong Kebyar sebenarnya sangat penting diberikan. Alasannya, antara lain, akibat rasa minder yang dimiliki seniman atau birokrat seni di kabupaten, mereka jarang mempercayai seniman di daerahnya meskipun Sarjana Karawitan di kabupatennya berserakan. Lalu mereka pun berlomba mencari pelatih atau penggarap dari luar kabupaten yang dianggap lebih tahu trend gending Gong Kebyar terkini. Mereka akhirnya berebut mencari maestro-maestro muda yang diduga mumpuni. Hal ini tak hanya dalam menggarap tabuh demi tabuh yang dilombakan, juga dalam hal menggarap Sandyagita maupun fragmen sendratarinya.