Jan
11
2012

TAWUR KASANGA

TAWUR KASANGA DENGAN SARANA PENYAMBLEHAN KUCIT BUTUHAN DI KELURAHAN KAWAN BANGLI

Sebagai umat manusia yang merupakan tercipta atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, maka diharapkan dan diharuskan mempunyai suatu sikap hormat dan menghargai atas kekuasaan dan kebesaran-Nya atas segala ciptaan-Nya. Maka dari itu, tiada kata lain dalam perwujudan bhakti dan hormat kita adalah dengan jalan melakukan yadnyaYadnya bila dilihat dari tindakan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu; yadnya yang dilakukan secara riil (nyata) dan yang secara abstrak (tidak nyata). Yadnya yang riil/nyata dapat berupa persembahan dan atau korban suci kehadapan Hyang Widhi, begitu pula kepada sesama mahluk hidup. Sedangkan yadnya yang abstrak/tidak nyata dapat berupa Tapa Brata Yoga Semadhi (Pasek Swastika, 2009 : 1).

Berbicara masalah yadnya yang dilakukan secara riil/nyata yang mana berupa persembahan dan korban suci adalah berupa Panca Yadnya, yaitu: (1). dewa Yadnya, persembahan kehadapan Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Kuasa; (2). pitra Yadnya, persembahan kehadapan para Leluhur/Kawitan; (3). rsi Yadnya, persembahan kehadapan beliau yang disucikan atau para Sulinggih; (4). manusa Yadnya, persembahan kehadapan sesama manusia; dan (5). bhuta Yadnya, korban suci yang ditujukan kehadapan para Bhutakala dan Sarwa Prani.

Pelaksanaan Yadnya merupakan simbolis dari cetusan rasa terimakasih manusia kehadapan Hyang Widhi Wasa beserta manifestasi-Nya, karena segala yang ada di muka bumi ini muncul dari yadnya Hyang Widhi Wasa. Dalam Pustaka Suci Bhagawadgita III dinyatakan tentang pentingnya yadnya pada sloka 10 sebagai berikut :

 

sahayajñãh prajah srstva

puro ‘vaca prajapatih

   anena prasavisyadhvam

   esa vo ‘stv istakamadhuk

 

Artinya :

 

Pada zaman dahulu kala Prajapati menciptakan manusia dengan yadnya dan bersabda ; “ Dengan ini engkau akan mengembang dan akan menjadi kamadhuk dari keinginanmu” (Sri Arwati, 1992 : 5).

 

Dalam pelaksanaannya Panca Yadnya tidaklah dapat dilaksanakan secara tersendiri dalam arti pelaksanaannya tidak dapat meninggalkan yadnya lainnya, karena merupakan keterkaitan diantaranya. Dengan demikian Panca Yadnya dalam pelaksanaannya selalu terkait dengan yadnya lainnya yang merupakan bagiannya, hanya saja hal ini dapat dilihat dari porsi pelaksanaannya yang sangat menonjol dari salah satu diantaranya. Contohnya, pelaksanaan Dewa Yadnya sudah jelas dalam prakteknya diawali dengan acara Mecaru yaitu wujud dari upacara Bhuta Yadnya, yang tujuannya untuk melakukan persembahan kehadapan para Bhuta dengan harapan agar beliau tiada mengganggu upacara yang akan kita lakukan.

Bhuta Yadnya korban kepada Bhutakala adalah bersumber dari ajaran keagamaan Tantrayana. Tantrayana termasuk Sekta Sakta atau Saktiisme, dari mazab Siva (Siva Paksa). Disebut Saktiisme karena yang dijadikan obyek persembahannya adalah Sakti. Sakti dilukiskan sebagai Dewi, sumber kekuatan atau tenaga (Wikarman, 1994 : 8).

Pada setiap saat di palemahan Desa Adat, Banjar juga di pekarangan perumahan umat Hindu di Bali menyelenggarakan upacara “mecaru”. Demikian juga pada setiap musin (masa) yang juga disebut “Sasih”. Pada hari Kajeng Kaliwon pada bulan mati, pada setiap pekarangan umat Hindu juga menyelenggarakan pecaruan, yang disebut “caruan sasih”.

Upacara-upacara tersebut secara rutin masih dilakukan oleh umat Hindu di pedesaan. Namun apa sesungguhnya upacara dimaksud dan apa tujuannya, ternyata banyak dikalangan umat Hindu yang tidak tahu. Kalau ditanya jawabannya “mula keto”. Hal ini tidak boleh dibiarkan terus, lebih-lebih dalam memasuki era globalisasi. Oleh karena itu upacara-upacara tersebut di atas perlu diungkapkan secara ilmiah popular untuk mudah dipahami terutama oleh umat Hindu sendiri. Karena dikhawatirkan tentang kelanjutan pelaksanaan upacara dimaksud.

Suatu Yadnya bila dilaksanakan secara berlebihan dan tanpa di dasari pengetahuan sastra, maka akan sia-sia pelaksanaan Yadnya tersebut dan disebutkan Yadnya yang Rajasika atau Tamasika, bukan Yadnya yang disebut Satwika (Pasek Swastika, 2009 : 3).

Pelaksanaan upacara Bhuta Yadnya dapat dilakukan dengan dua fase, yaitu secara keseharian atau tiap hari yang disebut dengan Nitya Karma dan setiap waktu tertentu disebut Naimitika Karma. Pelaksanaan Upacara Bhuta Yadnya secara Nitya Karma yakni Yadnya Sesa, dan secara Naimitika adalah salah satunya pecaruan atau yang pada tingkatan lebih besar disebut Tawur. Terkait dengan pelaksanaan upacara Bhuta Yadnya yang secara Naimitika Karma, dalam penelitian ini akan difokuskan pada pelaksanaan Tawur Kesanga.

Upacara Tawur Kesanga dilaksanakan setiap setahun sekali tepatnya pada Tilem Kesanga. Pelaksanaan Tawur Kesanga ini tidak lepas dari adanya Rna. Dalam ajaran agama Hindu, setiap manusia memiliki hutang yang harus di bayar, hal tersebut dijelaskan dalam kitab Manawa Dharma Sastra VI 35 yang menyatakan bahwa “Hendaknya pikiran jangan diarahkan pada tujuan akhir mencapai kebebasan (Moksa) sebelum melunasi tiga macam hutang moral“ (Puja dan Sudharta, 2002 : 14).

Kehidupan di dunia ini pada hakekatnya memiliki ketergantungan dengan yang lain. Ada tiga jenis ketergantungan dalam hidup manusia yang membawa hutang (Rna). Ketiga Hutang (Rna) tersebut antara lain :

(1). ketergantungan manusia pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan kehidupan, memelihara dan memberikan kebutuhan hidup, membawa ikatan hutang jasa yang dikenal dengan Dewa Rna ;

(2). ketergantungan pada roh leluhur yang telah melahirkan, mengasuh dan membesarkan diri kita membawa ikatan hutang jasa yang dikenal dengan Pitra Rna ; dan

(3). jasa para Maha Rsi yang telah memberikan pengetahuan suci untuk membebaskan hidup ini dari kebodohan menuju kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir dan bathin, membawa ikatan hutang jasa yang dikenal dengan Rsi Rna ( Mas Putra, 2003 ; 7-8 ).

Oleh karena manusia memiliki hutang (Rna) kepada Dewa (Dewa Rna), kepada Rsi (Rsi Rna) dan kepada leluhur (Pitra Rna), untuk membayar ketiga hutang tersebut umat Hindu mengajarkan adanya konsep Panca Yadnya yaitu lima macam korban suci yang dipersembahkan dengan tulus ikhlas. Kedamaian di dunia ini terjadi apabila terdapat keseimbangan, keselarasan dan keharmonisan antara manusia dengan sesamanya melalui pelaksanaan Yadnya. Kesadaran manusia akan adanya Tuhan, sesama manusia dan lingkungan alam ini akan membangun pula kesadaran bahwa mutlak perlunya melakukan hubungan yang sinergis, harmonis dan produktif, dalam rangka menumbuhkan nilai-nilai spiritual dan material secara seimbang dan kontinyu yang akan membangun manusia yang utuh dan kebahagiaan hidup di bumi ini.  Membangun suatu hubungan yang harmonis dengan Tuhan dapat dilakukan dengan cara bhakti, pada manusia dengan dasar punia dan dengan lingkungan alam dengan asih.

Tawur Kesanga adalah Tawur Agung Yama Raja  upacara tingkat utama dari upacara Bhuta Yadnya, yakni memelihara mahluk hidup baik tumbuh-tumbuhan, hewan yang tidak sedikit peranannya di dalam kesempurnaan hidup manusia. Pelaksanaan Upacara Tawur Kesanga ini di dalamnya terdapat simbol-simbol yang memiliki makna filosofi yang bersumber dari ajaran Kitab Suci Weda. Akan tetapi tidak semua umat Hindu di Kelurahan Kawan yang melaksanakan Upacara Tawur Kesanga ini mengerti tentang makna dan arti penting upacara ini bagi keseimbangan dan kestabilan alam beserta isinya. Sehingga ditakutkan dengan adanya pengaruh budaya dari luar yang cukup kuat dan cenderung lebih praktis dari Upacara Tawur Kesanga, umat Hindu yang belum mengerti tentang makna upacara tersebut akan meninggalkan Upacara Tawur Kesanga yang dianggap terlalu ribet dibandingkan dengan budaya baru yang praktis.

Hal ini merupakan fenomena menarik dan penting untuk dikaji sebab kepercayaan dan keyakinan yang dianut sudah barang tentu berpengaruh terhadap kehidupan setempat. Begitu juga dengan kepercayaan masyarakat Kelurahan Kawan yang meyakini bahwa melaksanakan amanat leluhur adalah suatu kewajiban yang dapat menjaga kestabilan dan keseimbangan alam dan kehidupan manusia.

Dengan mengkaji fenomena ini diharapkan nantinya akan dapat menambah pengetahuan tentang makna dan pentingnya dilaksanakannya Upacara Tawur Kesanga bagi umat Hindu di Kelurahan Kawan, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Terlebih-lebih karena tidak semua umat Hindu di Kelurahan Kawan khususnya mengetahui makna Upacara Tawur Kesanga.

Bertitik tolak dari pernyataan tersebut diatas, maka dirasakan penting untuk diadakan penelitian tentang Tawur Kesanga dengan Sarana Penyamblehan Kucit Butuhan di Kelurahan Kawan, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli

Written by in: Tak Berkategori |

185 Comments

RSS feed for comments on this post. TrackBack URL


Powered by WordPress | Theme: Aeros 2.0 by TheBuckmaker.com