Prembon Inovatif ” Kaliputig Sapta Timira ” oleh Smk Penerbangan Cakra Nusantara pada PKB ke-39

Maret 5th, 2018

Pada Pesta Kesenian Bali ( PKB ) kali ini yang ke-39 mengambil konsep atau tema Ulun Danu. Menurut kamus besar bahasa Bali Ulu berarti kepala,pusat, sumber, hulu sedangkan Danu berarti air atau danau. Jadi pengertian yang diambil dari konsep Ulun Danu adalah air sebagai sumber kehidupan. Dalam kehidupan masyarakat Bali, air merupakan simbol kehidupan itu sendiri (amerta, merta, yeh, toya, tirta). Ulun Danu merupakan kearifan lokal berupa pengetahuan tentang bagaimana kita semestinya memelihara, memuliakan, dan mengelola air sebagai sumber kehidupan dan penghidupan serta sumber peradaban.

Maka dari itu setiap kabupaten berlomba – lomba untuk menunjukan potensi dalam bidang kesenian dan ikut serta dalam memeriahkan pesta kesenian kali ini yang bertemakan Ulun Danu. Pada event pesta kesenian Bali ini pemerintah dapat menyadarkan masyarakat khususnya masyarakat Bali bahwa penting air dalam kehidupan dan bagaimana seharusnya kita menjaga dan merawat sumber mata air tidak berhenti mengalir menghidupi bumi kita yang tercinta.

  • Karawitan atau Iringan

Tidak dipungkiri tabuh kleasik yang hanya semata-mata sebagai pengiring dari pementasan tersebut tidak terlau di minati oleh kalangan masyarakat khususnya masyarakat yang awam dalam konteks berkesenian, maka dari itu Pembina tabuh mempunyai ide untuk membumi tetabuhan klasik terbeut dengan mengolah tabuh-tabuh yang sudah ada seperti, gending topeng tua, gending topeng keras, dan lain-lain dalam catatan tidak merubh patet gilak atau ketukan hanya saja Pembina menambahkan gending tabuh baru ke dalam tabuh-tabuh tersebut.

Saat di wawancara Agus Pramadi ( Pembina tabuh ) menjelasakan, “ saya disini sebagai Pembina bukan sebagai pencipta jadi saya hanya membimbing rekan-rekan seka saya untuk megambel topeng seperti biasa yang di lakukan pada saat ngayah-ngayah di pura, hanya saja di tempat ini bukan pura tetapi tempat ini adalah tempat wisata sekaligus pusat berkesenian bagi seluruh kabupaten yang ada di provinsi Bali, jadi kan agak tabu kalau saya hanya membawakan tabuh-tabuh ayah-ayahan ke Art Centre, maka dari itu mau tak mau saya harus mengisi sedikit saja kreasi kedalam tabuh tua dan klasik ini serta menambahkan gerakan atau bergaya dalam menabuhkan gending ini, agar sedikit kelihatan nges ujarnya”

Berikut adalah profil dari Pembina tabuh:

Nama                   : I NyomanAgus Pramadi

Ttl                        : Kerandan, 12 Agustus 1994

Status                  : Belum menikah

Pekerjaan             : Mahasiswa

Perguruan tinggi : Universitas Hindu Indonesia

 

 

  • Tari & Pendramaan

Bentuk dari pementasan ini adalah prembon inovatif yang di dalamnya terkandung unsur-unsur prembon pada biasanya yang berpersonilkan pengarjan (desak,liku) penasar wijil, mantri, bebondresan, dukuh.  Namun prembon ini memiliki alur cerita yang dimana ada penambahan personil, entah itu sebagai raja, atau pemaesuri dan lain-lain, diambil dari kata belakang dari prembon ini yaitu berisikan kata inovatif berarti prembon ini di hiasi atau dibumbui dengan unsur moderenisasi seperti arja yang membawakan karakter atau sifat yang jenaka sehingga mampu membuat penonton tertawa, dan liku yang sangat lihai bernyanyi dengan iringan dari keyboard menambah ketertarikan penonton untuk menikmati prembon tersebut.

Naskah cerita dan penggarap tari dari prembon ini adalah seorang mahasiwa dari Institut Seni Indonesia Denpasar ( ISI Denpasar) yaitu

Shang Nyoman Gede Adhi Santika,sering di panggil Wi Omen.Ttidak hanya menggarap tari dia juga adalah seorang dalang dari kekayonan yang di awal cerita, ia mengatakan bahwa “ prembon ini mempunyai banyak inovasi-inovasi dan pembuatan cerita yang baru dengan pendramaan yang sangat menjiwai sesuai dengan karakter yang sudah di berikannya, bisa di bilang saya sebagai sutradaranya disini haha” ujarnya, namun ia juga menceritakan keluh kesahnya dalam mengajarkan karakter atau ekting kepada anak-anak yang baru berkecimpung dibidang drama, mulai dari rasa malu yang berlebihan, menghafal teks, tidak bisa nari, dan yang paling parah adalah saat latihan yang tidak efektif dikarenakan kehadiran personil yang tidak lengkap, tetapi itu tdak menjadi pintu penghalang untuk berkesenian meski banyak penghambat namun kebahagiaan, suka ria, dan canda tawa dalam mengajar menjadi refres atau penyegaran diri yang dilakukan sambil bekerja.

Berikut adalah profil dari penggarap:

Nama                           : Sang Nyoman Gede Adhi Santika.

Ttl                                : Denpasar, 2 maret 1995.

Status                          : Belum menikah.

Pekerjaan                     : Mahasiswa.

Perguruan Tinggi         : Institut Seni Indonesia Denpasar.

 

 

  • Konsep Garapan

Konsep sekaligus judul dari prembon ini adalah Kaliputig Sapta Timira yang berarti di selimuti tujuh kegelapan adapun jalan ceritanya adalah sebagai berikut, dikisahkan di sebuah kerajaan yang bernama Entah Berantah, kerajaan ini di pimpin oleh seorang raja bernama Prabu Miber Bhuana dan pemaisurinya yang bernama Sri Ayuning. Prabu Miber Bhuana terkenal akan kekayaanya dan segala kehormatan yang di dapatkannya, namun pada suatu ketika sang prabu memiliki keinginan untuk melakukan tapa Bratha Yoga Semedi di bawah gunung himawan, karna dia merasa kekuatan yang dimilikinya belum seberapa dan belum mampu melebihi kekuatan ayahnya terdahulu. Bertahun-tahun dia melakukan tapa, hingga setelah sang prabu mendapatkan kekuatannya dia pun mulai berubah, Sang Prabu Miber Bhuana menjadi sosok raja yang angkuh egois dan diliputi akan Sapta Timira atau tujuh kegelapan manusia, kerajaan Entah Berantahpun menjadi berantakan.

  • Tema Garapan

Mengambil tema dari pesta kesenian bali kali ini yaitu Ulun Danu, pementsan prembon ini menonjolkan kesan tema dari kosep diatas yaitu Sapta Timira yang dimana salah satu bagiannya terdapat tetang mabuk akan kepintaran atau kesaktian yang dimana kesaktian melambangkan air, air adalah benda yang paling dibutuhkan, bagi semua umat namun di ambil hikmah dari apapun yang berlebihan akan membuat sengsara begitu juga dengan air, seperti contoh air hujan yang berlebihan akan membuat banjir, minum air berlebihan akan membuat perut kembung, dan banyak lagi contoh yang lain, seperti didalam cerita diatas seorang raja yang mempunyai kesaktian diluar batas akan menimbulkan ego yang sangat besar jikalau tidak bisa mengontrol emosi dan kesombongan, maka kesaktian yang dilambangkan air itu akan menenggelamkan orang yang salah menggunakannya, pesan yang ingin disampaikan adalah alangkah baiknya menjadi orang berilmu tetapi berilmu saja tidak cukup kalau tidak mempunyai moral yang baik.

  • Analisa Pementasan

Dimulai dari menganalisa iringan tari, mempergunakan instrument gong kebyar tabuh yang digunakan, petegak yang berjudul Siva Natha sebagai tabuh pembuka, yang dilanjutkan gending wayang kekayonan, bermotiv batel yang di ikuti oleh gangsa dengan pukulan norot cepet, stelah itu dimulai dengan gending-gending tetopengan yang dikreasikan dan difariasikan, menggunakan dua kendang jedugan dan dua kendang kerumpungan (sebagai pengiring kayon, menggunakan dua melodi suling besar dan kecil, dan personil dari pegiring tabuh sebannyak 20 orang.

Mengangmbil konsep Sapta Timira yang berarti tujh kegelapan didalamnya terdapat unsure prembon dan pengarjan yang diinovasikan dengan moderenisasi, banyak personil dari prembon tersebut adalah sekitar kurang lebih sepuluh orang, menceritakan tentang ke egoisan seorang raja yang telah memperoleh kesaktian dari bertapa, tokoh utama: raja, pemaesuri, dan dukuh sebagai tokoh pendukung karakter protagonis,

Diantara penjelasan dari Pembina dengan pementasan tersebut mempunyai kecocokan, tidak ada yang melenceng dari penjelasan yang sudah dipaparkan, sesuai yang kami amati dari pementasan tersebut kami rasa pementasan ini sudah menyatu dengan konsep dari penggarap dan juga sejalan dengan tema pesta kesenian bali yaitu ulun danu. Jadi kami rasa pementasan prembon inovatif ini berjalan sukses dengan mengambil tema Sapta Timira.

  • Kesimpulan

Dilihat dari tetabuhan yang dapat kami simpulkan adalah, tentang gending-gending yang dimainkan adalah tetap gending kelasik namun hanya sedikit perubahan terdapat pada tempo yang sedikit lebih cepat dan menambahkan gilak-gilak serta menambah sedikit alunan melodi yang sudah ada.

Dari segi pementasan prembon lebih menonjolkan acting dan penjiwaan, kesan jenaka, serius, sedih, gembira semua tertuang didalam peentasan tersebut , tidak lepas pula dari unsur pendidikan, prembon ini berpesan kepada penikmat pemmentasan lebih dari kata-kata ketimbang action dengan mempergunakan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti bagi masyarakat.

 

  • Saran

Diambil dari kutipan naskah diatas kami bertujuan untuk berpesan kepada mpembaca untuk tidak mempergunakan kemampuan atau kepintaran hanya semata-mata untuk kesombongan dan ego, tetapi gunakan lah kemampuan tersebut agar bermanfaat bagi orang lain, diibaratkan air yang menghidupi manusia, bukannya menenggelamkan manusia, alangkah baiknya  mengejar ilmu namun tanpa kebaikan ilmu itu akan menjadi senjata mematikan.

  • FOTO PEMENTASAN

Sejarah Gamelan Gender Wayang Desa Sading

Maret 5th, 2018
  • Sejarah Gambelan Gender Wayang Kuno di Sading

Sejarah dari Gambelan Gender Wayang Kuno ini tidak diketahui secara pasti karena menurut narasumber yang saya wawancarai mengatakan bahwa gender tersebut merupakan warisan dari nenek moyangnya yang terdahulu.  Dulunya tungguh dari gender wayang ini hanya terbuat  dari bambu dan seiring berjalannya waktu tungguh gender tersebut tidak dapat dipergunakan lagi karena berbahan bambu yang mudah lapuk dan tidak tahan lama. Dan sekarang pun tungguh dari gender wayang tersebut sudah diperbaiki dengan berbahan kayu . Bilah dari gender wayang ini tidak pernah diganti dari dahulu melainkan hanya dilaras saja, dan sampai saat bilah gender tersebut masih dalam keadaan baik.

 

  •  Pemilik Gambelan

I Ketut Artama adalah pemilik gender wayang kuno saat ini, dari kecil beliau sudah gemar memainkan gambelan gender wayang. Beliau diajarkan bermain gender oleh orang tuanya. Generasi yang terdahulu pemilik gender wayang ini sebelum I ketut Artama yang sekarang adalah Pekak Cik, Pekak Sudik, Pekak Sukari dan Nyoman Senter.

  • Aktivitas Sekaa

Aktivitas yang sering dilakukan oleh  sekaa Gender Wayang yang terdapat di Desa Sading yaitu meliputi ngaturang ngayah pada hari Tumpek Wayang, mengiringi upacara Manusa Yadnya seperti upacara potong gigi, otonan dan lain-lain, begitu juga mengiringi upacara pengabenan. Selain disekitar desa Sading, sekaa ini juga pernah ngaturang ngayah di Angantaka, Kapal, Lukluk, Sempidi, Peguyangan, Petang, & Darmasaba.

  • Proses Latihan

Proses latihan juga perlu dilakukan guna memantapkan gending – gending yang sudah dikuasai ataupun mencari gending baru untuk dipelajari. Latihan dilakukan setiap 2 minggu sekali.

  • Event Yang Pernah Diikuti

            Pada tahun 90-an pernah mengikuti festival wayang yang bertempat di Sibang, dan disitulah mendapat juara 1 dan setelah itu diadakanlah festival gender wayang tingkat kabupaten yang dilaksanakan di Art Centre. Pada waktu itu sekaa gender ini mewakili kabupaten Badung dan disana juga mendapatkan juara 1.

  • Pembina Sekaa

            Pembina dari sekaa gender pada saat ini yaitu I Ketut Artama dan adapun nama dari penabuhnya yaitu :

  • Ni Wayan Sri Juniarti ( anak dari I Ketut Artama )
  • Kadek Putri Septiani ( anak dari I Ketut Artama )
  • Ni Wayan Ririn
  • Ni Wayan Nita

 

Demikian yang saya dapat jelaskan diatas mengenai sejarah Gambelan Gender Wayang Kuno yang terdapat di Sading dan apabila terdapat kesalahan atau kurang padatnya informasi yang didapat dari hasil penelitian yang saya buat, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya dan akhir kata saya ucapkan terima kasih.

 

Halo dunia!

Februari 27th, 2018

Selamat Datang di Blog Institut Seni Indonesia Denpasar. Ini adalah post pertama anda. Edit atau hapus, kemudian mulailah blogging!