Reveiw Buku Etnomusikologi “Beberapa Definisi Tentang ‘ Musikologi Komparatif ‘ Dan Etnomusikologi” : Sebuah Pandangan Historis-Teoritis ( Alan P. Merriam )

Mei 14th, 2018

Istilah kata etnomusikologi yang pertama kali dicetuskan oleh Japp Kunts pada 25 tahun yang lalu, sebelum muncul istilah tersebut ada sebuah istilah yang bernama Musikologi Komparatif. Berbagai definisi telah disampaikan mengenai dua istilah tersebut oleh sebagian besar dari para sarja Amerika. Dan tujuan dari si penulis ini ialah, membicarakan semua yang terjadi dari kedua istilah tersebut secara historis yang mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Disini dijelaskan definisi adalah pada dasarnya bersifat deskriptif yang disimpulkan dari kegiatan – kegiatan normatif. Dan disimpulkan bahwa definisi adalah suatu masalah pokok karena kita tidak dapat menghadapi  suatu masalah jika belum dirumuskannya definisi tersebut.

Definisi ‘Musikologi Komparatif’ pertama kali dicetuskan oleh Guido Adler pada tahun 1885. Ia mengatakan bahwa musikologi komparatif lebih kepada pemngumpulan lagu-lagu rakyat dari seluruh suku bangsa di dunia yang tujuannya untuk etnografi dan klasifikasi, tetapi dengan pernyataan tersebut Hornbostel tidak setuju karena tidak terdapat suatu masalah tentang definisi. Dan definisi singkat akhirnya dikemukakan oleh Glen Haydon pada tahun 1941 dalam bukuny dengan judul Introduction to Musikology. Dari tulisannya tersebut terdapat dua gagasan yang terdapat didalamnya yaitu pertama bahwa musikologi komparatif yaitu studi tentang musik – musik rakyat dan msuik diluar Eropa dan yang kedua mengatakan bahwa musikologi komparatif mempelajari musik yang diwariskan secara tradisi oral atau lisan. Dari pernyataan tersebut telah banyak dibicarakan oleh para sarjana, ia membicarakan mengenai aspek non-Eropa yang selalu mendapat tekanan, dari sekian para sarjana juga  mengatakan apakah musikologi komparatif harus mempelajari musik diluar Eropa?. Semenjak adanya pendapat – pendapat tersebut, pada tahun 1961 istilah Musikologi Komparatif tidak digunakan lagi  dan hanya dijumpai pada tulisan – tulisan kuna. Dan isitilah musikologi komparatif dan etnomusikologi selalu digunakan sebagai sinonim yang dimana terjadi kira-kira selama pertengahan kedua dekade 1950-an. Terdapat tiga hal penting yang terdapat dalam definisi – definisi tersebut. Yang pertama yaitu definisi tersebut pada dasarnya sama dan mereka juga sepakat mengarah ke dalam bidang studinya. Kedua yaitu, istilah musikologi komparatif digunakan dalam studi yang mengarah pada musik – musik non-Barat atau disebut juga musik ‘eksotik’ atau musik yang diwariskan secara turun temurun. Yang ketiga yaitu, menggunakan istilah tersebut tidak dalam pengertian ‘metode komparatif’ atau untuk tujuan komparasi.Dalam musikologi komparatif munculah paham komparatisme, dan hal ini memicu adanya dua alasan kenapa istilah komparatisme tidak tepat digunakan dalam istilah musikologi komparatif. Pertama yaitu, karena pada studi ini tidak membandingkan sesuatu seperti yang dilakukan oleh orang lain. Kedua yaitu, mengatakan bahwa komparasi bukanlah hal pokok dalam bidang etnomusikologi. Pandangan anti-komparatif kedua yang berdasarkan pada prinsip bahwa makna suatu budaya berbeda dengan budaya yang lain, dan juga menyatakan bahwa komparasi musik hanya membandingkan suatu hal yang tidak disukainya.

Telah banyak mengemukakan pendapat mengenai metode komparasi, tetapi dalam buku ini tidak  semua dibahas karena hal tersebut tidak begitu penting untuk dibicarakan. Hal yang terpenting disini adalah istilah ‘musikologi komparatif’ dikemukakan secara tertulis setidaknya dengan anggapan para pelaku tidak membuat perbandingan / perbedaan dua penelitian yang dilakukan oleh orang lain dan komparasi tersebut tidak tepat untuk digunakan dan membahayakan.

Deskripsi Gending Angklung Klasik ” Titik Canging “

Maret 22nd, 2018
  • Sejarah

Tabuh Angklung  Kaklentangan Klasik ini diciptakan oleh Pan Radug pada tahun 1990 di Banjar Jaba Jati Desa Adat Kepaon. Pan Radug sendiri ia berasal dari Br.Panti Gede Pemogan Denpasar Selatan.Beliau juga sering belajar  dengan pamannya sendiri yaitu maestro Karawitan dan Tari I Nyoman Kaler. Pada saat jamannya I Nyoman Kaler juga banyak menciptakan gending – gending angklung kaklentangan klasik dan gending – gending tersebut juga diwariskan kepada keponakannya yaitu Pan Radug. Dari gending yang diwariskan, Pan Radug mengembangkannya lagi.Gending ini pertama kali dibawakan oleh sekaa angklung Amerta Jati Br. Jaba Jati Kepaon Denpasar Selatan. Gending ini biasa digunakan untuk mengiringi upacara Pitra Yadnya di desa setempat.

  • Struktur

Struktur gending atau tabuh ini yaitu terdiri dari kawitan, pengawak 1, pengawak 2 dan pengecet. Pada bagian pengawak 1 mencari bagian pengawak 2 terdapat penyali – penyalit yang berupa kebyar. Pada bagian kawitan diawali dengan ugal dan diulang secara bersama – sama atau kebyar dengan tempo cepat. Pada bagian pengawak diawali dengan ugal lalu dilanjutkan secara bersama dengan tempo lambat seperti gending pengawak pada umumnya, pengawak ini bisa diulang – ulang beberapa kali tergantung keinginan penabuhnya. Setelah pengawak pertama berakhir dilanjutkan dengan penyalit atau kebyar untuk melanjutkan mencari pengawak kedua. Pada penyalit ini diawali dengan ugal lalu diulang secara bersama atau kebyar. Lalu dilanjutkan dengan pengawak kedua, sama seperti pengawak pertama pengawak kedua juga diawali dengan ugal dan dilanjutkan secara bersama dengan tempo yang lambat. Yang terakhir yaitu pengecet,pada bagian pengecet tempo yang digunakan yaitu agak cepat dari pengawak.

  • Notasi gending 

Pengawit                      ||.   1   .   3   .   1   .   3     .   1   .   3     .   1   .   5

.   1   .   5    .   1   .   5     .   1   .   5     .   7   .   7

.   7   .   7    .   1   .   7 ||

Pengawak 1                 .   1   .   7    .   1   .   7     .   1   .   5     .   7   .   1

|| .   5   .   1   .   5   .   1     .   5   .   7     .   1   .   3

.   7   .   3    .   7   .   3     .   5   .   3     .   1   .   7

.   5   .  (1)||

.   5   .   1    .   5   .   1     .   5   .   7     .   1   .  ( 3)

Kebyar pengawak 2    ||.   7   .   1    .   3   .   1     .   3   .   7     .   3   .   7

.   1   .    7    .    5   .   7    .   1   .   3     .   7   .   1

.   5   .   7     .    1   .   1    .   1   .   5     .   1   .   5

.   1   .    7    .   3   .   1     .   3   .   7     .   3   .   1

.   3   .   1     .   5||

Penyalit ke P. 2           .   7   .   1     .   3   .   1     .   3   .   7     .  3   .   .

 

Pengawak 2                 .   3   .   1     .   1   .   7     .   1   .   7     .   1   .   1

.   5   .   1     .   5   .   5     .   5   .   1     .   1   .   1

.   1   .   5     .   1   .   5     .   5   .   5     .   1   .   5

.   7   .   1     .   5   .   7     .   1   .   5     1   5   .   1

.   5   .   1     .   1   .   3     .   3   .   3     .   7   .   3

.   7   .   3     .   1   .   5     .   5   .   7     .   1   .   3

.   3   .   3     .   7   .   3|

Pengecet                      .   3   .   1     .   3   .   1     .   3   .   5     .   1   .   5

.   1   .  5      .   1   .   1    .   5   .   7     .   7   .   3

.  ( 3)

||.   7   .   3    .   7   .  3      .   7   .   3     .   1   .  3

.   1   .   5     .   1   .   5     .   7   .   7     .   1   .   5

.   7   .   7     .   1   .  ( 3)||

Review Buku Tentang Seni Kekebyaran

Maret 22nd, 2018

Istilah Seni Kekebyaran dibentuk oleh dua kata yaitu “seni” dan “kekebyaran”. Seni adalah ekspresi jiwa dari seniman yang diwujudkan menjadi bentuk kesenian tertentu seperti seni pertunjukan, seni rupa, seni sastra, dan seni media rekam; sedangkan “kekebyaran” berasal dari akar kata “kebyar” [dalam Kamus Bali Indonesia, 1978:274] mendapat awalan (pengater) ked an akhiran (pengiring) an. Kebyar berarti letupan atau sinar memancar dengan tiba-tiba sehingga dapat membuat kita terkejut (surprise). Dengan demikian seni kekebyaran dapat diartikan sebagai sesuatu bentuk atau jenis kesenian yang termasuk bidang seni pertunjukan yang memiliki ciri atau sifat “ngebyar”. Salah satu jenis kesenian Bali yang pada awal pemunculannya menyebabkan orang “terkejut atau terperengah” adalah gambelan gong kebyar (di Bali utara dan juga yang menyebutnya dengan istilah gong gede). Seiring dengan perjalanan waktu maka jenis kesenian Bali lainnya pun ikut “ngebyar” sehingga muncul istilah angklung, joged kebyar, wayang kebyar, dan wayang gong (pertunjukan wayang kulit dengan iringan gong kebyar).

Gong kebyar merupakan salah satu bentuk gambelan Bali yang menggunakan laras pelog 5 nada. Pada awal pemunculannya di Bali Utara pada tahun 1915 (McPee, 1966), gong kebyar telah menyebabkan terjadinya kekagetan yang luar biasa. Salah satu sebab munculnya gambelan ini yaitu adanya “kebanggan berkompetisi” (competitive pride ) dari masyarakat atau seniman Bali. Kebanggan berkompotisi inilah sebenarnya yang merupakan salah satu “roh” dari gong kebyar yang telah kita warisi sejak masa yang lampau hingga dewasa ini.

Perkembangan Gong Kebyar

Hingga kini di Bali sendiri telah tercatat tidak kurang dari 1.600 barung gambelan gong kebyar. Di luar negeri, gong kebyar mula-mula dikenal lewat literatur dan rekaman. Salah satu rekaman itu adalah yang dihasilkan oleh Odeon dan Beka yang telah merekam gending-gending gong kebyar seperti Kebyar Ding Sempati di Belaluan (Badsung).  Pada tahun 1931 sekaa gong kebyar peliatan mengadeakan pertunjukan dalam rangka Colonial Exposition di Paris. Salah satu tonggak penting yang patut dicatat bahwa sejak tahun 1960-an gambelan gong kebyar mulai masuk .

 Seni Kekebyaran

Kurikulum Universitas di Amerika Serikat . Prof. Dr. Ki Mantle Hood (almarhum), salah seorang tokoh Etnomusikologi dunia, membawa satu barung gamelan gong kebyar yang di beri nama Sekar Anyar ke Institute of Ethnomusicology, University of California, Los Angeles (UCLA). Gong kebyar mulai menyebar ke beberapa kampus, kota, dan berbagai tempat di dunia, termasuk yang terakhir (Agustus 2005) ke Peru, Amerika Selatan.

Gong kebyar telah terbukti memiliki keunikan baik dari segi musiknya (in terms of itdelf) maupun dalam konteks social budayanya (in terms of its socio-culture context). Studi tentang gong kebyar telah dilakukan diantaranya oleh: Kunst (1921), Spies and deZoete (1938) , McPhee (1966), Bandem and deBoer (1981), deVale and Dibia (1991), Tenzer (1991-2000), Sadra (1991), Toth (1993), Rai.S (1998, 1999, 23001, 2004). Disertasi pertama tentang gong kebyar dsihasilkan oleh seorang mahasiswi UCLA bernama Ruby Orntein dengan judul : Gamelan Gong Kebyar, The Development of a Balinese Musical Tradition” (1971). I Wayan Madera Aryasa berhasil mempertahankan tesisnya yang berjudul “The Gamelan Gong Kebyar Widya Santi: A Study of Balinese Instrumental Ensemble at The Queen’s University Belfast” (1988). Pada tahu 19931 Wayan Senen berhasil menyelesaikan studi S2nya di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan tesis yang berjudul “Wayan Beratha Tokoh Pembaharu Gamelan Gong Kebyar di Bali”. I Made Kartawan (2003) dan Pande Made Sukerta (2001,2004) telah berhasil melakukan kajian tentang gong kebyar dari sudut pandang kajian budaya. Patut di catat bahwa pande made Sukerta adalah orang Bali pertama yang telah berhasil mencapai gelar Doktor dalam bidang Kajian budaya dengan disertasi berjudul” “Perubahan dan Keberlanjutan Dalam Tradisi Gong Kebyar Buleleng” (Kajian Budaya, UNUD, 2004).

Eksitensi Gong Kebyar Saat Ini

Realitas di lapangan menunjukan bahwa gong kebyar masih merupakan salah satu bentuk kesenian yang merupakan favorit masyarakat. Hal ini dapat di buktikan dengan semakin semaraknya aktivitas gong kebyar yang dapat di jumpai dalam berbagai konteks. Pembaharuan terus dilakukan oleh para seniman kita baik dalam aspek ide, bentuk, maupun penampilannya. Berdasarkan penabuhnya, sampai saat ini ada 4 kategpri dalam PKB yaitu: Gong Kebyar Dewasa Pria(penabuhnya semua pria dewasa), Gong Kebyar Dewasa Wanita (penabuhnya semua wanita), Gong Kebyar Anak-anak (penabuhnya semua anak-anak pria dengan umur maksimal 16 tahun atau kelas 3 sekolah menengah pertama), Gong Kebyar Dewasa Campuran(penabuhnya campuran antara pria dan wanita dewasa).

Seni Kekebyaran

Apabila diamati lebih jauh, tanuh lelambatan yang ditampilkan adalah tabu lelambatan klasik yang memiliki patokan atau uger-uger tertentu dan digarap dengan tehnik kekebyaran. Sedangkan untuk tabuh pepanggulan yang pernah ditampilkan adalah usaha untuk mebuat tabuh pepanggulan baru dengan referensi tabuh Gesuri (Genta Suara Revolosi) karya Bapak I Wayan Beratha. Dalam tabuh kreasi telah terjadi perkembangan yang sangat dratis di mana pembaharuan yang dilakukan sering membuat para seniman yang telah mapan dengan tradisi menjadi “makebyeng” (kaget dan tercengang), hal ini tercermin dari ungkapan seorang penabuh ketika mengikuti latihan.

Salah satu hal yang sangat menarik untuk dicermati sejalan dengan eksistensi gong kebyar dewasa ini adalah sikap penonton ketika menyaksikan FKG nampaknya globalisasi telah member pengaruh yang sangat besar terhadap penonton.

Harapan Ke Depan

Bagaimana dengan eksistensi Gong kebyar di masa yang akan dating? . masa yang akan dating merupakan masa yang belum kita alami. Masa dengan tantangan yang semakin kompleks. Masa depan adalah sebuah prediksi. Berdasarkan realitas dewasa ini, gong kebyar akan terus eksis dan berkembang.

Kesimpulan

  • Dari pemaparan di atas dapat di simpulkan bahwa Seni Kekebyaran Dewasa Ini dapat di artikan sebagai sesuatu bentuk atau jenis kesenian yang termasuk bidang seni pertunjukan yang memiliki ciri atau sifat “ngebyar”.
  • Gong kebyar merupakan salah satu bentuk gambelan Bali yang menggunakan laras pelog 5 nada. Pada awal pemunculannya di Bali Utara pada tahun 1915 (McPee, 1966), gong kebyar telah menyebabkan terjadinya kekagetan yang luar biasa. Salah satu sebab munculnya gambelan ini yaitu adanya “kebanggan berkompetisi” (competitive pride ) dari masyarakat atau seniman Bali.

Sejarah dan Makna Filosofis Tari “Legong Raja Cina”

Maret 22nd, 2018

Seni Tari adalah seni yang menggunakan gerakan tubuh secara berirama yang dilakukan ditempat dan waktu tertentu untuk keperluan mengungkapkan perasaan, maksud dan pikiran. Tarian merupakan perpaduan dari beberapa unsur yaitu wiraga, wirasa dan wirama. Tarian yang terdapat di Bali beragam jenisnya mulai dari tari tunggal sampai dengan tari berkelompok atau masal. Jadi pada kesempatan ini  akan dibahas mengenai tari Legong Raja Cina.

Tari Legong Raja Cina ini merupakan Akulturasi budaya dimana akulturasi disisni diartikan sebagai perbaduan antara dua  budaya atau lebih dan menghasilkan budaya baru tetapi unsur aslinya masih dapat kita lihat. Makna dari Tari Legong Raja Cina ini adalah terkait dengan akulturasi budaya Bali Cina yaitu untuk mengingat hubungan antara Bali dan Cina maka dibuatlah sebuah Tarian ini. Menurut bapak Agung Giri Putra ini dahulu sudah pernah ada Tari Legong Raja Cina ini Cuma keberadaannya dan tahun berapa itu tidak dijelaskan oleh almarhum bapak Agung Giri Putra ini dengan jelas. Sang narasumber atau anak dari almarhum bapak Agung Giri Putra ini menapsirkan tarian ini ada di atas tahun 30’an. Diperkirakan ada tahun 30’an ini karena dilihat dari jumlah penarinya yang berjumlah 3 orang, karena kalau tidak berjumlah 3 orang tidak akan bisa menarikan Tari Legong Raja Cina ini merurut narasumber. Menurut sang narasumber legong juga sudah ada sebelum rokondusi dia menjelaskan menurut cerita almarhum Bapaknya. Karena bapak Agung ini sudah meninggal maka Rekondusi bisa dijalankan waktu itu menurut narasumber yang saya wawancarai. Tetapi sang narasumber tetap ingin merekondusi untuk membangun tarian Legong ini karena pernah ada dan akhirnya sang narasumber melakukan penelitian tentang apa itu sebenarnya Raja Cina. Sang narasumber ini tidak pernah  menegenal yang namanya putus asa untuk membangun atau mengetahui apa sebenarnya maksud dari Raja Cina ini karena keinginan sang Narasumber adalah membangun kembali tarian ini. Nama Tari Legong Raja Cina ini adalah diambil dari cerita seorang raja Bali yang menikah dengan wanita Cina dan ini dijadikan pedoman utama oleh sang narasumber. Setelah menemukan inti dari cerita ini sang narasumber mulai membahas dan menganalisis bagaimana perannya, peran-peran apa saja yang dimasukan, membuat  strukturnya, menambahkan gending , dan melakukan latihan. Tokoh yang terdapat pada tarian ini yaitu ada Dewi Danu, Raja Jaya Pangus, Khang Ching Wei. Dan pada akhirnya Tari Legong Raja Cina ini pentas di Art Center pada acara Pesta Kesenian Bali pada tahun 2012.

Tari Legong Raja Cina ini dapat juga diambil dari cerita raja Jayapangus dengan istirinya Dewi Danu yang sudah lama menikah tetapi belum

dikaruniai seorang anak. Dan Raja  Jayapangus ini memutuskan unntuk melakukan persemedian di Gunung Batur dan akhirnya disana Raja Jayapangus beretemu dengan Khang Ching Wei. Setelah selesai melakukan persemedian akhirnya Khang Ching Wei dan Raja Jayapangus berbincang-bincang berdua disinilah Raja Jayapangus mulai tertarik dengan kecantikan Khang Ching Wei. Karena Dewi Danu merasa curiga dengan kepergian suaminya yang bertahun-tahun lamanya akhirnya Dewi Danu memutuskan untuk menyusul suaminya dan setibanya disana dilihatnya Raja Jayapangus dan Khang Ching Wei sudah menikah. Karena merasa kesal akhirnya Dewi Danu mengutuk Raja Jayapangus dan Khang Ching Wei menjadi barong landung.

  •  Iringan Tari Legong Raja Cina

Iringan tabuh dari Tari Legong Raja Cina menggunakan gamelan pelegongan. Gamelan pelengongan merupakan gamelan bali yang berlaras pelog 5 nada patet selisir yang umumnya dipakai untuk mengiringi tari Legong. Dalam lontar Catur Muni-muni gamelan ini disebut dengan semara petangian. Gamelan pelegongan merupakan  pengembangan dari gamelan gambuh dan semar pegulingan. Pada pementasan dalam acara PKB, tari Legong Raja Cina ini menggunakan gamelan Semara Pegulingan, karena tari Legong ini dipentaskan pada acara parade semar pegulingan. Semar pegulingan pun hampir sama dengan gamelan pelegongan hanya saja nada yang terdapat pada gamelan semar pegulingan  berjumlah 7 bilah. Ini pun tidak mengubah aturan atau pakem-pakem yang terdapat dari tarian Legong Raja Cina ini. Adapun Struktur atau susunan gending dari iringan Tari Legong Raja Cina ini meliputi, kawitan, ginem, pengawak, batel, pesiat, dan pengecet.

Semua data yang telah dijelaskan diatas itu diperoleh dari hasil wawancara dari Bapak Agung Giri Putra pada tanggal 17 Januari 2018 di rumah beliau sendiri atau di Puri Saba, Gianyar.

  • Kesimpulan

Filsafat seni adalah ilmu filsafat yang menyelidiki hakikat nilai-nilai estetis, yaitu nilai-nilai keindahan yang terkandung dalam alam dan karya seni dalam segala bentuk dan maknanya.

Tari Legong Raja Cina ini merupakan bentuk Akulturasi antara budaya Cina dan Bali,  dimana Akulturasi di sini dapat diartikan perpaduan antara dua budaya atau lebih dan menghasilkan budaya baru tetapi unsur yang terkandung di dalamnya masih bisa kita lihat. Dimana tarian ini diambil dari cerita Khang Ching Wei.

Iringan yang digunakan dalam tarian ini adalah gamelan Pelegongan. Dalam lontar Catur Muni-muni gamelan ini disebut dengan semara petangian. Gamelan pelegongan adalah barungan madya berlaras pelog 5 nada dengan patet selisir. Gamelan pelegongan merupakan pengembangan dari gamelan gambuh dan semar pegulingan. Struktur atau susunan gending dari iringan Tari Legong Raja Cina ini meliputi, kawitan, ginem, pengawak, batel, pesiat, dan pengecet. `

Tradisi Sakral “Ngaturang Ulu” Sasih Ke Nem Pura Puseh Pejeng

Maret 5th, 2018

 

Saya lahir dan besar di desa saya yaitu Desa Pejeng Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem. Disana terdapat tradisi unik yang sering disebut Ngaturang Ulu.Tradisi ngaturang ulu ini dilaksanakan bertepatan pada hari purnama keenam dimana bertepatan juga dengan upacara ngusaba gede yang dilaksanakan di pura puseh pejeng. Ulu yang dimaksudkan disini yaitu merupakan potongan kepala babi guling yang sudah di upacarai. Setelah selesai diupacarai, ulu tersebut diarak dengan diiringi tetabuhan baleganjur menuju ke pura puseh desa Muncan dan Bale Agung. Setelah sesampainya disana ulu tersebut ditempatkan pada pelinggih yang terdapat di Pura Puseh Muncan dan dilanjutkan dengan prosesi persembahyangan bersama yang bertujuan untuk memohon keselamatan seluruh masyarakat setempat.

Menurut sejarah turun temurun sebelum tradisi ini lahir , dahulu adik dari Raja Karangasem yaiitu I Gusti Gede Padang Serut yang tinggal di desa pejeng diperintahkan oleh kakaknya untuk menjadi pemimpin di sebuah desa yang bernama Muncan. Dalam memimpin desa Muncan beliau adalah orang yang tegas, berwibawa, baik, dan berkarisma. Pada suatu ketika I Gusti Gede Padang Serut terlibat pertikaian oleh kaum dari arya ( wangsa ) lain, dan terjadilah peperangan di desa Muncan tersebut. Akhir dari peperangan hebat tersebut dimenangkan oleh masyarakat atau pasukan yang dimpimpin oleh I Gusti Gede Padang Serut. Kondisi di Muncan pun menjadi aman, damai dan tentram berkat kempemimpinan dari Beliau.

Seiring berjalannya waktu, karena pernah memimpin dan menetap di desa Muncan, masyarakat desa Pejeng membuat suatu keputusan dengan membuat yadnya yang diberi nama “Ngaturang Ulu”. Ngaturang ulu dibuat untuk mengenang jasa Beliau yang pernah menjadi pemimpin di desa Muncan pada waktu itu.

Ulu yang berarti kepala, ketua, pemimpin, diatas. Ulu yang dimaksud adalah potongan kepala babi, alasan menggunakan kepala babi menurut kala itu adalah , babi dalam bahasa bali yang artinya bawi ( bawi ngaran bawa / wibawa) jadi, seorang pemimpin harus mempunya wibawa atau karisma.

Pada saat melaksanakan prosesi ngaturan ulu ini, seorang pemundut atau yang membawa ulu tersebut harus menggunakan :

  1. Topi yang terbuat dari kukusan ( alat menanak nasi )

Makna  : Kukusan adalah alat untuk menanak nasi, dan itu diartikan sebagai sumber dari merta atau makanan yang tidak boleh lepas dari kehidupan manusia.Kukusan berbentuk segitiga yang mempunyai arti, seorang pemimpin harus berlandaskan berdasarkan dari bagian Tri Kaya Parisudha ( wacika, kayika, manacika )

Wacika : berkata yang baik dan benar

Manacika : berfikir yang baik dan benar

Kayika : berbuat yang baik dan benar

  1. Memakai baju / jubah yang terbuat dari kaping

Makna : Makna dari memakai baju dari kaping / karung goni tersebut disini dikatakan sebagai pelindung, jadi artinya ialah, sebagai seorang pemimpin harus melindungi rakyatnya agar terhindar dari hal-hal negatif.

  1. Bunga Pucuk Bang ( kembang sepatu )

Makna : Pemimpin harus sebagai pemucuk atau yang terdepan, selain itu bunga pucuk juga melambangkan keberanian seorang pemimpin.

Selain Ulu ( kepala babi ), pada upacara ini terdapat juga sebuah sarana upakara yang berwadahkan seperti bakul yang dipikul oleh satu orang pemundut yang disebut Serundung. Pada Serundung ini terdapat semua hasil alam di desa Pejeng yang dihaturkan juga bersamaan dengan Ulu tersebut yang bertujuan memohon kesejahteran kepada Betara yang berstana di Muncan. Ada dua orang yang memikul serundung tersebut.Adapun isi di dalam Serundung ini adalah :

  • Godem
  • Bluluk ( buah enau )
  • Nasi sela
  • Jagung yang direbus
  • Onggar-onggar
  • Tuak

Demikian ulasan yang bisa saya tulis disini yang menjelaskan tentang tradisi Ngaturang Ulu di desa Pejeng tersebut, dan semoga tulisan ini bisa bermanfaat. Akhir kata saya ucapkan terimakasih.