Komposisi Tari SATYA ANALA

This post was written by ariswabawa on April 8, 2021
Posted Under: Tak Berkategori
  1. Latar Belakang 

Dahulu sekitar tar 800 masehi ada Raja Bali bernama Jayapangus yang bergelar Paduka Sri Maharaja Haji Jayapangus Arkaja Cihna/Lancana adalah seorang raja penguasa Bali Kuno yang menjadi simbol keharmonisan etnik dan asimilasi kebudayaan seperti halnya Bali dan Cina pada saat itu sehingga aman dan tentramlah Bali jadinya. Sebelum Dalem Jayapangus memperistri Dewi Danu, beliu menjadi penguasa atau memimpin jagat di Singa Duala yang sekarang disebut Dalem Puri. Pada saat itu beliu dalem Jaya Pangus sudah memiliki istri atau permaisuri, namun berkeinginan lagi untuk mencari istri. Nah ketika itu terdampar sebuah kapal dagang dari cina yang dimiliki oleh Cocomanira di Batu Klotok (sanur) yang diselamatkan oleh sebuah Kakua Blimbing atau Kuma Raja. Nah pada saat itu Cocomanira menghadap kepada sang raja bersama dengan istri dan anaknya yang bernama Kang Cing Wie. Disanalah rasa cinta sang prabu muncul.

Pada masa pemerintahannya, kehidupan masyarakat amatlah makmur. Kerajaan tenteram dari segi ketahanan militer hingga perdagangannya. Dari hubungan perdangan inilah rumor tentang kemakmuran kerjaan ini terdengar hingga negeri cina. Para saudagar Cina pun memutuskan datang dan menjalin hubungan pertemanan dengan  kerajaan yang diperintah oleh Sri Jaya Pangus. Dari hubungan ini, lambat laun Sri Jaya Pangus menemukan sorang wanita Cina pujaan hatinya. Wanita ini bernama Kang Ching Wie, putri seorang saudagar Cina yang kaya raya. Raja Balingkang ini akhirnya memutuskan meminang putri saudagar tersebut menjadi permaisurinya. Pinangan sang raja disetujui, hingga digelarlah upacara pernikahan yang amat megah. Seisi kerajaan dan seluruh rakyat ikut bersuka cita merayakannya.

Bertahun-tahun lamanya setelah pernikahan Sri Jaya Pangus dan Kang Cing Wie, kedua mempelai ini belum juga dikaruniai seorang anak. Ini membawa kesedihan yang amat mendalam pada pihak kerajaan dan seluruh rakyat Kerajaan Balingkang. Keadaan kerajaan saat itu menjadi sangat muram. Hampir tidak pernah diadakan perayaan ataupun acara-acara hiburan oleh kerajaan ataupun masyarakat. Hal-hal yang besifat hura-hura sengaja tidak dilakukan, untuk ikut berbela sungkawa atas kejadian ini.

Menurut lontar Catur  Murni disebut dengan gambelan Semara Aturu ini adalah barungan gamelan golongan madya yang bersuara merdu sehingga banyak dipakai untuk menghibur raja-raja pada zaman dahulu. Karena kemerduan suaranya, gambelan Semar Pagulingan ( Semar = samara, Pagulingan = tidur ) konon biasa dimainkan pada malam hari ketika raja-raja akan keperaduan (tidur). Kini gambelan ini biasa dimainkan sebagai sajian tabuh instrumental dan atau untuk mengiringi tari-tarian maupun teater.

Instrumen yang memegang peranan penting dalam Semara Pagulingan ialah Trompong. Trompong lebih menitik beratkan penggantian melodi suling dalam Gambuh yang dituangkan ke dalam nada yang lebih fix. Gending-gending yang dimainkan dengan memakai trompong, biasanya tidak dipergunakan untuk mengiringi tari. Di samping trompong ada juga 4 buah gender yang kadang-kadang menggantikan trompong, khususnya untuk gending-gending tari. Dalam hal ini Semara Pagulingan sudah berubah namanya menjadi gamelan Pelegongan. Instrumen yang lain seperti gangsa, jublag dan calung masing-masing mempunyai fungsi sebagai cecandetan ataupun untuk memangku lagu. Semara Pagulingan juga memakai 2 buah kendang, 1 buah kempur, kajar, kelenang, suling. Kendang merupakan sebuah instrumen yang amat penting untuk menentukan dinamika dari pada lagu.

Dari penjelasan diatas, keunikan dari cerita Balingkang tersebut menjadi satu inspirasi oleh penata untuk membuat sebuah tabuh legong. Keunikan dari dari cerita tersebut, menjadi salah satu bagian penting dalam pembuatan tabuh ini. Dengan menggunakan barungan gamelan semar pegulingan  diharapkan ide dan konsep tersebut dapat diterima di gamelan semar pegulingan.

Tujuan

Dalam menggarap karya ini, pastinya ada maksud, dan tujuannya, yaitu :

  1. Untuk menyelesaikan tugas ujian akhir semester mata kuliah garap musik iringan tari.
  2. Melatih diri untuk berkreatifitas di dalam gamelan semar pegulingan.
  3. Menguji kemampuan penata dalam menciptakan sebuah karya iringan tari.
  4. Melatih kreativitas penata dalam menciptakan karya baru dengan ide-ide yang cemerlang.
  5. Mampu mendeskripsikan dan mempertanggung jawabkan karya yang dibuat.
  1. Manfaat

Dalam menggarap karya ini, terdapat manfaat yang didapatkan, yaitu :

  1. Melatih diri untuk bisa bersabar dengan pendukung.
  2. Melatih diri untuk bisa berkreatifitas dengan sumber yang sudah tersedia..
  3. Melatih diri untuk bisa berkreatifitas membuat iringan tari.
  4. Dapat menjadi pengalaman dalam menciptakan suatu karya baru dan menambah wawasan di bidang seni karawitan khususnya musik iringan tari.
  5. Di dalam sebuah garapan ini, agar bisa bermanfaat bagi penata maupun masyarakat.
  6. Membuat penata lebih mampu menciptakan karya dengan ide-ide yang cemerlang.
  1. Data Sumber
  • Sumber Tertulis
  1. Bandem, Made. 2013. Gamelan Bali Di Atas Panggung Sejarah. Yogyakarta: Badan Penerbit STIKOM BALI.
  2. Dibia, Wayan. 1977. Pengantar Karawitan Bali. Denpasar: Proyek Peningkatan/Pengembangan ASTI Denpasar
  3. Dibia, Wayan. 2017. Kotekan Dalam Musik dan Kehidupan Bali. Denpasar: Bali Mangsi Foundation
  4. Kotekan Dalam Musik dan Kehidupan Bali oleh I Wayan Dibia tahun 2017 yang membahas tentang beberapa setruktur, pola dan teknik kotekan dan pemaknaan kotekan dalam kehidupan Bali.
  5. PRAKEMPA Sebuah Lontar Gamelan Bali oleh I Made Bandem tahun 1986 menjelaskan tentang empat unsur pokok yang ada dalam karawitan Bali.
  • Sumber Karya
  1. Audio Tari Legong Prasita, penata terinspirasi di bagian kawitan karya ini yang mengutamakan alunan melodi yang sangat harmonis. Karya ini menjadi inspirasi pada bagian kawitan musik tari Legong Satya Anala.
  2. Video Tari Legong Tri Sakti. Pada bagian pepeson, penata terinspirasi pada teknik pukulan gangsa bagian pepeson. 
  3. Video Legong Bawa penata terinspirasi di bagian transisi ke pengecet, penata olah lagi kedalam transisi ke pengecet Tari Legong  Satya Anala.
  4. Audio Tari Legong Atiprabandha penata terisnpirasi dari bagian penyalit ke pengawak penata olah lagi kedalam birama 4/4 pada bagian pepeson karya ini.
  5. Video Tari Legong Ngewayang dari kabupaten Gianyar penata terinspirasi dari permainan melodi di bagian pengecet yang penata tuangkan sebagian ke dalam transisi ke pengecet gending tari Legong Satya Anala.

PEMBAHASAN

  1. Ide Garapan

Terinpirasi dari cerita balingkang, mengisahkan tentang Raja Sri Jaya Pangus bersama permaisurinya, Kang Cing Wie, yang berasal dari negeri Tiongkok, dimana setelah sekian lama hidup bersama mereka belum dikaruniai keturunan, hingga akhirnya atas ijin Kang Cing Wie, Raja Jaya Pangus memutuskan untuk melakukan tapa yoga semadi ke Gunung Batur. Dalam perjalanannya ia bertemu dengan seorang putri yang sangat cantik yang bernama Dewi Danu. Raja Jaya Pangus berbohong kepada Dewi Danu dan mengatakan bahwa ia belum menikah dan masih perjaka. Atas pernikahan ini, lahir seorang putra bernama Mayadenawa. Karena tak kunjung pulang, Kang Cing Wie pun menyusul dan mencari suaminya ke Gunung Batur. Sesampainya disana Kang Cing Wie bertemu dengan Jaya Pangus dan Dewi Danu beserta seorang anak. Dewi Danu pun terkejut dan menjadi sadar ternyata selama ini suaminya berbohong. Kang Cing Wie mencoba untuk merebut suaminya kembali, pertengkaranpun tak terelakkan. Dengan penuh amarah Dewi Danu akhirnya ia mengutuk dan memusnahkan Raja Jaya Pangus dan istrinya Kang Cing Wie. Kerajaan pun berduka atas meninggalnya Raja dan Permaisuri mereka, sehingga sebagai wujud bakti dan cintanya pada raja dan permaisuri oleh para rakyatnya dibuatlah replika patung suami-istri (berkembang jadi Barong Landung) dan melakukan pemujaan. 

  1. Konsep Garapan 

Disini penata inspirasi akan membuat gending tari legong (tabuh dua). Yang di beri judul “Satya Anala” diambil dari kamus Sansekerta-Indonesia yang artinya Satya itu Setia dan Anala itu Api. Yang berartikan dalam cerita Balingkang satyanya berada di sifat Kang Cing Wie dan anala berada di sifat Dewi Danu. Penata mengabil karakter Kang Cing Wie untuk mendapatkan rasa bemain pada gamelan. Ada struktur tari yang akan di buat oleh penata, yang pertama ada kawitan, kedua ada pepeson, ketiga ada pengawak, keempat ada  pengecet, kelima ada pekaat. Instrumen yang digunakan adalah semar pegulingan saih pitu (7 nada). Penari yang akan menarikannya adalah perempuan sebanyak 3 orang.

Ada struktur gamelan digunakan oleh penata:

  1. 1 Buah trompong
  2. 4 Gansa pemade, 
  3. 2 Kantilan, 
  4. 1 Pasang jublag, 
  5. 1 Pasang jegog, 
  6. 1 Buah gong, 
  7. 1 Buah kemong, 
  8. 1 Buah gentorang, 
  9. 1 Buah kajar krenteng, 
  10. 1 Buah kecek, 
  11. 1 Pasang kendang krumpungan (lanang dan wadon). 
  12. 1 Buah rebab
  13. 3 Buah suling
  1. Garapan
  • Struktur Karya

Adapun struktur dari garapan ini terdiri dari 5 bagian yaitu, kawitan, pepeson, pengawak, pengecet, dan  pekaad:

Kawitan : menggambarkan suasana hati yang resah pada Kang Cing Wie yang bersandar di pelabuhan Bali dengan keluarga.

Pepeson : menggambarkan pandangan pertama raja Sri Japapangus dengan Kang Cing Wie yang sangat mempesona.

Pengawak1 : menggambarkan kesenangan kepada raja Sri Jayapangus karena cintanya di terima oleh Kang Cing Wie remaja putri layaknya bunga matahari yang selalu setia tumbuh menghadap ke arah sinar matahari yang dikemas dengan suasana yang romantic dan tenang. 

Pengawak 2: menggambarkan mempersiapkan penikahan raja dan putri Tiongkok dan warganya membatu persiapan nya.

Pengecet dan Pekaad : menggambarkan keanggunan dan kesetiaan dari raja Sri Jayapangus karena disini sudah menikah dengan suasana ceria.

  • Bagian

Bagian  I : bagian satu yaitu kawitan yang diawali dari teknik permainan instrument kendang lalu di ikuti oleh semua instumen, setelah instuemen kendang lalu di lanjutkan dengan ginem sedikit dengan terompong, pemade dan kantilan saling mengotek, setelah itu di lanjutkan ke ginem lagi sedikit dengan trompong.

Bagian II : bagian dua merupakan pepeson disini mulai cerita masuk dan semua bermain ada suatu kebyar di dalamnya bertempo sedang. Pada bagian ini semua instrument bermain bersamaan dengan teknik yang sama, seperti model gending Tari Legong Prasita pada  bagian bagian pepeson. Dalam pepeson memiliki pengulangan sebanyak dua kali. 

Bagian III : bagian tiga merupakan bagian pengawak ini ada 2 dengan melodi yang sama di ulang. Yang pertama permainan kebyar bersama lalu di susul dengan permainan kedang yang cepat, permainan kendangnya mencari jegog ke dua lalu bermain bersama dan diakhiri dengan gong dan lalu di lanjutkan engan kajar. Pengawak ke dua yaitu permainan kendangnya bermain pelan dan mengulang seperti pengawak pertama.

Bagian IV dan V: bagian ke empat merupakan bagian pengecet dan pekaad pada bagian ini menggunkan patet baro permainan jublag di pepet dan jegog juga. Diulang sebanyak tiga kali dan diakhiri dengan melodi yang pertama. Lalu melodi ini langsung dijadikan pekaad dengan teknik main yang sama.

KESIMPULAN

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Legong yang mempunyai gerakan khas yaitu cepat dan kuat. Hal ini dapat terlihat pada gerak-gerak yang ada didalam tari Legong. Gerak-gerak penari yang lincah, enerjik dan dinamis perpaduan antara gerak mata, kepala, tangan, badan dan kaki menghasilkan sebuah tarian yang mempesona. Dalam perjalanannya, fungsi pada suatu tarian dapat bergeser karena tuntutan dan kebutuhan pertunjukan. Tari yang diselenggarakan sebagai pertunjukan estetis senantiasa dikembangkan dengan variasi-variasi baru. Perubahan yang dimaksud ialah dalam pemendekan durasi melalui tindak pemotongan ataupun pemadatan beberapa bagian dalam struktur tarinya juga dalam bentuk pola lantainya. Perubahan itu terjadi karena keadaan, kebutuhan dan pesanan saat melakukan pertunjukan. Namun bagi Bulan walaupun Legong mengalami banyak perubahan, beliau tetap selalu berpegang kuat pada beberapa aturan atau pakem yang harus dipenuhi.

Link : https://youtu.be/0gUKm8JXtjQ

Comments are closed.

Previose Post: