Sejarah Pura Beji
Pura Beji di Desa Sangsit Kecamatan Sawan satu warisan peninggalan leluhur yang kini masih terjaga keasriannya. Sejak didirikan sekitar pada abad I5 silam pura ini memang di-empon oleh krama subak di desa setempat, namun dalam perjalanannya seluruh krama desa menjadi pengempon pura yang terletak di Dusun Beji, Desa Sangsit ini.
Tidak hanya pengempon-nya mengalami perubahan, namun pura ini juga menjadi satu daya tarik wisata. Setiap hari ada saja wisatawan asing berkunjung ke pura ini. Konon, kunjungan wisatawan yang tak pernah sepi ini karena wisatawan tertarik mengetahui bahwa di pura tersebut terdapat dua buah patung orang asing yang dikenali sebagai warga negara Belanda. Satu patung warga Belanda memegang gitar dan satu lagi memegang rebab. Dua patung ini terletak di kori agung menuju ke jeroan pura.
Tidak ada bukti tertulis yang memuat sejarah Pura Beji. Kondisi ini membuat tokoh masyarakat di Sangsit menyusun buku yang menceritakan sejarah pura. Buku ini ditulis dengan narasumber dari pengelingsir yang mengetahui sejarah Pura Beji. Selain itu, secara tata letak dan arsitektur pura juga sempat diteliti oleh salah satu tokoh masyarakat desa setempat.
Dari upaya itu terungkap bahwa Pura Beji sebenarnya bukan pura subak. Tetapi karena sejak didirikan sekitar abad 15 silam notabene krama di Sangsit merupakan petani, sehingga seolah-olah Pura Beji itu di-emong oleh krama subak saja. Sementara dari hasil penelitian menyebutkan bahwa berdasarkan tata letak pura itu sebelah utara komposisi pelinggihnya untuk krama subak, di tengah-tengah dibangun pelinggih yang masuk dalam kategori puseh dan di sebelah selatannya terdapat kelompok pelinggih jajaran. Ciri lainnya yang berhasil dikupas dalam penelitian ini adanya bangunan Bale Agung Saka Kutus yang biasa terdapat pada Pura Puseh pada umumnya.
Selama ini ada sebagian masyarakat di Desa Sangsit meyakini bahwa situasi Pura Beji Sangsit bukan hanya sebagai Pura Subak Beji, melainkan merupakan Cikabakal Pura Desa (dahulu disebut Desa Beji) terutama pada awal pembuatannya. Namun entah kenapa didalam perjalanan waktu situasi Pura ini berubah menjadi Pura Subak yang diempon oleh Rama Krama Subak Beji saja, sedangkan Pura desa yang sekarang diempon oleh masyarakat Desa Sangsit letaknya kurang lebih 500m dari Pura Beji, yang konon berasal dari Sanggah salah satu warga (keluarga Gusti) yang diserahkan kepada desa karena ceput (tidak ada keturunan).
Bila melihat tatanan Pelemahan dan usia ukiran Pura Beji maka keyakinan sebagai masyarakat Desa Sangsit akan Pura Beji mendekati kebenaran namun karena kurangnya informasi serta data yang mendukung tentang keberadaan Pura Beji maka sampai saat ini tidak ada masyarakat yang berani mengungkapkan dan mengatakan masalah ini kepermukaan. Di samping itu adanya rumor bahwa Pura Beji diperuntunkan kepada mereka yang punya sawah semakinn menyiutkan nyali sebagai masyarakat yang kebetulan tidak punya sawah pertanian untuk tangkil atau sembahyang atau mengaturkan bakti ke Pura yang merupakan Pura termegah di Desa Sangsit.
Kenyataan ini menyebabkan makin hari Pemedek yang tangkil ke Pura ini semakin sedikit, mereka hanya dari karma Subak Beji yang jumlahnya ratusan orang dan segelincir masyarakat lainnya yang merasa masih punya kaitan sejarah dengan Pura tersebut. Apalagi krama Subak makin hari makin berkurang jumlahnya seiring makin menciutnya luas lahan pertanian di Desa Sangsit, yang beralih fungsi menjadi lahan pemukiman.
Oleh karena itu sudah saatnya keprihatinan ini harus disikapi dengan mengadakan penelitian dan pengkajian untuk mengetahui keberadaan dan status Pura Beji didalam tatanan Pura Kahyangan yang ada di Desa Sangsit dengan maksud agar sebagai karma Desa Sangsit yang senangtiasa dikaruniai kesehjahteraan, kemakmuran, dan rejeki oleh Beliau yang berstana disana, tidak begitu saja melupakan keberadaan Pura Beji yang bukan tidak mungkin krama Desa Sangsit dimanapun berada. Sedangkan dilain pihak justru banyak wisatawan manca negara yang sangat antusias berkunjung dan mengagumi Pura ini sebagai mana karya leluhur yang Adi Luhung.
Karena keterbatasan data, maka jejak-jejak yang dapat dipakai untuk menapak tilas status Pura Beji ini, secara nyata dapat di lacak diantaranya dari tata letak pelemahan Pura terhadap wilayah Desa Sangsit (letak geografis), tatanan Arsitektur Pura yang terdiri Tri Mandala lengkap dengan ciri khas arsitektur Bali Utara yang sempurna, tata upacara piodalan yang beragam dan tradisi yang dilaksanakan serta informasi dari nara sumber yang dipercaya.
Letak Geografis Pura Beji
Pura Beji sesuai dengan namanya terletak di Dusun/Banjar Beji, Desa Pakraman Sangsit Dauh Yeh, Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng. Dusun/ Banjar Beji adalah salah satu dari 8 Dusun dan 7 Banjar adat yang ada di desa Pakraman Sangsit dauh yeh, yang menempati areal yang berbatasan dengan :
- Sebelah selatan adalah jalan raya Sangsit (jalan propinsi)
- Sebelah timur adalah Tukad Gelung (tukad Sangsit)
- Sebelah Barat adalah Banjar Tegal
- Sebelah Utara berbatasan dengan Dusun Pabean Sangsit dimana lokasi PPI dan pelabuhan rakyat berada
Di kawasan ini juga terdapat Pura Dalem Klod, yang orang menyebutnya sebagai Pura Dalem Purwa karena kekunoannya, juga ada Pura Segara yang terletak di Pantai Sangsit (wilayah Pabean Sangsit), Pura Pasupati Wong Aya yang sebelumnya disebut dengan Pura Kauh dan Pura Limascatu yang merupakan Pura Subak Beji di tengah sawah serta Setra Klod yang letaknya mengambil sisi klod kangin di pinggir Tukad Gelung.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa ada 2 Pura berstatus Pura Kahyangan desa yaitu Pura Dalem Klod dan Pura Segara, satu Pura Kahyangan diluar Tri Kahyangan Desa yaitu Pura Pasupati dan satu Pura yang berstatus Pura Subak yaitu Pura Limascatu. Sedangkan Pura Beji mengambil posisi di tangah-tengah dusun sebagai sentral dan tidak kalah pentingnya adalah adanya bangunan Bale Kulkul yang mengambil posisi Hulu.
Sedangkan Pura Dalem Kaja, Setra Kaja dan Pura Desa sekarang terletak di sebelah selatan dan barat banjar Beji. Posisi Setra Kaja dan Pura Dalem Kaja bila dilihat dari konsep arsitektur Bali (Asta Bumi) sepertinya tidak lazim, karena menduduki posisi hulu kaja, yang merupakan posisi tersuci pada tatanan arsitektur bali.
Bila diteliti tata ruang atau lokasi Pura-pura yang disebutkan diatas, seperti Pura Dalem Klod, menempati sisi klod (nista mandala atau teben), Pura Segara menempati posisinya sesuai dengan fungsinya yaitu di segara, Pura Limascatu terletak di sawah, sabagai Pura Subak, Pura Beji menempati posisi sentral dan Pura Pasupati sebagai Pura Kahyangan Desa menempati sisi barat, sehingga disebut dengan Pura Kauh, sedangkan bangunan Bale Kulkul yang menempati posisi hulu atau pojokan Catus Pata sangat mendekati dengan konsep tata ruang bangunan tradisional Bali Kuno. Sehingga dari sisi ini bias ditaksir kemungkinan Pura Dalem Kaja, Setra Kaja, dan Pua Desa sekarang dibangun jauh dibelakangnya, bukan merupakan satu kesatuan dengan yang di atas.
Tabuh longgoran
Cikal bakal lahirnya/ munculnya tabuh longgoran ini diperkirakan lahir bersamaan dengan perkiraan munculnya Gong Kebyar pada abad ke 19 kurang lebih pada tahun 1915 di Desa Bungkulan, Buleleng Singaraja,5, Gong Kebyar di gunakan membarung ( lomba/parade tetabuhan red.) di Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan Bulelengdan bahkan untuk lebih menguatkan lagi bahwa Gong Kebyar lahir di Desa Bungkulan.Tabuh longgoran sebagai salah satu sarana yang selalu harus ada didalam rangkaian ritual Upacara Dewa Yadnya, sebagai pengejawantahan suara Bajra sang Wiku atau Genta suara pitu Untuk sebagian umat saat melaksanakan persembahyangan ( mebakti ) tanpa alunan suara lagu-lagu longgoran yang dimainkan secara agung dan terasa ada atmosfir maghis, yang menentramkan hati, jika sudah lewat fase lagu-lagu yang ber-irama menyerupai lagu mars yang di bawakan kelompok marching band. Tabuh longgoran menurut beberapa penggiat pelaku tabuh Lelonggoran, bahkan salah satu dari pelaku tersebut adalah seorang cucu dari sang Maestro, I Gusti Bagus Suarsana yang kebetulan juga seorang seniman tabuh mengatakan :
Adalah I Gusti Nyoman Panji Gede (sudah moring acintya, Alm, red) yang pada saat menekuni, menggubah, mengajarkan tabuh longgoran pada anak didiknya di seantero desa Bungkulan juga di pelosok jazirah Buleleng yang di kenal dengan istilah Dauh Enjung ( kalopaksa,tangguwisia,anturan,tukad mugga, buleleng barat red.) dan Dangin Enjug,(Jinengdalem, Penarukan, sangsit, Jagaraga, menyali dan desa bungkulan buleleng timur red.) diperkirakan berusia 50 (lima puluh) tahun, sekitar tahun 1930 an. Beliau I Gusti Nyoman Panji Gede, selain piawai mengarang lagu secara otodidak, beliau juga piawai mengarang/ membuat lagu di tempat berlangsung acara mebarung ( perlombaan) ada salah satu karya beliau yang boleh dikatakan sangat sakral dan memiliki nilai maghis yakni gubahan tabuh yang diberi nama tabuh “ Sudha Mala.longoran di kenal di desa Bungkulan khususnya dan Buleleng bahkan Bali pada umunya. Dengan demikian jangan sampai masyarakat Buleleng sendiri terlebih masyarakat Bungkulan mendengar Tabuh longgoran sangat asing, bahkan jauh lebih akrab dengan aneka tabuh Lelambatan dan kreasi baru, bahkan musiknya Kitaro. Bahwa kita butuh apresiasi sah-sah saja.
Kini , dengan perjalanan waktu, tabuh longgoran, selain komunitas pengusung genre musik ini sudah mulai tergerus jaman, karena faktor alam, usia, segmen/pasar yang membutuhkan untuk eksisnya genre longgoran untuk tetap bertahan, ia semakin tergerus dan tergilas dengan aliran musik “kekebyaran” ber genre pop, maka Tabuh longgoran perlahan namu pasti akan semakin mengecil kerlip cahayanya di jagat karawitan Bali. Tabuh longgoran, kejayaan riwayatmu dulu, dan kini hanya sesekali masih dimainkan setidaknya di Pura Pemaksan komunitas sang Maestro I Gusti Nyoman Panji Gede,di Banjar Jero Gusti Bungkulan, Kecamatan Sawan Buleleng Singaraja Bali.
TARI WIRANJAYA
Tari Wiranjaya merupakan salah satu tari kekebyaran . Tari Kekebyaran meliputi berbagai jenis tarian tunggal, duet, trio, kelompok dan sendratari. Tari-tari ini dikelompokan sebagai Kekebyaran bukan hanya karena diiringi dengan gamelan Gong Kebyar, namun karena gerakannya yang dinamis dan bernafas kebyar. Oleh sebab itu, dalam kelompok ini terdapat Tari Lepas dan Sendra Tari. Tari Lepas adalah tari-tarian yang jangka waktu pentasnya relatif pendek, tidak berkaitan (terlepas-lepas) antara yang satu dengan lainnya, baik yang bercerita maupun tanpa cerita.( Tari kekebyaran, Bali Galang ).Tari Wiranjaya ini hampir sama dengan Tari Truna Jaya. Akan tetapi ada sedikit perbedaan yang membuat kedua tarian ini terlihat beda. Kesamaan yang terlihat meliputi gending – gending kekebyaran yang hampir sama, dan dari segi ragam geraknya pun hampir sama. Tarian Wiranjaya ini hampir tidak diketahui oleh masyarakat, karena kalah pamor dengan tari Truna Jaya.Namun jika tari ini dipentaskan, antusias masyarakat yang menonton terbilang cukup besar
Asal Mula Tari Wiranjaya
Diawali dengan sering diadakan kegiatan mebarung atau pertandingan Gong Kebyar di Buleleng antara Dangin Njung dengan Dauh Njung (antara Buleleng Barat dengan Buleleng Timur) yaitu antara desa Jagaraga ( Buleleng Timur) dengan desa Kedis (Buleleng Barat).Menurut I Putu Sumiasa bahwa kegiatan mebarung tersebut biasa dilaksanakan untuk memeriahkan acara gelar seni pada pasar malam, dan hari-hari kebesaran,17 Agustusan. Pada saat mebarung belum ada nama tari Trunajaya dan tari Wiranjaya, yang ada hanya tari Kebyar Buleleng, versi Dangin Njung dan Dauh Njung. Kemudian, sesudah ada tari Trunajaya dan Palawakya dari Dangin Njung yang diciptakan oleh I Gede Manik (alm), maka pementasan yang dilakukan pada saat mebarung hanya memetaskan 2 buah tarian saja yaitu Tari palawakya dan Tari Trunajaya
Desa dauh Njung pada awalnya jauh tertinggal dari Desa Dangin Njung, rasa bosan mulai dirasakan oleh masyarakata sekitar. Yang hanya bisa menonton dua buah tarian saja. Setelah itu muncul keinginan I Putu sumiasa bersama dengan Pamannya yang bernama I Ketut Merdana untuk membuat sebuah tarian yang digunakan untuk mewakili kesenian dari Desa Dauh Njumg, tarian ini dinamakan Tari Wiranjaya. Tari ini diciptakan pada tahun 1957, pada saat Bapak I Putu Sumiasa baru menyelesaikan Sekolah SMEA Negeri di Jogjakarta.
Dengan diciptakannya Tari Wiranjaya ini mengakibatkan tumbuhnya rasa bangga masyarakat Dauh Njung, karena pada saat kegiatan mebarungan, Desa Dauh Njung mempunyai tarian yang mewakilkannya. Pada saat itu Tari Palawakya dibawakan oleh Dauh Njung dan Dangin Njung sebagai tari pembuka, Untuk Tarian yang berikutnya yang dipentaskan adalah Tari Wiranjaya oleh Dauh Njung dan Tari Truna Jaya oleh Dangin Njung.
Untuk Tabuh atau gending Tari Wiranjaya juga diciptakan oleh I Putu Sumiasa bersama Pamannya. Tabuh dari Tari Wiranjaya ini mengadopsi kekebyaran Buleleng yang hampir sama dengan Tari Truna Jaya. Gerak Tarinya pun mengadopsi dari Tari Truna Jaya. Menurut I Putu Sumiasa . Bapak I Putu Sumiasa juga menuturkan bahwa pemakaian tabuh yang menyerupai Taruna Jaya karena ingin menunjukan kekentalan dari cirri khas kekebyaran Buleleng.
Tari wiranjaya tergolong kedalam tari bebancihan. Menurut Sumiasa menyebutkan bahwa synopsis dari Tari Wiranjaya sebenarnya tidak pernah dibuat. Beliau juga mengatakan pada awal penciptaan Tari Wiranjaya beliau tidak memikirkan cerita yang diangkat sebagai synopsis, synopsis itu ada karena pada saat beliau diundang untuk pentas di Taman Izmail Marzuki Jakarta tahun 1963. Dan disana beliau ditanyakan tentang sinopsisnya, segera beliau berfikir dan mengatakan, “ Tari Wiranjaya mengisahkan dua putra pandu yaitu Nakula dan Sahadewa yang sedang belajar memanah di Pasraman yang dikelola oleh Bhagawan Tamba Petra”.
Ragam Gerak tari Wiranjaya
Tari wiranjaya merupakan tari kekebyaran yang ditarikan oleh dua orang penari putrid. Struktur tarinya sama dengan tari Truna Jaya dan Tari bali pada umumnya. Adapun struktur tari dan ragam gerak Tari wiranjaya adalah
- Papeson
Tayung Truna Jaya, Agem kanan, Nyalud, nyogroh(nergah), Agem kiri, ngoyod, nabdab gelungan, ngunda, putar, ngeseh, gelatik nut papah.
Gerakan yang menjadi cirri khas Tari Wiranjaya pada bagian Papeson adalah :
– Gerakan nyogroh( nergah ) yang dilakukan kekanan ataupun kekiri dengan tangan dalam posisi agem dan satunya dalam posisi nepuk dada.
– Gerakan nabdab Gelungan yang dilakukan dengan kedua tangan, dengan telapak tangan menghadap keatas.
– Gelatik nut papah yang dilakukan setelah gerakan ngeseh yang hanya dilakukan sekali, kekanan, maupun kekiri, dengan posisi tangan nepuk dada.
- Pangawak
Nyalid, gelatik nut papah, agem, nyalud, ngeliput, ngepik, ngumbang, ngunda, putar, kebyar seperti Truna Jaya.
Gerakan yang menjadi cirri khas Tari Wiranjaya pada bagian Pangawak adalah :
– Ngumbang yang dilakukan menghadap blakang, dengan aksen nudnik menggunakan ujung kaki kiri.
– Gerakan ngunda yang dilakukan sambil berputar
- Pengecet
Ngoyod,ngeliput, putar, ngoyod, ngenjet, ngiluk, ngembat, duduk, agem, ngenjet, ngepik, ngeseh, tanjek panjang
Gerakan yang menjadi cirri khas Tari Wiranjaya dalam bagian pengecet adalah :
– Gerakan kaki seperti ngenjet yang digabung dengan gerakan menengok dengan posisi kipas ngepel.
– Gerakan ngoyod kekanan dan kekiri yang dilakukan dengan volume yang lebih besar, dengan gerakan mengenjet, posisi tangan seperti nabdab gelungan, dilakukan bergantian.
Kostum dan Properti
Adapun Kostum yang digunakan dalam tari wiranjaya adalah :
- Kepala
– Destar kuning yang diprada
– Kerucut
– Petitis
– Gruda Mungkur
– Lenter
– Rumbing
Pada bagian belakang destar dibentuk menyerupai gelungan baris yang berbentuk segitiga, dengan ujung destar dibawa diatas telinga diurai kebawah, bagian depan memakai petites, dan destar dibentuk seperti janggar dan pada bagian samping ditambahkan lenter.
- Badan
– Bapang ( Badong )
– Gelangkana atas
– Gelangkana bawah
– Sabuk prada
– Tutup dada
– Ampok – ampok
– Panah
Bapang yang digunakan menyerupai bapang tari bebancihan
Untuk panah yang dipakai adalah menyerupai tempat anak panah dan anak panahnya, di letakan dibelakang.
- Bagian Bawah
– Celana Kuning
– Kain kuning Prada
– Gelang kaki
Disini juga terdapat perbedaan dengan tari truna jaya, tari wiranjaya tidak memakai lelancingan kesamping, akan tetapi memakai kain dengan cara lelancingan depan, dan setengah dibawa kebelakang.
Properti yang digunakan adalah kipas atau kepet
I GEDE MANIK
I Gede Manik adalah seorang seniman besar asal Bali. Beliau adalah seorang seniman tabuh dan penari pertama dari Tari Kebyar Legong. Pada suatu saat, Gede Manik menunjukkan jati dirinya sebagai seorang kreator tari. Berorientasi dari tari Kebyar Legong yang sering dibawakannya, ia menggagas karya tari Kebyar Legong versi lain, lebih pendek durasinya namun tetap menunjukkan karakteristik tari yang dinamis. Tari yang bernuansa gelora taruna nan heroik ini tidak mempunyai nama, hanya dikenal sebagai tari kebyar Dangin Enjung. Pada suatu hari, tahun 1950, ketika ditampilkan di depan Bung Karno dan tamu-tamunya di sebuah hotel di Denpasar, presiden yang dikenal sebagai penyayang seni itu tak menyembunyikan ekspresi takjubnya terhadap pentas tari yang begitu energik dengan dukungan tatabuhan gamelan yang gegap membuncah. Soekarno kemudian memberi nama karya tari tersebut Tarunajaya, taruna yang digjaya.
Selain dalam seni tari, beliau juga sangat piawai dan lihai dalam memainkan kendang. Pengalaman berkeseniannya pun tidak hanya di dalam negeri
Karya-karyanya:
• Pada Tahun 1925: Menciptakan Tari PALAWAKYA Yaitu Tari yang menggabungkan gerak tari menabuh terompong sambil mewirama (membebasan).
• Pada Tahun 1946 : Alm Gede Manik Menciptakan Tabuh dan Tari TRUNAJAYA yang mengisahkan seorang pemuda yang menginjak Remaja dengan jiwa yang keras, emosional, enerjik dan lemah Lembut yang di tuangkan dalam bentuk gerakan tari TRUNAJAYA.
• Di samping menciptakan Tari Juga menciptakan Tabuh Singa Ambara Raja Dan Banyak Tabuh-Tabuh Lainnya yang di Bina di Buleleng sehingga dulu ada istilah Gong mebarung dangin jung dan dauh jung
Penghargaan yang pernah diperoleh:
• Anugrah Seni, 17 Agustus 1969 (Mendikbud) Mashuri
• Wija Kusuma, 30 Maret 1981 (Bupati Buleleng) Drs. I Nyoman Tastra
• Dharma Kusuma, 18 September 1981 (Gubernur) Prop. Dr. Ida Bagus Mantra
• Satya Lencana, 12 Agustus 2003 (Presiden RI) Megawati Soekarno Putri
DEFINISI KEBUDAYAAN
- Ki Hajar Dewantara: “Kebudayaan adalah buah budi manusia dalam hidup bermasyarakat”
- Koentjaraningrat, guru besar Antropologi di Universitas Indonesia:“Kebudayaan adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar”.
- Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
- Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
- Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
- R. Linton (The Cultural Background of Personality)Kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku dan hasil laku, yang unsur-unsur pembentukannya didukung serta diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu.
- Melville J. Herskovits, Kebudayaan adalah “ Man made part of the environment “ (bagian dari lingkungan manusia).
- Dawson (Age of The Gods), Kebudayaan adalah cara hidup bersama (culture is common way of life).
- V.H. Deryvendak, Kebudayaan adalah kumpulan dari cetusan jiwa manusia sebagai yang beraneka ragam berlaku dalam suatu masyarakat tertentu.
- Sultan Takdir Alisyahbana, Kebudayaan adalah manifestasi dari cara berfikir
- Dr. Moh. Hatta, Kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa
- Mangunsarkoro, Kebudayaan adalah segala yang bersifat hasil kerja jiwa manusia dalam arti yang seluas-luasnya
- Drs. Sidi Gazalba, Kebudayaan adalah cara berfikir dan merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan manusia yang membentuk kesatuan sosial dengan suatu ruang dan suatu waktu.
- Larry A. Samovar & Richard E. Porter, Kebudayaan dapat berarti simpanan akumulatif dari pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, pilihan waktu, peranan, relasi ruang, konsep yang luas, dan objek material atau kepemilikan yang dimiliki dan dipertahankan oleh sekelompok orang atau suatu generasi.
- Levo – Henriksson, Kebudayaan meliputi semua aspek kehidupan kita setiap hari, terutama pandangan hidup – apapun bentuknya – baik itu mitos maupun sistem nilai dalam masyarakat.
- Rene Char, Kebudayaan adalah warisan kita yang diturunkan tanpa surat wasiat.
- C. A. Van Peursen, Kebudayaan merupakan gejala manusia dari kegiatan berfikir (mitos, ideology, dan ilmu), komunikasi (sistem masyarakat), kerja (ilmu alam dan teknologi), dan kegiatan-kegiatan lain yang lebih sederhana.
- Dr. K. Kupper, Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.
- William H. Haviland, Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat.
- M. Jacobs dan B.J. Stern,Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi social, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan social.
- Francis Merill, Pola-pola perilaku yang di hasilkan oleh interaksi social Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai anggota suatu masyarakat yang di temukan melalui interaksi simbolis.
- Boundedetal , Kebudayaan adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya di antara para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan tentang kebudayaan yang di harapkan dapat di temukan di dalam media, pemerintahan, intitusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu.
- Mitchell (Dictionary of Soriblogy), Kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar di alihkan secara genetikal.
- Robert H Lowie, Kebudayaan adalah segala sesuatu yang di peroleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal.
- Arkeolog R. Seokmono, Kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan dalam penghidupan.
- Malinowskimengatakart bahwa kebudayaan merupakan kesatuan dari dua aspek fundamental, kesatuan pengorganisasian yaitu tubuh artifak dan sistem adat istiadat.
- Clifford geertz, mnegartikan kebudayaan sebagai sebuah sistem berupa konsepsi-2 yang diwariskan dalam bentuk simbolik sehingga dengan cara ini manusia mampu berkomunikasi, melestarikan, mengembangkan pengetahuan serta sikapnya terhadapkehidupan.
- Ralph L. Beals dan Harry Hoijermenyatakan konsep kebudayaan ialah mengenal pasti kelakuan yang biasa dipraktikkan, diperolehi melalui pembelajaran oleh sesuatu kumpulan masyarakat.
- Lucy Mair menyatakan bahawa kebudayaan ialah milik bersama sesuatu masyarakat yang mempunyai tradisi yang sama.
- Djojodigonomemberikan defenisi mengenai kebudayaan dengan mengatakan kebudayaan itu adalah daya dari budi, yang berupa cipta, karsa dan rasa.
- Ralph Linton ( 1839-1953 )memberikan definisi mengenai kebudayaan yaitu “ Man’s social heredi “ yang artinya sifat social yang dimiliki oleh manusia secara turun temurun.
- J.P.H. Dryvendafmemberikan pendapat mengenai definisi kebudayaan, bahwa kebudayaan itu adalah kumpulan dari letusan jiwa manusia sebagai yang beraneka ragam berlaku dalam suatu mansyarakat tertentu.
- W.H.Kellymemberikan sebuah definisi bahwa kebudayaan itu adalah sebuah pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia.
- Hofstede (1984)menjelaskan budaya adalah “pemrograman kolektif terhadap pikiran yang membedakan antara kelompok satu dengan lainnya.”
- kroeber dan KluckhohnBudaya terdiri dari pola, eksplisit dan implisit, dan untuk perilaku yang diperoleh dan dan ditularkan oleh simbol, yang merupakan prestasi khas dari kelompok manusia, termasuk perwujudan mereka di artefak, inti penting dari budaya terdiri dari tradisional (yaitu historis berasal dan dipilih) ide-ide dan terutama nilai-nilai yang melekat mereka, sistem kultur dapat, di satu sisi, dianggap sebagai produk dari tindakan, di sisi lain sebagai elemen pengkondisian tindakan lebih lanjut.
- Edward said: Kebudayaan adalah satu cara perjuangan melawan pemusnahan dan pelenyapan. Kebudayaan adalah suatu bentuk ingatan melawan penghapusan.
- FUAD HASSAN, 1998. Kebudayaan adalah suatu kerangka acuan bagi perikehidupan suatu masyarakat yang sekaligus untuk mengukuhkan jati diri sebagai kebersamaan yang berciri khas.
- Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
- C. Wisser, A.Davis & A. Hoebel, mereka semua mengartikan kebudayaan sebagai “Perbuatan yang pada dasarnya merupakan insting selanjutnya dimodifikasi / diperbaharui dan dikembangkan melalui suatu proses belajar”
- Harjoso, mengemukakan inti kebudayaan adalah 1. Kebudayaan yang terdapat didalam masyarakat berbeda antara satu dengan yang lain 2. Kebudayaan itu dapat diteruskan dan dapat diajarkan 3. Kebudayaan itu terjabarkan dari komponen-komponen biologis, psikologis, dan sosiologis dari eksistensi/keberadaan manusia. 4. Kebudayaan itu berstruktur atau mempunyai cara atau aturan