Gamelan Gong Gede merupakan seni karawitan, dimana perpaduan budaya lokal yang
sudah terakumulasi dari masa ke masa. Gamelan ini dinamakan gong gede atau besar karena
memakai sedikitnya 30 macam instrumen yang berukuran relatif besar. Dalam memainkan
gamelan Gong Gede melibatkan antara 40 sampai 50 orangpemain gamelan. Bentuk instrumen
gamelan Gong Gede ada dua jenis, yaitu berbilah dan juga berpencon. Gamelan Gong Gede
termasuk barungan ageng namun langka, karena ada di beberapa wilayah saja. Gamelan Gong
Gede pada umumnya dipakai untuk memainkan tabuh-tabuh lelambatan klasik yang cenderung
formal namun tetap dinamis, dimainkan untuk mengiringi upacara-upacara besar di pura (dewa
yadnya). Gamelan Gong Gede diduga mengalami puncak perkembangannya pada abad ke
XVI-XVII yaitu pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong. Abad tersebut dianggap
sebagai jaman keemasan kesenian Bali, dimana pada waktu itu banyak bermunculan berbagai
jenis seni pertunjukan tradisional baik berupa tari, karawitan dan pewayangan. Gong Gede
berlaras pelog lima nada, dengan patutan atau patet tembang. Adapun bentuk reportoar gending
Gong Gede adalah sebagai berikut:
- Gending Gilak
Gending Gilak atau Gegilakan terdiri dari bagian gending-gending kawitan dan
pengawak. - Gending Tabuh Pisan.
Gending ini terdiri dari bagian gending kawitan, pengawak, pengisep ngiwang,
pengisep, dan pekaad. - Gending Tabuh Telu
Gending Tabuh Telu terdiri dari bagian gending kawitan dan pengawak. Bentuk
reportoar tabuh pat, tabuh nem, dan tabuh kutus mempunyai bagian gending yang sama
yaitu kawita, pengawak, pengisep, dan pengecet. - Gending Pengecet
Gending seperti ini terdiri dari sub-sub bagian gending yang urutan sajiannya adalah
kawitan, pemalpal, ngembat trompong, pemalpal tabuh telu, pengawak tabuh telu.
Bentuk reportoar gending Gong Gede dapat ditentukan oleh jumlah pukulan kempul
dalam satu gong, misalnya tabuh pat, ada 4 pukulan kempul dalam satu gongan pada bagian
gending pengawak dan pengisep. Demikian juga pada bentuk gending tabuh pisan, tabuh telu,
tabuh nem, dan tabuh kutus. Tabuh telu, tabuh pat, dan yang sejenisnya termasuk ke dalam
kategori tabuh Lelambatan. Tabuh Lelambatan adalah jenis tabuh gong dengan irama yang lamban. Namun irama yang lamban bukan hal yang mutlak pada tabuh lelambatan, karena
istilah lambat digunakan untuk memberi nama kepada jenis-jenis lagu komposisinya yang
panjang. Spesifikasi atau cirikhas tersendiri dimana penekanan pada istilah lelambatan yang
mencerminkan sebuah identitas yang kuat. Kata lelambatan berasal dari kata lambat yang
berarti pelan dan mendapat awalan Le dan akhiran An yang kemudian menjadi Lelambatan
yang berarti komposisi lagu yang dimainkan dengan tempo dan irama yang lambat atau pelan.
Gamelan yang berlaras pelog lima nada, yang biasanya dipergunakan untuk menyajikan tabuh-
tabuh lelambatan adalah gamelan Gong Gede. Secara khusus tabuh-tabuh lelambatan adalah
merupakan repertoar dari barungan Gamelan Gong Gede.
Pada umumnya saat mendengar istilah lelambatan, seseorang dapat beranalogi ke
tabuh-tabuh pegongan, yang biasanya sering disajikan dalam barungan gamelan Gong Gede.
Menurut para seniman bahwa dalam menyajikan tabuh-tabuh lelambatan ada istilah
megending. Istilah megending digunakan dalam menyajikan tabuh pat, tabuh telu, tabuh kutus,
dan tabuh nem. Tabuh telu dapat dibagi menjadi 2, yaitu tabuh telu ganda dan tabuh telu
tunggal. Pada tabuh telu ganda tetap memakai struktur gending kawitan, pengawak, pengisep,
dan pengecet dengan melodi yang berbeda. Namun pada tabuh telu tunggal yaitu melodi dari
gending pengawak tersebut langsung dijadikan pengawit. Contohnya gending buaya mangap.
Pada umunya gending-gending yang digunakan pada Gamelan Gong Gede memakai teknik
kekenyongan.
Video dapat disaksikan di 🔽