Bentuk dan Fungsi Tabuh Serta Tari Legong Raja Cina

Legong raja cina adalah tarian legong yang mengangkat tema dari cerita Kang Cing Wie atau cerita hubungan antara Raja Bali dengan anak raja cina yaitu Kang Cing Wie ( cerita sejarah barong landung). Tari lengong raja cina direkontruksi pertama kali pada tahun 2012 oleh I Gusti Agung Ngurah Giri Putra S.sn dari perintah ayah beliau yaitu I Gusti Ngurah Serama Semadi S.sp.,M.si. pada saat ingin merekontruksi tari legong raja cina, I Gusti Agung Ngurah Giri Putra S.sn belum tau persis dan belum ada bayangan tentang tabuh dari legong raja cina tersebut. Akhirnya ayah beliau I Gusti Ngurah Serama Semadi S.sp.,M.si menanyakan gending lengong raja cina tersebut kepada Pak Brata (alm). Ternyata beliau memiliki catatan tentang gending tari legong raja cina akan tetapi catatan tersebut tidak lengkap. Catatan tersebut hanya berisi pengawak legongnya saja. Akhirnya dari hal tersebut, I Gusti Ngurah Serama Semadi S.sp.,M.si membuat gending tari legong raja cina yang tidak lengkap tersebut. Setelah jadi, akhirnya legong raja cina itu direkontruksi kembali dengan bentuk iringan tabuhnya mengambil gaya pelegongan saba. Dari motif kendang dan dari rasa gending tersebut semua mengambil gaya pelegongan saba. Begitu juga dengan tarinya, gerakan tari legong raja cina yang di rekontruksi mengambil gaya dari legong saba yang sudah mempunyai ciri khas tersendiri, dari bagian pengawak sampai bagian akhir mengadopsi gaya pelegongan saba. Yang menjadi identitas daritari legong raja saba yaitu barong landung. Pada saat rekontruksi ada sedikit perdebatan mengenai identitas barong landung yang akan dituangkan kedalam tari legong raja cina tersebut. I Gusti Ngurah Serama Semadi S.sp.,M.si mengatakan beliau tidak ingin mengisi tambahan property barong landung dalam tari legong tersebut. Beliau ingin gerakan barong landung tersebut di transfer ke dalam tari legong cina dengan maksud untuk menjadikan barong landung sebagai identidas dari tari legong raja cina tanpa menggunakan property yang berlebihan. Akhirnya pendapat tersebut diterima dan langsung dituangkan kedalam tari legong raja cina. Setelah proses yang panjang akhirnya tari legong raja cina slesai direkontruksi. Diliat dari segi bentuknya, legong raja cina memiliki bentuk dan struktur gending yang hampir sama dengan tari legong pada umumnya, yang membedakannya hanyalah ciri khas pelegngan saba yg dituangkan ke dalam legong raja cina tersebut serta identitas yang sangat melekat pada legong raja cina yaitu barong landung sebagai ide cerita dari legong tersebut. Sedangkan dilihat dari fungsinya, setelah di rekontruksi, legong raja cina pernah di pentaskan di acara oesta kesenian bali ( PKB ) dan legong raja cina juga sering dipentaskan di acara- acara yang ada di puri saba sebagai sarana hiburan.

SEJARAH GAMELAN ANGKLUNG DI BANJAR UMAKEPUH BUDUK, MENGWI, BADUNG

Gamelan angklung adalah Gamelan khas bali yang sering digunakan dalam  prosesi/upacara kematian. Gamelan angklung menggunakan laras selendro dan tergolong  barungan madya yang di bentuk oleh instrument berbilah dan berpencon dari krawang, Di Bali Selatan Gamelan ini hanya menggunakan 4 (empat) nada sedangkan di Bali Utara menggunakan 5 (lima) nada. Berdasarkan konteks penggunaan Gamelan ini serta materi tabuh yang dibawakan angklung dapat dibedakan menjadi :

  1. Angklung klasik : Di mainkan untuk mengiringi upacara (tanpa tari-tarian)
  2. Angklung kebyar : Di mainkan untuk mengiringi pegelaran tari maupun drama. Satu barung Gamelan angklung biasa berperan sebagai keduanya, karena sering kali menggunakan penabuh yang sama. Di kalangan masyarakat yang luas Gamelan ini di kenal sebagai pengiring upacara Pitra Yadnya(ngaben). Di sekitaran Denpasar dan beberapa tempat lainnya, penguburan mayat di iringi dengan Gamelan angklung yang menggantikan fungsi Gamelan gong gede yang di pakai untuk mengiringi upacara Dewa Yadnya (odalan) atau juga upacara lainnya. Gamelan angklung 4(nada) ini juga terdapat di Banjar Umakepuh, desa Buduk, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung. Dengan tugas ini saya akan menjelaskan eksistensi dari gamelan angklug tersebut.

SEJARAH GAMELAN ANGKLUNG DI BANJAR UMAKEPUH BUDUK,MENGWI, BADUNG

Menurut narasumber yang saya wawancarai “Drs I wayan Selat Wirata Spd, Br umakepuh, Buduk, Mengwi, Badung” mengatakan bahwa gamelan angklung yang terdapat di Banjar tersebut dibeli pada tanggal 20 januari 1997. Awal mulannya di banjar tersebut ada suatu partai yang berjanji akan membelikan satu barung gamelan jika calon partai tersebut menang dalam pemilihan. (Drs I wayan Selat Wirata Spd, 3 november 2017)

Dari saat itulah tokoh pengurus dari banjar melakukan musyawarah dengan kerama banjar. Dari keputusan rapat tersebut bahwa gamelan angklung lah yang di setujui dari krama banjar untuk dipilih yang diajukan kepada calon partai tersebut. Seiring jalannya waktu tibalah pada hari pemilihan, karena semangat krama banjar untuk selain memenangan calon partai dan yang lebih pentingnya mendapatkan satu barungan gamelan angklung untuk melestarikan seni budaya. Dan terwujudlah apa yang sudah di janjikan oleh calon partai tersebeut, karena calon tersebut menang bersih di Desa Buduk yang khususnya di banjar Umakepuh. Banjar tersebut pertama kali memiliki gamelan angklung pada saat itu. Dan dari saat itulah krama banjar membentuk sekhe angklung yang beranama “ Sekhe Angklung Kelanguan”.

Ciri – cirri gamelan angklung yang terdapat di Banjar Umakepuh Buduk, Mengwi, Badung dari awal sampai sekarang masih sama untuk bentuk pelawahnya, dan hanya ada perbaikan suara pada bilah di setiap instrument

 

Halo dunia!

Selamat Datang di Blog Institut Seni Indonesia Denpasar. Ini adalah post pertama anda. Edit atau hapus, kemudian mulailah blogging!