1. Sejarah Berdirinya Gong Kebyar Di Desa Pekraman Peninjoan, Kec. Tembuku, Kab. Bangli
- Tujuan Penulisan
Pembuatan tulisan ini bertujuan tiada lain agar para generasi di desa peninjoan tetap tahu sejarah awal adanya gong kebyar di desa peninjoan, selain itu kita juga dapat mengukur perkembangan gong kebyar yang ada di desa peninjoan apakah perkembangannya maju ataukah menurun. Dapat juga kita tahu siapa-siapa saja yang berperan penting dalam adanya gong kebyar di desa peninjoan. Tapi sebelum saya menulis tentang ini mungkin tidak ada banyak yang bisa saya tulis karena gong kebyar di desa peninjoan ini ada baru dari tahun 80-an sehingga sejarahnya pun sangatlah sedikit sehingga saya minta maaf atas segala kekurangan dalam tulisan saya ini.
A. Keterangan Beberapa Tokoh Yang Berperan Dalam Pengadaan Gong Kebyar Di Desa Pekraman Peninjoan
- Alm. I Nengah Murdi
Menurut wawancara saya dengan I Made Degdeg, 75th ( Mantan kelian di Desa Pekraman Peninjoan) hari minggu 29 september 2013, Alm. I Nengah Murdi sangatlah berperan dalam adanya Gong Kebyar di Desa Peninjoan. Berawal dari kepeminpinan I Nengah Murdi pada saat itu sekitar tahun 1985 hampir semua desa-desa tetangga sudah memiliki Gong Kebyar sedangkan Di Desa Pekraman Peninjoan belum. Setip ada Wali atau odalan di Pura Puseh Desa Peninjoan selalu mengundang sekhe gong dari luar desa tersebut terutama Desa Pekraman Manikaji agar bisa ngayah menabuh dalam odalan tersebut. Dari permasalahan itulah Alm. I Nengah Murdi mengadakan parum atau rapat dengan seluruh masyarakat untuk membicarakan akan membeli gong kebyar, tetapi ada satu permasalahan lagi yang muncul yaitu uang kas di desa tidak cukup untuk membeli gong kebyar dan juga masyarakat pada jaman itu ekonominya juga kurang sehingga kalau urunan lagi untuk membeli gong tersebut sekiranya masyarakat tidak sanggup. Maka dari itu Nengah Murdi memutuskan untuk menjual tanah labe desa ( milik Desa) berupa sawah yang berluas 25are, hasil penjualan tanah tersebut akan di gunakan untuk membeli Gong kebyar dan sisanya di simpan untuk kas desa. Walaupun ada dua atau tiga orang tidak setuju namun karena sebagian besar masyarakat setuju akhirnya Nengah Murdi menjalankan rencana untuk menjual tanah tersebut. Dari hasil penjualan tanah tersebut di dapatlah uang sebesar 50 juta, saat itu juga langsung beliau pergi ke Tihingan Klungkung untuk mempertanyakan berapa harga satu barung gong kebyar setelah terjadi tawar menawar akhirnya dikasi harga satu barung itu sebesar 38 juta rupiah namun pelawahnya tidak di ukir atau yang disebut lelengisan. Waktu itu Nengah Murdi tidak langsung memesan tetapi beliau mengadakan rapat lagi sekali untuk menyampaikan bahwa dikasi harga 38juta untuk satu barung gong kebyar. Mendengar seperti itu masyarakat langsung setuju dan menyuruh langsung saja membelinya. Kesokan harinya Nengah Murdi bersama kasinoman langsung memesan gamelan Gong kebyar tersebut.
Setelah menunggu sekitar 2 bulan akhirnya sebarung gamelan gong kebyar itu pun selesai dan dibawakan sampai di balai banjar Desa Pekraman Peninjoan. Masyarakat sangat antosias menoton gamelan yang baru datang terebut serta mereka bertanya-tanya apa nama dari masing-masing instrument yang ada pada Gamelan Gong Kebyar terebut kepada pande yang membawakan gamelan itu. Masing-masing instrument dalam Gong Kebyar waktu itu adalah:
- 2 buah (sepasang) Gong lanang wadon
- 1 buah kempur
- 1 buah bebende
- 1 buah kemong
- 4 buah kantil
- 4 buah gangse pemade
- 1 buah giying/ugal
- 1 buah kajar
- 2 buah (sepasang) kendang cedugan lanang wadon
- 1 buah (tungguh) terompong
- 1 buah (tugguh) reong
- 1 buah kecek
- 4 pasang ceng-ceng besar
- 1 buah tawa-tawa
Setelah gong sudah ada tetapi sayang sekhenya belum ada. Maka dari itu Nengah Murdi membentuk sekhe dari butbutan ( mengambil) orang-orang yang hobi di bidang megambel, dan setiap satu pekarangan harus ada satu orang yang ikut dalam sekhe gong. Tapi di Desa Pekraman Peninjoan sekhe gong tidak memiliki struktur kepengurusan namun langsung di organisir dari desa pekraman tetapi sekhe gong di peninjoan ini sering di sebut Pengiring (karena di anggap mengiringi setiap Ida Betara melasti maupun kalau ada odalan). Setelah sekhe terbentuk barulah mencari pelatih-pelatih salah satunya dari Lepang Klungkung yag mengajarkan tabuh-tabuhh lelambatan klasik seperti tabuh pat semarandhana, ada juga peatih dari Demulih Bangli yang mengajarkan tabuh pat gari, prianom, tabuh telu dll. Karena keuletan blajar menabuh sehingga sekhe gong ini tidak jarang diminta untuk ngayah ke pura di banjar lain. Bahkan sekitar awal tahun 1985 di Desa Pekraman Peninjoan dapat membuat drama gong dengan Pembina tari alm.I Nengah Murdi sendiri sedangkan pembina tabuh mencari dari luar, drama gong tersebut lumayan sukses dan di gemari bahkan jug adapt pentas ke luar banjar atau ke luar daerah seperti daerah Karangasem. Beigutal jasa alm I Nengah Murdi sebagai penggagass adanya Gong Kebyar di Desa Pekraman Peninjoan.
- Alm. Sang Alit Suteja
Menurut wawancara dari narasumber yang sama, alm. Sang Alit Suteja juga berperan dalam Gong Kebyar yang ada Desa Pekraman Peninjoan.
Setelah usainya kepeminpinan alm. I Nengah Murdi di Desa Pekraman Peninjoan, drama gong pun sudah mulai lapuk bahkan boleh dibilang punah. Pada tahun 2000 saat alm. Sang Alit Suteja menjadi Bendesa Adat. Di lihat keadaan plawah Gong Kebyar sudah sangat lapuk bahkan ada yang sudah tidak layak pakai. Dari keadaan tersebutlah beliau melakukan rapat untuk mengganti plawah gamelan tersebut kebetulan waktu itu desa memiliki kas untuk membeli pelawah. Masyarakatpun setuju dan akhirnya pelawah gong kebyar itu di ganti dengan pelawah yang di ukir dan di prade. Setelah itu sekhe gong lebih semangat lagi megambel dan ngayah-ngayah di pura.
2.Perkembangan Gamelan Gong Kebyar Di Desa Pekraman Peninjoan Saat Ini.
Perkembangan Gong Kebyar di Desa Peninjoan memiliki perkembangan yang pasang surut, puncak kejayaannya adalah pada tahun 2011 lalu bahwa sekhe gong anak-anak Sanjiwani Desa Pekraman Peninjoan mewakili Kabupaten Bangli dalam event Parade Gong Kebyar anak-anak Pesta Kesenian Bali (PKB). Itu semua bermula tahun 2009 dari dana pesraman kilat program pemerintah Provinsi Bali di Desa peninnjoan membentuklah sekhe gong anak-anak, yang di prakarsai oleh Sang Anom Subadra ( Bendesa pada saat itu). Mulailah sekhe gong anak-anak ini berlatih dari nol dengan susah payah yang pelatihnya bernama Dewa Nida. Mungkin karena suatu alasan di tengah perjalanan latihan beliau berhenti menjadi pelatih, itu membuat sekhe gong anak-anak semangatnya menurun bahkan latihan dapat berhenti hingga berbulan-bulan. Menanggapi hal itu oleh Bendesa pada waktu itu saya di printahkan untuk menghadap ke dinas Kebudayaan dan Pariwisata kab. Bangli utuk mendapatan pelatih yang bisa membibing anak-anak istilah balinya ngempu agar kedepanya bisa mengikuti ajang bergengsi Parade Gong Kebyar anak-anak.
Setelah mendapat perintah, saya dan ayah saya langsung menghadap ke Dinas Budpar Kab. Bangli, dari petunjuk di sana saya di suruh menghubungi AA Gd Dalem dari tatiapi Gianyar yang saat itu bekerja menjadi guru di SMK Seni Bangli. Kemudian saya langsung menemui beliau , dengan sedikit bujukan akhirnya beliau bersedia menjadi Pembina Sekhe gong anak-anak di Desa Peninjoan. Dengan mencari duase(hari baik) sekhe gong anak-anak- sanjiwani mulai berlatih lagi, pertama yang di berikan adalah iringan tari telek, dan berlanjut ke gending-gending lain. Dengan berjalannya waktu skhe gong anak-anak sanjiwani pun dapat memainkan beberapa gending dan bisa ngayah-ngayah di pura.
Awal tahun 2011, karena sekhe gong anak-anak sanjiwani di lirik mampu dan sudah memenuhi syarat untuk mewakili Kabupaten ke ajang parade gong kebyar anak-anak PKB, akhirnya di pilihlah sekhe gong anak-anak Sanjiwani mewakili Bangli ke ajang tersebut. Dari dana yang ada karena merasa gong di desa masih kurang dibelikanlah lagi kekurangannya yaitu 2 buah Penyahcah dan 9 suling meliputi 8 suling besar dan 1 suling kecil sehingga Gong Kebyar di desa pekraman peninjoan saat ini sudah sangat lengkap.
Dari latihan secara susah payah selama 4 bulan sekhe gong anak-anak Sanjiwani tampil di panggung terbuka Ardha Candra art center Denpasar mebarung melawan duta dari Kab. Badung, dengan materi: Tabuh Kreasi Pepanggulan “Jagir Kintamani” , tari legong Guak Macok, Tari Kreasi baru yang berjudul Tari Tirta Sanjiwani, dan dolanan yang berjudul mebuncul-bunculan. Usai penampilan tersebut sekhe gonganak-anak sanjiwani mendapatkan banyak pujian dari kalangan masyarakat maupun seniman bahwa penampilannya sangat baik tanpa adanya kekurangan dan disuruh agar dapat mempertahankan sekhe ini supaya tetap aktif sehingga bisa menjadi pewaris sekhe gong di Desa Pekraman Peninjoan.
Begitulah sejarah Gong Kebyar Di Desa Pekraman Peninjoan sampai saat ini bisa memiliki instrument yang lengkap bahkan juga sudah menpunyai generasi sekhe gong, yakni sekhe gong anak-anak sanjiwani. Mengenai struktur organisasi, karena skhe gong di desa pekraman Peninjoan langsung berada di bawah desa pekraman sehingga sekhe gong tidak memiliki organisasi yang khusus.
Demikianlah sejarah Gong Kebyar di Desa Pekraman Peninjoan yang bisa saya sampaikan, mohon maaf apabila ada kekurangan yang tentunya tidak saya sengaja.
- Daftar informan
- I Made Degdeg, 75 tahun (mantan kelian di Desa Pekraman Peninjoan)
- I Nyoman Purnayasa, 45 tahun ( Mantan Bendesa Adat Desa Pekraman Peninjoan sekaligus tokoh kesenian di Desa Pekraman Peninjoan)
1. Masa Kecil I Nengah Murdi
I Nengah Murdi di lahirkan di Desa Pekraman Peninjoan, Kec Tembuku, Kab Bangli pada tanggal 31 desember 1922, beliau adalah anak semata wayang dari pasangan I Nengah Sampun dan Ni Nyoman Selisir. Menurut I Made Degdeg salah satu nara sumber saya sekaligus adalah teman beliau sejak kecil, dahulu masa kecil I Nengah Murdi sangat lah kelam selain pada jaman itu masih di bawah penjajahan belanda beliau pada masa kecilnya adalah anak yang sakit-sakitan, baru dari umur kurang lebih 5 tahun kondisi beliau mulai mebaik dan tidak sakit-sakitan lagi. Nengah Murdi waktu kecil adalah anak yang kalem dan penurut makanya hampir seluruh masyarakat di desa peninjoan menyayanginya (tutur, I Made Degdeg)
2. Masa Pendidikan
Seiring I Nengah Murdi tumbuh, menurut wawancra dari Desak Rai Susu
n (salah satu narasumber saya sekaligus adalah penari didikan I Nengah Murdi) hari minggu 29 september 2013, pada saat I Nengah Murdi berumur kurang lebih 10 tahun pemerintah mengadakan yang di sebut dengan SR (sekolah rakyat) atau setaraf SD kalau sekarang . disanalah beliau menuntut ilmu selama 3 tahun, bulan juli tahun 1935 beliau menamatkan sekolahnya saat itu mendapatkan rengking terbaik di antara murid-murid yang lain.
3. Masa Remaja
Pada masa remaja I Nengah Murdi berumur sekitar 19 tahun, saking kerasnya kehidupan pada zaman itu akhirnya dari perintah I Nengah Sampun( ayah Nengah Murdi) beliau belajar bela diri yang di sebut Pencak Silat Bali, dari pencarian selama berbuan-bulan akhirnya beliau mendapatkan guru yang handal dari desa Gobleg kabupaten Singaraja. I Nengah Murdi belajar di sana selama 2 tahun sampai beliau mahir dan menguasai jurus-jurus pencak silat tersebut. Beliau pulang ke rumah dengn penampilan yang gagah dan menjadi orang yang sangat di takuti, sehingga beliaupun menuru
nkan ilmunya kepada semua pemuda di Desa Peninjoan (salah satu muridnya adalah I Made Degdeg nara sumber saya) termasuk juga melatih ke Desa-desa lain juga ke luar daerah yaitu di Menanga Karangasem. Begitulah masa remaja Nengah Murdi yang di jalani dengan penuh pengabdian.
4. Karya di Bidang Kesenian
Menurut I Made Degdeg dan Desak Rai Susun, Berkicimpungya Nengah Murdi di bidang kesenian khususnya seni tari berawal dari Wahyu yang di sampaikan lewat pemangku oleh Ida Betara Bayu Sesu
hunan di Pura Dalem Agung Tampuagan yang berupa Hanuman, “bahwa wayang wong di desa peninjoan harus di lestarikan kembali karena sudah bertahun-tahun fakum karena tidak adanya generasi penarinya. Dari hal tersebutlah masyarakat di desa peninjoan meminta I Nengah Murdi untuk berlatih menari agar bisa mengajarkan masyarakat tarian wayang wong tersebut. Sekitar awal tahun 1943 Nengah Murdi mulai berguru di desa Tulikup Gianyar, yang di ajarkan adalah tarian patih serta tarian laki-laki yang lainnya dan berlanjut kepada tarian wanita yaitu tari galuh, dan condong klasik dan selebihnya beliau belajar secara otodidak. Setelah sekian lama
berlatih akhirnya Nengah Murdi pada saat itu berumur 23 tahun bisa menguasai semua tarian di Wayang Wong tersebut, mulailah beliau membangun kembali wayang wong yang ada di desa peninjoan dengan susah payah. Menurut Made Degdeg, Nengah murdi adalah sosok guru yang tegas dan disiplin bahkan beliau sampai membawa rotan untuk memukul kalau muridnya ada yang tidak
disiplin dalam berlatih. Seiring waktu akhirnya wayang wong di desa peninjoan pun mulai ajeg karena murid-murid Nengah Murdi sudah mampu menarikan tarian-tarian dalam wayang wong tersebut namun ada satu peran yang tidak ada bisa di tarikan oleh para murid yaitu peran Dewi Sintha dalam wayang wong, dan Nengah Murdi Pun mengambil peran tersebut. Selain Pentas di Pura Dalem Agug Tampuagan wayang wong ini juga diundang pentas(ngelawang) ke desa-desa lain dan juga ke daerah Karangasem seperti: Rendang, sidemen, Ban, Panek, dll. Yang pada zaman itu untuk mencapai tempat pentas dengan berjalan kaki hingga semalam suntuk, dan mendapatkan hanya hasil-hasil bumi seperti padi, ubi, jagung dll, kadang-kadang di beri upah ringgit (perak jaman itu). Maka itulah I Nengah Murdi disebut sebagai penggagas berdirinya kembali wayang wong di desa peninjoan sekaligus sebagai Pembina dan sesepuh wayang wong.
5. Pengalaman I Nengah Murdi
Menurut Mangku Nyoman Purnayasa ( anak dari Nengah Murdi), dan I Mad
e Degdeg Nengah Murdi memiliki banyak sekali pengalaman dimana sebelum Nengah Murdi meninggal dapat di ceritakan pada mereka, salah satunya adalah pada saat Ngelawang/ undangan pentas wayang wong ke desa Sidemen Karangasem, pada saat itu Nengah Murdi berperan sebagai Dewi Sintha, saking pintarnya menarikan dan menjiwai dari tarian tersebut, pada waktu memainkan adegan sedih hampir semua penonton ikut menangis seakan-akan cerita itu benar terjadi pada saat itu. Setelah pementasan usai se
kelompok wanita-wanita cantik bunga desa sidemen datang menghampiri Nengah Murdi yang dikira penari wanita sungguhan, saat itu masih menggunakan pakaian dewi sintha, dan wanita itupun ingin berguru pada Nengah Murdi agar bisa menari sebagus itu. Setelah membuka gelungan tarinya para wanita itupun terkejut melihat bahwa Nengah Murdi sebenarnya adalah laki-laki dan Nengah Murdi berkata “Kenape luh adi mekesiab?” dan para wanita itupun tersipu malu. Sampai Nengah Murdi selesai membuka semua pakaian tarin
ya para wanita itu masih disana untuk berbincang-bincang dengan beliau. Setelah di kasi nunas paica ( makan-makan) dan di kasi ringgit waktu itu, rombongan wayang wong inipun berpamitan untuk pulang , sesampainya di tengah perjalan terdengar ada seorang wanita yang memanggil-manggil nengah murdi, ternyata wanitaitu adalah Ni Wayan Merta salah satu dari sekelompok wanita yang ngobrol tadi bersama beliau, wanita tu mengatakan cinta pandangan pertama kepada Nengah Murdi serta ingin menjadi istrinya. Beliau pun terkejut dan tidak bisa berkata apa bahkan Ni Wayan Merta itupun langsung mengikuti beliau sampai di rumah. Sesampainya di rumah ayah Nengah Murdi pun terkejut dan menanyakan apa yang terjadi. Setelah Ni Wayan Merta itu menjelaskan tujuannya, mereka
pun disetujui dan akhirnnya di nikahkan. Begitulah pengalaman Nengah Murdi mendapatkan istri pertamanya yaitu penggemarnya sendiri. Setelah lama menikah beliau tidak bisa memiliki keturunan dan akhirnya bercerai. Selain itu Nengah Murdi juga pernah di panggil oleh Regen Bangli atau raja Bangli pada saat itu untuk mendemonstrasikan tarian wayang wong di Kerajaan Bangli.
Pada tahun 1960 Nengah Murdi di pilih sebagai kelian Banjar Dinas sekaligus merangkap sebagai Kelian banjar Adat. Karena agar memperoleh keturunan Nengah Murdi meminang seorang istri dari banjar pen
ijoan yang berama Ni Nengah Pica, karena lama tidak memiliki keturunan perkawinan dengan istri ke 2 ini pun akhirnya bercerai. Keinginan Nengah Murdi untuk memiliki keturunapun terus bertambah dan beliau meminang istri dari Banjar Kebon desa peninjoan yang bernama Ni Nyoman Gambir. 10 tahun menikah belum juga meiliki keturunan karena karena Ni Nyoman gambir mau di madu akhirnya Nengah Murdi Pun meminang istri lagi dari banjar Kebon juga yaitu Ni Wayan Cedang dari perkawinan ke 4 ini lah Nengah Murdi memiliki keturunan yang bernama I Made Sugita sekaligus menjadi umpan lahirnya anak-anak lagi dari istri ke 3 yaitu Ni Putu Sumiti, I Made Astawa, I Nyoman Purayasa dan I Ketut Suastika, namun sayang karena penyakit mata yang di derita Made Sugita dari kecil akhirnya Made Sugita meninggal di usia 10 tahun, hingga sekarang Nengah Murdi memiliki 4 orang anak. Kepeminpinan I Nengah Murdi sangat bersih dan mampu membuat desa menjadi tentram dan makmur sehingga sampai periode jabatan ke 6 masyarakat terus memilih I Nengah Murdi. Hingga Nengah Murdi menjabat sebagai kelian banjar selama 30 tahun.
6. Penghargaan
Pada tahun 1990 beliau mengundurkan diri sebagai kelian, tetapi kegiatan sebagai Pembina sealigus sesepuh wayang wong masih berlanjut bahkan ada lulusan STSI Denpasar yang bernama Sang Mangku Suastika S.Sn berguru tari-tarian klasik yang ada di dalam wayang wong pada beliau. Akhirnya pada HUT kota Bangli pada tahun 2006 Nengah
Murdi Menerima penghargaan sebagai seniman tua, Pembina sekaligus sesepuh wayang wong di kabupaten Bangli. Pada saat itu saya sendiri mengantarkan beliau utuk mengambil penghargaan tersebut. Di samping itu Nengah Murdi adalah pejuang kemerdekaan RI atau fetran. Karena sakit sesak nafas yang beliau miliki akhirnya pada tgl 20 desember 2009 I Nengah Murdi Meninggal dunia dengan meninggalkan kenangan yang sangat indah bersama keluarga ataupun masyarakat di desa peninjoan dengan jasa-jasa beliau. Sayangnya sampai sekarang tidak ada yang bisa mewarisi kepintaran beliau menarikan tarian-tarian kelasik yang ada pada tarian wayang wong. Hanya bisa mewarisi sebagian kecilnya saja yaitu anak ke 3 beliau yang bernama I Nyoman Purnayasa, kebetulan adalah ayah saya sendiri. Dan sekarang menjadi Pembina wayang wong di desa peninjoan bersama Sang Mangku Suastika S.Sn.
7. Daftar informan
- I Made Degdeg, 75 tahun ( teman sekaligus murid dari I Nengah Murdi)
- Desak Rai Susun, 60 tahun ( murid menari I Nengah Murdi)
- I Nyoman Purnayasa 45 tahun ( anak ke 3 I Nengah Murdi)
- Ni Putu Sumiti, 55 tahun ( anak ke 1 I Nengah Murdi)
Fungsi Gong Kebyar
Gong kebyar merupakan satu barungan gembelan yang masuk ke dalam ensamble besar, dimana butuh 35 orang penabuh/ pengrawit saat memainkan ensamble ini. Gong kebyar memakai laras pelog 5 Nada (3,4,5,7,1) dan kebanyakan instrumennya memiliki 10 sampai 12 nada, yangLagu-lagunya seringkali merupakan penggarapan kembali terhadap bentuk-bentuk (repertoire) tabuh klasik dengan merubah komposisinya, melodi, tempo dan ornamentasi melodi. Matra tidak lagi selamanya ajeg, pola ritme ganjil muncul di beberapa bagian komposisi tabuh. Desa yang sebut-sebut sebagai asal pemunculan Gong Kebyar adalah Jagaraga (buleleng) yang juga memulai tradisi Tari kebyar.
- Mengiringi tari, yaitu dapat mengiringi semua tarian baik tarian wali (tarian sebagai pelaksana upacara), bebali (tarian yang mengiringi upacara) dan tari balih-balihan (tarian sebagai hiburan.
- Mengiringi wayang, yaitu dapat mengiringi wayang dalam konteks klasik ataupun wayang yang modern/ inovatif.
- Mengiringi drama, yaitu dapat mengiringi drama tari, tentu dengan di iringi gong kebyar dapat memperjelas karakter, mendukung suasana dan mengisi aksen-aksen gerak dalam drama tari tersebut.
- Mengiringi vocal, di Bali biasanya ada vocal yang di iringi oleh gambelan disebut sandia gita atau gegitaan.
Jenis instrument yang ada dalam barungan (ensamble) Gong Kebyar beserta fungsi dan tehnik memainkannya.
- Kendang
Kendang adalah instrument yang terbuat dari kayu yang bentuknya tabung yang memiliki 2 muka yaitu satu diameternya lebih besar dan yang lebih kecil, kendang di dalam gonk kebyar ada kendang lanang wadon dan ada kendang tunggal atau bebarongan. fungsi kendang di dalam gong kebyar adalah: sebagai pemurba irama, sebagai penghubung bagian lagu, membuat angsel-angsel dan mengendalikan irama gending. Cara-cara memainkan kendang ada: Milpil, batu-batu, Gagulet dan cadang runtuh.
- Terompong
Terompong adalah salah satu instrument yang ada di gong kebyar, terdiri dari dua bagian yaitu daerah yang di pukul berbentuk pencon yang berjumblah 10 pencon, dan tungguhnya yang terbuat dari kayu biasanya di ukir atau lelengisan (yang tidak di ukir), fungsi instrument terompong adalah: memainkan melodi pokok, memulai lagu lelambatan dan membuat fareasi dan memperjelas melodi. Tehnik memainkan instrument terompong ada: ngeluluk, neliti, nyele, ngembat, ngempyung, ngembat, nyintud, nyilih asih nyekati, ngumad, nguluin nerumpuk, ngoret, dan ngerot.
- Giying atau Ugal
Giying atau ugal adalah salah satu instrument yang ada dalam barungan gong kebyar, ugal terdiri dari duabagian juga yaitu daerah yang di pukul berbentuk bilah dan tungguhnya yang terbuat dari kayu bisa di ukir atau lelengisan. Fungsi dari ugal atau giying adalah: memulai gending, membawakan melodi gending dan menyambung atau menghubungkan ruas-ruas lagu. Tehnik memainkan ugal atau giying ini ada: ngoret, ngerot, netdet, ngecek dan neliti.
- Pemade
Pemade adalah instrument yang ada dalam barungan gambelan gong kebyar yang dimainkan dengan polos dan sangsih, pemade juga terdiri dari dua bagian yaitu daerah yang di pukul berbentuk bilah dan tungguhnya terbuat dari kayu bisa di ukir atau lelengisan. Fungsi dari pemade adalah: memberikan angsel-angsel membuat jalinan motif-motif tertentu dan mengisi rongga-rongga antara penyahcah dan jublag. Tehnik memainkan pemade ada: ngubit, norot, nyekati, gegulet, beburu, oncang-oncangan, ngoret, ngerot, ngantung milpil, netdet nyogcag dan asu nuntun saji.
- Kantil
Kantil adalah instrument yang ada dalam barungan gambelan gong kebyar yang dimainkan dengan polos dan sangsih, fungsi, tehnik pemainan dalam kantil dan pemade sama, Cuma yang membedakan adalah ukuran baik bilah atau tungguh kantil ukurannya lebih kecil.
- Reong
Reong adalah satu instrument dalam barungan gambelan gong kebyar, reong juga terdiri dari dua bagian yaitu daerah pukul yang berbentuk pencon dan tungguhnya yang terbuat dari kayu bisa di ukir maupun lelengisan. Fungsi dari reong adalah: : memberikan angsel-angsel membuat jalinan motif-motif tertentu dan bisa juga menghubungkan lagu. Tehik memainkan reong ada: norot oncang-oncangan, ngubit, gegulet, berburu, nelutur, asu anuntun saji,dan memanjing.
- Penyahcah
Penyahcah adalah instrument yang ada dalam barungan gambelan gong kebyar, penyahcah juga terdiri dari dua bagian yaitu daerah yang di pukul berbentuk bilah dan tungguhnya terbuat dari kayu bisa di ukir atau lelengisan. Fungsi dari penyahcah adalah: melipatgandakan pukulan jublag dan menjadikan pukulan lagu yang ajeg. Tehnik memainkan penyahcah ada: neliti.
- Jublag
Jublag adalah instrument yang ada dalam barungan gambelan gong kebyar, jublag juga terdiri dari dua bagian yaitu daerah yang di pukul berbentuk bilah dan tungguhnya terbuat dari kayu bisa di ukir atau lelengisan. Fungsi dari jublag adalah: menentukan jatuhnya pukulan jegog. Tehnik memainkan jublag ada: neliti, nyelah dan ngempur.
- Jegogan
Jegogan adalah instrument yang ada dalam barungan gambelan gong kebyar, jegog juga terdiri dari dua bagian yaitu daerah yang di pukul berbentuk bilah dan tungguhnya terbuat dari kayu bisa di ukir atau lelengisan. Fungsi dari jegogan adalah: menandai lagu mencapai satu prase (kalimat) dan menentukan jatuhnya gong atau kempur. Tehnik memainkan jegogan ada: nyelah.
- Kempur
Kempur adalah salah satu instrument dalam gong kebyar yang berbentuk pencon. Fungsi dari kempur adalah: menandakan akan jatuhnya pukulan gong.
- Gong
Gong adalah salah satu instrument dalam gong kebyar yang berbentuk pencon . fungsi dari gong ada: menandakan slesainya satu lagu atau gending dan menjadi tanda peralihan lagu atau gending.
- Suling
Suling adalah instrument dalam gong kebyar yang terbuat dari bamboo yang di kasi lubang umumnya enam lubang yang menghasilkan nada sesuai dengan setandar nada pada instrument lain dalam barungan gong kebyar tersebut. Fungsi dari suling adalah: menjadi pemanis dalam lagu. Tehnik memainkan suling ada: ngelik, neliti dan wilet.
- Kajar
Kajar adalah salah satu instrument yang ada dalam barungan gong kebyar serta berbentuk pencon, fungsi dari kajar adalah: menentuan cepat lambatnya lagu atau gending.
- Kecek
Kecek adalah salah satu instrument yang ada dalam barungan gong kebyar, kecek berbentuk pangkon atau cembung yang biasa di sebut simbal. Fungsi dari kecek adalah: memberikan angsel-angsel atau aksen dalam suatu gending atau lagu.
KENDANG BALI
1. DEVINISI KENDANG BALI
Istilah kendang telah disebut-sebut dalam piagam Jawa Kuno yang berangka tahun821 dan 850 masehi dengan istilah padahi dan muraba. Dalam Prasasti Bebetin, sebuah prasasti Bali yang berasal dari abad ke-9, kendang disebut dengan istilah papadaha. Kendang merupakan salah satu instrumen musik yang universal, karena hampir di seluruh belahan dunia dipastikan memiliki alat musik yang tergabung dalam alat musik perkusi. Di Bali kendang tidak bisa dipisahkan dari seni karawitan dimilikinya. Instrumen kendang terdapat pada gamelan golongan madya, yang berfungsi sebagai peminpin dari sebuah barungan gamelan.
Selanjutnya terdapat pada gamelan golongan baru, yang memiliki peranan semakin menonjol dengan teknik dan improvisasi yang semakin kompleks. Di Bali instrumen kendang biasanya dimainkan secara berpasangan dan individu. Jika dimainkan secara berpasangan maka kendang itu dinamakan kendang lanang dan kendang wadon. Kendang lanang ialah kendang yang memiliki suara lebih kecil atau tinggi, sedangkan kendang wadon ialah kendang yang suaranya lebih besar ataupun lebih rendah. Pembagian Instrumen menurut Curt Sach dan Van Boster Kendang Bali termasuk ke dalam instrument membranophone. Dimana Sumber Bunyinya di olah dari lebar
sempitnya membran.
2. JENIS DAN FUNGSI KENDANG BALI
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan ternyata ditemukan adanya
sembilan jenis kendang dalam karawi
tan BaliAdapun kesembilan jenis kendang yang
dimaksud adalah sebagai di bawah ini, diurut dari ukuran yang terbesar hingga terkecil.
1. Kendang mebarung merupakan jenis kendang dengan ukuran yang terbesar dalam
karawitan Bali. Ukuran kendang ini bisa mencapai panjang 185-200cm dengan
diameter antara 74-80cm. Kendang mebarung merupakan salah satu instrumen dari
barungan Gamelan Angklung (selendro empat nada). Jenis kendang ini hanya dapat
ditemukan di satu daerah saja yakni di Kabupaten Jembrana.
2. Kendang tambur merupakan jenis kendang dengan ukuran terbesar kedua. Kendang
tambur dapat dijumpai di Kabupaten Karangasem dan dipergunakan untuk dua hal
yaitu sebagai pelengkap dalam konteks upacara Dewa Yadnya dan juga untuk
mengiringi prajurit kerajaan yang akan berangkat ke medan perang. Kendang tambur
ini mempunyai ukuran panjang sekitar 72cm, diameter tebokan besar 54cm dan
diameter tebokan kecil 44cm. Cara mempermainkan kendang ini dengan
mempergunakan dua buah panggul dengan memukul kedua belah sisinya.
3. Kendang bedug atau bebedug adalah salah satu jenis kendang yang mirip bentuk dan
cara permainannya dengan kendang tambur, akan tetapi memiliki ukuran yang lebih
kecil. Jenis kendang ini merupakan salah satu instrumen dari barungan gamelan Gong
Beri. Jenis gamelan ini dipergunakan untuk musik tarian sakral Baris Cina. Perangkat
barungan gamelan Gong Beri hanya dapat ditemukan di Desa Renon dan Banjar
Semawang, Denpasar Selatan.
4. Kendang cedugan adalah kendang yang dalam teknik permainannya menggunakan
panggul. Oleh karena itu, kendang ini juga disebut dengan nama kendang
pepanggulan. Kendang pepanggulan ini mempunyai ukuran panjang antara 69-72cm,
garis tengah tebokan besar 29-32cm dan garis tengah tebokan kecil 22-26cm.4 Jenis
kendang ini biasanya dipergunakan pada beberapa perangkat gamelan, misalnya Gong
Kebyar, Baleganjur, dan Gong Gede. Kendang pepanggulan dimainkan secara
berpasangan yang terdiri dari kendang lanang dan wadon.
5. Kendang gupekan merupakan salah satu jenis kendang yang cara memainkannya
adalah dengan memukul memakai tangan. Kendang ini digunakan untuk mengiringi
gamelan Gong Kebyar. Kendang ini selain dapat disajikan dengan berpasangan dapat
juga dimainkan secara mandiri atau kendang tunggal. Kendang wadon mempunyai
ukuran panjang antara 67-72cm, diameter tebokan besar 27-32cm dan diameter
tebokan kecil 21-25cm. Kendang lanang mempunyai ukuran serta suaranya lebih
kecil dari kendang wadon. Ukuran panjangnya antara 65-70cm, diameter tebokan
besar 26-29cm dan diameter tebokan kecil 19-22cm.
6. Kendang bebarongan adalah kendang yang secara khusus terdapat dalam barungan
gamelan Bebarongan. Jenis kendang ini mempunyai panjang sekitar 62-65cm, garis
tengah tebokan besar 26-28cm dan garis tengah tebokan kecil sekitar 21,5-23cm.
Kendang bebarongan ini termasuk dalam ukuran kendang yang tanggung
(nyalah:Bahasa Bali), karena ukurannya yang tidak terlalu besar maupun tidak terlalu
kecil. Ada dua cara untuk memainkan kendang bebarongan, yakni bisa dengan
mempergunakan panggul dan bisa juga dimainkan tanpa menggunakan panggul.
7. Kendang krumpungan, kata krumpungan berasal dari kata pung yaitu menirukan suara
kendang tersebut (onomatopea atau peniruan bunyi). Jenis kendang ini dipukul hanya
menggunakan tangan. Kendang ini biasanya dipergunakan untuk mengiringi gamelan
Pegambuhan dan gamelan Palegongan. Kendang krumpungan ini selalu dimainkan
berpasangan yaitu kendang lanang dan kendang wadon. Kendang wadon mempunyai
diameter tebokan besar 24,5-25cm, panjang antara 55-57cm dan diameter tebokan
kecil 20cm. Sedangkan kendang lanang mempunyai diameter tebokan besar 23,5-
24cm, panjang antara 55-57cm, diameter tebokan kecil 19,5-20cm.
8. Kendang batel mempunyai banyak kesamaan dengan kendang krumpungan baik dari
segi bentuk maupun cara memainkannya. Adapun perbedaan antara kendang batel
dengan kendang krumpungan adalah kendang batel memiliki ukuran yang sedikit
lebih kecil dari kendang krumpungan. Selain itu, kendang batel biasanya
dipergunakan untuk mengiringi gamelan Pengarjan dan gamelan Batel Wayang.
Kendang wadon mempunyai diameter tebokan besar 23-24cm, panjang 52-55cm dan
diameter tebokan kecil 19cm. Sedangkan kendang lanang mempunyai diameter
tebokan besar 22-22,5cm, panjang 52-55cm dan diameter tebokan kecil 18cm.
9. Kendang angklung merupakan jenis kendang terkecil dari semua jenis kendang di
Bali. Kendang ini mempunyai ukuran panjang antara 25-27cm, diameter tebokan
besar 12-17cm dan diameter tebokan kecil antara 7-12cm. Karena ukuran dari
kendang angklung ini kecil, maka mempergunakan panggul yang kecil pula.
TEHNIK PERMAINAN DALAM KENDANG BALI
- MILPIL, Adalah Jalinan pukulan gupekan (memakai tangan) antara tangan kanan dan tangan kanan.
- BATU-BATU, Adalah pola permainan yaitu pukulan kendang lanang atau wadon apabila kendang wadon memainkan pukulan bebas pada muka kanan sedangkan kendang lanang mengimbangi pukulan keplak pada muka kiri.
- GEGULET, Adalah jalinan pukulan (menggunakan panggul) antara kendang lanang dan wadon.
- CADANG RUNTUH, Adalah pukulan yang terdapat pada kendag wadon di muka kanan yang artinyya mengimbangi pukulan dari kendang lanang
4. PEMBUATAN KENDANG BALI
Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan KENDANG BALI adalah mencari dewasa ayu – – hari atau waktu yang baik agar mendapatkan keselamatan dalam bekerja dan kendang yang diciptakan nantinya memiliki kwalitas yang baik. Yang diawali dengan mencari waktu untuk menebang pohon yaitu sasih karo, kawulu dan kesanga yang biasanya disebut sasih berag (kurus) yang biasanya menggunakan sesaji berupa canang sari dan segehan. Umumnya kayu yang di pakai adalah kayu nangka/ketewel, kayu intaran dan beberapa jenis kayu lainnya. Setelah kayu dipotong maka tukang kendang akan mencari hari baik untuk bekerja atau nuasen. Menurut informasi dari I Putu Gede Sula Jelantik, hari tersebut adalah hari-hari yang jatuhnya bertepatan dengan dewasa : karna sula, kala geger, aswajag turun dan bojog turun.
Setelah kendang itu selesai digarap lalu di upacarai yang disebut dengan istilah ngupain atau masupati yang bertujuan untuk menghasilkan suara seperti yang diinginkan sekaligus dapat dipergunakan dalam konteks upacara. Setelah semua prosesi ini terlewati maka ada beberapa hal lagi yang harus dikerjakan seperti, membangun bantang dan nukub kendang (memasang kulit kendang).
5. DAFTAR PUSTAKA
Judul buku: Kendang Bebarongan Dalam Karawitan Bali, Sebuah Kajian Organologi .
Disusun Oleh : I Gde Made Indra Sadguna, SSn,
Tahun Pembuatan: 2010
PENERBIT KANISIUS ( Anggota IKAPI )
Jl. Cempaka no 9, Deresan, Yogyakarta 55281, INDONESIA
Kotak Pos 1125/Yk, Yogyakarta 55011, INDONESIA
Judul buku: BHERI, Jurnal Ilmiah Musik Nusantara, Vol 5
Tahun pembuatan: 2006
Penerbit: d.a. UPT. Penerbitan ISI Denpasar
Jln Nusa indah Denpasar, Telp. 0361-227316
Fax. 0361-236100, [email protected]
Nama saya I Made Ananda Wangsa saya adalah anak ke 2 dari 3 bersaudara, saya lahir di Br. dinas Peninjoan, Ds. Peninjoan, Tembuku, Bangli pada tanggal 21 januari 1994, kini umur saya 19 tahun. Di dalam keluarga saya terdapat 4 orang diantaranya: ayah, ibu, saya dan adik saya. Ayah saya bernama I Nyoman Purnayasa, menjadi staf di salah satu instansi sekolah, ibu saya bernama Ni Wayan Suadana bekerja hanya sebagai ibu rumah tangga, dan adik saya bernama I Komang Budi Arcana baru Kelas 5 di Sekolah Dasar. Dari kelas 4 Sekolah Dasar saya sudah memiliki ketertarikan terhadap seni khususnya seni karawitan, berawal dari berkesenian di banjar atau lingkungan rumah hingga berlanjut saya ikut di sanggar dan dari tahun 2007 saya terpilih untuk menjadi pengendang dalam festifal gong kebyar di Pesta Kesenian Bali mewakili daerah saya dan hingga saat ini terus terpilih. Tentang perjalanan pendidikan , tahun 2006 saya menamatkan Sekolah Dasar di SD Negeri Satu Peninjoan, setelah itu melanjutkan di SMP Negeri 2 Tembuku dan luus Pada Tahun 2009, karena kecintaan dan ketertarikan saya terhadap seni khususnya seni karawitan saya memutuskan melanjukan sekolah di SMK Negeri 3 Sukawati atau yang di kenal sebagai Kokar dulu dan lulus pada tahun 2012, semakin ingin mendalami seni dan ingin menadi seniman yang akademis akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar) akhirnya saya di terima dan sampai saat ini baru semester 2.
Saya adalah anak kebanggaan bagi keluarga karena sampai saat ini saya bisa menjaga mandat dari orang tua yang selalu memberi saya petuah untuk menjadi anak yang baik dan saya bisa menjadi mandat itu sampai sekarang itu sebabnya semua keluarga sangat menyayangi saya dan berharap kedepan saya bisa menjadi manusia yang baik yang bisa mengharumkan nama keluarga, nama desa dan nama orang-orang di sekitar saya. Selain di keluarga, di desa saya yaitu desa Peninjoan saya juga ikut berperan penting yaitu saya menjadi wakil ketua pemuda pemudi atau yang disebut STT ( Seke Teruna Teruni), dan sekaligus menjadi seksi kesenian di desa yang menghendel segala acara kesenian yang di selenggarakan di di lingkungan desa saya. Sekuat tenaga saya mengabdikan diri saya di keluarga maupun di desa tiada lain demi kelangsungan hidup saya kedepan karena kita sebagai manusia tidak akan bisa hidup individu melainkan akan membutuhkan dukungan dari orang-orang sekitar.
Tentang perjalanan karir saya yaitu sebagai pengendang. Bermula dari saya kelas 4 di sekolah dasar waktu itu saya memberanikan diri untuk mencoba memukul kendang milik ayah, berharap tidak ketahuan, setelah saya lama bermain-main dengan kendang itu tanpa saya sadari ayah saya mengintip dari luar, dan disitulah saya dikasi tahu bahwa saya bebrbakat dalam bidang itu dan ayah saya berjanji akan mencarikan saya guru bermain kendang supaya kelak saya bisa menjadi pengendang yang terbaik. Dari saat itulah setiap ada acara ngayah di pura pasti saya di ajak oleh ayah, pelan- pelan saya di ajarkan pola-pola kendang dasar dan saya juga menikmati apa yang di ajarkan. Setelah berjalan cukup lama dan ayah saya belum juga menemukan guru untuk saya akhirnya waktu itu pas kelas 2 di SMP ada temannya ayah menyuruh mencarikan guru di Batubulan, tanpa berikir panjang saya dan ayah pergi kesana sesampainya disana saya di sambut baik karena kebetulan masih ada hubugan kluarga katanya sama ayah, disitulah saya di ajarkan dasar-dasar bermain kendang tunggal, dalam latihan sehari- hari saya terus di awasi oleh ayah dan selama dua tahun itu rutin selama 2 jam dalam sehari saya berlatih yang terus di awasi oleh ayah. Pada akhirnya pas ada lomba mekendang di kabupaten saya memperoleh gelar tukang kendang terbaik di kabupaten kemudian juga ada lomba mekendang tunggal sebali saya mampu memperoleh juara dua, semua itu sekaligus mengobati segala jeripayah saya latihan selama itu. Begitulah perjalan karir saya sebagai tukang kendang/ pengendang, sampai saat ini saya selalu ikut dalam pesta kesenian bali mewakili kabupaten. Dan saya termasuk di kenal oleh seniman-seniman di kabupaten bahkan di Bali.
Tentang asmara, sebenarnya saya malu mencritakan masalah ini tapi yah saya juga mau berbagi dengan teman-teman mengenai pengalaman asmara saya. Sampai saat ini saya masih jomblo, bukannya saya tidak laku tetapi saya sangat sulit menemukan cwek yang bener-bener menerima saya apa adanya dan mengerti dengan keluarga saya, saya menilai kebanyakan cewek yang saya kenal hanya mementingkan materi, dari pada rasa sayang. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini saya menemukan cewek yang bener-bener serius, bisa sayang, mengerti dan mensuport apapun yang menjadi profesi saya.
Demikianlah tentang diri saya yang bisa saya sampaikan kurang lebihnya saya mohon maaf, tentunya akan lebih banyak kekurangannya, semoga dapat diterima. Terima kasih.