Subscribe via RSS

Gambang piturun ( Gambang Warisan ) PURA KELACI BR.SEBUDI DESA ADAT TANJUNG BUNGKAK

By agussastrawan

Denpasar sebagai kota berwawasan budaya untuk menggali dan melestarikan kesenian yang tergolong langka. Gambang merupakan seni Karawitan tua di Bali yang masih ada dan lestari di beberapa tempat di Kota Denpasar. Salah satunya di Banjar Sebudi Desa Adat Tanjung Bungkak tepatnya di pura Kelaci. Masih terjaganya Gambang di Pura Kelaci hingga saat ini tidak terlepas dari kesadaran semua warga Kelaci untuk menghargai dan melastarikan warisan leluhur mereka. Mengenai keberadaan di Kelaci ini tertulis dalam prasasti yang dibaca pada 7 Desember 1996 oleh Ida Peranda Ketut Mas, Dari Delod Peken yang di terjemahkan oleh Pak Wayan Turun Dan mengenai Gambang juga tertulis di prasasti. Perjalan panjang leluhur warga kelaci serta keberadan Gambang tercatat dalam prasasti yang tersimpan di pura kelaci. Setelah prasasti tersebut dibaca maka terungkaplah kisah yang dilalui oleh I Gusti ngurah Sentong ( Leluhur warga Kelaci ). Pada waktu I Gusti ngurah Sentong di suruh mencari Tabuh Gambang yang di beri nama Kebo Lelatikan dari raja Gelgel Semarapura. Karena pada waktu dahulu seorang raja atau raja bisa moksa sekarang tidak bisa moksa di suruhlah I Gusti Ngurah sentong mencari Tabuh yang bernama Kebo Lelatikan. I Gusti ngurah Sentong Keliling mencari tabuh sampai dia ke Setra Badung atau Kuburan Badung sampai disana I Gusti Ngurah Sentong tidak mendapatkan apa-apa. Setelah itu ia berangkat ke timur sesampainya di timur ia melihat hutan lebat yang dinamakan Alas Ngenjung. Ada rerimbunan bekas kuburan, ada Pura Merajapathi, ada Kuburan, disana dia mohon. Saat memohon pada Hyang Merajapati, terdengar suara nyanyian burung di atas pohon. I Gusti Ngurah Sentong kemudian mengambil daun pandan untuk mencatat lagu tersebut. Lagu tersebut kemudian dibawa menghadap Raja di Gelgel. Sesampainya di Gelgel ia mengatakan kepada raja, Tuan, saya sudah mendapatkan lagu Gambang. Saya mendapatkannya di Hutan Ngenjung, di Kuburan ada sepasang gagak sedang bernyanyi, dikatakan bahwa lagu tersebut adalah Kebo Lelatikan Misa Gagang. Pada saat itu I Gusti Ngurah Sentong mengatakan bahwa ia tidak bisa tinggal di Gelgel, karena ia berjanji untuk kembali ke hutan Ngenjung untuk membangun tempat pemujaan, sebagai peringat ia dimana ia memperoleh lagu/ gending Tersebut. Setelah menyampaikan niat tersebut, Raja mengijinkan leluhur (warga Kelaci) kembali ke Pura Kelaci. Di berikanlah satu barungan Gambang, sehingga gambang itu ada di pura Kelaci hingga saat ini. Sesungguhnya pada saat ini keluarga Kelaci belum tahu pasti kapan Gambang itu ada, Setahu warga kelaci sudah ada dari terdahulu. Bahkan dari kakek-kakek buyut mereka (warga kelaci) Gambang ini sudah ada, bisa dikatakan ini warisan terun-temurun. Munculnya Gambang pada waktu zaman kerajaan udiyana pada waktu dia memadik istrinya mahendradata ke jawa pada saat itu ia langsung membawa tabuh-tabuh seperti Gambang dan selonding sumbernya adalah purana/ presti prasadha yang ada di Keramas. Gambang yang di perkirakan ada sejak ratusan tahun yang lalu menjadi sebuah warisan yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Kendati warga kelaci kini telah tersebar ke seluruh pelosok Bali bahkan ke luar Pura, keberadaan pura Kelaci dan warisan Gambang menjadi sebuah pengikat antara masing-masing individu. Generasi Tua dan Muda terutama yang tinggal di sekitar Pura secara bersama-sama berkomitmen untuk saling belajar dan mengajar agar regenerasi penabuh Gambang di pura Kelaci tetap ada. Dan para penabuh gambang yang ada di Pura Kelaci berasal dari keluarga utamanya dari Sembilan kelompok keluarga kelaci. Untuk lagu-lagu gambang, seperti dalam prasasti Misa Gagang, Warga kelaci yang tua-tua kurang tahu. Jangankan memainkannya, lagunyapun mereka yang tua-tua kurang tahu. Pada umumnya mereka memainkan lagu Manukaba, Sanga Narang, Warga Sari, Demung, dan Cenidra. Mereka biasanya memainkan lagu bersama-sama, agar kompak, lagunya bisa jalan/ di mainkan. Untuk regenerasi, mereka lebih suka menyanjung, memberi mereka kesempatan, memberi catatan. Notasinya diisi catatan dalam huruf latin, suara dan huruf latin itulah yang kemudian mereka baca. Entah bagaimana belajar. Gambang terdiri dari 5 instrumen ,yaitu : Gangsa , pemero, pengenter, pemetit, dan penyelat. Untuk pemanfaatan gambang yang ada di pura Kelaci ini biasanya di pakai pada saat upacara di pura ( Khususnya di pura Kelaci) yang jatuh pada hari Saraswati. Untuk di pura Kelaci ini, saat upacara saraswati, Dewa Yadnya, bisa menggunakan Gambang, di tabuh selama tiga hari. Jika ada upacara pengabenan (sarwa preteka, mebade awin,) itu harus mengunakan Gambang. Lagu-lagunya diambil dari kekidungan : Menjangan Seluang, Manukaba, Ngentrag. Yang berkenan menggunakan Gambang, saat berangkat menuju ke kuburan, posisi Gambang berada di belakang Air Suci dan di belakangnya biasanya ada Tari Baris Ketekok Jago. Saat prosesi kekuburan menggunakan Gambang, termasuk saat mengitari kuburan, diiringi Gambang. Pura Kelaci merupakan sebuah tempat persembahyangan masyarakat yang terdapat di wilayah Banjar Sebudi, Desa Sumerta Klod. Pura ini disungsung oleh sekelompok keluarga serta masyarakat yang terdapat di sekitarnya. Sebagai sebuah tempat persembahyangan, sebagaimana pura-pura yang lainnya perayaan piodalan atau petirtan dilaksanakan setiap enam bulan sekali yaitu bertepatan pada hari Sabtu, Saniscara Umanis Watugunung atau bertepatan dengan perayaan Hari Raya Saraswati yang merupakan peringatan terhadap turunnya Ilmu Pengetahuan. Di dalam pura tersebut tersimpan seperangkat barungan gamelan Gambang yang disebut dengan Gambang Piturun yang mana gamelan tersebut dipergunakan sebagai pengiring ritual keagamaan yang dilaksanakan di pura tersebut. Gamelan ini sangat disakralkan oleh para pendukungnya dan hanya para pengempon pura saja yang berhak untuk memainkannya. Adapun Gambang Piturun yang dimaksud adalah bahwa kesenian tersebut merupakan warisan secara turun-temurun para generasi pengempon pura dari masa lampau. Keberadaan kesenian ini di wilayah Desa Sebudi sangat dikenal oleh masyarakat disekitar desa. Seringkali gamelan ini ditanggap oleh masyarakat untuk ritual keagamaan yang dilaksanakan. Ada yang mananggap sebagai pembayaran kaul, dan ada juga yang menanggap untuk dipergunakan sebagai pengiring upacara keagamaan seperti upacara Pitra Yadnya (Ngaben, Nyekah) dan Dewa Yadnya (Odalan di Sanggah Kemulan atau di pura). Pada masa yang lampau sekaa Gambang Pura Kelaci memiliki kewajiban ngayah di Puri Denpasar setiap dilaksanakan upacara Pitra Yadnya dan Dewa Yadnya.

I WAYAN SOPHA (PENGLINGSIR GAMBANG PITURUN KELACI)

By agussastrawan

BIODATA :
Nama: I Wayan Sopha
TTL : Denpasar, 31 Desember 1942
Alamat : Jalan. Narakusuma Gg. Kelaci No: 2 Br. Sebudi Desa Adat Tanjung Bungkak
Istri : Ni Ketut Bulung
Anak : 1. Ni Wayan Latri
2. I Made Mustika
3. Ni Nyoman Koneari
4. I Ketut Suwitra
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta

Dalam kehidupan sehari-hari beliau bapak I Wayan Sopha sebagai pemangku Pura Kawitan Kelaci yang berada di Br. Sebudi Desa Adat Tanjung Bungkak. Pura kawitan Kelaci ini merupakan pura kawitan bagi keturunan I Gusti Ngurah Sentong. Keluarga bapak I Wayan Sopha merupakan pengemong pura Kawitan Kelaci. Disana terdiri dari 9 keluarga inti ( yang berhak memlihara/ merawat atau juga yang di sebut sebagai pengempon pura Kawitan Kelaci. Yang melaksanakan pujawali ( piodalan ) terdiri dari 2 keluarga yaitu Keluarga bapak I wayan Sopha dan Keluarga bapak I wayan Mukti. Keluarga ini mewarisi turun-temurun pura Kawitan Kelaci dimana disana ada gamelan gambang piturun . Gamelan itu merupakan warisan turun-temurun dari keluarga I gusti NgurahSentong yang sekarang di warisi oleh keluarga bapak I Wayan Sopha. Setiap anggota keluarga beserta 7 keluarga penampih (penyibeh) harus mempelajari gending gambang dan bagaimana cara memainkan gending gambang tersebut. Pujawali Pura Kawitan Kelaci tersebut jatuh pada Saniscara Umanis Wuku Watugunung dimana semua umat Hindu merayakan hari raya Saraswati yaitu hari turunnya ilmu pengetahuan. Pada saat pujawali inilah Gamelan Gambang tedun (dikeluarkan) dan bisa dimainkan selama 3 hari. Pada saat itulah bapak I Wayan Sopha mengajarkan Gending Gambang kepada semua anggota keluarga mulai dari anak-anak sampai dewasa. Keseharian kegiatan bapak I Wayan Sopha sekarang merawat pura Kawitan Kelaci, melaksanakan Pujawali, dan meneruskan pendidikan keluarga agar bisa mempelajari Gamelan Gambang agar tidak punah, karena gamelan Gambang ini merupakan gamelan yang sangat sakral. Gamelan tersebut tidak bisa dimainkan sembarang, sebelum dimainkan harus ada sesajen/ upacara yang harus dilaksanakan.

1. Kapan anda mulai belajar memainkan Gamelan Gambang ?

Bapak I Wayan Sopha belajar memainkan Gambang mulai dari sekolah dasar, dimana pada waktu itu ada pujawali hari raya Saraswati yang bertepatan bersamaan pujawali di pura Kawitan Kelaci. Disitulah bapak I wayan Sopha dapat belajar memainkan Gambang selama tiga hari, karena pujawali di pura Kawitan Kelaci (nyejer) hanya tiga hari saja. Karena itu merupakan keharusan turun-temurun mau tidak mau bapak I Wayan Sopha harus bisa memainkan gending Gambang sacral tersebut

2. Kapan anda memulai memainkan/mementaskan Gambang ?
Setelah dewasa baru bapak I Wayan Sopha boleh memainkan gambang tersebut sekitar tahun 1959 pada waktu pujawali di pura Kawitan Kelaci. Pada tahun 1962 Bapak I Wayan Sopha sudah berani memainkan Gambang tersebut apabila ada yang menyewa ( khususnya dalam upacara ngaben) karena kepercayaaan masyarakat di Bali gending/lagu Gambang dapat menghantarkan roh manusia menuju surga bila diiringi dengan Gambang.

3. Sejauh mana Keterlibatan anda dalam gambang ?
Di pura Kawitan Kelaci tersebut ada sebuah wadah berupa sekha Gambang dimana bapak I Wayan Sopha selaku Pembina untuk melanjutkan gambang tersebut ke generasi penerus agar tidak punah.

4. Bagaiman perawatan Gambang di pura Kawitan Kelaci ini ?
Dilakukan sebelum kegiatan pujawali ada pemeliharaan dengan melihat kondisi dari gambang tersebut, apabila ada kerusakan langsung di perbaiki. Kemudian setelah selesai pujawali gambang tersebut lalu disimpanlah dengan rapi di Gedong Pererepan karena ini merupakan gambang sakral yang tidak boleh di taruh sembarangan.

5. Adakah kendala dalam perawatan Gambang sakral ini ?
Selama ini masih belum pernah ada perbaikan/ pergantian gamelan Gambang tersebut kecuali perbaikan dalam panggul. Kendala yang terjadi dalam perawatan Gambang tersebut tidak pernah ada pergantian daun pada gamelan Gambang. Apabila di ganti daun yang dig anti tesebut akan tidak bersuara.

Sumber Bunyi

By agussastrawan
1.Bunyi adalah bahan terpenting dalam musik. Bunyi berasal dari Sumber bunyi, yang digetarkan oleh tenaga atau energi
2.Timbre adalah suatu sifat dari suara manusia atau instrument karena beda intensitas dan banyaknya harmonic dan sub harmonic  sehingga dapat membedakan instrument yang satu dengan instrument yang lain. Timbre dalam seni musik sering juga disebut dengan warna suara.
3. Dinamika adalah istilah untuk menyatakan perbedaan keras dan pelan dari suatu musik atau suara yang kita dengar.
4. Noise adalah suara yang terbentuk dari bermacam-macam frekwensi secara acak yang tidak mempunyai hubungan harmonis antara satu sama lain.
5. bising didefinisikan sebagai “suara yang tak dikehendaki.
6.Sumber Bunyi adaah suatu benda yang di pukul, dibenturkan dan di gesek sehingga benda itu dapat menghasilkan bunyi.

contoh-contoh sumber bunyi :

  1. Idiofon, adalah alat musik yang sumber bunyinya berasal dari bahan dasarnya. Contoh: kolintang, drum, bongo, kabasa, angklung.
  2. Aerofon, adalah alat musik yang sumber bunyinya berasal dari hembusan udara pada rongga. Contoh: suling, terompet, harmonika, trombone.
  3. Chordofon, adalah alat musik yang sumber bunyinya berasal dari dawai. Contoh: bass, gitar, biola, gitar, sitar, piano, kecapi.
  4. Membranofon, adalah alat musik yang sumber bunyinya dari selaput atau membran. contoh : tifa, drum, kendang, tam-tam, rebana.
  5. Elektrofon, adalah alat musik yang sumber bunyinya dibangkitkan oleh tenaga listrik (elektronik). Contoh : kibor, gitar listrik, bass elektrik.
7. Suara adalah suatu gerakan gelombang yang berpropagasi dalam suatu media yang elastis,

Tari Baris Pendet Desa Adat Tanjung Bungkak

By agussastrawan

BARIS PENDET

  1. A.    Sejarah Tari Baris Pendet

Sejarah dari tari Baris masih “kabur”. Banyak literature yang mengungkapkan asal mula dari tari baris. Dalam buku Tari Wali (Sanghyang, Rejang, Baris) oleh I Wayan Dibia menyebutkan bahwa sejarah tari Baris, oleh para ahli, banyak dikaitkan dengan Kidung Sunda, sebuah puisi seni sejarah yang dikarang pada tahun 1550, oleh Claire Holt disebutkan bahwa pada waktu upacara pemakaman raja terbesar Majapahit, yaitu Hayam Wuruk ada dipentaskan tujuh macam tari perang (bebarisan) yang salah satu diantaranya disebut tari baris “Limping”. Jika kita berpegangan pada waktu meninggalnya Hayam Wuruk, yakni pada tahun 1389, maka ini berarti bahwadi Jawa Timur telah ada bebarisan sejak abad XIV. Kemudian ketika jatuhnya Kerajaan Majapahitke tangan Islam diamana banyak bangsawan “wwang” Majapahit yang lari ke Bali, maka tidak mustahil seni bebarisan inipun ikut terbawa.

Tari Baris sebagai salah satu kesenian yang bercorak Hindu sampai saat ini belum dapat dijelaskan dengan pasti kapan timbulnya, karena beberapa literatur yang ada tidak memberikan gambaran yang jelas. Namun demikian dari beberapa literatur dengan keterangan dari para ahli dan penglingsir, maka dapat ditarik suatu argumentasi mengenai asal mula Tari Wali Baris Pendet. Literatur tertua yang menyinggung tentang tari baris adalah lontar Usana Bali sebagai berikut: “Setelah mayadenawa dapat dikalahkan, Batara Indra dan para Dewata lainnya berkumpul di Manukraya dan kemudian didirikanempat buah khayangan yaitu Kedisan, Tihingan, Manukraya dan Keduhuran. Setelah pertemuan itu diadakan keramaian selama tiga hari, Widyadari menari Rejang, Widyadara menari Baris, dan para Gandara menjadi penabuh”. Jika dikaitkan dengan sejarah Mayadenawa adalah seorang raja Bali, anak dari Begawan kasiapa dengan istrinya Dewi Danu yang memerintah dikerajaan Balingkang pada tahun 850 Masehi. Dengan demikian kurang lebih pada abad IX (Sembilan) menurut lontar Usana Bali dinyatakan sudah ada Tari Baris, yang selanjutnya setiap upacara dibeberapa khayangan di Bali selalu di pertunjukkan Tari Baris dan Tari Rejang.

Tari Baris dan Tari Rejang sudah ada di Bali sejak dulu, begitu juga Tari Baris Pendet yang memang sudah ada sejak Pura Dalem Tanjung Sari ini didirikan. Pura Dalem Tajung Sari belum bisa dipastikan kapan pura itu didirikan. Mengingat di daerah Semerta Denpasar terdapat Pura Dalem yaitu Pura Dalem Sumerta Di wilayah Banjar Abiankapas Kaja Desa Pekraman Sumerta wilayah Utara dan Pura Dalem Tunjung Sari yang terletak di Desa Aadat Tanjung Bungkak wilayah Selatan. Keduanya memiliki kaitan yang erat dalam wilayahnya dan menguasai dua setra atau kuburan yang terbagi atas pengemponnya.

Dengan keterangan Lontar Usana Bali, literatur tertua dari asal mula tari Baris ini, setidaknya masyarakat setempat mampu menjelaskan asal mula keberadaan tari sakral ini. Tari sakral ini tidak hanya akan dinikmati oleh masyarakat setempat tapi akan dinikmati oleh masyarakat luar atau wisatawan asing yang ingin menonton tarian sakral ini. Masyarakat luar atau wisatawan asing yang ingin menonton tari Baris ini akan mengetahui asal mula dari tari nini dan dengan mudah kelestarian dan kesakralan dari tari Baris ini akan terjaga.

Menurut I Putu Suastika Neteg bahwa pada jaman pemerintahan Raja Gunapriya Dharmapatni/Udayana Warmadewa telah diadakan paruman yang diberinama “Samuan Tiga” diprakarsai oleh Empu Kuturan dengan 5 (lima) keputusan yaitu:

  1. Paham Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) dijadikan dasar keagamaan di Bali.
  2. Khayangan Tiga: Pura Puseh, Pura Desa, dan Pura Dalem yang disungsung oleh Desa Adat.
  3. Sanggah atau Pemrajan yang ada disetiap rumah sebagai pemujaan kepada leluhur.
  4. Tanah milik Desa Adat yang ada disekitar Desa Adat adalah milik Khayangan Tiga atau Desa Adat.
  5. Masyarakat Hindu di Bali menganut agama Siwa Buddha.

Jadi berdasarkan atas pemaduan hasil kepustakaan dan wawancara diperkirakan Tari Baris Pendet di Pura Dalem Tanjung Sari, Desa Adat Tanjung Bungkak telah ada sejak pura tersebut didirikan.

 

 

  1. B.     Cara melestarikan Tari Baris Pendet

Tari Baris Pendet ini dianggap oleh kerama sebagai suatu untaian prosesi upacara piodalan yang mnguatamakan ayah-ayahan, namun bila dipahami secara mendalam, tarian ini adalah suatu ilmu pengetahuan yang perlu mendapat perhatian dan pemahaman dalam spiritualisasi keagamaan. Sangat penting mengingatkan kembali kepada masyarakat bahwa tari bukan sekedar gerakan terkomposisi, namun semangat yang ada didalamnya jauh lebih menukik pada nilai vertikal, penyerahan diri kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa untuk mendapatkan keselamatan lahir bathin.

Pelestarian seni Tari Wali seperti Tari Baris Pendet di Desa Adat Tanjung Bungkak menggunakan managemen tradisional yeng terorganisasi melalui struktur prajuru Desa Adat. Struktur yang diterapkan dengan cara seperti:

 

1. Prajuru /petugas Desa Adat Tajung Bungkak

Bendesa Desa Adat Tanjung Bungkak terdiri dari 3 (tiga) Banjar, yaitu Banjar Tanjung Bungkak Kaja, Banjar Tanjung Bungkak Klod, dan Banjar Sebudi. Kemudian Prajuru Desa menunjuk kepada salah satu Banjar yang mendapat giliran untuk ngayah Tari Baris Pendet di Pura Dalem Tanjung Sari, Desa Adat Tanjung Bungkak.

2. Tugas Prajuru Banjar

Penari dipilih oleh Klihan/prajuru banjar yang mendapat giliran ngayah sebanyak 8 (delapan) orang anak laki-laki yang berumur 10 (sepuluh) sampai dengan 13 (tiga belas) tahun.

3. Pelatihan

Latihan di lakukan di Banjar yang mendapat giliran ngayah yang dimulai dari 2 (dua) minggu sebelum odalan di Pura Dalem dengan upacara mepejati. Pelatihya dari anggota Banjar tersebut. Latihan dilengkapi dengan iringan/gamelan gong kebyar terdiri dari 2 (dua) gangsa, kajar, gong, kempur, dan 2 kendang lanang dan wadon.

 

 

 

4. Penglamur/upah

Pada hari pementasan, sebelumnya seluruh penari pendet diberikan penglamur/upah berupa 1 (satu) bayuh/tanding daging dan 1 (satu) tanding nasi. Semuanya itu disiapkan dan diberikan oleh prajuru Desa Adat.

5. Busana/Tata Rias

Perlengkapan busana dan property Tari Baris Pendet dipersiapkan oleh mangku

Dalem. Lebih lengkapnya akan dijelaskan melalui gambar dibawah ini:

 

 

 

 

Tata rias yang dipergunakan adalah make up pentas biasa

6. Property

Property merupakan perlengkapan yang dibawa oleh penari Tari Baris Pendet

sebagai berikut:

 

 

  1. Property tersebut diatas bernama Canang Oyod yang terdiri dari hiasan janur

dengan bunga, rokok, dan dupa.

  1. Property tersebut diatas bernama Arak Berem yang terdiri dari minuman arak yang ditempatkan dalam gelas dengan tutupnya.

 

  1. Property tersebut diatas bernama Angin-angin/Kipas yang berwarna putih.

 

 

  1. Property tersebut diatas bernama Canang Penamprat yang terdiri dari bokor, canang, dan sab/tutup canang.

 

 

 

7. Tempat Pementasan

Tempat pementasan Tari Baris Pendet di Pura Dalem Tanjung Sari disebut kalangan  (arena) dengan batas-batas pelinggih dan bangunan lainnya yang ada di jeroan pura. Lebih jelasnya, untuk itu dibuat denah kalangan/arena pertunjukan Tari Baris Pendet sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Denah Pementasan Tari Baris Pendet:

A

J

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keterangan:

         Utara        A. Aling-aling Kuri Agung Pura Dalem   

                           B. Bale Pendet

                           C. Tajuk Batur

                           D. Gedong Maspahit

       Selatan       E. Tajuk Khayangan

F. Tajuk Pemayun

G. Gedong Ida Bhatara Dalem

                           H. Tajuk Ida Bhatara Dalem

                           I. Bale Gede tempat para Pemangku

                           J. Bale Gong

K. Kalanagan/arena pementasan Tari Baris Pendet

  L. Tempat kerama/masyarakat duduk menonton  

                          M. Tempat para penari Baris Pendet ngaturan sesajen dan arak berem.

N. Tempat kerama/masyarakat duduk menonton.  

O. Lintasan penari untuk mengaturkan sesajen ke Gedong

 

P. Lintasan penari untuk mengaturkan sesajen ke Tajuk

8. Iringan tari/gamelan

Iringan yang dipergunakan dalam pertujukan Tari Baris Pendet adalah barungan

gong kebyar lengkap. Adapun struktur iringannya sebagai berikut:

a. Bagian Penglembar terdiri dari:

1. Gilak

 

 

2. Pengiba

 

 

 

3. Longor

 

 

 

 

4. Kale

 

 

 

b. Bagian Pemendak terdiri dari:

1. Tunjang

 

 

 

2. Pengecet

 

 

 

 

 

c. Bagian Penamprat terdiri dari:

1. Gilak

 

 

2. Kale

 

 

 

 

C. Fungsi dan makna Tari Baris Pendet

Tari Wali merupakan Tarian sakral yang berfungsi sebagai sarana upacara Dewa Yadnya. Cenderung tarian ini disakralkan karena fungsi dan maknanya dikeramatkan, terbukti dari penarinya yang berumur dibawah 15 tahun, waktu, tempat pementasan, dan jarang dipertunjukan untuk hal lain selain fungsi ritual pura.

Fungsi dari Tari Baris Pendet adalah sebagai tari wali untuk mendak sesuhunan Ida Bhatara Dalem. Tarian ini mengungkapkan pengabdian yang tinggi nilainya, untuk menghormati dewa-dewi  sebagai menifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Proses ritual dalam Agama Hindu, umat membuat pementasan tari, gamelan maupun pekerjaan lain yang bersangkutan dengan upacara itu. Ritual merupakan suatu bentuk upacara atau perayaan (celebration) yang berhubungan dengan beberapa kepercayaan atau agama dengan ditandai oleh sifat khusus, dan menimbulkan rasa hormat yang luhur dalam arti merupakan suatu pengalaman yang suci.

Penari yang hanyut dalam upacara ritual ini menimbulkan rasa keindahan dalam diri. Pada umumnya keindahan dapat menimbulkan dalam jiwa rasa tenang, bahagia, nyaman, dan lain sebagainya. Keindahan mampu memberikan kesadaran pribadi, kesadaran sosial,  kesadaran tanggung jawab dalam ungkapan keindahan, maka akan memberi rasa bahagia dan puas pada jiwa si penari. Kebahagiaan dan kepuasan yng demikian dirasakan sebagai perasaan yang timbul dari nikmat keindahan. Konsep keindahan dalam hal ini adalah segala sesuatu yang menyenangkan dan memenuhi keinginan dalam ini cendrung pada niali subyektif, karena mementingkan keindahan dalam kebaikan dan kebenaran. Konsep keindahan terkait dengan konsep ketuhanan pada tari Wali Baris Pendet yang mengutamakan moral dan konsentrasi

Penari pada tatanan ritual, sehingga dapat menyatukan filsafat secara vertikal antara manusia dengan Tuhan Yang Mahaesa. Mengutamakan seni dalam konteks moral bahwa seni harus bersendi pada moral, yakni moral seniman harus ada hubungannya dengan karya seni dan keindahannya.

Penari yang telah merasakan keindahan dalam dirinya, maka akan ada nilai spiritual yang menyangkut masalah bathin dan watak, namun bukan yang bersifat badan atau tenaga, tetapi hidup dalam aktivitas jiwa manusia. Melihat sebuah karya seni tari wali menimbulakan rasa nikmat dan indah, karena terjadi kesan dalam jiwa melalui salah satu dari pancaindra mata dan telinga atau keduanya sekaligus. Proses pengalaman manusia ketika mengamati suatu karya seni ataupun obyek lain dapat mempengaruhi kejiwaan manusia yang disebut spiritual. Nilai spiritual adalah nilai sifat dan mutu dari pengalaman indah dalam kejiwaan, yang menganut masalah hasil obyektif dan subyektif moral, yang bertujuan untuk pembentukan jiwa. Dalam pembentukan jiwa ini termotivasi dari perasaan yang mendalam tentang ajaran agama ataupun kediatmikan untuk mencapai kepuasan diri. Spiritual memerlukan konsentrasi jiwa dan raga yang mengutamakan batin dan kerohanian terpusat secara vertikal. Nilai ini perlu diperdalam oleh penari, apalagi yang menarikan tarian sakral. Sebab konteksnya terhadap upacara agama sangat intens.

Tari Baris Pendet dipentaskan di halaman Pura Dalem, tepatnya di depan pelinggih gedong. Dalam mementaskan tarian sakral ini, kalangan/arena Pura Dalem di bagi menjadi 2 (dua) yaitu arena dimana tarian sakral ini dipentaskan dan arena dimana para kerama/masyarakat duduk menyaksikan ritualnya. Bukan hanya itu, tugu-tugu/pelinggih di Pura Dalem menghadap ke Barat atau menghadap ke arena tempat tari Baris Pendet di pentaskan. Ini melambangkan adanya arena khusus atau arena utama yang dijadiakan tempat penari utnuk menarikan tarian sakral ini.

Pada tari Baris Pendet  terdapat 3(tiga) stuktur pertunjukan yang masing-masing mempunyai makna tersendiri tetapi menjadi satu kesatuan yang bertujuan untuk nedunang Ida Bhatara Dalem yaitu:

 

1. Bagian Pertama Penglembar

Pada bagian awal tari Baris Pendet ini, penarinya berjumlah 4 (empat) orang laki-laki. Bagian ini property yang digunakan yaitu canang Oyodan. Selesainya bagian ini diakhiri dengan kembalinya penari dan tetap membawa Canang Oyodan. Bagian penglembar ini ditarikan sebanyak 2 (dua) kali oleh penari yang berbeda atau ditampilkan kembali 4 (empat) penari dengan sturktur pementasan yang sama. Bagian ini mempunyai makna bukti bakti kerama/masyarakat terhadap sesuwunan Bhatara Dalem. Bhakti itu dipertunjukan melalui bentuk tarian yang bersifat sakral dan hanya dipentaskan 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan atau 210 hari.

 

2. Bagian Kedua Pemendak

Pada Bagian ini dibagi lagi menjadi 2 (dua) struktur yaitu bagian memendak dan bagian nedunan. Bagian inilah yang menjadi makna utama dari tarian Baris Pendet. Pada bagian memendak penari berjumlah 6 (enam) orang diantaranya membawa 2 (dua) canang mendak, 2 (dua) Arak dan 2 (dua) berem. Bagian mendak ini penari menghadap kearah timur pura atau menghadap pelingguh, yang melambangkan bahwa penari bermaksud untuk mendak Ida Bhatara untuk menyaksikan prosesi upacara piodalan berlangsung. Bagian mendak ini diakhiri dengan satu persatu penari  ngayabin/menghaturkan sesajen di depan pelinggih Bhatara Dalem seperti: canang mandak, arak, dan berem yang dibawa oleh menari.

Setelah penari selesai menghaturkan sesajen, ke-6 (enam) penari tersebut menarikan tarian pengecet yang bermakna sebagai simbol Ida Bhatara Dalem tedun/turun menyaksikan piodalan. Bagian ini penari menghadap ke Barat yang artinya Ida Bhatara turun bercengkrama dilambangkan dengan tarian kupu-kupu yang menggunakan kipas sebagai propertynya dengan gerakannya mearas-arasan. Kupu-kupu melambangkan keindahan yang ada dialam khayangan. Saat tarian kupu-kupu dilangsungkan berarti Ida Bhatara sudah tedun dan menyaksikan upacara yang dilangsungkan oleh masyarakat Desa Adat. Bagian ini diakhiri dengan kembalinya penari ke Bale Pendet. Bale Pendet merupakan tempat dimana para penari Baris Pendet berias serta tempat untuk beristirahat dan menaruh properti yang akan digunakan oleh para penari.

3. Bagian Ketiga Penamprat

Pada bagian ini, Tari Baris Pendet ditarikan oleh 8 (delapan) penari dengan pembagian yaitu: 4 (empat) penari dengan membawa canang penamprat, dan 4 (empat) penari lainnya sebagai penamprat. Bagian penamprat ini adalah klimak dari koreografinya, yang disimbolkan dengan tarian perang diantara ke 8 (delapan) penari yaitu antara 4 (empat) penari membawa canang penamprat dengan penari penamprat. Simbolisasi pada bagian ini adalah mengungkapkan nilai-nilai rwa bineda (baik-buruk) yang bergejolak pada alam ini. Baik-buruk, hidup-mati, kaya-miskin tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Rwa bineda ini agar dimaknai oleh kerama/masyarakat Desa Adat Tanjung Bungkak sebagai suatu yang pasti dialami oleh manusia.

Tari Baris Pendet mempunyai 3 (tiga) struktur pertunjukan yaitu bagian penglembar, bagian pemendak dan bagian penamprat. Pada setiap bagian mempunyai  fungsi dan amanat yang berbeda tetapi perbedaan tersebut menjadi adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan sebagai perwujudan bukti bahkati terhadap sesuwunan Bhatar Dalem.

 

D. Pementasan Tari Baris Pendet

Tari Baris Pendet dipentaskan di nataran jeroan atau halaman utama di ajeng gedong dan tajuk Pelinggih Ida Bhatara Dalem Tanjung Sari, Desa Adat Tanjung Bungkak. Pementasan dilaksanakan saat piodalan di Pura Dalem Tanjung Sari saja yaitu pada hari Anggara Kasih, Wuku Medangsia, yang jatuh setiap 6 (enam) bulan dalam perhitungan bulan Bali atau 210 hari sekali.

Pada saat hari piodalan itu, seluruh pratima, arca, barong, dan benda sakral lainnya  yang ada di wilayah Desa Adat Tanjung Bungkak tangkil/datang ke Pura Dalem. Seluruh pratima, arca, barong, benda sakral dan masyarakat mengikuti pelaksanaan upacara lebar dateng atau ngider bhuwana yaitu suatu upacara selamat datang dengan berjalan mengelilingi sesajen secara bersama-sama sebanyak 3 (tiga) kali yang tepat dilaksanakan pada waktu sanikaon atau menjelang matahari terbenam + jam. 18.00 – 18.30 WITA disesuaikan dengan waktu. Ngider Bhuwana ini dilaksanakan kurang lebih selama 2 (dua) jam hingga seluruh rangkaian upacara tersebut tuntas selesai. Semua pratima, arca, barong, dan benda sakral tersebut di tempatkan disuatu pelinggih/tajuk sesuai dengan tempat yang telah ditentukan oleh mangku.

Setelah upacara ngider bhuwana selesai dan pratima melinggih/duduk di tajuk, dilanjutkan dengan upacara ngaturan piodalan kehadapan Ida Bhatara Dalem. Prosesi upacara odalan dimulai yang diawali dengan mempertunjukkan Tari Baris Pendet selama kurang lebih 1 ½ (satu setengah) jam hingga selesai. Kemudian baru dilanjutkan dengan ngaturan piodalan yang identik dengan kerawuhan (kesurupan) dan tarian-tarian ritual lainnya yang berkaitan dengan piodalan.

Sedikit Tentang Saya

By agussastrawan

Nama saya I Kadek Agus Sastrawan ,bertempat tinggal di Br. Sebudi, Tanjung Bungkak, Denpasar. Tempat tanggal lahir Denpasar 20 Agustus 1994. Riwayat pendidikan saya adalah (TK) taman kanak-kanan Dharma Putra, (SD) Sekolah Dasar Saraswati 3  , (SMP) Sekolah Menengah Pertama Dwujendra, (SMA) Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Denpasar  jurusan IPS, dan sampai saat ini saya sebagai mahasiswa di (ISI) Institut Seni Indonesia  Denpasar  jurusan karawitan. Saat ini saya berusia 18th. Hobi saya sejak kecil memang di karawitan. Awalnya saya suka dengan hobi ini adalah sejak kecil. Sejak kecil saya mempunyai 1 buah istrumen gamelan Gong Kebyar yaitu Gangsa, na pada saat inilah saya mulai mengenal namanya karawitan disinilah awal saya mulai memukul-memukul gamelan. Sampai pada akhirnya ada kegiatan megambel di banjar saya yaitu di Br. Sebudi saat ini lah saya mengenal lebih dalam tentang karawitan sampai sekarang ini.

Adapun Prestasi yang pernah saya raih, antara lain :

Tingkat Sekolah Dasar :

  1. Lomba menyanyi antar antar kelas saya mendapat juara 3.

Tingkat SMP ( Sekolah Menengah Pertama ) :

  1. Juara harapan 3 Rindik berpasangan dalam perlombaan antar sekolah atau yang sering di sebut juga dengan PSR ( Pekan Seni Remaja ) di Denpasar .
  2. Juara harapan 3 Kendang tunggal dalam perlombaan antar sekolah atau yang sering di sebut juga dengan PSR ( Pekan Seni Remaja ) di Denpasar.
  3. Sebagai peserta pendamping parade Gong Kebyar anak-anak di ajang Pesta Kesenian Bali.
  4. Sebagai penabuh dalam pementasan Tari dan Tabuh Kreasi Angklung Kebyar di Pesta Kesenian Bali XXXI tahun 2009.

Tingkat SMA ( Sekolah Menengah Atas ) :

  1. Juara Harapan 1 Lomba Gender Wayang berpasangan dalam perlombaan antar sekolah atau yang sering di sebut juga dengan PSR ( Pekan Seni Remaja ) di Denpasar.
  2. Juara Harapan 1 Lomba Gender Wayang berpasangan dalam perlombaan antar sekolah atau yang sering di sebut juga dengan PSR ( Pekan Seni Remaja ) di Denpasar.
  3. Sebagai Juara 1 Lomba Paduan Suara dalam perlombaan antar sekolah atau yang sering di sebut juga dengan PSR ( Pekan Seni Remaja ) di Denpasar
  4. Sebagai Juara 2 Dalam perlombaan Musikalisasi puisi se-Bali untuk mewakili SMAN 7 Denpasar, yang di wakili oleh kelompok teater Antariksa SMAN & Denpasar
  5. Sebagai Juara 1 Lomba Dramatisasi puisi
  6. Sebagai Juara 2 Lomba Gender Wayang berpasangan dalam perlombaan antar sekolah atau yang sering di sebut juga dengan PSR ( Pekan Seni Remaja ) di Denpasar.
  7. Sebagai Juara 3 Dance Competition Dalam ajang DBL.
  8.  Sebagai Juara 3 mekidung antar kelas dalam ajang HUT Kota Denpasar.

Sekian banyaknya saya mengikuti lomba-lomba, saya sangat malu dengan prestasi saya ini. Kenapa di setiap saya mengikuti lomba di bidang saya khususnya di bidang Karawitan saya selalu mendapatkan juara harapan. Sampai-sampai saya pernah masuk dalam surat kabar ( Wiyata Mandala ) dengan judul artikel Langganan Harapan. Dan baru akhir-akhir ini di akhir saya kls 3 SMA saya baru merasakan mendapatkan juara umum.

Nama saya I Kadek Agus Sastrawan ,bertempat tinggal di Br. Sebudi, Tanjung Bungkak, Denpasar. Tempat tanggal lahir Denpasaar 20 Agustus 1994. Riwayat pendidikan saya adalah (TK) taman kanak-kanan Dharma Putra, (SD) Sekolah Dasar Saraswati 3  , (SMP) Sekolah Menengah Pertama Dwujendra, (SMA) Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Denpasar  jurusan IPS, dan sampai saat ini saya sebagai mahasiswa di (ISI) Institut Seni Indonesia  Denpasar  jurusan karawitan. Saat ini saya berusia 18th. Hobi saya sejak kecil memang di karawitan. Awalnya saya suka dengan hobi ini adalah sejak kecil. Sejak kecil saya mempunyai 1 buah istrumen gamelan Gong Kebyar yaitu Gangsa, na pada saat inilah saya mulai mengenal namanya karawitan disinilah awal saya mulai memukul-memukul gamelan. Sampai pada akhirnya ada kegiatan megambel di banjar saya yaitu di Br. Sebudi saat ini lah saya mengenal lebih dalam tentang karawitan sampai sekarang ini.

Adapun Prestasi yang pernah saya raih, antara lain :

Tingkat Sekolah Dasar :

  1. Lomba menyanyi antar antar kelas saya mendapat juara 3.

Tingkat SMP ( Sekolah Menengah Pertama ) :

  1. Juara harapan 3 Rindik berpasangan dalam perlombaan antar sekolah atau yang sering di sebut juga dengan PSR ( Pekan Seni Remaja ) di Denpasar .
  2. Juara harapan 3 Kendang tunggal dalam perlombaan antar sekolah atau yang sering di sebut juga dengan PSR ( Pekan Seni Remaja ) di Denpasar.
  3. Sebagai peserta pendamping parade Gong Kebyar anak-anak di ajang Pesta Kesenian Bali.
  4. Sebagai penabuh dalam pementasan Tari dan Tabuh Kreasi Angklung Kebyar di Pesta Kesenian Bali XXXI tahun 2009.

Tingkat SMA ( Sekolah Menengah Atas ) :

  1. Juara Harapan 1 Lomba Gender Wayang berpasangan dalam perlombaan antar sekolah atau yang sering di sebut juga dengan PSR ( Pekan Seni Remaja ) di Denpasar.
  2. Juara Harapan 1 Lomba Gender Wayang berpasangan dalam perlombaan antar sekolah atau yang sering di sebut juga dengan PSR ( Pekan Seni Remaja ) di Denpasar.
  3. Sebagai Juara 1 Lomba Paduan Suara dalam perlombaan antar sekolah atau yang sering di sebut juga dengan PSR ( Pekan Seni Remaja ) di Denpasar
  4. Sebagai Juara 2 Dalam perlombaan Musikalisasi puisi se-Bali untuk mewakili SMAN 7 Denpasar, yang di wakili oleh kelompok teater Antariksa SMAN & Denpasar
  5. Sebagai Juara 1 Lomba Dramatisasi puisi
  6. Sebagai Juara 2 Lomba Gender Wayang berpasangan dalam perlombaan antar sekolah atau yang sering di sebut juga dengan PSR ( Pekan Seni Remaja ) di Denpasar.
  7. Sebagai Juara 3 Dance Competition Dalam ajang DBL.
  8.  Sebagai Juara 3 mekidung antar kelas dalam ajang HUT Kota Denpasar.

Sekian banyaknya saya mengikuti lomba-lomba, saya sangat malu dengan prestasi saya ini. Kenapa di setiap saya mengikuti lomba di bidang saya khususnya di bidang Karawitan saya selalu mendapatkan juara harapan. Sampai-sampai saya pernah masuk dalam surat kabar ( Wiyata Mandala ) dengan judul artikel Langganan Harapan. Dan baru akhir-akhir ini di akhir saya kls 3 SMA saya baru merasakan mendapatkan juara umum.