Garapan Traffic Light

  • Mei 15, 2018 at 11:49 am in

I Wayan Situbanda yang biasa dipanggil Banda adalah mahasiswa semester VII Insititut Seni Indonesia Denpasar yang bertempat tinggal dari Tampaksiring Gianyar, Banda membuat karyanya ini untuk di pentaskan di festival Rurung di Ubud, Banda ingin mengangkat suatu rambu-rambu lalulintas untuk dijadikan karya untuk dipentaskan, dan dia ingin mengimplementasikan Traffic Light kedalam karyanya.

Traffic Light atau bisa di sebut juga lampu lalu lintas ini adalah sebuah marka jalan untuk mengatur lalu lintas, dimana biasanya ada di persimpangan jalan untuk mengatur banyaknya kendaraan bermotor , dari situ muncul keinginan atau ide untuk mengangkat traffic light ini menjadi garapan music baru. Yang melatar belakangangi penggarap ingin mengangkat traffic light ini karena ketertarikan penggarap terhadap rambu jalan tersebut kerena pada saat ramainya lalu lintas khususnya pada persimpangan jalan harus ada lampu lalu lintas yaitu untuk mengatur arus lalu lintas supaya berjalan dengan lancar.

Konsep traffic light ini composer menuangkan keinginannya dalam instrument riong khususnya riong 7 nada namun pengambilan riong dengan cara acak atau eksperimental disini penggarap tidak mencari jalinan nada tersebut melainkan mencari ritme dari riong tersebut. Disini penggarap menggunakan Sembilan pencon riong dan pengambilan riong dipakai dari riong besar atau nada rendah dan riong nada tinggi, yaitu pengambilan nada rendahnya adalah nada nding , ndong, ndeng , dan mengambilan riong nada tinggi diambil acak dan nada dari riong tersebut dominan dengan nada tinggi. Dan pemain yang memainkan garapan ini adalah 3 orang pemain dan masing – masing memainkan 3 nada riong yaitu 1 riong yang nadanya rendah dan 2 riong bernada tinggi dan posisi riong ini pada garapan ini menyerupai Traffic Light dimana 3 riong besar atau nada rendah di jejerkan seperti lampu lalu lintas tersebut dimana nada nding di ibaratkan lampu merah, nada ndong ibaratkan lampu kuning, dan nada ndeng ibaratkan lampu hijau

Garapan ini tidak terikat dengan struktur atau garapan ini berupa eksperimental tetapi disini penggarap memakai fase – fase didalam terjadinya sebuah arus lalu lintas. Fase yang pertama disini penggarap menyebutnya dengan fase merah bagaimana fase merah tersebut berhentinya sebuah aktifitas atau berhentinya suatu laju kendaraan pada saat lampu merah dimana pada garapan ini penata menggambarkan fase terjadinya lampu merah atau yang berarti berhenti dengan mengubah tempo dari sedang menjadi lambat, maka pada saat tempo lambat disini penata menggambarkan saat lampu merah. Dan pada saat tempo sedang penata mengibaratkan dengan lampu kuning atau yang berarti hati – hati, dan pada saat berubah ke tempo cepat disinilah penata menggambarkan pada saat lampu hijau menyala atau saat kendaraan melaju.

 

 

 

 

Unsur-Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Suatu Cerita

PERSAHABATAN YANG TAK SEJATI

 

Pada tahun 1990 di daerah Bandung hiduplah dua saudagar kaya kaya yang bernama Tohar dan Badrul. Kedua saudagar ini itu sudah lama menjalin persahabatan, mereka sering berdagang bersama-sama ke kota yang dekat maupun yang jauh dari Bandung. Disana ada saudagar lain yang bernama Dirman. Ia sangat iri dan dengki dan ingin menjatuhkan perdagangan dan persahabatan Tohar dan Badrul, dengan cara memfitnah dan mengadu domba keduanya.

Pada suatu hari Dirman datang ke rumah saudagar Tohar yang sedang terbaring sakit, katanya “Hai, saudaraku Tohar, sebenarnya kedatanganku kemari hanya ingin menyampaikan berita yang mungkin sangat mengejutkan dan membuatmu marah.”

“ Berita apakah, hai saudaraku?” Tanya Tohar cemas

“ Begini saudaraku,” jawab Dirman. “ Ketika sedang melewati rumah Badrul , aku mendengar ia berkata pada istrinya, bahwa ia akan menipumu dengan mengatakan, dalam perjalan ke Jakarta dia diserang perampok.”

“ Tak urung Tohar sangat terkejut dan marah besar, ia percaya dengan apa yang dikatakan Dirman.

Karena sedang sakit dia menitipkan barang dagangannya dengan sahabatnya untuk di jual ke Jakarta. Keesokan harinya datanglah Dirman kerumah Badrul yang hendak ke Jakarta, lagi-lagi ia memfitnah Tohar. Katanya “ Hai Badrul sahabatku, sebenarnya aku datang kemari untuk menyampaikan berita yang mungkin sangat mengejutkanmu dan membuatmu marah.”

“ Berita apakah, Hai sahabatku Dirman?” Tanya Badrul tak sabar.

“ Begini sahabatku, aku mendengar dari seorang temankuyang disuruh oleh Tohar untuk merampokmu di tengah perjalanan menuju Jakarta,” jawab Dirman.

“ Ia sebenarnya pura-pura sakit agar dapat menjalankan tipu dayanya” tambah saudagar Dirman dengan liciknya.

Seketika itu juga Badrul marah, karena merasa ditipu dan dikhianati oleh sahabatnya, setelah Dirman pulang, Badrul tidak jadi berangkat ke Jakarta, tapi langsung pergi kerumah Tohar. Ditengah perjalanan Badrul bertemu dengan Tohar yang walau sedang sakit akan pergi kerumah Badrul. Saat itulah terjadi pertengkaran.

“ Mengapa kau hendak menipuku?” Tanya Badrul dengan suara keras, kerena sedang marah.

“ Aku tidak pernah menipumu!!! Malah sebaliknya engkau yang akan menipuku!!! Tambah Tohar lagi dengan geram.

Seketika itu Badrul langsung memukul Tohar perkelahian hebatpun terjadi disana. Melihat kejadian itu dari balik pohon, Dirman tertawa terbahak-bahak, karena merasa siasatnya berhasil. Ia tak menyadari perbuatannya diketahui dan dicurigai oleh seorang petani yang hendak beristirahat dipohon itu. Dengan cepat petani itu langsung menangkap Dirman dan langsung membawanya ke dua sahabat yang sedang berkelahi itu.

“ Berhenti!!!!” teriak petani dengan suara mengglegar. Mengapa sesame sahabat kalian berkelahi?” Tanya petani itu kembali dengan suara keras.

Segera kedua saudagar itu menceritakan semua apa yang mereka dengar dari Dirman, yang ketika itu berdiri di samping petani. Petani itu sangat marah pada kepada kedua saudagar itu, karena mereka percaya begitu saja apa yang dikatakan orang lain tanpa menyelidiki dulu kebenarannya.

Lalu mereka berdua menyadari bahwa mereka telah ditipu oleh Dirman, dan juga mengetahui bahwa persahabatan mereka selama ini tidak sejati. Mereka saling mencurigai satu sama lain, hingga mudah diperdayai oleh orang lain. selanjutnya Dirman dilaporkan kepolisi dan dijebloskan kepenjara karena telah memfitnah dan mengadu domba kedua saudagar itu. Akhirnya kedua saudagar itu belajar untuk saling percaya satu sama lain.

 

 

 

UNSUR-UNSUR INTRINSIK

  1. TEMA

            Dalam cerita Sahabat Yang Tak Sejati ini tema utamanya adalah Persahabatan. Dimana kisah sahabat yang di ganggu oleh teman yang iri melihat persahabatan mereka dan kesuksesan mereka.

 

  1. ALUR ( Plot)
  2. Pengenalan Situasi Cerita

            Cerita mulai dengan adanya suatu persahabatan yang ada di suatu daerah di Bandung, bermula dari berdagang bersama lalu menjadi sahabat dan menjadi saudagar yang kaya dan sukses, karena mereka bekerja sama membangun usaha dari nol bersama-sama.

  1. Menuju Konflik

            Adapun Konflik yang muncul disini adalah adanya suatu teman yang bernama Dirman yang iri melihat persahabatan dan kesuksesan dari Tohar dan Badrul.

  1. Puncak Konflik

            Dirman pun mulai memfitnah persahabatan Tohar dan Badrul dengan cara mengadu domba persahabatan mereka, Dirman memfitnah Badrul dengan mengatakan Badrul akan mengatakan dirampok saat perjalanan menuju Jakarta kepada Tohar. Dan Dirman juga memfitnah Tohar mengatakan bahwa Tohar lah yang menyuruh perampok untuk merampok Badrul.

  1. Penyelesaian Konflik

            Akhirnya Dirman ketahuan mengadu domba Tohar dan Dirman oleh petani yang mencurigai Dirman yang berada di belakang pohon saat kedua persahabatan ini sedang berkelahi. Dan akhirnya kedua persahabatan ini kembali baikan dan belajar mempercayai satu sama lain.

 

  1. LATAR CERITA
  2. Latar Tempat

            Latar cerita yang digambarkan dalam novel ini adalah di sebuah daerah di Bandung. Dan ada pula yang latar tempatnya di pohon, di rumah Badrul, dan di rumah Tohar.

 

  1. Latar Waktu

Latar waktu yang disampaikan pada cerita ini sudah tertera pada awal cerita yaitu pada tahun 1990.

 

  1. Latar Suasana

            Latar suasana yang tergambar pada cerita ini ini beraneka ragam yaitu, ada katanya senang, marah, ketakutan. Berikut ini adalah beberapa penggalan yang menjelaskan latar suasana dalam cerita ini.

  • Suasana senang

 

Salah satu penggalan cerita yang menggambarkanlatar suasana senang adalah saat rencana Dirman berhasil mengadu domba Tohar dan Badrul.

 

  • Suasana marah

 

Salah satu penggalan cerita yang menggambarkan suasana marah adalah saat Badrul marah saat mendengar cerita dari Dirman bahwa sahabatnya sendiri akan berniat buruk kepadanya dengan menyuruh perampok, merampok barang milik Badrul.

 

  • Suasana ketakutan

 

Salah satu penggalan cerita yang menggambarkan suasana marah adalah saat Dirman ketahuan oleh petani karena sudah mengadu domba Tohar dan Badrul.

 

  1. PENOKOHAN ( watak tokoh)

Tokoh-tokoh yang berperan pada cerita ini yaitu:

  • Tohar

Adalah seorang saudagar yang kaya, yakni memiliki sahabat yang sama-sama menjadi saudagar dan membangun usahanya berdua. Memiliki sifat mudah percaya terhadap perkataan orang lain.

  • Badrul

Adalah sahabat dari Tohar, yakni juga memiliki sifat yang sama seperti Tohar gampang percaya terhadap orang lain. dan sama-sama menjadi saudagar.

  • Dirman

Adalah saudagar lainnya yang mempunyai sifat iri dan dengki dan ingin menjatuhkan usaha Tohar dan Badrul. Sifat nya sangat licik.

  1. TOKOH-TOKOH LAINYA
  2. Petani

Adalah orang yang kebetulan lewat dan memergoki perbuatan yang dilakukan oleh Dirman, dan sebagai sosok penengah dalam cerita ini.

  1. SUDUT PANDANG

Sudut pandang yang digunakan pada cerita ini adalah sudut pandang orang ke tiga dilihat dari si penulis berada di luar isi cerita dan hanya mengisahkan tokoh dia di dalam cerita.

  1. AMANAT
  • Jangan gampang percaya terhadap perkataan orang lain, karena belum tentu orang lain itu benar , kita harus mencari tau kebenarannya terlebih dahulu.
  • Kita mempunyai sahabat harus bisa saling percaya satu sama lain, jika kita bisa percaya persahatan itu akan bertahan lama.

 

UNSUR-UNSUR EKSTRINSIK

  1. Latar Belakang Tempat Tinggal

Letak tempat tinggal yang dibuat oleh penulis di sini adalah di daerah Bandung

 

 

Gending Gender Tulang Lindung

  • Mei 15, 2018 at 11:42 am in

GENDING TULANG LINDUNG
Gending Tulang Lindung adalah salah satu gending Gender Wayang yang biasanya dimainkan saat pertunjukan wayang kulit. Gending Tulang Lindung dilihat dari kata ada dua yaitu Tulang dan Lindung , Tulang berarti bagian dari tubuh yaitu jaringan yang kuat untuk menopang tubuh, menurut saya mungkin yang dimagsud dengan Tulang pada Gending Tulang lindung adalah pukulan tangan kanan pada permainan gending ini, yaitu tangan kanan dari awal sampai akhir lagu permainannya tetap atau ajeg, dimana tangan kanan hanya memukul satu nada saja dan permainannya teg-teg (seperti kajar yang mengikuti tempo ). Dan Lindung dalam bahasa Indonesia berarti Belut yakni hewan yang hidup disawah yang biasYouTube Preview Imageanya hidup di lobang-lobang di sawah, yang dimagsudkan Lindung dalam gending ini adalah pukulan pada tangan kiri yakni tangan kiri memainkan melodi yang terus berjalan yang seperti belut yang tidak bisa diam atau meliuk-liuk terus berpindah-pindah. Jadi gending Tulang Lindung ini berarti pukulan permainannya yakni tangan kanan menyerupai Tulang yang selalu teg-teg atau lurus saja dan tangan kiri menyerupai Lindung ( belut) yang tidak bisa diam atau meliuk-liuk seperti belut.
Adapun gending Tulang Lindung yang saya mainkan ini adalah gending Tulang stail Tunjuk , ada bebrapa stail gending-gending Gender Wayang di Bali , yakni Stail Sukawati, Stail Kayu Mas , dan Stail Tunjuk itu yang saya ketahui mungkin masi banyak Stail-stail lainnya yang saya belum ketahui.
Apabila ada kesalahan pada tulisan saya ini saya mohon maaf, saya mohon bimbingannya kepada pembaca , apa bila ada kesalahan, sekian

OGOH-OGOH BARIS KETEKOK JAGO BR TUNJUK TENGAH DS TUNJUK TABANAN

A. PENDAHULUAN

Hari raya Nyepi merupakan satu hari raya umat Hindu yang rutin dilaksanakan setiap tahun sebagai perayaan tahun baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender Caka yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Nyepi dilaksanakan sebagai upacar pembersihan bagi alam semesta jagad raya ini. Umat Hindu sangat berkepentingan akan pembersihan lingkungan dan dirinya dari segala kekotoran, yang kotor dan bernoda, supaya benar-benar bersih lahir dan batin menghadapi hari esok setelah hari raya Nyepi. Penyepian yang dilaksanakan dengan berpuasa, merenung, juga mampunyai makna introspeksi diri. Dalam hening sepi umat dapat menjalin hubungan dengan tuhan, alam lingkungan dan sesame sehingga ketenangan dan kedamaian bisa terwujud.

Perayaam Nyepi oleh umat Hindu di awali dengan mengadakan Bhuta Yadnya yang mempunyai makna penyucian Bhuwana, kemudian umat yang melaksanakan hari raya Nyepi melakukan Catur Brata Penyepian, yakni : Amati Geni ( tidak menghidupkan api, tidak menyalakan lampu, memasak, merokok ,dan kegiatan apa saja yang menggunakan api ), Amati Karya ( tidak bekerja atau tidak melakukan pekerjaan apapun ),  Amati Lelungan ( tidak berpergian ), Amati Lelanguan ( tidak bersenang-senang, tidak mendengarkan gambelan atau musik, tidak minum-minuman keras, dll ). Dengan kata lain umat Hindu hanya diam dirumah dan tidak melakukan apa, dan sambil merenung dan bersemadi, dan melakukan puasa.

Tiga atau dua hari sebelum hari raya Nyepi umat Hindu melakukan penyucian dengan melakukan Upacara Melasti atau bisa juga disebut Melis atau Mekiyis. Pada saat melasti umat Hindu mempersiapkan segala sarana persembahyangan yang ada di Pura setempat dan diarak menuju ke pantai atau danau, karena disana terdapat sumber mata air dimana laut adalah sumber air suci, dan bisa menyucikan segala ketoran ( leteh ) di dalam diri manusia dan alam. Sehari sebelum hari raya Penyepian yaitu pada tillem sasih kesanga ( bulan mati ke-9) umat hindu melakukan upacara Bhuta Yadnya di segala tingkatan masyarakat, mulai dari masing-masing keluarga, banjar, desa. Melakukan upacara tawur kesanga atau pecaruan ( penyucian/pemarisuda Bhuta Kala dan segala kekotoran )

Setelah melakukan caru tersebut biasanya pemuda-pemudi di setiap banjar atau desa mengarak Ogoh-ogoh keliling desa. Ogoh-ogoh atau ogah-ogah memiliki arti sesuatu yang digoyangkan, atau bisa disebut boneka raksasa yang diarak keliling desa, yang perwujudannya menyerupai Bhuta Kala. Fungsi Ogoh-ogoh itu sendiri sebagai representasi Bhuta Kala, yang buat menjelang hari raya Nyepi. Menurut para cendekiawan dan praktisi Hindu Dharma, poroses ini melambangkan keinsafan manusia akan kekuatan Bhuana Agung ( alam raya ) dan Bhuana Ali ( diri manusia ). Dalam pandangan tattwa ( filsafat ), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup, khususnya manusia dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran. Semua tergantung pada niat luhur manusia, sebagai makhluk Tuhan yang peling sempurna dalam menjaga dirinya sendiri dan alam semesta.

 

 

B. DESKRIPSI OGOH-OGOH BARIS KETEKOK JAGO

Baris Ketekok Jago adalah tema dari Ogoh-ogoh Br Tunjuk Tengah Ds Tunjuk Tabanan, Baris Ketekok Jago adalah salah satu bentuk baris wali kerap juga disebut dengan Baris Poleng karena kostum yang dipakai dominan hitam putih dan membawa tombak yang juga dicat hitam putih. Tarian ini merupakan tari tradisoanal yang langka karena hanya di jumpai di berbagai desa atau kota di Bali. Bari Ketekok Jago mempunyai fungsi yang ganda, selain sebagai sarana upacara Dewa Yadnya, tarian ini juga sering digunakan untuk upacara Pitra Yadnya.

Sejarah Tari Baris Ketekok Jago :

Literatur tertua yang mengungkapkantentang baris adalah Lontar Usada Bali yang menyatakan: setelah Mayadenawa dapat dikalahkan maka diputuskan mendirikan empat buah kahyangan di Kedisan, Tihingan, Manukraya , dan Keduhuran. Begitu kahyangan berdiri megah, upacara dan keramaian pun diadakan dimana para Widyadari menari Rejang, Widyadara menari baris dan Gandarwa menjadi penabuh. Legenda Mayadenawa tersebut terjadi saat Bali diperintah Raja Sri Candrabhaya Warmadewa sebagai raja ke empat dari dinasti Warmadewa yang memerintah dari tahun 962 hingga 975. Dengan demikian dapat disimak bahwa pada abad X sudah ada tari Baris, namun bentuknya apakah sama dengan Baris upacara yang ada sekarang, memerlukan perenungan lebih mendalam. Nama Bari Ketekok Jago di analisa berasal dari peran yang dibawakan oleh penari yang merupakan jenis burung dan unggas.

Sumber lain yang lebih muda yakni Kidung Sunda yang ditulis tahun 1550 dapat memberikan gambaran yang lebih jelas, karena merupakan kesusastraan majapahit yang kemudian banyak mempengaruhi kebudayaan Hindu Bali. Disebutkan, tujuh macam barisan yang dipentaskan Raja Hayam Wuruk, sehubungan dengan upacara pemakaman Raja Sunda yang tewas terbunuh dalam perang bubat. Salah satu barisan itu disebut Tari Limping yang bentuknya mendekati Baris Tombak di Bali.

Jenis tarian ini merupakan perwatakan yang sangat unik, menekankan keseimbangan dan kesetabilan langkah-langkah pada waktu berbaris maupun sangat saat memainkan senjatanya sehingga disebut tari kepahlawanan. Semula merupakan tari pengawal istana untuk bersiaga melindungi kerajaan dari kekacauan dan kemudian menjadi suatu sajian suci untuk berbagai kegiatan upacara agama. Dalam penyajian membentuk formasi berbaris kebelakang dan kesamping yang dibawakan secara masal, sampai 40 orang penari laki-laki. Kini jenis tari barisan diperkirakan masih bertahan sekitar 20 macam, yang masing-masing memiliki perwatakann yang cukup unik. Dari situlah STT Widya Dharma Br Tunjuk Tengah Ds Tunjuk mendapat inspirasi membuat ogoh-ogoh dengan tema Baris Ketekok Jago, terinspirasi dari keunikan busananya, macam geraknya, dan Bari Ketekok Jago juga memiliki keunikan tersendiri.

 

 

C. PENJELASAN BALAGANJUR PENGIRING

Balaganjur berasal dari kata Bala dan Ganjur. Bala berarti pasukan atau barisan, Ganjur berarti berjalan. Jadi balaganjur yang kemudian menjadi Balaganjur yaitu suatu pasukan atau barisan yang sedang berjalan, yang kini pengertiannya lebih berhubungan dengan sebuah barungan gamelan. Balaganjur adalah sebuah ensamble yang merupakan perkembangan dari gamelan Bonangan, baik dari segi instrumentasinya maupun komposisi lagunya. Instrumen balaganjur itu sendiri terdiri atas :

  1. Satu buah Kendang Lanang
  2. Satu buah Kendang Wadon
  3. Empat buah Reong (dong,deng,dung,dang)
  4. Dua buah Ponggang (dung,dang)
  5. Delapan sampai sepuluh buah Ceng-ceng
  6. Satu buah Kajar
  7. Satu buah Kempli
  8. Satu pasang Gong
  9. Satu buah kempur
  10. Satu buah Kempur

Balaganjur yang digunakan untuk mengiringi ogoh-ogoh di Br Tunjuk Tengah Ds Tunjuk Tabanan adalah balaganjur pada umumnya, tetapi menambahkan instrumen tambahan yaitu : 3 buah Tawa-tawa, 3 buah Bende,4 buah kul-kul dan juga menambahkan alat music dari bahan bekas antara lain : 1 buah Drim, 4 buah gallon , dan 10 kaleng-kaleng bekas. Musiknya tergolong keras dan energik untuk memberi semangat kepada yang menggarap ogoh-ogoh, dan bisa juga dibuat sebagai iringan tari.

 

 

D. FOTO DAN PENJELASANNYA

Proses pembuatan pengelasan dan pembuatan rangka ogoh-ogoh

 

Gambar: Rangka setengah jadi, dan akan dilanjutkan dengan proses pengulatan

proses pengulatan rangka ogoh-ogoh

 

Proses latihan balaganjur

Proses pemasangan baju ogoh-ogoh

Gambar Ogoh-ogoh sudah jadi

 

 

E. KESIMPULAN

Hari raya Nyepi merupakan satu hari raya umat Hindu yang rutin dilaksanakan setiap tahun sebagai perayaan tahun baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender Caka yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Nyepi dilaksanakan sebagai upacar pembersihan bagi alam semesta jagad raya ini. Perayaam Nyepi oleh umat Hindu di awali dengan mengadakan Bhuta Yadnya yang mempunyai makna penyucian Bhuwana, kemudian umat yang melaksanakan hari raya Nyepi melakukan Catur Brata Penyepian, yakni : Amati Geni ( tidak menghidupkan api, tidak menyalakan lampu, memasak, merokok ,dan kegiatan apa saja yang menggunakan api ), Amati Karya ( tidak bekerja atau tidak melakukan pekerjaan apapun ),  Amati Lelungan ( tidak berpergian ), Amati Lelanguan ( tidak bersenang-senang, tidak mendengarkan gambelan atau musik, tidak minum-minuman keras, dll ). Dengan kata lain umat Hindu hanya diam dirumah dan tidak melakukan apa, dan sambil merenung dan bersemadi, dan melakukan puasa.

Baris Ketekok Jago adalah tema dari Ogoh-ogoh Br Tunjuk Tengah Ds Tunjuk Tabanan, Baris Ketekok Jago adalah salah satu bentuk baris wali kerap juga disebut dengan Baris Poleng karena kostum yang dipakai dominan hitam putih dan membawa tombak yang juga dicat hitam putih. Tarian ini merupakan tari tradisoanal yang langka karena hanya di jumpai di berbagai desa atau kota di Bali. Bari Ketekok Jago mempunyai fungsi yang ganda, selain sebagai sarana upacara Dewa Yadnya, tarian ini juga sering digunakan untuk upacara Pitra Yadnya.

 

 

F. DAFTAR PUSTAKA

 

Bandem, Made (1993). Ensiklopedi Musik Bali

Nyoman S. Pendit , Nyepi Hari Kebangkitan dan Toleransi, h. 37

Sejarah Puputan Margarana

A. Sejarah Awal Terjadinya Perang Puputan Margarana

https://ilovebaliku.files.wordpress.com/2011/08/taman-margarana.jpg

Puputan adalah tradisi perang masyarakat Bali. Puputan berasal dari kata puput. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata puput bermakna terlepas dan tanggal. Adapun yang dimaksud dengan kata puputan versi pribumi bali adalah perang sampai nyawa lepas atau tanggal dari badan. Dapat dikatakan kalau puputan adalah perang sampai game over atau titik darah terakhir. Istilah Margarana diambil dari lokasi pertempuran hebat yang saat itu berlangsung di daerah Marga, Tababan-Bali. Menurut sejarah, ada sejumlah puputan yang meletus di Bali. Namun, yang terkenal dan termasuk hebat, terdapat sekitar dua puputan. Pertama, Puputan Jagaraga yang dipimpin oleh Kerajaan Buleleng melawan imprealis Belanda. Strategi puputan yang diterapkan ketika itu adalah sistem tawan karang dengan menyita transportasi laut imprealis Belanda yang bersandar ke pelabuhan Buleleng. Kedua, puputan Margarana yang berpusat di Desa Adeng, Kecamatan Marga, Tababan, Bali. Tokoh perang ini adalah Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai. I Gusti Ngurah Rai dilahirkan di Desa Carangsari, Kabupaten Badung, Bali, 30 Januari 1917. Puputan Margarana dianggap banyak pihak sebagai perang sengit yang pernah bergulir di Pulau Dewata, Bali. Terdahap beberapa versi yang melatarbelakangi meledaknya Puputan Margarana. Namun, jika kembali membalik lembaran sejarah Indonesia, maka dapat ditarik sebuah benang merah bahwa perang ini terjadi akibat ketidakpuasan yang lahir pasca Perjanjian Linggarjati. Perundingan itu terjadi pada 10 November 1945, antara Belanda dan pemerintahan Indonesia. Salah satu poin Linggarjati membuat hati rakyat Bali terasa tercabik hatinya adalah tidak masuknya daerah Bali menjadi bagian dari daerah territorial Indonesia. Linggar jadi sangat menguntungkan Belanda. Melalui Linggarjati Belanda hanya mengakui Sumatera, Jawa dan Madura sebagai wilayah teritorial Indonesia secara de facto, sementara tidak untuk pulau seribu idaman, Dewata, Bali. Niat menjadikan Bali sebagai Negara Indonesia Timur, Belanda menambah kekuatan militernya untuk menacapkan kuku imprealis lebih dalam di Bali.

Pasca Linggarjati sejumlah kapal banyak mendarat di pelabuhan lepas pantai Baling. Ini juga barangkali yang menyebabkan meletusnya Puputan Jagarana yang dipimpin oleh Kerajaan Buleleng. Keadaan ini membuat suhu perpolitikan dalam negeri sedikit tidak stabil, goyah Sebagian pihak menilai perjanjian Linggarjati merugikan RI. Rakyat bali kecewa karena berhak menjadi bagian dari kesatuan RI. I Gusti Ngurah Rai yang saat itu menjabat sebagai Komandan Resiman Nusa Tenggara ‘digoda’ oleh Belanda. Sejumlah tawaran menggiurkan disodorkan untuk meluluhkan hati Sang Kolonel agar membentuk Negara Indonesia Timur. Gusti Ngurah Rai yang saat itu berusia 29 tahun lebih memilih Indonesia sebagai Tanah Airnya. Alur Puputan Margarana bermula dari perintah I Gusti Ngurah Rai kepada pasukan Ciung Wanara untuk melucuti persenjata polisi Nica yang menduduki Kota Tabanan. Perintah yang keluar sekitar pertengahan November 1946, baru berhasil mulus dilaksakan tiga hari kemudian. Puluhan senjata lengkap dengan alterinya berhasil direbut oleh pasukan Ciung Wanara. Pasca pelucutan senjata Nica, semua pasukan khusus Gusti Ngurah Rai kembali dengan penuh bangga ke Desa Adeng-Marga. Perebutan sejumlah senjata api pada malam 18 November 1946 telah membakar kemarahan Belanda. Belanda mengumpulkan sejumlah informasi guna mendeteksi peristiwa misterius malam itu. Tidak lama, Belanda pun menyusun strategi penyerangan. Tampaknya tidak mau kecolongan kedua kalinya, pagi-pagi buta dua hari pasca peristiwa itu (20 November 1946) Belanda mulai mengisolasi Desa Adeng, Marga. Batalion Ciung Wanara pagi itu memang tengah mengadakan longmarch ke Gunung Agung, ujung timur Pulau Bali. Selain penjagaan, patroli juga untuk melihat sejuah mana aktivitas Belanda. Tidak berselang lama setelah matahari menyinsing (sekitar pukul 09.00-10.00 WIT), pasukan Ciung Wanara baru sadar kalau perjalanan mereka sudah diawasi dan dikepung oleh serdadu Belanda. Melihat kondisi yang cukup mengkhawatirkan ketika itu, pasukan Ciung Wanara memilih untuk bertahanan di sekitar perkebunan di daerah perbukitan Gunung Agung.
Benar saja, tiba-tiba rentetan serangan bruntun mengarah ke pasukan Ciung Wanara. I Gusti Ngurah Rai saat itu memang sudah gerah dengan tindak-tanduk Belanda mengobarkan api perlawanan. Aksi tembak-menembak pun tak terelakkan. Pagi yang tenang seketika berubah menjadi pertempuran yang menggemparkan sekaligus mendebarkan. Ciung Wanara saat ini memang cukup terkejut, sebab tidak mengira akan terjadi pertempuran hebat semacam itu.
Letupan senjata terdengar di segala sisi daerah marga. Pasukan Indische Civil Administration (NICA) bentukan Belanda, yang merasa sangatmerasa terhina dengan peristiwa malam itu sangat ambisius dan brutal mengemur Desa Marga dari berbagai arah. Serangan hebat pagi itu tak kunjung membuat Ciung Wanara dan Gusti Ngurah Rai Menyerah. Serangan balik dan terarah membuah Belanda kewalahan. Sederetan pasukan lapis pertama Belanda pun tewas dengan tragis. Strategi perang yang digunakan Gusti Ngurah Rai saat itu tidak begitu jelas. Namun, kobaran semangat juang begitu terasa. Pantang menyerah, biarlah gugur di medan perang, menjadi prinsip mendarah daging di tubuh pasukan Gusti Ngurah Rai. Seketika itu, kebun jagung dan palawija berubah menjadi genosida manusia. Ada yang menyebutkan, saat itulah Gusti Ngurah Rai menerapkan puputan, atau prinsip perang habis-habisan hingga nyawa melayang. Demi pemberangusan Desa Marga, Belanda terpaksa meminta semua militer di daerah Bali untuk datang membantu. Belanda juga mengerahkan sejumlah jet tempur untuk membom-bardir kota Marga. Kawasan marga yang permai berganti kepulan asap, dan bau darah terbakar akibat serangan udara Belanda. Perang sengit di Desa Marga berakhir dengan gugurnya I Gusti Ngurah Rai dan semua pasukannya. Puputan Margarana menyebabkan sekitar 96 gugur sebagai pahlawan bangsa, sementara di pihak Belanda, lebih kurang sekitar 400 orang tewas. Mengenang perperangan hebat di desa Marga maka didirikan sebuah Tuguh Pahlawan Taman Pujaan Bangsa. Tanggal 20 November 1946 juga dijadikan hari perang Puputan Margarana. Perang ini tercatat sebagai salah satu perang hebat di Pulau Dewata dan Indonesia.

B.Latar Belakang Perang Puputan Margarana

 

Latar belakang munculnya puputan Margarana sendiri bermula dari Perundingan Linggarjati. Pada tanggal 10 November 1946, Belanda melakukan Perundingan Linggarjati dengan pemerintah Indonesia. Dijelaskan bahwa salah satu isi dari Perundingan Linggarjati adalah Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Dan selanjutnya Belanda diharuskan sudah meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949. Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1949 Belanda mendaratkan pasukannya kurang lebih 2000 tentara di Bali yang diikuti oleh tokoh-tokoh yang memihak Belanda. Tujuan dari pendaratan Belanda ke Bali sendiri adalah untuk menegakkan berdirinya Negara Indonesia Timur. Pada waktu itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang menjabat sebagai Komandan Resiman Nusa Tenggara sedang pergi ke Yogyakarta untuk mengadakan konsultasi dengan Markas tertinggi TRI, sehingga dia tidak mengetahui tentang pendaratan Belanda tersebut. Di saat pasukan Belanda sudah berhasil mendarat di Bali, perkembangan politik di pusat Pemerintahan Republik Indonesia kurang menguntungkan akibat perundingan Linggarjati, di mana pulau Bali tidak diakui sebagai bagian wilayah Republik Indonesia. Pada umumnya Rakyat Bali sendiri merasa kecewa terhadap isi perundingan tersebut karena mereka merasa berhak masuk menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Terlebih lagi ketika Belanda berusaha membujuk Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai untuk diajak membentuk Negara Indonesia Timur. Untung saja ajakan tersebut ditolak dengan tegas oleh I Gusti Ngurah Rai, bahkan dijawab dengan perlawanan bersenjata Pada tanggal 18 November 1946. Pada saat itu I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya Ciung Wanara Berhasil memperoleh kemenangan dalam penyerbuan ke tangsi NICA di Tabanan. Karena geram, kemudian Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya di Bali dan Lombok untuk menghadapi perlawanan I Gusti Ngurah Rai dan Rakyat Bali. Selain merasa geram terhadap kekalahan pada pertempuran pertama, ternyata pasukan Belanda juga kesal karena adanya konsolidasi dan pemusatan pasukan Ngurah Rai yang ditempatkan di Desa Adeng, Kecamatan Marga, Tabanan, Bali. Setelah berhasil mengumpulkan pasukannya dari Bali dan Lombok, kemudian Belanda berusaha mencari pusat kedudukan pasukan Ciung Wanara.

C. Puncak Peristiwa Perang Puputan Margarana

 

Pada tanggal 20 November 1946 I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya (Ciung Wanara), melakukan longmarch ke Gunung Agung, ujung timur Pulau Bali. Tetapi tiba-tiba ditengah perjalanan, pasukan ini dicegat oleh serdadu Belanda di Desa Marga, Tabanan, Bali. Tak pelak, pertempuran sengit pun tidak dapat diindahkan. Sehingga sontak daerah Marga yang saat itu masih dikelilingi ladang jagung yang tenang, berubah menjadi pertempuran yang menggemparkan dan mendebarkan bagi warga sekitar. Bunyi letupan senjata tiba-tiba serentak mengepung ladang jagung di daerah perbukitan yang terletak sekitar 40 kilometer dari Denpasar itu.
Pasukan pemuda Ciung Wanara yang saat itu masih belum siap dengan persenjataannya, tidak terlalu terburu-buru menyerang serdadu Belanda. Mereka masih berfokus dengan pertahanannya dan menunggu komando dari I Gusti Ngoerah Rai untuk membalas serangan. Begitu tembakan tanda menyerang diletuskan, puluhan pemuda menyeruak dari ladang jagung dan membalas sergapan tentara Indische Civil Administration (NICA) bentukan Belanda. Dengan senjata rampasan, akhirnya Ciung Wanara berhasil memukul mundur serdadu Belanda.
Namun ternyata pertempuran belum usai. Kali ini serdadu Belanda yang sudah terpancing emosi berubah menjadi semakin brutal. Kali ini, bukan hanya letupan senjata yang terdengar, namun NICA menggempur pasukan muda I Gusti Ngoerah Rai ini dengan bom dari pesawat udara. Hamparan sawah dan ladang jagung yang subur itu kini menjadi ladang pembantaian penuh asap dan darah. Perang sampai habis atau puputan inilah yang kemudian mengakhiri hidup I Gusti Ngurah Rai. Peristiwa inilah yang kemudian dicatat sebagai peristiwa Puputan Margarana. Malam itu pada 20 November 1946 di Marga adalah sejarah penting tonggak perjuangan rakyat di Indonesia melawan kolonial Belanda demi Nusa dan Bangsa.

Top