Gending Gender Wayang “Cecek Megelut”

Gender adalah nama dari sebuah tungguhan gamelan yang berbentuk bilah (metalophone). Kata gender biasanya dirangkaikan dengan kata rambat dan wayang yang memiliki bentuk, laras, dan fungsi yang berbeda. Gender Wayang adalah nama dari salah satu tungguhan gender yang berbilah sepuluh dan berlaras selendro. Spesifikasi Gender Wayang adalah sebuah tungguhan gender yang dipakai untuk mengiringi pertunjukan wayang
Gender wayang merupakan sebuah gamelan yang masuk pada klasifikasi gamelan tua, di Bali gambelan Gender Wayang terlupakan telah ada pada abad ke 14 . Gender Tunggguhan atau yang lebih dikenal dengan gamelan Gender Wayang tersebar hampir di seluruh penjuru pulau Bali. Gender Wayang adalah sebuah instrumen yang digunakan untuk mengiringi upacara keagamaan di Bali seperti pada upacara Dewa Yadnya untuk mengiringi pertunjukan Wayang Gedog (wayang lemah) dan pada upacara Manusa Yadnya mengiringi prosesi potong gigi (mepandes). Begitu luas manfaat dan fungsi dari keberadaan gamelan Gender Wayang tersebut bagi kehidupan ritual keagamaan dari masyarakat Bali, namun semua itu masih terbatas dari segi konteks fungsi dari unsur musikalnya, apabila dilihat dari banyak etnomusikologi elemen-elemen yang belum terungkap memberikan dampak dan pengaruh dalam perkembangan gamelan Gender Wayang khususnya. Di sini pendekatan etnomusikologi yang digunakan bukan hanya untuk mengulas unsur musikalnya saja, tetapi akan digunakan untuk membedah faktor-faktor lain diluar unsur musikal. Seperti bagaimana dengan lingkungan masyarakat pendukung, letak geografis, bentuk topografi, bahasa, kebudayaaan, dan agama dari sebuah tempat berkembangnya gamelan Gender Wayang. Dari sudut budaya, karakteristik masyarakat yang mendukung sangat mempengaruhi gaya atau gaya kedaerahan dari Gender Wayang, terbukti adanya tiga laras slendro dalam kategori saih atau tinggi rendahnya Tuning. Di sini pendekatan etnomusikologi yang digunakan bukan hanya untuk mengulas unsur musikalnya saja, tetapi akan digunakan untuk membedah faktor-faktor lain diluar unsur musikal. Seperti bagaimana dengan lingkungan masyarakat pendukung, letak geografis, bentuk topografi, bahasa, kebudayaaan, dan agama dari sebuah tempat berkembangnya gamelan Gender Wayang. Dari sudut budaya, karakteristik masyarakat yang mendukung sangat mempengaruhi gaya atau gaya kedaerahan dari Gender Wayang, terbukti adanya tiga laras slendro dalam kategori saih atau tinggi rendahnya Tuning. Di sini pendekatan etnomusikologi yang digunakan bukan hanya untuk mengulas unsur musikalnya saja, tetapi akan digunakan untuk membedah faktor-faktor lain diluar unsur musikal. Seperti bagaimana dengan lingkungan masyarakat pendukung, letak geografis, bentuk topografi, bahasa, kebudayaaan, dan agama dari sebuah tempat berkembangnya gamelan Gender Wayang. Dari sudut budaya, karakteristik masyarakat yang mendukung sangat mempengaruhi gaya atau gaya kedaerahan dari Gender Wayang, terbukti adanya tiga laras slendro dalam kategori saih atau tinggi rendahnya Tuning. dan agama dari sebuah tempat hidup berkembangnya gamelan Gender Wayang. Dari sudut budaya, karakteristik masyarakat yang mendukung sangat mempengaruhi gaya atau gaya kedaerahan dari Gender Wayang, terbukti adanya tiga laras slendro dalam kategori saih atau tinggi rendahnya Tuning. dan agama dari sebuah tempat hidup berkembangnya gamelan Gender Wayang. Dari sudut budaya, karakteristik masyarakat yang mendukung sangat mempengaruhi gaya atau gaya kedaerahan dari Gender Wayang, terbukti adanya tiga laras slendro dalam kategori saih atau tinggi rendahnya Tuning.

Gending atau tabuh cecek megelut adalah salah satu gending yang terdapat pada gamelan gender wayang. Arti dari gending cecek megelut adalah cecek berarti cicak. Cicak adalah salah satu hewan reptil yang biasanya terdapat pada dinding atau pepohonan. Sedangkan megelut yang artinya berpelukan. Jadi arti dari cecek megelut adalah cicak-cicak yang berbunyi saling bersahutan atau mecandetan.
Hal tersebut terdapat pada bagian kawitan gending ini yang memiliki suasana saling bersahutan. Gending ini memiliki struktur antara lain yaitu kawitan dan pengawak. Fungsi dari gending ini biasanya sebagai tabuh petegak sebelum dimulainya pemetasan wayang kulit. Selain itu, gending cecek megelut juga dapat difungsikan sebagai pengiring dalam upacara yadnya. Salah satunya adalah manusa yadnya, salah satunya yaitu upacara potong gigi.

Teknik-teknik yang dipakai dalam gending ini meliputi beberapa teknik yaitu :
– Ngempyung, dalam gender wayang dimainkan dalam 2 buah nada yang berbeda secara bersamaan. Biasa juga disebut chandra prabha pukulan yang berjarak satu nada, paduarsa pukulan yang berjarak dua nada, dana muka pukulan yang berjarak tiga nada, anerang sasih pukulan yang berjarak empat nada, anerang wisaya pukulan yang berjarak lima nada, gana wedana pukulan yang berjarak enam nada, anglangkah giri pukulan yang berjarak tujuh nada, dan asti aturu pukulan yang berjarak delapan nada.
– Ngoret, memainkan tiga buah nada yang ditarik dari nada rendah menuju ke lebih tinggi.
– Ngerot, memainkan tiga buah nada yang ditarik dari nada tinggu menuju ke lebih ngerot.
– Ngecek, memukul dan menutup satu nada secara bersamaan, dan pda saat ngecek pukulan ditutup dengan panggul.
– Nimbang, Memukul nada pertama pada tangan kiri dan nada kedua pada tangan kanan secara bergantian.
– Ngembat, memainkan nada dengan cara membuka tangan yang awalnya memukul nada dengan jarak yang dekat kemudian memukul dengan cara melebar sesuai kebutuhan gending.
– Tetekep, menutup nada setelah megegedig atau dipukul dengan menggunakan tangan.