BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Potensi wisata adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh daerah tujuan wisata, dan merupajan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut (Mariotti dalam Yoeti 1996:160-162). Sedangkan pengertian potensi wisata menurut Sukardi (1998:67), potensi wisata adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh suatu daerah untuk daya tarik wisata dan berguna untuk mengembangkan industri pariwisata di daerah tersebut. Sementara itu, Sujali (dalam Amdani, 2008) menyebutkan bahwa potensi wisata sebagai kemampuan dalam suatu wilayah yang mungkin dapat dimanfaatkan untuk pembangunan, seperti alam, manusia serta hasil karya manusia itu sendiri.
Tampaksiring adalah daerah dengan segudang potensi. Potensi ini didukung oleh alamnya yang asri, memiliki cagar budaya dengan segudang nilai sejarah yang sudah di akui dunia, kuliner khas, kesenian ukir tulang dan tradisi unik yang dimilikinya. Namun pada kesempatan ini saya mencoba memaparkan tentang cagar budaya yang berada di sekitaran DAS (Daerah Aliran Sungai) Pakerisan, Tampaksiring yang sangat berpotensi untuk membangkitkan potensi wisata yang nantinya bisa lebih mensejahterakan masyarakat disekitarnya.
Dari pernyataan diatas akan timbul beberapa pertanyaan seperti; Kriteria seperti apa sajakah yang bisa digolongkan dalam Potensi Wisata? Dan Cagar Budaya atau keunikan apa saja yang terdapat pada DAS (Daerah Aliran Sungai) Pakerisan, Tampaksiring?
I.2 Rumusan Masalah
- Apa itu Potensi Wisata dan kriteria seperti apa sajakah yang bisa digolongkan dalam Potensi Wisata?
- Cagar Budaya atau keunikan apa saja yang terdapat pada DAS (Daerah Aliran Sungai) Pakerisan, Tampaksiring?
I.3 Tujuan
- Memahami pengertian dan kriteria yang bisa diigolongkan sebagai Potensi Wisata.
- Mengetahui kekayaan akan nilai sejarah yang berada di sekitar DAS (Daerah Aliran Sungai) Pakerisan, Tampaksiring dan upaya pengenalan kepada masyarakat luas.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Potensi Wisata dan kriterianya.
Setiap daerah memiliki potensi wisatanya masing-masing, bahkan ada yang memiliki potensi besar namun belum di sentuh agar menjadi daya tarik wisata yang mengagumkan. Potensi wisata adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh daerah tujuan wisata, dan merupajan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut (Mariotti dalam Yoeti 1996:160-162). Sedangkan pengertian potensi wisata menurut Sukardi (1998:67), potensi wisata adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh suatu daerah untuk daya tarik wisata dan berguna untuk mengembangkan industri pariwisata di daerah tersebut. Sementara itu, Sujali (dalam Amdani, 2008) menyebutkan bahwa potensi wisata sebagai kemampuan dalam suatu wilayah yang mungkin dapat dimanfaatkan untuk pembangunan, seperti alam, manusia serta hasil karya manusia itu sendiri.
Macam-macam Potensi Wisata
Potensi wisata dibagi menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut:
- Potensi Wisata Alam
Yang dimaksud dengan potensi wisata alam adalah keadaan, jenis flora dan fauna suatu daerah, bentang alam seperti pantai, hutan, pegunungan dan lain-lain (keadaan fisik suatu daerah).
- Potensi Wisata Kebudayaan
Yang dimaksud dengan potensi wisata kebudayaan adalah semua hasil cipta, rasa dan karsa manusia baik berupa adat istiadat, kerajinan tangan, kesenia, peninggalan sejarah berupa bangunan (Contoh monumen).
- Potensi Wisata Buatan Manusia
Potensi wisata manusia juga sebagai daya tarik wisata berupa, pementasan tarian, pementasan atau pertunjukan seni budaya suatu daerah.
II.2 Cagar Budaya atau keunikan yang terdapat pada DAS (Daerah Aliran Sungai) Pakerisan, Tampaksiring.
Lansekap Budaya Propinsi Bali (LBPB) telah ditetapkan sebagai Warisan Dunia (WD) UNESCO, pada tgl. 29 Juni 2012, dalam sidang UNESCO di Pittsburg, Rusia. Secara resmi bendel usulan yang diajukan oleh pemerintah untuk mendapatkan pengakuan UNESCO adalah Cultural Landscape of Bali Province, Subak as Manifestation of Tri Hita Karana Philosophy. Judul usulan itu ditetapkan, karena kawasan yang diajukan sebagai WD adalah kawasan yang terkait erat dengan sistem irigasi subak di Bali. Adapun kawasan yang mendapatkan pengakuan untuk ditetapkan dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO adalah : (i) Lansekap Subak Catur Angga Batukaru, berlokasi di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan dan di Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng; (ii) Pura Taman Ayun, di Kabupaten Badung; (iii) Lansekap Subak Daerah Aliran Sungai Pakerisan, di Kabupaten Gianyar; dan (iv) Pura Ulun Danu Batur dan Danau Batur, di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Semua lanskep yang disebutkan di atas berkait erat dengan eksistensi sistem subak.
Kabupaten Gianyar sebagai salah satu wilayah kabupaten di Bali dengan karakteristik wilayahnya adalah berwujud dataran. Di mata dunia internasional kabupaten Gianyar memiliki predikat sebagai “daerah seni”. Dengan predikat tersebut, Kabupaten Gianyar merupakan daerah tujuan wisata utama bagi wisatawan baik domestik maupun manca negara. Sebagai salah satu daerah tujuan wisata dunia, Kabupaten Gianyar memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh kabupaten lainnya di Bali. Ciri khas dan keunikan yang menjadi daya tarik wisatawan tersebut adalah kekayaan alam dan budaya berupa keindahan alam atau lanskap, tradisi, budaya, warisan budaya, seni, dan keunikan lainnya. Salah satu warisan budaya yang dimanfaatkan sebagai obyek wisata adalah Dareah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan. Menurut catatan Stutterheim (1923-1930) dan Bernet Kempers daerah aliran sungai Pakerisan paling banyak ditemukan peninggalan purbakala.
- Pura Tirta Empul
Pura Tirta Empul terletak di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan. Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten/Kota Gianyar, Propinsi Bali. Struktur halaman pura terbagi menjadi empat halaman, utama mandala (jeroan), madya mandala (jaba tengah) dan nista mandala (jaba). Halaman utama mandala sesungguhnya terbagi menjadi tiga ruang yakni ruang pertama adalah paling utara, ruang kedua dipisahkan oleh sebuah tembok pembatas. Ruang pertama ditandai dengan adanya sebuah bangunan Tepasana dan bangunan-bangunan lainnya. Ruang kedua ditandai dengan adanya sumber mata air suci berada pada sisi timur dan pada sisi barat di depan candi bentar adalah komplek arca. Ruang ketiga adalah komplek pemandian. Ruang ini terbagi menjadi tiga, yakni bagian barat, bagian tengah dan bagian timur (Banyun Cokor). Halaman nista mandala ditandai dengan adanya sebuah wantilan dan bekas kolam renang. Berdasarkan sumber prasasti Manukaya, pura ini didirikan oleh raja Candrasingha Warmadewa pada tahun 884 Caka (962 M), data sejarah ini disebutkan pada prasasti batu (Jaya Stambha) yang disimpan di Pura Sakenan, Desa Manukaya Let. Benda cagar budaya yang terdapat pada pura Tirta Empul antara lain: Lingga Yoni, Arca Nandi, dan Arca Singa. Dan sebuah struktur: Tepasana. Secara mithologi hindu, berdasarkan lontar Usana Bali Pura Tirta Empul lebih dikenal dalam ceritera Maya Denawa. Mithologi tersebut mengisahkan pertempuran antara pasukan Dewa Indra melawan Raksasa Maya Denawa. Dalam ceritera itu disebutkan bahwa Raksasa Maya Denawa berhasil membuat mata air beracun (tirta cetik) untuk mengalahkan pasukan Dewa Indra. Sedangkan Dewa Indra berhasil mebuat air suci untuk menghidupkan kembali pasukannya.
- Pura Pegulingan
Pura Pegulingan terletak di Dusun/Br. Basangambu, Desa/Kelurahan Manukaya, Kecamatan Tampaksiring Kabupaten/Kota Gianyar, Propinsi Bali. Ditemukan kembali tahun 1982 saat masyarakat merencanakan membangun paduraksa. Situs Pura Pegulingan ditemukan pada tahun 1982, pada saat itu masyarakat hendak mendirikan sebuah padmasana agung. Berdasarkan data kepurbakalaan, pura ini diperkirakan berdiri pada abad VIII Masehi pada halaman dalam terdapat pelinggih dan Candi. Cagar budaya di pura ini anara lain : sebuah stupa dan temuan lain berupa materai tanah liat, relief Gana, arca budha dari emas dan fragmen-fragmen bangunan.
Keunikan yang terdapat yang terdapat di Pura ini yaitu Candi Pegulingan atau krama pangemong Pura ini menyebutnya dengan Padma Asta Dala (karena pada dasar bangunan candi ini menyerupaisegi delapan). Namun di Pura ini juga terdapat kompleks Pura disebelah timurnya yang mana Pura tersebut bernama Pura Jempana Manik, karena terdapatnya dua komplek tempat suci dalam 1 wilayah ini maka Pura Jempana Manik Pegulingan menjadi sebutan umum masyarakat pengemong Pura tersebut. Menurut penuturan penglingsir pengemong Pura Pagulingan, bhatara yang bersthana di Pura ini adalah Ida Sang Buddha Gottama. Pura Pegulingan ini menunjukan bahwa sekte Buddha dan Siwa sudah hidup berdampingan di daerah Br.Basangambu dari abad VIII.
- Pura Mangening
Pura Mangening berada pada sebuah lembah diapit oleh aliran sungai Pakerisan di sebelah timur dan anak sungai pakerisan di sebelah baratnya. Pura Mengening terletak di Dusun/Br. Sarasidi, Desa/Kelurahan Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten/Kota Gianyar, Provinsi Bali. Struktur mandala pura Mangening dibagi menjadi tiga bagian, yakni utama mandala, madya mandala dan nista mandala. Cagar budaya yang bernilai penting yang terdapat di pura Mangening adalah sebuah bangunan Prasada, sebuah lingga, dan dua buah arca perwujudan yang diperkirakan berasal dari abad ke XI – XII Masehi
- Pura Gunung Kawi
Pura Gunung Kawi terletak di Dusun/Br. Penaka, Desa/Kelurahan Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten/Kota Gianyar, Propinsi Bali. Dengan ukuran luas lahan 14.87 ha. Kepurbakalaan yang terdapat di dalam pura Gunung Kawi antara lain: Jero Gede merupakan sebuah ruang suci di dalam sebuah dengan ruangan berbentuk segi empat. Di dalam ruang ini sebuah altar berbentuk persegi empat panjang berada di tengah-tengah ruangan ini. Komplek candi tebing Gunung Kawi meliputi: Candi Lima, Candi Empat, Pasar Agung dan kompleks Candi Sepuluh. Menurut perkiraan para ahli, komplek percandian Gunung Kawi didirikan pada masa pemerintahan Raja Anak Wungsu sekitar abad XI Masehi. Percandian ini didirikan untuk memuliakan Raja Udayana beserta keluarga dan kerabatnya. Terbukti dengan adanya inskripsi dalam bentuk huruf Kadiri Kwadrat pada ambang pintu candi yang berbunyi “rwanakira” artinya: dua putra beliau, dan “haji lumah ing jalu” artinya sang raja didharmakan di pakerisan. Komplek percandian Candi Gunung Kawi beserta ceruk-ceruk pertapaannya seolah-olah dibelah oleh aliran sungai Pakerisan, di situs ini ditemukan beberapa kelompok percandian yakni: Candi Lima dan Komplek Pasar Agung berada di sebelah timur sungai, Candi Empat dan Candi Sepuluh serta ceruk pertapaan berada di sebelah barat sungai dan di sebelah tenggara.
- Lansekap Budaya
Sebagai gambaran umum, pengakuan dunia terhadap Subak sebagai Warisan Dunia membuktikan bahwa keberadan Subak bisa disejajarkan dengan situs-situs lain di dunia yang harus dilestarikan keberadaannya. Penetapan tersebut berimplikasi positif bagi promosi wisata budaya yang berpotensi memberikan manfaat ekonomi serta mendorong upaya pelestarian dan pengembangan subak ke depan.
Warisan Dunia Lansekap Budaya Propinsi Bali mencakup sejumlah komponen yaitu subak (petani dan lembaga), kawasan hutan, kawasan mata air dan danau, lansekap sawah terasering, wilayah sungai dan prasarana sumber daya air (irigasi, saluran, dan bendung irigasi), kawasan permukiman perdesaan, dan kawasan suci, seperti pura.
Sistem subak secara menyeluruh mencerminkan prinsip filosofis Bali Tri Hita Karana (“tiga unsur sumber kebaikan”), hubungan selaras antara parhyangan (Tuhan), pawongan (umat manusia) dan palemahan (alam sekitar). Ritual pura subak mempromosilan hubungan selaras antara manusia dan lingkungannya melalui keterkaitan aktif manusia dengan konsep ritual yang menekankan kebergantungan pada kekuatan pemberi kehidupan alam semesta. Sistem subak memiliki nilai universal yang luar biasa, dengan kriteria: konsep filosofis masa lampau yakni Tri Hita Karana, sebagai sebuah sistem yang demokratis dan egaliter, dan sebagai suatu lembaga yang unik.
Dari pemaparan diatas, cagar budaya disekitar DAS (Daerah Aliran Sungai) Pakerisan memiliki potensi wisata. Dilihat dari cagar budaya yang memiliki historis tinggi yang terdapat disekiitaran DAS dan terdapat subak Pulagan yang merupakan warisan dunia tak benda yang telah diakui dunia internasional (UNESCO). Cagar budaya yang terdapat disekkitaran DAS memiliki nilai historis, teologis dan arsitektur yang megah sehingga cagar budaya disekitar DAS ini sangat cocok dikembangkan menjadi wisata spiritual dan wisata sejarah. Di sekitaran cagar budaya di DAS juga dikelilingi oleh pemandangan alam yang masih asri, sehingga disamping cagar budaya cocok dikembangkan menjadi wisata sejarah dan wisata spiritual juga bisa dijadikan wisata pemandangan alam.
BAB III
KESIMPULAN
Potensi wisata adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh daerah tujuan wisata, dan merupajan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut (Mariotti dalam Yoeti 1996:160-162). Potensi wisata dibagi menjadi tiga macam:1. Potensi Wisata Alam, 2. Potensi Wisata Kebudayaan, 3. Potensi Wisata Buatan Manusia.
Ada 5 (lima) (namun hanya 3 (tiga) yang belum popular) tempat cagar budaya di sekitaran DAS (Daerah Sungai Pakerisan) yang sangat baik untuk dikembangkan potensi untuk kedepannya, antara lain: Pura Tirta Empul (sudah populer), Pura Pegulingan, Pura Gunung Kawi (populer), Pura Mengening dan Subak Pulagan.
Cagar budaya disekitar DAS (Daerah Aliran Sungai) Pakerisan memiliki potensi wisata. Dilihat dari cagar budaya yang memiliki historis tinggi yang terdapat disekiitaran DAS dan terdapat subak Pulagan yang merupakan warisan dunia tak benda yang telah diakui dunia internasional (UNESCO). Cagar budaya yang terdapat disekkitaran DAS memiliki nilai historis, teologis dan arsitektur yang megah sehingga cagar budaya disekitar DAS ini sangat cocok dikembangkan menjadi wisata spiritual dan wisata sejarah. Di sekitaran cagar budaya di DAS juga dikelilingi oleh pemandangan alam yang masih asri, sehingga disamping cagar budaya cocok dikembangkan menjadi wisata sejarah dan wisata spiritual juga bisa dijadikan wisata pemandangan alam.