Mereview sebuah karya tabuh bebarongan baru

This post was written by adityaperdana on April 26, 2018
Posted Under: Tak Berkategori

Setelah saya menyaksikan pementasan bebarongan baru yang di menampilkan hasil karya dari dua komposer yaitu bapak wayan gede yudana dan bapak wayan sudirana yang menampilkan tiga karya yaitu TABUH PISAN BEBARONGAN, BAH RUANG, SEMBUR TANGI. Banyak sesuatu yang baru dalam permaian musik bebarongan tradisi bali disini. Dimana biasanya dalam permaian gambelan bali melodi pokok yang dimainkan oleh instrument penyacah,jublag,jegog dengan tehnik permainan yaitu biasanya 4 kali pukulan penyacah,1 kali pukulan jublag. Begitu juga dengan jublag, 4 kali pukulan jublag sama dengan 1 kali pukulan jegog , permainan ini biasanya dimainkan dalam komposisi gambelan tradisi bali termasuk juga gending-gending bebarongan tradisi.

Saya melihat dalam karya yang berjudul  BAH RUANG karya komposer bapak wayan gede yudana, banyak sesuatu yang baru dalam karya bebarongan ini beberapa yang saya tangkap yaitu pukulan penyacah,jublag,jegog  dimana pukulan instrumen tersebut sangat berbeda yaitu pukulan penyacah,jublag,jegog mengunakan hitungan yang berbeda dengan tempo yang berbeda-beda namun tetap mengenai salah satu nada sama bahkan tidak mengenai nada yang sama hanya jatuh pukulannya yang sama dengan nada yang berbeda. Disini terlihat bahwa sangat berbeda dengan teradisi dalam gending ini suasana sangat terlepas dari suasana gending bebarongan. Perbedaan juga terlihat pada kotekan gangsa dan kantil, jika dalam tradisi kotekan bebarongan biasanya menggunakan kotek telu(tiga) dimana kotekan tersebut mengikuti nada melodi yang dimainkan, lain dengan karya BAH RUANG ini kotekan yang digunakan lebih dinamis dan kerumitanya cukup tinggi, karya ini hampir tidak menggunakan kotekan tradisi namun dalam karya BAH RUANG ini menggunakan pukulan-pukulan yang hanya mengenai salah satu nada yang ada dalam permainan pukulan penyacah,jublag,jegog atau melodi, motif pukulan gangsa dan kantil yang saya lihat menyerupai motif tradisi yaitu pukulan ngoncang dan norot.  motif pukulan gong  dan kelentong yang di pukul dengan mengunakan  hitungan yang tidak pasti dalam satu bar,yang berbeda dengan   pukulan gong tradisi yaitu dalam tradisi memukul gong dan klentong dengan hitungan yang tetap dalam satu bar, sehingga membuat suasana bebarongan itu sendiri menjadi sangat baru di telinga saya.

Berikutnya tabuh bebarongan dengan judul SEMBUR TANGI karya bapak wayan sudirana mungkin disini karya musik yang di garap masih terdapat unsur,unsur tradisi  menurut saya, karena masih adanya mengunakan motif kotek telu dan masih menggunakan beberapa melodi dengan pukulan penyacah,jublag,jegog sesuai tradisi. Pada bagian pengrangrang di awal gending pukulan nada penyacah,jublag,jegog memukul menggunakan hitungan dan terjadi pukulan dalam istilah musik bali yaitu ngempyung,tetapi ngempyung dalam karya ini berbeda dengan nada ngempyung pada tradisi .Yang memembedakan karya SEMBUR TANGI ini dengan karya bebarongan tradisi yaitu salah satunya adalah hitungan melodi  dimana hitungan yang di gunakan berfariasi mulai dari hitungan 9,3,5 ketukan pada satu bait melodi  dan dalam tradisi hitunganya genap seperti 4,8,16 ketukan,. namun karya ini hitunganya ganjil tetapi saling bertemu biasanya disebut dengan motif pholymeter. Bagian akhir dari karya ini terdapat motif-motif yang menyerupai gending BAH RUANG namun dalam karya SEMBUR TANGI menggunakan tempo tetap.

Comments are closed.