UBIT-UBITAN SEBAGAI INDIKATOR PENTING DALAM TEKNIK DASAR PERMAINAN GAMELAN BALI

Kamis, Mei 3rd, 2018

Teknik permainan merupakan aparatus utama dalam gamelan Bali. teknik-teknik itu menjadi indikator pokok dalam mempelajari gaya (style) gamelan Bali. Melalui teknik permainan, dapat dibedakan secara audio satu perangkat gamelan dengan perangkat lain. Salah satu jenis permainan gamelan Bali yang menjadi indikator penting adalah teknik ubit-ubitan.

 

Istilah ubit-ubitan tertera dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) karangan W.J.S. Poerwadarminta yang menyatakan kata ubit-ubitan adalah sebuah kata yang berasal dari daerah tertentu yang berarti menggerak-gerakan barang yang kecil-kecil seperti nyala lampu. Dalam konteks permainan Gamelan Bali, istilah ubit-ubitan dimaksudkan sebagai sebuah tehnik permainan yang dihasilkan dari perpaduan system on-beat (polos) dan off-beat (sangsih). System sejenis itu dalam musik barat disebut dengan istilah interlocking-figuration atau interlocking-parts yaitu figurasi yang saling mengisi dalam lagu. Di beberapa daerah sub budaya Bali menggunakan istilah ubit-ubitan sejajar dengan istilah kotekan, cecandetan, dan torekan. Kotekan merupakan sebuah kata bentukan yang terdiri dari kata “kotek”  yang berarti menjolok atau memukul dengan galah, sedangkan akhiran “an” yang mengikuti, menyatakan hasil perbuatan yang disebut pada bentuk dasar. Tiada beda dengan ubit-ubitan, istilah kotekan juga digunakan untuk menyebutkan sistem permainan gamelan Bali dengan sistem polos dan sangsih. Istilah cecandetan juga dipakai sebagai istilah yang sama dengan ubit-ubitan dalam gamelan Bali. Kata “cecandetan” berasal dari kata “candet-candet” yang dalam bahasa Bali berarti bunyi bersahut-sahutan. Nyandet berarti menyahuti bunyi dengan bunyi, sehinnga menimbulkan irama yang saling bersahut-sahutan ketika bermain gamelan dengan beranalogi pasa sistem polos dan sangsih. Istilah cecandetan mempunyai konotasi tentang rakitan pukulan yang salling mengisi ketukan kosong. Di dalam lontar prakempa system ubit-ubitan, kotekan, dan cecandetan disebut juga sebagai system tetorekan. Kata dasar dari istilah “Tetorekan” adalah “Torek” yang berarti mencoret, dimaksudkan sebagai sebuah permainan gamelan dengan mencoret nada-nada yang dibutuhkan secara silih berganti saling mengisi ketukan yang kosong.

Hampir di setiap jenis barungan gamelan di Bali memiliki ubit-ubitan tersendiri, satu sama lain sangat berbeda wujudnya, sehingga dapat menjadi ciri khas dan menjadi identitas dari masing-masing instrument pada gamelan Bali. Dari sekian banyaknya jenis ubit-ubitan yang terdapat dalam gamelan Bali, didalam tulisan ini akan dijelaskan 14 jenis ubit-ubitan oleh almarhum I Gusti Putu Made Gria dan almarhum I Nyoman Kaler adalah sebagai berikut :

 

BEBARU

Bebaru berasal dari kata “baru” berarti seorang tokoh pengiring pendeta. Awalan “ba” menunjukan suasana ber-iringan. Bebaru ini mengambarkan motif ubit-ubitan yang beriringan, yang mana terdapat bebrapa nada sebagai penuntun dari iringan-iringan tersebut.

ALING-ALING

Arti dari istilah aling-aling adalah penghalang. Kata aling-aling ini dimaksudkan sebagai system polos dan sangsih yang saling menghalangi, menutup semua point-point yang seharusnya tersedia di dalam lagu itu.

KABELIT

Istilah kabelit yang berarti membandel, merupakan sebuah ubit-ubitan yang berpangkal pada sebuah melodi atau tema lagu gegaboran yang memiliki 4 (empat) ketuk dalam satu kempul atau gong.

KABELET

Istilah kabelet berasal dari kata “belet” mendapat awalan “ka” berarti terhalang, kehabisan akal atau tak menemui jalan keluar. Ubitan kabelet berpangkal pada lagu Gegaboran Legong Kraton yang mana lagu-lagu itu dapat diulang-ulang sesuai dengan kebutuhan.

KABELET NGECOG

Istilah “kabelet ngecog” terdiri dari dua kata yaitu “kabelet” yang berarti terhalang dan kata “ngecog” berarti melompat. Istilah ini diberikan sebagai sebuah nama ubit-ubitan yang pada dasarnya terdiri dari dua karakter yaitu karakter terhalang dan melompat.

OLES-OLESAN

Secara harfiah kata “oles-olesan” berarti poles atau gosok. Ubit oles-olesan ini simaksudkan sebagai teknik permainan yang dalam istilah music Barat di sebut sliding. Tehnik oles-olesan atau memoles ini dilaksanakan dengan cara memukul tanpa bertekanan keras berbeda dengan tehnik-tehnik yang lain yang mana setiap pukulan nada ditandai dengan ritme staccato terputus-putus dengan tekanan berat.

UBITAN NYENDOK

Dikaji dari segi istilah bahwa kata “nyendok” berarti mengambil sesuatu dengan sendok. Dalam konteks ubitan nyendok kata ini memilki pula konotasi menyentuh satu nada berturut-turut duakali. Bentuk ubit-ubitan ini cukup sederhana yaitu hanya memiliki satu motif tetapi dapat diulang berkali-kali.

NYALIMPUT

Ubitan “nyalimput” berpangkal pada sebuah gilak, yaitu sebuah ostinato yang terdiri dari 8 ketuk. Secara harfiah kata nyalimput hingga kini belum diketahui artinya. Namun kesan yang ditimbulkan dari istilah nyalimput adalah kaki tersandung akibat terjelat tali. Hal ini membuktikan dengan bentuk ubitan nyalimput yang pada frase terakhir dari sebuah motif ascending.

NYALIMPED

Kata “limped” yang berarti belit dan mendapat awalan “nya” menjadi nyalimped, digunakan sebagai istilah untuk memberikan nama kepada sebuah ubit-ubitan yang cukup berbelit motifnya.

GAGELUT

Secara harfiah kata “gagelut” berarti sebuah istilah yang digunakan untuk memberi nama kepada system polos sangsih yang motif ubitannya sangat ketat.

GAGULET

Ubitan gagulet berpangkal pada sebuah lagu bapang yang terdiri dari 4 ketuk dalam satu gong. Sifat alami dari pada sebuah ostinato sepertiini adalah pengulangan yang terus menerus sebagai pengiring tari.

TULAK WALI

Ubit-ubitan tulak wali yang artinya system polos-sangsih “bolak-balik” mengandung beberapa pengertian yang menarik untuk di perhatikan, bahwa pukulan polos dan sangsih bisa dibolak-balik tempatnya tidak tergantung pada satu peraturan yang mana polos dimainkan oleh isntrumen pengumbang, saja dan sansih dimainkan pada instrument pengisep.

ALING-ALING CUNGUH TEMISI

Ubit-ubitan “aling-aling cunguh temisi” bersumber pada lagu gegaboran yang menggunakan 8 ketuk dalam satu gong. Kata “aling-aling cunguh temisi” berarti “menghalang-halangi sebagai dampak pada hidup siput”.

GEGEJER

Kata gegejer diduga berasal dari kata “gejer” mendapat awalan “ga” berarti gemetar atau bergerak. Istilah ini digunakan untuk memberi nama kepada sebuah ubit-ubitan yang prinsip permainan nada-nadanya dilakukan dengan cara “menggetar-getarkannya”.

 

 

YouTube Preview Image

 

 

PUSTAKAAN :

Bandem, I Made. 2013. Gamelan Bali Diatas Panggung Sejarah. Denpasar, BP STIKOM BALI.

Bandem, I Made. 1987. Ubit-Ubitan Sebuah Teknik Permainan Gamelan Bali. Denpasar, JURNAL SENI BUDAYA.

Materi Mata Kuliah Teknik Dasar Garap, 2017.

Comments are closed.