SEJARAH PASIH UUG NUSA PENIDA

This post was written by yunadika on Mei 3, 2018
Posted Under: Tak Berkategori

“Legenda Rakyat Tentang Pasih Uwug (Broken Beach)”

Menurut legenda atau cerita rakyat yang singkat tentang terbentuknya pasih uwug ini bermula dari salah satu keluarga yang bermukim tepat diatas yang belum terbentuk lubang besar menganga.

Seputaran pasih uwug ini dihuni oleh beberapa keluarga petani, tempat tinggalnya pun terpencar, selain yang tinggal diatas tanah yang dulunya sebelum terjadi proses lubang ada yang tinggal ditepi tebing bahkan di seberang tebing yaitu tepatnya di atas batu yang ada di seberang, konon dulunya menjadi satu daratan dengan posisi lubang besar sekarang ini.

Awal kisah terjadinya pasih uwug bermula dari Pak Tani yang hendak menanam jagung. Menanam jagung di Nusa Penida pada umumnya mempergunakan alat yang berupa kayu yang ber ujung lancip untuk membuat lubang kecil ditanah yang akan di tanami jagung.

Saat Pak Tani membuat alat tersebut (penyugjugan) kayu yang telah diperoleh dari hutan seputaran pasih uwug ini lalu dilancipkan menggunakan parang yang dibawah pohon besar dan beralaskan akar pohon tersebut.

Namun hal aneh yang terjadi saat parang Pak Tani mengenai akar pohon tersebut, akar pohon yang terkena parang Pak Tani terluka dan mengeluarkan darah.

Dengan adanya darah yang keluar dari akar pohon tersebut membuat Pak Tani semakin penasaran untuk lebih tahu seraya memberitahu tetangga dan teman- temannya.

Datanglah rame-rame orang-orang yang tinggal diseputar pasih uwug ketempat akar yang berdarah. Dan tanpa berpikir panjang akar pohon tersebut dipotong-potong lalu dibagikannya pada semua warga pasih uwug untuk dimasak dan dimakan.

Setelah malam tiba, kebetulan malam itu malam menjelang bulan purnama, berkumpullah sebagian besar warga pasih uwug dipelataran rumah Pak Tani yang menemukan akar berdarah tersebut sembari menceritakan betapa enaknya akar kayu yang berdarah itu.

Tidak berapa lama datanglah seorang Pak Tua yang sudah renta dan kumal yang tak dikenal oleh siapapun yang ada diseputaran pasih uwug. Pak Tua pun segera memberikan nasehat pada semua yang ada di pelataran rumah Pak Tani, untuk kedepannya jangan lagi berbuat seperti siang tadi sembarangan memotong dan membagi-bagi daging sapi milik orang lain.

Sebagian warga yang hadir dengan suara yang keras membentak Pak Tua dan tidak terima atas nasehatnya yang juga secara tidak langsung mengatakan warga mencuri sapi. Dengan demikian untuk menguji kebenaran warga bahwa dirinya tidak mencuri sapi seperti yang dituduhkan oleh Pak Tua, Pak Tua lalu mengeluarkan sebatang lidi daun kelapa dan langsung menancapkannya ketanah, setelah lidi tertancap di tanah, Pak Tua berkata, “Hai orang-orang yang ada disini, barang siapa yang mampu mencabut lidi ini dan lidi ini mampu tercabut olehnya, itu menandakan bahwa orang-orang disini memang jujur dan tidak benar mencuri sapiku”.

Setelah Pak Tua selesai berkata demikian, saling berebut orang-orang yang hadir ingin mencabut lidi tersebut, sehingga tak satupun orang yang mampu mencabut lidi tersebut. Karena tak ada yang mampu mencabut lalu Pak Tua berkata lagi.

“Nah karena kalian tidak mampu mencabut lidiku maka itu artinya kalian sudah tidak jujur lagi pada diri kalian semua dan lihatlah sekarang aku akan mencabut lidi ini.

Pak Tua dengan segera mencabut lidi yang ditancapkanya ditanah, setelah lidi tercabut keluarlah air dengan sangat cepat dari tanah bekas lidi menancap, air keluar dengan kecepatan yang tak terpikirkan, air lautpun bergejolak keras disebelah barat pasih uwug sehingga banyak menghancurkan daratan dan rumah penduduk yang ada, lubang besarpun timbul dengan sangat cepat sehingga rumah yang ada di seputaran lidi tertancap hilang dengan seketika bagaikan ditelan bumi.

Pak Tua hilang tanpa bekas, orang-orang seputaran pasih uwugpun juga ikut hilang diterjang air dan ombak gejolak air laut.

Demikianlah sekelumit cerita rakyat yang beredar di Nusa Penida bagian barat, sehingga tempat itu dinamakan Pasih Uwug atau Pantai Rusak, sebagai bukti bahwa tempat ini pernah dihuni penduduk, di bongkahan batu karang besar yang ada di seberang barat lubang besar pasih uwug beberapa tahun yang telah lalu sekitar tahun 1982 sd 1985 penulis melihat diatas bongkahan batu karang besar tersebut masih berdiri sebuah tiang rumah (jineng) yaitu rumah yang selalu ditempatkan ditengah-tengah pekarangan sebagai tempat menyimpan hasil panen.

Namun terakhir sang penulis datang di pasih uwug tiang rumah tersebut telah menghilang, mungkin karena termakan usia atau mungkin pula karena ulah manusia.

Hanya menyambung lidah tetua penulis untuk selalu diingat dan dipetik hikmahnya khususnya kejujuran untuk diri sendiri sangat diperlukan dalam menjalani hidup ini untuk landasan perjalanan menuju ujung kehidupan.

Dan ingat, semua cerita ini hanya sebuah cerita rakyat dari mulut ke mulut. Jadi cerita ini bisa saja benar, bisa saja salah.

Mohon disempurnakan, dimaafkan kalau ada kekeliruan dalam penulisan cerita ini.

* Sumber | cerita rakyat

Comments are closed.