Sejarah Gambelan Mandolin di Desa Pujungan

Menurut I Made Sunita (nara sumber) gambelan Mandolin pertama kali muncul sebelum tahun 1930an di desa temukus Buleleng yang di ciptakan oleh warga Cina yang tinggal di daerah tersebut. Gambelan Mandolin berkembang dari Buleleng ke Pupuan pada masa perdagangan. Di Pupuan, gamelan Mandolin dikembangkan dan dibuat oleh Pan Sekar (alm.). Pada awalnya gambelan ini disebut Shaolin oleh warga Cina namun masyarakat di Pupuan menyebutnya dengan nama Mandolin dan akhirnya sampai sekarang gambelan tersebut dinamakn Mandolin.

Pada tahun 1930 Perkembangan Mandolin kemudian berpindah ke desa Pujungan karena masa-masa perdagangan, dimana pada awalnya gambelan mandolin di buat hanya 1 buah oleh I Nengah Madia (Gurun Suri) di rumah I Majar yang awal mulanya hanya untuk hiburan yang sifatnya pribadi/keluarga dan belum terbentuk dalam suatu wadah organisasi (sekha) termasuk segala peralatannya yang masih sederhana,dan suatu kepentingan serta tuntunan dari tokoh kesenian yang sangat optimis agar kelompok kesenian ini bisa di lestarikan kembali,maka tepatnya pada tahun 1963 sampai dengan tahun 1965 kesenian ini bisa dikembangkan dalam suatu sekha Mandolin yang dipimpin oleh seorang seniman  yang bernama I Wayan Lancar (Gurun Suarti) dimana pada saat itu juga punya pengabdian terhadap masyarakat misalnya masa-masa kempanye PNI dan menyambut peringatan hari-hari nasional, tetapi karena suatu sebab sekha mandolin ini sempat mengalami kepakuman dan non aktif dalam segala kegiatan maka bubarlah akibatnya.

Karena melihat Bali merupakan daerah kunjungan wisata yang ditunjang oleh keindahan alam dan seni budayanya maka pemerintah daerah menggalakan sektor pariwisata sebagai andalan asli daerah Bali, maka mengacu dari kebijakan pemerintah daerah tersebut salah seorang kepala dusun mertasari desa pujungan berasumsi untuk melirik segala potensi yang ada di desa pujungan yang dapat menunjang sector wisata ini  termassuk kesenian dan kebudayaan  yang ada maka setelah di gali  tepatnya pada tahun 1984 oleh I Made Sunita (kepala dusun mertasari), maka di bangun kembali kesenian mandolin ini yang sempat tidak aktif beberapa tahun kedalam sebuah organisai/sekha mandolin yang diberi nama sesuai dengan nama dusun yaitu sekha Mandolin EKA MERTASARI yang sampai saat ini masih berdiri kokoh dengan banyak aktifitas pengabdiannya misalnya dalam :

–          Aktif  mengikuti kegiatan tahunan daerah bali yaitu PKB (pesta kesenian bali)  tahun 1993,1994,1995 dan terahir mengikuti  pameran pembangunan daerah kabupaten tabanan.

–          Memeriahkan hari-hari nasional.

–          Menyambut kunjungn kerja dari teras dari  lingkungan department dalam negeri dan instansi lain.

–          Mengisi/melengkapi  upacara agama hindu dan perayaan hari-hari suci umat Hindu.

Gambelan Mandolin di Desa Pujungan terdiri dari 6 buah instrument dan masing-masing instrument memiliki lima buah senar,diantara 6 instrumen tersebut salah satu instrument difungsikan sebagai ugal,yang menjadi perbedaan antara ugal dengan yang lainnya adalah senar yang paling ditengah,dimana senar ugal yang paling ditengah lebih besar dari pada senar instrument lainnya sehingga suara ugal lebih rendah dan lebih jelas kedengarannya dari pada instrument-instrument lainnya. Cara memainkan gambelan mandolin ini adalah dengan cara digesek menggunanakan tangan kanan dan tangan kiri untuk menekan panggulnya.

Gambelan Mandolin terdiri dari :

– trampa langsung dengan rensonatornya.

– lima buah senar

– penggesek

– panggul

Demikianlah pembahasan tentang sejarah gambelan mandolin yang ad di desa pujungan.

KOMENTAR VIDEO RUANG TIGA

Konsep desa, kala, patra sebagai bingkai di dalam penggarapan karya musik Ruang Tiga. Melalui konsep ini sebagai fondasi yang digunakan dalam penggarapan agar mampu hadir menjadi sebuah karya musik berkualitas dan memiliki dasar yang kuat. Aspek desa, kala, patra diaplikasikan untuk memperoleh fleksibilitas dalam berkarya dan berapresiasi dan Ruang Tiga ini tidak dianalogikan sebagai alur namun digunakan untuk membingkai karya musik. Dalam mewujudkan karya musik Ruang Tiga digunakan media ungkap kendang bebarongan. Ruang Tiga merupakan sebuah karya musik baru yang murni mengacu pada unsur- unsur musical seperti ritme, timbre (warna suara), dan dinamika dengan mengolah instrumen kendang bebarongan. Karya musik Ruang Tiga murni merupakan hasil eksperimen terhadap timbre instrument kendang bebarongan yang digarap dengan pola garap dan tafsir baru. Pengolahan tersebut dirangkum dalam kemasan permainan kalimat lagu (pupuh) dengan jumlah ketukan ganjil, kontradiksi antara pupuh dengan pupuh lainnya dan membuat geguletan dengan menjalin pupuh dengan pupuh.

Ruang Tiga ini merupakan garapan TA 2010 mahasiswa Karawitan. Banyak aspek yang mendukung untuk terbentuknya sebuah video yang ideal untuk dipertontonkan, diantaranya adalah teknik pengambilan gambar, lighting (tata lampu), dan sound system. Semua aspek tersebut sangatlah berpengaruh dan menentukan layak atau tidaknya sebuah video itu dipertontokan. Untuk membuat sebuah video yang baik, diperlukan sebuah keseriusan. Video yang baik tentunya dilakukan dengan teknik pengambilan yang baik, lighting (tata lampu) yang baik dan cukup terang serta sound sytem yang baik dan terdengar balance.

Ada beberapa hal yang perlu saya komentari dari video Ruang Tiga ini, yaitu dari aspek teknik pengambilan gambar, lighting (tata lampu), dan sound sytem.

Dalam hal teknik pengambilan gambar sudah sangat baik, namun tampilan video yang dihasilkan masih agak buram, seharusnya pengambilan video ini haruslah cerah agar pertunjukan ini menjadi menarik dan  orang yang menontonnya bisa melihat dengan jelas pertunjukan ini.

Kemudian dalam lighting, cahaya yang digunakan kurang merata. Sehingga para penabuh kurang kelihatan jelas oleh penonton. Seharusnya cahaya yang digunakan haruslah merata, agar pertunjukan Ruang Tiga menjadi menarik dan kelihatan jelas. Efek cahaya yang digunakan juga tidak ada, menjadikan pertunjukan itu kurang menarik. Seharusnya pertunjukan tersebut menggunakan efek, agar kelihatan jelas karakter gending yang dibawakan.

Terakhir dalam hal sound system, suara kendang sudah terdengar sempurna. Namun pada saat memainkan gendang gupekan, suara kedang menjadi kurang terdengar. Belum diketahui apakah memang suara kendang seperti itu atau kesalahan sound system, dan juga pada saat memainkan jangat, suaranya kurang terdengar. Mungkin suara yang ditimbulkan pada saat memainkan jangat memang suaranya tidak terlalu kedengaran sehingga menurut saya tidak ada masalah pada sound system, karena memang garapan seperti itu.

Halo dunia!

Selamat Datang di Blog Institut Seni Indonesia Denpasar. Ini adalah post pertama anda. Edit atau hapus, kemudian mulailah blogging!