DOKUMENTASI TABUH-TABUH BALI KLASIK

I.PENDAHULUAN

Gamelan Bali adalah salah satu produk budaya yang memiliki arti dan peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Bali. Dari lintasan sejarah diketahui bahwa gamelan Bali tidak saja digunakan sebagai sarana ekspresi emosional dalam kaitannya dengan masalah kesenian, melainkan juga sebagai sarana sosial, pengikat solidaritas sebuah komunitas, dan sebagai sarana profesional. Gamelan adalah salah satu sarana upacara ritual yang kehadirannya tidak hanya sebagai pelengkap, melainkan terintegrasi dalam sebuah pelaksanaan upacara baik adat maupun keagamaan.

Dewasa ini terdapat kurang lebih 33 jenis barungan atau perangkat Gamelan Bali yang berbeda bentuk, bahan, karakter, fungsi dan kegunaannya. Dari segi fungsi terdapat beberapa segi yaitu berfungsi ritual, berfungsi hiburan, berfungsi estetis. Sedangkan dari segi penggunaannya dalam penyajian, ada yang digunakan sebagai iringan tari, dan ada juga khusus untuk memainkan lagu- lagu instrumentalia.

Tari- tarian Bali hampir semuanya tari-tarian membutuhkan iringan. Media iringan tari berupa musik vokal, body music, dan yang paling dominan adalah gamelan. Gamelean adalah patner tari, gamelan sangat berfungsi untuk mempertegas aksentuasi- aksentuasi tertentu dari gerak tari sehingga membuatnya menjadi hidup.

Dalam menentukan sebuah keberhasilan sebuah pertunjukan anatra musik dan pengiring tari ada tiga hal yang sering dijadikan catatan pentigng bagi seorang seniman seni pertunjukan yaitu : tari mendominir musik, musik mendominir tari, tari dan musik sama-sama mendominir. Ketika tari mendominir musik, seorang penari harus memberi kesepakatan  unutk melakukan baik itu angsel, perubhan tempo, dinamika untuk mengawali serta mengakhiri sebuah pementasan. Jika musik mendominir tari aadalah pemain musik selain hafal lagu yang dimainkan, juga mesti memahamigerak serta alur penataan tari yang diiringi, sehingga mampu memberikan signal-signal kepada penari. Tari dan musik sama- sama mendominir biasanya terlebih dahulu diadakan latihan guna menyepakati agar sama- sama saling mendukung dan saling memahami.

Selain disajikan sebagai pengiring tari/ seni pertunjukan, gamelan juga disajikan khusus untuk memainkan lagu- lagu instrumental. Pada umumnya lagu instrumental juga disebut tabuh petegak fungsinya untuk mengawali sebuah pertunjukan atau untuk mengundang penonton bahwa pertunjukan sudah dimulai. Namun apabila sajian tabuh instrumental secara khusus dipegelaran biasanya berfungsi sebagai usik protokoler, penambah susana meriah, khidmat, dan sebagainya sesuai dngan tata penyajiannya.

II. DOKUMETASI TABUH- TABUH KLASIK DAERAH BALI

Dokumentasi merupakan salah satu usaha untuk melestarikan khasanah budaya terutama produk- produk buday yang dihargai akan mengalami kesenjangan dan akhirnya menjadi punah. Mengingat pentingnya usah pendokumentasian, maka Dinas kebudayaan mengadakan kegiatan integratif guna mengdokumentasikan beberapa khasanah budaya yaitu tabuh- tabuh dan iringan tari Bali yang dianggap klasik yang dianggapnya langka.

Beberapa jenis tabuh dan iringan tari yang akan dijadikan lahan kkajian dalam usaha pendokumentasian ini adalah diambil dari beberapa repertoar  gamelan pegambuhan, semar pegulingan, pelegongan, bebarongan, dan gamelan gong gede. Secara umum repertoar- repertoar ini disebut tabuh klasik. Kelima gamelan ini dianggap sejaman yaitu berada pada gamelan golongan madya, karena keterbatasan waktu, dana dan kemampuan peneliti, hanya kelima gamelan inilah yang akan didokumentasi, sedangkan gamelan golongan tua dan golongan baru dilakukan pendokumentasian pada kegiatan yang akan datang.

Dari kelima lagu tersebut dipilih beberapa lagu yang benar- benar dianggap mendesak untuk didokumentasikan. Beberapa lagu tersebut adalah:

  1. Tabuh Lengker Cenik (pegambuhan)
  2. Tabuh Gari (pegambuhan)
  3. Tabuh Sumambang Jawa (pegambuhan)
  4. Tabuh Langsing Tuban (pegambuhan)
  5. Legong Keraton Kuntir (pelegongan)
  6. Andir Condong Desa Tista Kerambitan, Tabanan. (pelegongan)
  7. Andir Prebangsa Desa Tista Kerambitan,Tabanan (pelegongan)
  8. Andir Kuntul Desa Tisata Kerambitan, Tabanan (pelegongan)
  9. Leko Desa Tunjuk Tabanan (pelegongan)
  10. Telek (bebarongan)
  11. Tabuh Jagul (bebarongan)
  12. Barong Ngelembar (bebarongan)
  13. Tabuh Telu Pekaad Gaya Batubulan (gong gede)
  14. Tabuh Galang Kangin Gaya Pujungan, Pupuan, Tabanan (gong gede)
  15. Tabuh Kutus Sembiran (gong gede)

III. SEKLUMIT TENTANG GAMELAN YANG AKAN DIDOKUMENTASIKAN

Ada dua buah lontar tentang gamelan Bali yang banyak menyebut- nyebut tentang gamelan yaitu lontar Prakempa dan Aji Gurnita. Dalam kedua lontar ini disebutkan tentang tutur catur muna muni yaitu empat gamelan sekawan yang disebut- sebut semuanya berasal dari gamelan pegambuhan. Keempat gamelan sekawan tersebut adalah semar pegulingan, semar petangian (pelegongan), semar pandirian (bebarongan), dan semar palinggihan (joged pingitan). Dalam berita kedua dari lontar ini adanya anggapan bahwa gamelan pegambuhan merupakan progenitor dan ancestor dariseluruh gamelan lainnya. Padahal tidak demikian, bahwa gamelan golongan tua seperti Gambang, Slonding, Gender Wayang dan sebagainya tidak dipengaruhi oleh gamelan pegambuhan. Lewat tesis yang berjudul gamelan pegambuhan : pengaruhnya terhadap gamelan golongan madya dan baru dalam karawitan Bali, I Gede Arya Sughiarta membuktikan bahwa hanya gamelan golongan Madya yang dipengaruhi gamelan pegambuhan, sedangkan gamelan golongan tua tidak dipengaruhi.

Inilah salah satu dasar pemikiran penulis pada pendokumentasian bahwa hanya gamelan golongan madya yang konon menurut lontar Prakemapa dan Aji Gurnita semuanya berasal dari gamelan pegambuhan.

  1. Gamelan Pegambuhan

 

Gamelan Pegambuhan adalah sebuah orkestra tradisional Bali yang memiliki perangai lembut. Gamelan ini kendatipun didominasi oleh alat- alat pukul. Instrumen yang dianggap esensial sebagai perangkatnya adalah Suling besar jenis end-blown flute. Di Bali suling jenis ini disebut dengan suling Pegambuhan. Instrumen pendukung lainnya adalah rebab, kangsi, kajar, ceng- ceng ricik, gentorag, kempur, klenang, kenyir, gumanak, dan sepasang kendang krumpung sebagai pemurba irama. Selain alat instrumental juga didukung oleh musik vokal ygang disebut juru tandak yang menggaris bawahi ide atau gagasan lagu yang akan dimainkan.

Gending/tabuh/lagu pegambuhan secara konvesional adalah repertoar- repertoar yang dimainkan dengan perangkat gamelan pegambuhan. Struktur gending pegambuhan terdiri dari tiga bagian pokok yaitu kawitan, pengawak, dan pengecet. Berdasarkan panjang pendek pengawaknya lagu- lagu pegambuhan dibedakan menjadi tabuh pisan, tabuh dua, dan tabuh telu. Sesuai dengan namanya gamelan pegambuhan berfungsi unutk mengiringi gambuh, sebuah drama tari klasik yang dianggap tertua di Bali.

 

  1. Gamelan Semar Pegulingan

Sebagian besar instrumentsai gamelan Semar Pegulingan sama dengan gamelan Pegambuhan terutama instrumen- instrumen pengatur matra dan ritmis. Perbedaan yang menjolok adalah penggunaan instrumen melodis. Gamelan semar pegulingan menggunakan instrumen melodis berbentuk mangkuk perkusi serta bilah- bilah perkusi yang terbuat dari bahan perunggu. Jumlahnyapun lebih banyak bangun instrumen yang agak megah menyebabkan bangun perangkat semar pegulingan berbeda dengan gamelan pegambuhan.

Namun demikian repertoar lagu gamelan semar pegulingan hampir semuanya sama dengan gamelan pegambuhan. Kesamaan instrumen ritmis, sistem pelarasan dan patet menyebabkan sangat mudah mentransfer lagu- lagu pegambuhan ke dalam gamelan semar pegulingan. Namun demikian bukannya berarti gamelan semar pegulingan tidak memiliki ciri musikal. Perbedaan jenis, bahan, serta cara memainkan instrumen- instrumen melodis menyebabkan lahu- lagu pegambuhan menyesuaikan diri hingga menemukan karakter dan nuansa musikal yang baru dan khas.

Secara struktural lagu semar pegulingan juga menganut sistem tri angga yaitu kawitan, pengawak, dan pengecet. Tata penyajiannya sama untuk mengiringi tarian dan juga memainkan tabuh instrumentalia.

 

  1. Gamelan Pelegongan

 

Dalam tutur catur muna muni disebutkan gamelan semar petangian artinya Smara awungu, nyanyiannya pesendonan yaitu untuk mengiringi tari legong keraton. Tari legong kerato diiringi dengan seprangkat alat musik yang disebut dengan semar petangian. Namun nama dari gamelan semar petangian sama dengan gamelan pelegongan di Bali. Gamelan yang berlaras pelog panca nada ini merupakan gamelan yang khas yang selalu untuk mengiringi tari legong keraton.

Gamelan pelegongan secara fisik juga didominasi oleh alat- alat perkusi. Bentuk dan jenis- jenis instrumenya hampir sama dengan semar pegulingan, hanya saja instrumen- instrumen berbilah kecuali gender rambat terdiri dari lima bilah nada. Gamelan pelegongan menggunakan instrumen melodis yang disebut gender rambat. Gender rambat berbentuk gangsa gantung yang bilahnya mencapa dua belas hingga empat belas bilah. Instrumen lainnya adalah gangsa jongkok, gangsa gantung, jublag, jegogan, suling, rebab dan kempur. Instrumen pengatur matra dan ritmis sebagian besar sama dengan gamelan pegambuhan seperti kendang, cengceng, dan gentorag.

Lagu- lagu pelegongan seperti halnya repertoar gamelan pegambuhan dan semar pegulingan sangat banyak motifnya dan ketiganya memiliki motif yang sama seperti bapang, batel, pengecet, legod bawa dsb. Lagu pelegongan juga menganut sistem tri angga yang dapat diamati dengan jelas bagian kawitan, pengawak, maupun pengecetnya. Dalam fungsinya sebagai iringan tari, lagu- lagu pelegongan selalu menuruti ceritra serta karakter yang diinginkan dalam tarian. Oleh sebab itu banyak jenis lagu pelegongan baik sebagai iringan tari maupun sebagai tabuh instrumentalia

 

  1. Gamelan Bebarongan

 

Gamelan Bebarongan dalam tutur catur muna- muni disebut dengan semar pandirian, lagunya pakakincungan untuk iringan Barong Singa. Menurut lontar diatas Barong Singa kemungkinan besar adalah Barong Ket. Selain untuk iringan tari Barong Ket gamelan bebarongan juga mengiringi Drama tari Talonarang, dan tari Telek. Kedua jenis seni pertunjukan tersebut sesungguhnya merupakan rentetan atau bagian dari pementasan pertunjukan Barong Ket.

Perangkat gamelan Bebarongan bangun instrumentasinya sama dengan gamelan pelegongan hanya dibedakan dengan penggunaaan jenis kendang. Jika pada gamelan pelegongan menggunakan sepasang kendang krumpungan, pada gamelan bebarongan hanya menggunakan satu kendang menengah yang dimainkan dengan panggul dan kendang ini lazim disebut dengan kendang bebarongan. Instrumen lainnya seperti gender rambat sebagai pemegang melodi, gangsa, jublag, jegogan, kempur, gentorag, cngceng, kajar. Pemain kendang tunggal dengan sinkopasinya membuat karakter musikal gamelan Bebarongan dapat jelas dibedakan dari karakter musikal gamelan pelegongan.

Sebagai sebuah gamelan yang menganut sistem pelarasan pelog lima nada, gamelan bebarongan bnyak memilik repertoar lagu baik sebagai tabuh- tabuh instrumental  maupun sebagai iringan tari Barong. Selain tabuh instrumentalia dan iringan tari Barong, gamelan bebarongan juga memiliki repertoar lagu- lagu penyalonarangan, sebuah drama tari yang diduga muncul sebagai perpaduan antara tari Barong dan Rangda dengan drama tari Gambuh. Beberapa perbedaan antra lagu- lagu bebarongan dan pelegongan terletak pada panjang pendeknya kalimat lagu.

Secara struktural, komposisi lagu bebarongan juga masih menganut sistem tri angga. Namun estetis tri angga pada bebarongan akan sedikit berbeda dengan pekegongan, pegambuhan, dan lainnya. Misalnya pada bagian pengawak pada lagu bebarongan tidak selalu temponya pelan, demikian juga hal lainya.

 

  1. Gong Gede

 

Gamelan ini disebut Gong Gede karena orkestrasinya terdiri dari berbagai jenis instrumen perkusi dengan jumlah yang banyak. “gede” berarti besar, karena memang gamelan ini merupakan perangkat gamelan Bali yang terbesar baik dari segi jumlah maupun ukuran instrumen. Sebagian besar alat- alat perkusi berupa bilah dan pencon. Alat perkusi lainnya adalah sepasang kendang cedugan (lanang- wadon) dan beberapa alat ritmis berupa cengceng kopyak dan gentorag. Gamelan Gong Gede menganut sistem pelarasan pelog lima nada, sama denga gamelan pelegongan dan bebarongan.

Repertoar Gamelan Gong Gede sangat banyak jumlah dan jenisnya yang tesebar hampir diseluruh Pulau Bali. Umumnya repertoar lagu Gong Gede disebut dengan tabuh pagongan klasik, secara struktural setiap lagu telah menganuti aturan tersendiri yang dikenak dengan jajar pageh. Struktur Tri Angga sangat kental dan mudah dcerna pada setiap repertoar Gong Gede. Uger- uger lainnya adalah, panjang pendeknya kalimat lagu pada bagian pengawak dan menentukan ukuran- ukuran lagu sehingga dikenal ukuran tabuh pisan, tabuh telu, tabuh pat, tabuh nem, dan tabuh kutus.

Fungsi gamelan Gong Gede adalah sebagai musik protokoler, untuk memberikan ilustrasi dalam sebuah upacara. Dengan karakteristik religius yang diungkapkan lewat repertoarnya, gamelan gong Gede dapat menambah khidmatnya suasana upacar terutama upacar Dewa Yadnya. Selain sebagai musik protokoler, Gong Gede juga disajikan sebagai iringan tari- tarian upacar yaitu tari Pendet, Rejang, dan Baris Gede. Dramatari topeng juga sering diiringi dengan gamelan Gong Gede. Dewasa ini gamelan Gong Gede juga digunakan untuk mengiringi tari- tarian baru dan sendratari. Itu adalah fungsi tambahan akibat terjadi perkembangan terhadap musik dan karawitan Bali.

 

IV. PENJELASAN SISTEM NOTASI

Untuk mentranskripsikan tabuh–tabuh klasik yang dijadikan bahan pendokumentasian penulis menggunakan notasi. Namun demikian perlu terlebih dahulu dijelaskan bahwa notasi yang digunakan saat ini tidak akan dapat menggambarkan suara musik secara tuntas dan sempurna. Notasi yang digunakan hanyalah menggambarkan lagu-lagu pokok ( melodi inti) ditambah dengan beberapa simbol untuk mengungkapkan jatuhnya beberapa instrumen pengatur matra. Demikian juga tentang tempo, dinamika dan unsur musikal lainya tidak dapat dibaca secara tuntas dengan notasi. Pendokumentasian musik secara sempurna sesungguhnya lebih lengkap dengan perekaman baik audio maupun visual dan menggunakan media elektronik hasilnya lebih sempurna. Pendokumentasia dengan media tertulis keuntunganya adalah suara musik yang dicatat bisa dijelaskan pengertian, makna secara mendetail.

Kekawin Ramayana

Ramayana adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah oleh Walmiki (Valmiki) atau Balmiki. Ramayana terdapat pula dalam khazanah sastra Jawa dalam bentuk kakawin Ramayana, dan gubahan-gubahannya dalam bahasa Jawa Baru yang tidak semua berdasarkan kakawin ini.

Wiracarita Ramayana menceritakan kisah Sang Rama yang memerintah di Kerajaan Kosala, di sebelah utara Sungai Gangga, ibukotanya Ayodhya. Sebelumnya diawali dengan kisah Prabu Dasarata yang memiliki tiga permaisuri, yaitu: Kosalya, Kekayi, dan Sumitra. Dari Dewi Kosalya, lahirlah Sang Rama. Dari Dewi Kekayi, lahirlah Sang Bharata. Dari Dewi Sumitra, lahirlah putera kembar, bernama Lakshmana dan Satrugna. Keempat pangeran tersebut sangat gagah dan mahir bersenjata.

Pada suatu hari, Rsi Wiswamitra meminta bantuan Sang Rama untuk melindungi pertapaan di tengah hutan dari gangguan para rakshasa. Setelah berunding dengan Prabu Dasarata, Rsi Wiswamitra dan Sang Rama berangkat ke tengah hutan diiringi Sang Lakshmana. Selama perjalanannya, Sang Rama dan Lakshmana diberi ilmu kerohanian dari Rsi Wiswamitra. Mereka juga tak henti-hentinya membunuh para rakshasa yang mengganggu upacara para Rsi. Ketika mereka melewati Mithila, Sang Rama mengikuti sayembara yang diadakan Prabu Janaka. Ia berhasil memenangkan sayembara dan berhak meminang Dewi Sita, puteri Prabu Janaka. Dengan membawa Dewi Sita, Rama dan Lakshmana kembali pulang ke Ayodhya.

Prabu Dasarata yang sudah tua, ingin menyerahkan tahta kepada Rama. Atas permohonan Dewi Kekayi, Sang Prabu dengan berat hati menyerahkan tahta kepada Bharata sedangkan Rama harus meninggalkan kerajaan selama 14 tahun. Bharata menginginkan Rama sebagai penerus tahta, namun Rama menolak dan menginginkan hidup di hutan bersama istrinya dan Lakshmana. Akhirnya Bharata memerintah Kerajaan Kosala atas nama Sang Rama.

Dalam masa pengasingannya di hutan, Rama dan Lakshmana bertemu dengan berbagai raksasa, termasuk Surpanaka. Karena Surpanaka bernafsu dengan Rama dan Lakshmana, hidungnya terluka oleh pedang Lakshmana. Surpanaka mengadu kepada Rawana bahwa ia dianiyaya. Rahwana menjadi marah dan berniat membalas dendam. Ia menuju ke tempat Rama dan Lakshmana kemudian dengan tipu muslihat, ia menculik Sinta, istri Sang Rama. Dalam usaha penculikannya, Jatayu berusaha menolong namun tidak berhasil sehingga ia gugur.

Rama yang mengetahui istrinya diculik mencari Rahwana ke Kerajaan Alengka atas petunjuk Jatayu. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan Sugriwa, Sang Raja Kiskindha. Atas bantuan Sang Rama, Sugriwa berhasil merebut kerajaan dari kekuasaan kakaknya, Subali. Untuk membalas jasa, Sugriwa bersekutu dengan Sang Rama untuk menggempur Alengka. Dengan dibantu Hanuman dan ribuan wanara, mereka menyeberangi lautan dan menggempur Alengka.

Rahwana yang tahu kerajaannya diserbu, mengutus para sekutunya termasuk puteranya – Indrajit – untuk menggempur Rama. Nasihat Wibisana (adiknya) diabaikan dan ia malah diusir. Akhirnya Wibisana memihak Rama. Indrajit melepas senjata nagapasa dan memperoleh kemenangan, namun tidak lama. Ia gugur di tangan Lakshmana. Setelah sekutu dan para patihnya gugur satu persatu, Rahwana tampil ke muka dan pertarungan berlangsung sengit. Dengan senjata panah Brahmāstra yang sakti, Rahwana gugur sebagai ksatria.

Setelah Rahwana gugur, tahta Kerajaan Alengka diserahkan kepada Wibisana. Sinta kembali ke pangkuan Rama setelah kesuciannya diuji. Rama, Sinta, dan Lakshmana pulang ke Ayodhya dengan selamat. Hanuman menyerahkan dirinya bulat-bulat untuk mengabdi kepada Rama. Ketika sampai di Ayodhya, Bharata menyambut mereka dengan takzim dan menyerahkan tahta kepada Rama.

Dalam kekawin Ramayana disebutkan

“… tinabih ikang bahiri ring taman …”

artinya

“…bheri ditabuh di taman…”

Mungkin yang dimaksud dalam kekawin tersebut adalah gong bheri yang dimainkan pada saat raja melihat suasana yang ada di taman. Selain itu, juga ada kemungkinan kalau bheri tersebut ditabuh ketika sedang ada upacara penobatan atau upacara lainnya yang di laksanakan di taman.

 

 

Sumber : http://bangsand.blogspot.com/2011/10/amazing-of-gamelan.html

Meresensi Buku Gong Antologi Pemikiran

Dalam buku Gong Antologi Pemikiran yang ditulis oleh I Wayan Rai S. terdapat 16 himpunan tulisan yaitu :

 

  1. 1.      Sekitar Garapan Padu Arsa

Pada bulan Agutus 1990, beberapa orang dari anggota dari reearch group university of california (Amerika Serikat) mengadakan kerja sama dengan STSI Denpasar. Rombongan ini dipimpin oleh dr. Linda Burman-hall dari UC. Santa Cruz bertujuan untuk mengadakan penelitian  terhadap bebrapa aspek dan komposisi gamelan (karawitan). diintalah tiga orang pengajar karawtan yaitu : I Nyman astita ,Ma, I Wayan Sweca SSKar dan saya sendiri untuk membuat garapan baru. Salah satunya garapan yang ditampilkan adalah PADU ARSA. Garapan padu Arsa ini terdiri dari alat-alat Instrumen dari musik bambu seperti suling bali, guntang, timbng, suling sunda, dan sebuah alat tiup bambu pemberian hans van Koolwijk (seniman Belanda).

 

  1. 2.      Peranan Teknologi dalam penyelamatan dan pengembangan Dolanan

Teknologi adalah kemampuan teknik yang berlandaskan ilmu pengetahuan eksakta yang bersansarkan proses teknis. Dolanan, sering juga disebut gending rare, sekar rare, merupakan salah satu warisan budaya yang hars kita jaga kelestariannya dijaman teknologi muktahir ini. Dolanan memiliki ciri-ciri antara lain ; berlaras slendro atau pelog, diikuti permainan, teksnya berbahasa bali lumrah atau kasar, isinya bermacam-macam menceritakan tentang binatang, porno bahkan hinaan.

 

  1. 3.      Legong Kraton Kuntir

Saah satu jenis seni pertunjuan klasik bali yang masih populer hingga saat ini adalah tarian legong kraton.tari ini biasanya dipertunjukkan oleh dua orang anak perempuan, kadang-kadang bisa juga ditarikan oleh beberpa orang, tegantung cerita yang dibawakan, tarian ini dtarikan dengan gerakan-gerakan yang sangat halus, luwes srta dinamis.

 

 

  1. 4.      Gamelan Jegog : Tinjauan Terhadap beberapa Aspeknya

Gamelan jegog mrupakan salah satu perangkat perangkat gamelan bli yang bilah-biahnya terbuat dari bamu. Tiap-tiap tungguh instrumen perangka jegog itu sendiri terdiri dari delapan bilah, dimainkan dengan dua buah panggul  baik terbuat dari kayu maupun karet. Jegog memakai laras pelog empat nada  dengan padantara yang khas sehingga akan menimbulkan laras yang sangat unik dan menarik. Gamelan jegog ini tumbuh dan berkembang di kabupaten Jembrana.

 

  1. 5.      Gamelan Semara Winangun

Karawitan bali bertambah lagi dngan munculnya sebuah barungan gamelan baru yang bernama Semara Winangun atau semarandana, Ide penciptaannya dicetuskan oleh I Wayan Beratha. Dalam penggarapan sebuah sendratari I Wayan Beratha menggunakan beberapa barungan gamelan seperti Gong Kebyar, semar pagulingan saih pitu, dan Gong Gede. Karena adanya tiga jenis gamelan ini, maka penabuh itu harus berpindah-pindah atau bergeser kearah gamelan yang akan dimainkan. Hal ini memang dapat dilakukannya namun nampaknya hal ini agak kurang praktis. Melihat kenyataan inilah mak timbul ide dari I Wayan Beratha untuk membuat barungan gamelan baru dengan jalan menggabungkan dua jenis barung gamelan menjadi satu. Adapun  jenis gamelan yang akn dipadukan itu adalah Gong Kebyar dan Semar pagulingan saih pitu maka dari hasil penggabungan dari dua buah barungan tersebut terciptalah satu barungan gamelan Semara Winangun.

 

  1. 6.      Incep-incepan Tingkat Dalam enabuh gamelan Bali : Resik, Rontong, dan Roman

Incep dalam gamelan Bali, istilah ini sering dipakai untuk menyebutkan hasil tetabuhan yang kompak dan rapi.

Resik, meupakan incep-incepan pada tingkat yang paling baik. Sebuah hasil tetabuhan yang dikatakan Resik apabila sebuah sekaa mampu menghasilkan tabuh yang bersih dalam artian kompak, rapi dan jiwa gendingnya cocok ditambah dengan penampilan sekaa yang betul-betul harmonis dengan gending yang sedang dimainkan.

Rontong, yang artinya kurang rapi. Beberapa hal yang bisa menyebabkan hasil tetabuhan itu rontong, misalnya kemampuan teknik dari penabuh yang kurang merata.

Romon, yang berati kotor, dikaitkan dengan incep-incepan, romon merupakan urutan yang paling bawah. Tetabuhan romon dihasilkan oleh sekaa yang belum matang; misalnya teknik menabuh yang belum baik, tetekepnya kurang, gendingnya belum hapal, dan sebagainya. Kebiasaan yang sering itulah yang menghasilkan tabuh romon.

 

  1. 7.      Baro, Bero, dan Pemero

Baro, Bero dan pemero merupakan tiga istilah yang sering kita dengar dalam kaitannya dengan karawita Bali.

Baro adalah salah satu patet yang dalam gamelan gambuh. Teknik dalam memainkan dalm suling maupun rebab disebut dengan tetekep Baro. Kalu Bero lain lagi misalnya, bero berati tidak cocok dengan laras tertentu. Sedangkan yang terakhir, pemero, merupakan istilah yang menyebutkan suatu nada. Ada dua jenis pemero yang kita kenal dalm karawitan Bali yaitu : Pemero Pokok dan Pemero Cengkok. Pemero pokok adalah sebuah pemero yang terletak pada dua buah nada pokok yang kita dapatkan pada gamelan yang berlarasa pelog saptanada. Letaknya diantara nada ndang-nding dan ndeng-ndung. Nada yang terletak pada nada ndang-nding disebut ndaing, sedangkan nada yang terletak pada nada ndeng-ndung disebut nada ndeung. Selain dalam hal nada, Pemero pun dipergunakan sebagai nama pada instrumen Gamabang. Fungsi Pemero dalam gamelan Gambang adalah untuk membuat kotekan.

 

  1. 8.      Perkembangan Genggong sebagai Seni Pertunjukan

Gengong merupakan sebuah instrumen musik yang telah kita warisi sejak jaman yang lampau. Genggong memiliki bentuk yang kecil dan nampaknya sangat sederhana. Meskipun demikian alat musik ini memiliki akustik dan teknik yang sangat rumit. Genggong tidak saja dapat ditemukan di Bali, melainkan hampir terdapat di seluruh dunia seperti : di India yang dknal dengan nama Morsing, di Eropa dan Amerika Serikat dengan sebutan Jew’s harp. Perkembangan Genggong sebagai sseni pertunjukan adalah bermula dari seorang seninam yang bernam Rudolf  Bonnet seorang seniman (pelukis) berkebangsaan Belanda. Ia saring sekali mendatangkan teman-temannya(orang asing) ke Ubud dalam sebuah acara pesta, yang selalu dilengkapi dengan acara hiburan baik merupakan gamelan atau tarian. Suatu ketika Rudolf Bonnet mendengarkan suara Genggong yang dimainkan oleh  Anak Agung Raka Cemeng. Kemudian Rudolf Bonnet menyarankan agagr mengumpulkan bebberapa buah Genggong dan jenis instrumen lainnya, sehingga terwujudlah barungan gamelan Genggong beserta sekaanya.

 

  1. 9.      Laras Genggong dan hubungannya dengan laras selendro empat nada di Bali

Beberapa seniman dan ahli karawitan Bali berpendapat bahwa laras Genggong berhubungan erat dengan laras selendro empat nada yang dipakai dalam gamelan Bali, khususnya gamelan angklung. Ada tiga rekaman rekaman genggong yang yang dipergunakan untuk kepentingan penelitian ini, yaitu :1). rekaman genggong dari Tenganan(1989), 2). Rekaman Genggong dari Ubud (1992), 3). Rekaman dari Desa Batuan (1988). Ketiga rekaman tersebut dianalisa dalam Melograph dengan menggunakan “Fast Fourier Transform”untuk mendpatkan “spektra” dari suara. Karena “spectrum” darisuara-suara tersebut bervariasi, maka beberapa sampel dari tiap-tiap nada  menunjukkan perbedaan. Namun demikian partial dari nada-nada dasarnya tetap konsisten. Oleh karena itu keempat nada dasar tersebut dianggap sebagai nada-nada yang membangun laras selendro empat nada pada genggong.

 

  1. 10.  Peranan Sruti dalam Pepatutan Gamelan Semar Pegulingan Saih Pitu

Istilah ‘sruti” berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya adalah kitab- kitab weda. Sruti merupakan sebuah terminologi yang berati jarak antara dua buah nada. Sruti atau interval memegang sangat penting dalam pepatutan atau pelarasan gamelan Bali. Sruti dan laras gamelan SPSP secara ilmiah akan dilakukan dengan jalan menggunakan pendekatan tradisi dan modern. Dari pendekatan tradisi akan diketahui konsep  melandasi seorang tukang laras gamelan. Dari hasil pengukuran nada-nada gamelan  itu akan dapat diketahui dengan rinci baik sruti, getaran perdetik, dan beberapa karakteristik lainnya dari gamelan SPSP.

 

  1. 11.  Rwa Bhineda Berkesenian di Bali

Seni adalah ekspresi dari jiwa manusia yang diwujudkan dalam bentuk karya seni tertentu. Bali merupakan hasil cipta, rasa dan karsa para empu kita yang telah diwarisi sejak masa lampau. Hingga kini berbagai jenis, bentuk, fungsi dan makna dari kesenian Bali yang dijiwai oleh agama hindu itu terus berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat pendukungnya. Dalam kesenian Bali Rwa Bhineda ini merupakan salah satu konsep yang sangat penting dan mendasar. Dari ini muncullah konflik yang selanjutnya akan menjadi kekuatan yang estetis. Rwa bhineda ini akan dilihat khususnya pada seniman, karya seni dan penonton. Seorang seniman pensipta biasanya memasukkan konsep Rwa Bhineda itu kedalam karyanya. Dengan adanya dimensi ini maka akan terjadi kpnflik yang pada akhirnya membuat karya itu menjadi indah. Kesenian Rwa Bhineda itu adalah konsep yang menuju kearah keseimbangan,sehingga akan mengghasilkan kekuatan yang sangat estetis. Pemahaman kesenian Rwa Bhineda  sebagai mana tercermin dalam kesenian Bali, kita dapat memantapkan intergrasi bangsa.

 

  1. 12.  Seni Musik dalam Konteks pariwisata

Seni musik dalam konteks pariwisata maka tekanannya akan difokuskan pada dua hal yaitu ; fungsi serta pengaruh dari pariwisata musik itu sendiri. Musik merupakan salah satu bentuk seni yang diekspresikan lewat vokal, instrumental, atau perpaduan antara vokal dan instrumental. Pariwisata merupakan salah satu industri yang digalakkan di dunia. Berbagai negara telah berlomba-loma untuk menarik wisatawan sebanyak-banyaknya untuk datang ke negara masing-masing. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika setiap negara, termasuk Indonesia telah menempuh berbagai cara untuk mempromosikan industri pariwisatanya. Fungsi musik dalam konteks pariwisata , setidaknya musik itu dapat memberi pengalaman estetis kepada para wisatawan, sebagai salah satu identitas daerah atau negara dan salh satu sarana penghubung atau alat komunikasi antar bangsa.

 

  1. 13.  Pembangunan Pariwisata : Peerwujudan interkoneksitas Multi-disipliner

Pembangunan Pariwisata memerlkan adanya interaksi dan koneksi multi displin dari bidang – bidang yang terkait.interkoneksitas ini akan sangat dirasakn pentingnya terutama diberlakukannya Undang Undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Salah satu komponen yang penting dalam pembangunan Pariwisata adalah kesenian. Kesenian dapat memberi suatu identitas atau jati diri bagi suatu daerah atau bangsa dan seni juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar bangsa.

 

  1. 14.  Gong kebyar : Sebagai Salah satu Sumber Inspirasi Karya Baru

Gong Kebyar telah terbukti sebagai salh satu sumber inspirasi bagi seniman dan sarjana, baik dalam maupun luar negeri. Berkat inspirasi tersebut beberapa karya seni telah terwujud. Potensi atau kekuatan yang dimiliki Gong Kebyar teletak pada keunikannya. Keunikan tersebut terletak dari aspek musikalnya, hubungan sosial seniman dan sarjana sehingga lahir karya- karya baru.

 

  1. 15.  Baris cina : A case Study of Acuculturation in balinese Music and dance

In the village of Renon, located near a harbour in shout Bali, there is a trance ceremony unique to the island, wich is well known since the time of  Jane Belo and Margaret mead (1930’s). The ceremony is very unusual because of the diversity of  influences it display, namely Balinese, Javanese, Chinese, European, Hindu, Buddhist, and, remarkably, Islamic elements.

 

  1. 16.  Transformasi Babad dalam Seni Pertunjukan Bali

Babad merupakan sebuah karya satra sejarah yang telah lama ditransformasikan ke dalam seni pertunjukan Bali. Transformasi dalam konteks ini adalah karya Babad itu diubah bentuk penampilannya, situasi atau karakternya untuk selanjutnya diekspresikan ke dalam bentuk seni pertunjukan. Seni pertunjukan ini sendiri adalah sebuah cabang kesenian yang terdiri dari; seni tari, musik, dan pedalangan/teater. Babad merupakan sebuah karya yang telah ditransformaasikan ke dalam seni pertunjukan Bali sejak masa lampau berlanjut hingga sekarang. Inspirasi ini terus berlajanjut karena babad merupakan salhah satu sumber inspirasi, imformasi, dan motivasi serta menyimpan nilai- nilai luhur budaya bangsa. Babad dapat dipergunakan memperkuat jati diri, merperkuat rasa persatuan dan kesatuan.

 

Dari 16 himpunan artikel tersebut yang sangat bermanfaat nantinya dalam penulisan sekripsi TA adalah artikel tentang peranan sruti dalam perpatutan gamelan semar pegulingan saih pitu.

Istilah sruti berasal dari bahasa sansekerta yang artinya adalah kitab- kitab weda. Selain itu dalam dunia musik, misalnya musik India dan Bali. Sruti merupakan sebuah teminologi yang berarti jarak antara dua buah nada. Dalam musik barat jarak antara dua buah nada itu dikenal dengan nama interval. Sruti dan interval memegang peranan yang sangat penting dalam pepatutan dan pelarasan gamelan Bali. Mengenai gamelan Semar Pegulingan Saih Pitu, gamelan ini menggunakan laras pelog tujuh nada (saih pitu), dengan bahan bilah dan pencon terbuat dari perunggu.

Studi tentang sruti dan laras gamelan SPSP secara ilmiah akan dilakukan dengan jalan menggunakan pendekatan tradisi dan modern. Secara tradisi akan dilihat proses pelarasan gamelan itu sesuai dengan apa yang diwarisi secara turun temurun dan secara modern akan dilakukan pengukuran nada- nada gamelan tersebut dengan sebuah alat pengukur nada modern yang bernama strobocom. Dari pendekatan tradisi seorang tukang laras gamelan itu bekerja  dan tahap- tahap yang dilalui dari awal hingga akhir. Dari hasil pengukuran nada- nada gamelan itu akan dapat diketahui dengan rinci baik sruti , getaran perdetik, maupun beberapa karakterristik dari gamelan SPSP itu sendiri.

Secara tradisi pelarasan gamelan SPSP dilakukan hanya dengan mengandalkan kepekaan telinga dan musical aesthetic. Langkah pertama yang dilakukan seorang pande atau tukang laras gamelan adalah menentukan “petuding”. Petuding berasal dari kata “tuding” yang artinya tunjuk. Dengan demikian petuding adalah petunjuk, dalam kaitannya dengan pelarasan gamelan petuding itu berarti petunjuk nada. Petuding ini terbuat dari bambu, berbetuk segi empat panjang menyerupai bilah gangsa. Bahan dari petuding ini terbuat dari jenis bambu yang ada di Bali disebut “tiing santong” dan “tiing jelepung” bambu ini haruslah benar- benar kering sehingga suara petuding nantinya akan stabil.

Ada empat pengangkep (oktaf) petuding yang dibuat untuk gamelan SPSP. Tiap pengangkep terdiri dari tujuh bilah. Adapun keempat pengangkep itu adalah : pengangkep jegogan, pengangkep jublag, pengangkep pemade dan pengangkep kantil. Karena gamelan SPSP menggunakan system ngumbang- ngisep, maka bagian yang dipilih untuk petuding adalah bagian pengisepnya, yaitu nada yang frekwensinya lebih tinggi.

Pelarasan gamelan dimulai dengan bagian pengisepnya. Setelah bagian pengisep itu betul- betul dirasa baik, barulah disusul dengan bagian pengumbang. Pengumbang dibuat dengan frekwensi yang berbeda dengan pengisep. Perbedaan antara pengumbang dan pengisep yaitu : a pengejer, a pengumbang bulus dan a pengumbang lambat. A pengejer artinya suara dari ombak itu sangat cepat dari frekwensi antara pengisep dan pengumbang yang sangat besar. A pengumbang bulus artinya ombak dari gamelan itu sedikit lebih lambat  dari a pengejer yang disebabkan oleh frekwensinya yang lebih kecil. A pengumbang lambat artinya selisih frekwensi antar pengisep dan pengumbang sangat kecil sehingga ombak dari gamelan itu betul- betul lambat.

Dalam gamelan SPSP dikenal adanya lima jenis patutan atau saih yaitu: patutan tembung, sunaren, selisir, baro dan lebeng. Tiap patutan menggunakan nada dasar yang berbeda, maka susunan sruti dari tiap patutan itu akan berbeda pula.

Patutan tembung menggunakan nada dasar : 1-2-4-5-6 atau ndung, ndang, nding, ndong, ndeng. Patutan ini adalah patutan yang terrendah yang bisa dicapai dalam gamelan SPSP. Patutan selisir menggunakan nada dasar :1-2-3-5-6 atau nding, ndong, ndeng, ndung, ndang. Patutan selisir ini dianggap patutan yang paling tinggi yang dapat dicapai dalam gamelan SPSP. Patutan sunaren menggunakan nada dasar : 2-3-5-6-7 atau ndung, ndang, nding, ndong, ndeng. Patutan ini adalah patutan “menengah” terletak diantara tembung dan selisir. Patutan lebeng menggunakan tujuh nada yaitu: 1-2-3-4-5-6-7 atau  nding, ndong, ndeng, ndeung, ndung, ndang, ndaing. Dengan titik berangkat dari patutan selisir. Dalam patutan lebeng nada ndeung dan ndaing dianggap sebagai “pemero” nada ndeung sering disebut dengan istilah “penyorong atau pengayah” sedangkan nada ndaing disebut dengan istilah “pemanis”. Patutan yang terahir yaitu patutan baro, menggunakan nada dasar : 2-3-4-6-7 atau ndung, ndang, nding, ndong, ndeng. Susunan sruti ini sangat khas karena kedengarannya seolah- olah terletak diantara laras pelog dan selendro.

Komentar Video Tari Nusantara

Video Tari Nusantara ini merupakan video yang berisikan tarian nusantara, yaitu tari-tarian yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia dari ujung timur sampai ujung barat yang dibawakan oleh mahasiswa dan mahasiswi serta doesn ISI Denpasar.

Video Tari Nusantara ini merupakan video milik ISI Denpasar. Banyak aspek yang mendukung untuk terbentuknya sebuah video yang ideal untuk dipertontonkan, diantaranya adalah teknik pengambilan gambar, lighting (tata lampu), dan sound system. Semua aspek tersebut sangatlah berpengaruh dan menentukan layak atau tidaknya sebuah video itu dipertontokan. Untuk membuat sebuah video yang baik, diperlukan sebuah keseriusan. Video yang baik tentunya dilakukan dengan teknik pengambilan yang baik, lighting (tata lampu) yang baik dan cukup terang serta sound sytem yang baik dan terdengar balance.

Ada beberapa hal yang perlu saya komentari dari video Tari Nusantara ini, yaitu dari aspek teknik pengambilan gambar, lighting (tata lampu), dan sound sytem.

Dalam hal teknik pengambilan gambar sudah sangat baik, namun tampilan video yang dihasilkan masih agak buram, seharusnya pengambilan video ini haruslah cerah agar pertunjukan ini menjadi menarik dan  orang yang menontonnya bisa melihat dengan jelas pertunjukan ini.

Kemudian dalam lighting, cahaya yang digunakan sudah merata. Sehingga para penari kelihatan dengan jelas oleh penonton. Namu, efek cahaya yang digunakan tidak ada, sehingga menjadikan pertunjukan itu kurang menarik. Seharusnya pertunjukan tersebut menggunakan efek, agar kelihatan jelas karakter tarian yang dibawakan.

Terakhir dalam hal sound system, suara gamelan dan suara vokal sudah terdengar sangat baik. Akan tetapi masih kurang seimbang (balance). Suara kendang didominasi oleh instrumen lainnya. Seharusnya dibuat agar suaranya seimbang (balance), agar membuat video ini enak untuk didengar.

Biografi Tokoh Seni I Wayan Segara

I Wayan Segara lahir di desa Pujungan pada tahun 1948. Ia tinggal di banjar Mekar Sari Desa Pujungan. Ia anak pertama dari 6 bersaudara. Ia menikah pada tahun 1969 dan dikaruniai 4 orang anak.

Pada tahun 1957 ia mulai masuk sekolah dasar yang pada waktu itu disebut dengan sekolah rakyat, yang pada saat itu ia belum tertarik dengan kesenian. Namun sekitar tahun 1959 tepatnya ia baru memasuki kelas 3 SD ia baru tertarik terhadap seni dalam bidang seni tari dan seni suara khususnya mekidung,makekawin,dan macepat. Ia hanya dapat belajar tentang seni tari dan seni suara di sekolah saja dan tidak pernah berguru kepada orang lain kecuali di sekolah. lama kelamaan ia merasa bosan di bidang seni tari kareana hanya hanya sedikit teman – temannya yang berkecimpung di bidang seni tari. Saking cintanya kepada seni suara ia mencoba untuk belajar seni pewayangan.

Tepatnya pada tahun 1967 ia belajar ngwayang dengan seorang dalang dari desa Kesiut yang bernama Pan Rampieg yang pada saat itu ia hanya belajar cerita Ramayana saja. Setelah ia belajar cerita Ramayana lalu ia melanjutkan belajar wayang Parwa dengan seorang dalang yang benama Pan Rajeg dari desa Tunjuk,Tabanan. suka duka pun banyak ia telah dapatkan pada saat belajar ngwayang. Ia rela menumpang kendaraan dari pujungan sampai di desa Meliling lalu dari desa Meliling ia rela berjalan kaki menuju ke desa Kesiut di rumah dalang tersebut. Begitu pun pada saat ia belajar cerita parwa banyak suka duka yang telah ia dapatkan dari menumpang hingga berjalan kaki ke rumah dalang tersebut.

Setelah 2 tahun ia belajar ngwayang, tepatnya pada tahun1969 ia sudah memiliki sekha wayang. sekha tersebut memiliki 4 tungguh gender yang di beli oleh sekha dengan cara urunan. sekha wayang ini pun sudah sering pentas ngwayang di desa – desa yang ada disekitar kecamatan Pupuan. Lama kelamaan sekha ini pun bubar karena penabuhnya merasa bosan, lalu gender yg dimiliki sekha itu pun dijual. Karena saking cintanya terhadap seni pedalangan maka ia berinisiatif untuk membeli gender dengan uang pribadinya dan membuat sekha baru. Hingga sekarang sekha wayang ini pun masih aktif dengan para penabuhnya yang beregenerasi, dulunya para penabuh sekha ini adalah orang tuanya dan sekarang sudah anak – anaknya.

Pada tahun 1986 ia menjabat menjadi kelian adat dibanjarnya sekaligus merangkap panitia kesenian di desa. Setelah lama ia berkecimpung dalam kepanitiaan dalam bidang kesenian di desa ia melihat kepakuman  terhadap sekha gong kebyar yang ada di desa Pujungan. Kepakuman ini terjadi karena instrument gong kebyar banyak yang rusak. I Wayan Segara kemudian berkordinasi dengan para pengurus desa untuk membenahi instrument yang rusak tersebut. Setelah adanya kordinasi, I Wayan Segara melebur bilah – bilah gambelan tersebut ke Pande Gableran dan pelawahnya di buat sendiri oleh I Wayan Segara dan dibantu oleh teman-temannya. Setelah gambelan gong kebyar yang baru sudah jadi terbentuklah sekha gong remaja di desa Pujungan. Lalu ia mendapatkan informasi bahwa sekha yang ada di desa Pujungan ikut dalam festival gong kebyar tahun1997, ia pun menyuruh sekha ramaja itu untuk latihan. Pada saat latihan ia kecewa pada suara kendang yang kurang enak didengar,  akhirnya dengan niatnya sendiri ia membeli sepasang kendang dengan harga Rp.350.000,00 pada Bapak I Wayan Sweca. Kendang yang ia beli itu dipakai akhirnya dipakai dalam festival. Setelah usai festival, ia termotifasi terhadap suara kendang yang ia beli itu, dan ia penasaran bagaimana caranya membuat kendang supaya suaranya bagus. Dan akhirnya ia pun bertekad untuk belajar membuat kendang dengan  memplajari dan menganalisa kendang yang ia beli tersebut. Disaat ia belajar membuat kendang banyak hambatan yang ia dapat, banyak bahan – bahan yang terbuang dan gagal dipakai. Saking seriusnya ingin bisa membuat kendang ia pun tidak putus asa untuk mencobanya kembali, dan akhirnya beliau pun bisa membuat kendang dengan suara yang sesuai dengan apa yang ia harapkan, Sekarang ia sudah menjadi seorang pengerajin kendang yang hanya dengan belajar dengan cara menganalisa atau mempelajari kendang yang ia beli dulu tanpa berguru kepada orang lain. Hingga sekarang ia aktif membuat kendang dan ia sudah banyak menjual kendang hasil karyanya sendiri kepada para konsumen. Dan karir dalangnya pun masih aktif sampai sekarang dan sering pentas di sekitar kecamatan pupuan.