Biografi I Wayan Beratha

This post was written by yogiantara on November 7, 2012
Posted Under: Tak Berkategori

Nama     :  I Wayan Beratha

                                           

Beliu lahir pada tahun 1926. Pendidikan formalnya Sekolah Rakyat setingkat Sekolah Dasar selama lima tahun. Sejak usia kanak, dia secara alamiah belajar tari dan gamelan pada kakek dan bapaknya yang juga seniman pencipta

Ketika ketemu dengan beliau di rumahnya yang bertempat di Br Abiankapas Kaja pada 27 Juli lalu , dia sulit mendengar dan menjawab. Pertanyaan diterjemahkan kembali oleh istrinya Ni Made Nida atau mantu satu-satunya Prof I Wayan Ardika, arkeolog senior di Bali.

Namun, ketika bertanya soal kegemarannya memainkan gamelan, Beratha langsung menunjukkan gangsa pelog 7 nada yang mengisi kesehariannya kini.

Bapak I Wayan Beratha baru saja dianugerahkan gelar kehormatan Empu Seni Karawitan pertama dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Seniman yang terkenal sebagai kreator gending Semar Pegulingan di Abiankapas Kaja Denpasar, dan juga beliu menciptakan gambelan Semara Dana, yang menggabungkan Gambelan Semarpegulingan dengan Gamelan Gong Kebyar. Ia sudah menciptakan sekitar 20 karya tari, gending, dan sendratari. Sebagian hidupnya juga dihabiskan untuk beranjangsana ke berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri untuk memperkenalkan seni tradisi Bali.Sosoknya menjadi simbol kreativitas anak Bali zaman dulu. Tanpa pendidikan formal, dia menciptakan sejumlah karya seni tradisi dan meletakkan dasar nada-nada gamelan.

berikutnya Ia Beratha memikirkan bentuk tari yang akan memegang kunci utama bagi terwujudnya sendratari.

Sebagian besar garapannya memang sendratari. Di antaranya Sendratari “ Jayaprana” , Tabuh “Gesuri” , Sendratari “ Ramayana”, Sendratari “ Maya Denawa” , Instrumentalia “Palgunawarsa”, yang mendapat penghargaan tertinggi dalam festival gong kebyar seluruh Bali, Tari “Panyembrana” dan lainnya.

Keluarga seniman tradisi ini keahlian utamanya adalah pelatih karawitan khususnya pegongan dan pelegongan atau karawitan yang menggunakan alat- alat gambelan. Selain menciptakan alat dan nada, kakek, ayah, dan anak (Keneng-Regog-Beratha) ini juga adalah tukang memperbaiki nada gambelan, di Bali disebut tukang panggur.

Selain belajar tarian dan mencipta gending, tiga generasi ini juga terlenal konsisten melakukan pembinaan sanggar-sanggar seni Bali. Hingga punya kontribusi pada lahirnya sekolah seni tradisi modern seperti Sekolah Menengah Kerawitan Indonesia (SMKI) yang dulunya disebut KOKAR (konservatori karawitan), ASTI, hingga ISI.

 

 

 

Comments are closed.