yogapranata

29 Mei 2012

bhagavad gita

Filed under: Lainnya —— yogapranata @ 8:51 am

BHAGAVAD  GITA

Sloka 12

Sanjaya :

    Tasya sanjanayam harsham

    Kuruvriddhah pitamahah

    Simhanadam vinadyo chchaih

    Sankham dadhmau pratavapan

 

Artinya :

Sanjaya :

            Demi untuk membngkitkan semangatnya,

 pahlawan kuru, kakek Bisma,

 meniup kuat-kuat terompet kerangnya

 menderu bagaikan raung singa

Ulasan :

Setelah duryodana kepada semua perwira-perwira tinggi dalam kalangan balatentara kaurawa untuk menjaga dan membela Bisma dalam pertempuran-pertempuran yang akan mendatang. Seperti tercantum dalam sloka 3 sampai dengan 11, maka sanjaya meneruskan ceritanya kepada maharaja dritarastra, sankham adalah terompet yang terbuat dari kulit kerang, ia ditiup oleh Bisma dengan maksud untuk membangkitkan semangat Duryodana, dan sebagai suatu tanda bahwa pasukan telah siap untuk menghadapi pertempuran.

Instrument yang terdapat didalamnya :

  • Terompet

 

Sloka 13

( 13 )tatah – sankhas cha bheryas cha

    Panavanaka gomukhah

    Sahasai ‘va ‘bhyahananta

    Sa sabdas tumulo bhavas

Artinya :

                Terompet, genderang dan tifa

                Gong serta suling tanduk

                Di bunyikan dengan serentak

                Gemuruh, gegap gempita

Ulasan :

Berbagai alat bunyi-bunyian dipergunakan, khusus dalam lingkunganpasukan sendiri untuk membangkitkan semangat tempur para prajurit dan bagi pihak musuh bunyi gemuruh daripada terompet, genderang, gong, tambur, suling tanduk, dan sebagainya ini berarti suatu tantangan untuk segera dimulainya peperangan. Tiap pahlawan perwira tinggi mempunyai alat bunyi-bunyian ini yang spesifik baginya sendiri,mempunyai nama yang spesifik pula.

 

Instrument yang terdapat didalamnya :

  • Terompet
  • Genderang
  • Tifa
  • Tambur
  • Gong

Suling ta

28 Mei 2012

GAMELAN PEGAMBUHAN “TAMBANG EMAS” KARAWITAN BALI

Filed under: Lainnya —— yogapranata @ 10:34 pm

 

BAB II

TINJAUAN HISTORIS

            Kata “gambuh” di Bali pada umumnya dihubungkan dengan beberapa genre kesenian terutama seni pertunjukan yang bernama dramatari Gambuh. Genre kesenian lain yang menggunakan kata “gambuh” adalah Wayang Gambuh (teater wayang kulit yang menggunakan tokoh-tokoh dan music iringan seperti dramatari Gambuh), dan sebuah tembang macapat yaitu Tembang Gambuh. Tembang Gambuh menggunakan bahasa Bali lumrah, dalam sebuah kalimat lagunya disebutkan bahwa Tembang Gambuh adalah nyanyian Jawa berbahasa Bali yang menceritakan tentang delapan Dewi.

Istilah Pegambuhan berasal dari kata dasar gambuh ditambah dengan awalan pe- dan akhiran –an. Khususnya di Bali istilah ini digunakan dalam arti luas yaitu untuk menyebutkan tidak hanya nama sebuah genre kesenian Bali sebagai satu bentuk, akan tetapi juga untuk menyebutkan bagian-bagian pokok yang membentuk kesatuan genre tersebut.

Di Bali selain dikenal istilah gamelan Pegambuhan juga dikenal lakon Pegambuhan, penari Pegambuhan, kendang Pegambuhan, suling Pegambuhan dan gending Pegambuhan.

Gamelan Pegambuhan memiliki sejarah perkembangan yang cukup unik. Kendatipun dikenali sebagai salah satu muatan difusi kebudayaan Jawa ke Bali, ia tidak terbentuk dengan berpindah begitu saja tanpa dipengaruhi situasi dan kondisi yang ada si Bali. Gamelan Penabuhan merupakan hasil difusi dala sistem ide, kemudian terakultrasi disesuaikan dengan kondisi dan factor geografis masyarakat tempat ia terbentuk.

Berdasarkan data-data historis, musikalitas dan fungsi, penulis berasumsi bahwa terbentuknya orchestra Pegambuhan sangat erat kaitannya dengan terbentuk dan berkembangnya dramatari Gambuh di Bali. Dari segi namanya sudah memberikan indikasi bahwa perangkat ini sengaja dibentuk pertama-tama untuk mengiringi dramatari Gambuh. Hal ini diperkuat lagi oleh kenyataannya sampai saat ini bahwa gamelan Pegambuhan sangat jarang dipertunjukkan secara konser, atau khusus memainkan lagu-lagu instrumenalia.

 

Kehadiran Gamelan Pegambuhan dalam pentas selalu berkaitan dengan dramatari Gambuh, apabila terdapat lagu-lagu pategakan (instrumenalia) yang dimainkan pada bagian awal dan akhir pertunjukan, itu selalu berkaitan dengan pertunjukan utama sebagai pemberi introduksi dan memanggil penonton bahwa pementasan segera dimulai dan sebagai salam penutup bahwa pertunjukan telah usai.

 

Data sejarah yang menyebutkan tentang istilah Gambuhan ditemukan dalam kidung Wangbang Wideya yang menurut Robson karya sastra ini digubah di Bali pada abad ke-16. Sedangkan nama-nama instrumen gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan Gambuh sudah banyak disebut-sebut sebelumnya baik dalam prasasti-prasasti Bali maupun dalam beberapa kitab kekawin. Namun demikian gamelan Pegambuhan sebagai sebuah oskestra belum ada disebutkan baik dalam prasasti maupun dalam kekawin. Data sejarah yang memuat banyak tentang gamelan Pegambuhan sebagai oskestra barulah ditemukan dalam Lontar Prakempa dan Aji Gurnita yang sayang sekali tidak berangka tahun.

 

Berita yang tersurat dalam Lontar Babad Dalem koleksi I Ketut rinda menyebutkan bahwa Gambuh di bangun oleh para arya (bangsawan) Majapahit setelah selesainya dibangun kraton raja di Samprangan yaitu pada tahun 1428 Masehi.

BAB III

TINJAUAN MUSIKOLOGI

 

 

Gamelan Pegambuhan yang dijadikan objek penyelidikan musical dalam buku ini adalah gamelan Pegambuhan yang ada di desa Pedungan (Kodya Denpasar), di desa Batuan (Kabupaten Gianyar), di Desa Tumbak Bayuh (Kabupaten Badung), dan ISI Denpasar. Dua gamelan Pegambuhan yaitu yang terdapat di Pedungan dan ISI denpasar secara fisik dan musical sama, sedangkan Gambuh Batuan dan Tumbak Bayuh hanya berbeda pada hal-hal kecil seperti ornamentasi dalam beberapa lagu-lagunya.

 

Gamelan Pegambuhan lainya yang masih ada namun sudah tidak menunjukkan aktifitas, berdasarkan beberapa deskripsi yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu, secara fisik maupun musical tidak menujukkan perbedaan yang prinsipil dengan keempat Gambuh tersebut di atas.

 

  1. Fisik / Ansembelisasi

Gamelan Pegambuhan adalah sebuah orchestra tradisional Bali yang memiliki perangai lembut (soft sounding ensemble). Kontruksi harmonis yang melahirkan kesatuan perangkat (barungan) ini kendatipun didominasi oleh alat-alat pukul, instrumen yang paling esensial bahkan dianggap sebagai cirri adalah suling jenis end-blow flute (aerophone).

 

Suling Gambuh dimainkan dalam posisi diagonal, dank arena panjangnya suling, ujung bawah harus bersandar di lantai. Sementara jari-jari tangan mengatur tutupan, teknik tiupan memerlukan hembusan udara yang terus menerus yang di Bali disebut dengan ngunjal.

 

Instrumen melodis lain dalam gamelan Pegambuhan adalah Rebab. Rebab merupakan satu-satunya warga Cordophone dalam gamelan Pegambuhan, instrumen melodis yang dimainkan secara unisono dengan suling. Alat gesek sejenis biola ini bentuk fisiknya terbagi menjadi lima bagian pokok yaitu kepala (badan atas), bantang (badan penghubung), batok (badan utama), dongkrak (bagian bawah), dan sebuah pengaradan (penggesek).

 

Instrumen warga idiophone yang terdapat dalam gamelan pegambuhan paling banyak jenisnya yaitu : kempur, kajar, klenang, kenyir, gumanak, ricik, kangsi, dan gentorag. Kempur, kajar dan klenang termasuk instrumen keluarga gong.

 

Dalam gamelan Pegambuhan hanya ada satu alat jenis metallophone yang disebut dengan kenyir, yaitu saron kecil berbilah tiga dengan nada-nada yang sama. Instrumen warga idiophone lainnya adalah kangsi (sambal mangkuk) kecil bertangkai, biasanya terdiri dari dua sampai tiga pasang.

 

Instrumen gamelan Pegambuhan yang termasuk ke dalam kategori warga membranophone adalah sepasang kendang yang disebut kendang pegambuhan. Apabila dilihat dari jenis dan ukurannya, kendang pegambuhan termasuk ke dalam jenis kendang krumpungan.

  1. Gending / Komposisi

Istilah “gending” dipergunakan oleh masyarakat Bali untuk menyebutkan sebuah komposisi music (a musical composition). Dalam kaitannya dengan perangkat gamelan (ensemble) seperti gamelan Pegambuhan, istilah gending dipergunakan untuk menunjukkan repertoar lagu yang dimainkan lewat gamelan tersebut. Dengan demikian gending Pegambuhan adalah lagu-lagu yang secara tradisi dimainkan dengan gamelan Pegambuhan.

 

 

 BAB IV

KESAMAAN GAMELAN PEGAMBUHAN

DENGAN GAMELAN LAINNYA

               Dalam bab ini penulis akan mengungkap kesamaan gamelan Pegambuhan dengan beberapa gamelan Bali lainnya, melalui pengamatan unsur fisik dan teknik permainan, musikalitas, dan fungsi. Hal ini sebagai bahan analisis untuk mengetahui lebih detail sejauh mana pengaruh gamelan Pegambuhan terhadap gamelan-gamelan lainnya. Jenis prangkat gamelan yang dijadikan pembanding, mulai dari yang memiliki periode perkembangan paling dekat dan sejaman (golongan Madia) hingga gamelan golongan baru. Diantaranya adalah : Smar Pagulingan, Pelegongan, Bebarongan, Joged pingitan, Gong Gede, dan Kebyar. Empat gamelan pertama menurut deskripsi Lontar Prakempa dan Aji Gurnita disebut catur muni-muni, yaitu empat gamelan sekawan yang merupakan perangkat gamelan hiburan untuk memeriahkan istana masa lampau. Dua gamelan lainna yaitu Gong Gede adalah gamelan protokoler yang memiliki fungsi erat dengan upacara keagamaan khususnya upacara yadnya, sedangkan Kebyar merupakan gamelan golongan baru yang multi fungsi dan kini paling popular baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

 

  1. Gamelan Semar Pagulingan

Kesamaan unsur-unsur gamelan Pegambuhan dengan gamelan Smar Pagulingan yang paling menonjol adalah kesamaan dari sebagian besar repertoar lagunya. Kesamaan ini secara otomatis menyangkut sebagian besar unsur musical terutama struktur lagu, pola melodi dan ritme, dinamika, juga pola permainan instrumen-instrumen pengatur matra dan instrumen-instrumen ritmis. Kesamaan yang lain adalah penggunaan sebagian besar instrumen ritmis dan pengatur matra. Beda penggunaan instrumen dalam gamelan Smar Pagulingan dengan gamelan Pegambuhan hanya terletak pada instrumen-instrumen melodisnya.

 

Gamelan Pegambuhan dan Smar Pagulingan sama-sama menganut sistem pelarasan pelog tujuh nada. Apabila gamelan Pegambuhan mampu menurunkan lima macam tetekep (patet), gamelan Smar Pagulingan juga mampu menurunkan lima macam patutan (patet). Kelima patutan tersebut memiliki nama yang sama dengan tetekep yang ada pada gamelan Pegambuhan yaitu, patutan selilir, patutan temung, dan patutan sundaren, patutan baro dan patutan lebeng. Prinsip patet kedua gamelan pada dasarnya sama, yaitu nada yang jmlahnya tujuh terbagi menjadi dua macam yaitu lima nada pokok dan dua nada pemero.

 

Banyak unsur kesamaan antara gamelan Smar Pagulingan dengan gamelan Pegambuhan menyebabkan gamelan Smar Pagulingan belakangan ini juga sering digunakan untuk mengiringi dramatari Gambuh. Menirut keterangan I Wayan Dibia (seorang pakar tari Bali), menarikan dramatari Gambuh dengan iringan Smar Pagulingan tidak mengalami kesulitan yang berarti.

 

 

  1. Gamelan Pelegongan

Gamelan Pelegongan secara fisik juga di dominasi oleh alat-alat perkusi. Bentuk dan jenis instrumennya hamper sama dengan Smar Pagulingan, hanya saja instrumen-instrumen berbilh terdiri dari lima bilah nada. Gamelan Pelegongan menggunakan sepasang instrumen melodis yang disebut gender rambat. Geder Rambat berbentuk gangsa gantung yang bilah nadanya mencapai dua belas hingga empat belas bilah. Dengan menganut sistem pelarasan pelog lima nada, instrumen ini dapat dimainkan dalam dua oktaf nada. Gender rambat dimainkan dengan menggunakan sepasang alat pukul yang disebut panggul gender, berbentuk bilahan kayu bundar yang pada titik pusatnya dipasang tangkai sebagai tempat memegang.

 

Instrumen melodis lainnya adalah gangsa jongkok dan gangsa gantung, jublag, jegogan, suling dan rebab. Instrumen pengatur matra adalah kempul, klenang, gentorag, semuanya sama dengan instrumen-instrumen yang terdapat dalam gamelan Pegambuhan. Hal ini membedakan gamelan Pelegongan denga Pegambuhan secara fisik adalah instrumen pemegang melodi pokok, penambahan instrumen-instrumen melodis, namun ada juga pengurangan instrumen pengatur matra seperti misalnya kenyir, dan instrumen pemegang ritme seperti gumanak dan Kangsi. Persamaan yang banyak antara gamelan Pelegongan dengan pegambuhan adalah dari segi musikalitasnya.

 

  1. Gamelan Bebarongan

Gamelan Bebarongan dalam Tutur Catur Muni-muni disebut dengan Smar Pandirian, lagunya Pakakincungan untuk iringan Barong Ket. Perangkat ini didukung oleh instrumen-instrumen seperti kempul (berfungsi sebagai finalis), kempyung, kemong, kendang, gentorag, kajar, klenang (sebagai pengatur matra), gender rambat (sebagai pemegang melodi pokok), jegogan, jublag, penyacah, gangsa gantung pemade dan kantil, gangsa jongkok pemade dan kantil (untuk memperkaya melodi), dan cengceng untuk memperkaya ritme. Dengan memperhatikam instrumen-instrumen di atas, gamelan ini sama dengan gamelan Pelegongan, hal yang membedakan hanya terletak pada penggunaan instrumen kendang. Gamelan Bebarongan menggunakan sebuah kendang dan dimainkan dengan alat pemukul yang disebut Penggul Kendang.

 

 

  1. Gamelan Joged Pingitan

Dalam Tutur Catur Muni-muni gamelan ini disebut Smar Palinggihan dengan lagunya Pakakincungan, dipergunakan untuk mengiringi Joged Pingitan. Namun yang di kenal di Bali secara umum, gamelan ini diberi nama gamelan Joged Pingitan, sebuah namayang mengacu pada untuk iringan tari apa gamelan ini terutama digunakan. Pemberian nama gamelan Pegambuhan, gamelan Pelegongan, dan gamelan Bebarongan. Gamelan Joged Pingitan termasuk kedalam empat gamelan sekawan seperti yang disebutkan dalam Tutur Catur Muni-muni.

 

  1. Gamelan Gong Gede

Gamelan ini disebut Gong Gede karena susunan orkestrasinya terdiri dari berbagai jenis instrumen perkusi dalam jumlah yang cukup banyak. “Gede” berarti besar, karena gamelan ini merupakan perangkat gamelan Bali yang terbesar, baik dari segi jumlah pemain yang dibutuhkan, maupun dari perangkat instrumennya.

 

Fungsi gamelan ini secara tradisional adalah sebagai music protokuler, untuk memberikan ilustrasi dalam pelaksanaan sebuah upacara. Dengan dimainkannya Gong Gede yang memiliki karakteristik relegius dan agung akan dapat menambah suasana khidmatnya sebuah upacara baik yang bersifat maupun keagamaan.

 

Seperti halnya Pegambuhan, lagu-lagu tradisi gamelan Gong Gede juga telah memiliki aturan-aturan yang bersifat baku, dan lagu-lagu tersebut biasanya disebut dengan Gending Pagongan Klasik. Sistem Orkestrasi dan struktur lagu Gong Gede yang telah tertata rapi dalam peraturan-peraturan yang baku, peraturan ini dikenal dengan istilah uger-uger.

 

  1. Gamelan Kebyar

Gamelan Kebyar adalah seperangkat alat music yang memiliki musikalitas baru dan dianggap sebagai pionir kelahiran gaya music gamelan Bali abad ke-20. Nama ‘Kebyar” itu sendiri sangat terkait dengan watak musical sebagai cerminan situasi jaman kelahirannya dan fleksebilitasnya dalam mewujudkan gaya music yang inovatif. Selain itu  nama Kebyar juga terkait dengan sebuah motif lagu dengan kalimat-kalimat bersama yang keras menghentak, biasanya terjadi pada bagian awal. Kalimat bersama ini dalam bahasa Bali disebut “ngebyar”, dan Colin McPhee memberikan kiasan “like The Bursting Open of a Flowers” (seperti mekarnya sekuntum bunga). Sejak awal perkembangannya sekitar tahun 1915, musikalitas Kebyar telah dirasakan sebagai sebuah gaya music yang bernuansa baru, bahkan dari fleksebilitasnya gamelan Kebyar sering dianggap sebagai music yang tidak memiliki aturan-aturan baku yang mengikat.

 

 BAB V

PENGARUH GAMELAN PEGAMBUHAN

 

 

  1. Pengaruh Pegambuhan Terhadap Smar Pagulingan

Wujud perangkat gamelan Smar Pagulingan, kendatipun sepintas terkesan sangat berbeda dengan gamelan Pegambuhan, apabila diperhatikan perbedaan tersebut hanya terdapat pada penggunaan dan penambahan instrumen-instrumnen melodis.

 

  1. Pengaruh Pegambuhan Terhadap Pelegongan

Pada gamelan Pelegongan sudah terlihat adanya penciptaan lagu-lagu terutama dalam hal pola melodi, kendatipun unsur-unsur Pegambuhan masih kelihatan mendominasi. Unsur-unsur tersebut antara lain sistem intrumentasi, penggunaan instrumen-instrumen ritmis dan pengatur matra, struktur lagu, dan nama beberapa lagu.

 

  1. Analisis Pengaruh Pegambuhan terhadap Bebarongan

Gamelan Bebarongan apabila diamati fisik perangkatnya telah jauh berbeda dengan gamelan Pegambuhan, namun masih sangat dekat dengan gamelan pelegongan. Antara gamelan Pelegonga dengan Bebarongan hanya dibedakan oleh penggunaan instrumen kendang, yaitu gamelan Pelegongan menggunakan kendang Krumpung sedangkan Bebarongan menggunakan kendang gupekan lanang yang dimainkan denga panggul. Teknik permainan kendang dalam Bebarongan bahkan sangat rumit, namun khas dan menonjol dengan sinkopasinya, sehingga dibutuhkan teknik dan pemain yang memiliki virtuositas tinggi. Perangkat Bebarongan juga masih menggunakan beberapa instrumen ritmis dan pengatur matra Pegambuhan seperti ricik, klenang, gentorag, kajar, dan kempur berikut dengan sistem intrumentasinya. Sebagai pemegang melodi pokok digunakan gender rambat seperti pada Pelegongan.

 

  1. Pengaruh Pegambuhan Terhadap Gamelan Joged Pingitan

Gamelan Joged Pingitan secara pisik memang sangat berbeda dengan gamelan Pegambuhan, kendatipun masih memiliki kesamaan bahan dari instrumen melodisnya yaitu sama-sama dari bambu. Sistem orkestrasi gamelan joged Pingitan masih banyak jelas kesamaannya dengan Pegambuhan seperti missal adanya penggunaan instrumen melodis pokok sebagai pimpinan lagu.

 

  1. Pengerauh Pegambuhan Terhadap Gong Gede

Gamelan Gong Gede yang secara fisik dan nuansa musical sudah sangat berbeda dengan gamelan Pegambuhan. Gong Gede telah memiliki kaedah-kaedah tata garap tersendiri yang diikat oleh hokum yang dikenal dengan Jajar Pageh Pagongan Klasik. Kendatipun demikian kenyataannya masih menyimpan beberapa unsur kesamaan seperti struktur lagu, penggunaan pola Asta Windu, dan pola permainan serta fungsi instrumen-instrumen ritmis dan pengatur matra.

  1. Pengaruh Pegambuhan Terhadap Kebyar

Seperti halnya gamelan Gong Gede, secara fisik gamelan Kebyar telah menunjukkan perbedaan yang cukup besar dengan gamelan Pegambuhan. Namun sistem instruentasi seperti adanya instrumen pemegang melodi pokok (pengugal), penggunaan dua kendang yang berpasangan, pola permainan serta fungsi instrumen-instrumen ritmis dan pengatur matra, pada dasarnya sama dengan sistem instrumenasi gamelan Pegambuhan.

BAB VI

SEBAGAI “TEMBANGEMAS”

KARAWITAN BALI

 

 

Telah menjadi keyakinan umum bahwa dalam perubahan dan hubungan kebudayaan, kebudayaan yang lemah akan selalu dikuasai dan yang kuat akan selalu menguasai.  Sehingga yang lemah lama-kelamaan harus menyesuaikan diri terhadap yang kuat dalam prosesnya memasuki jalur peradaban yang telah lebih dominan. Cepat atau lambat hal demikian akan berdampak pada sistem budaya. Sebagai hasil, timbul bentuk budaya baru, dan perubahan yang demikian terus menerus berkesinambungan sesuai dengan tingkat cognitive masyarakat. Fenomena ini terjadi pada seluruh unsur kebudayaan mulai dari yang berskala besar dan luas, sampai pada unsur-unsur yang kecil dalam komunitas local seperti fenomena budaya gamelan Pegambuhan Bali.

Belajar rebab bali

Filed under: Lainnya —— yogapranata @ 9:08 pm

BELAJAR REBAB BALI

A . Rebab

Rebab merupakan salah satu nama tungguhan atau instrumen gesek yang digunakan dalam jenis-jenis barungan yang terdapat di Daerah-daerah tertentu seperti daerah Bali,Jawa Timur,Jawa Tengah.Jawa Barat,Sumatra, dan sebagainya

Di Jawa Barat terdapat dua bentuk instrumen gesek, yaitu Rebab dan Tarawangsa.kedua instrumen ini ukurannya berbeda,selain ukurannya yang berbedsa,warna suaranya pun juga berbeda karena membran yang berbeda

Di Sumat5ra Barat ( Minangkabau ) instrumen Rebab disebut dengan rabab.ada tiga bentuk/jenis rebab yang berbeda yang berkembang di Minangkabau, yaitu :

  • Rabab Darek
  • Rebab Pariaman
  • Rebab Pasisir

Adapun kesamaan antara tungguhan instrumen rebab dari masing-masing daerah yaitu sama-sama menggunakan alat gesek,menggunakan sejenis senar atau kawat,terdapat bagian menyetel kawat untuk menimbulkan nada,dan menggunakan  resonator.

Dalam menggarap gending,Rebab dimainkan dengan cara kawat atau yang sejenisnya digesek dengan penggesek yang arahnya maju dan mundur secara bebas,kecuali Rebab Jawa Tengah yang digunakan pada barungan gamelan Ageng,maju mundurnya gesekan rebab ditentukan oleh kedudukan nada.

Tungguhan rebab bali dalam menggarap gending tidak ditentukan baik dalam menggarap gending-gending instrumental mauoun vokal ( Tembang Daerah ). Menurut pengamatan kami keberadaan rebab di Bali dapat dikatakan masih asing karena sedikitnya barungan gamelan yang menggunakan maupun jumlah penyajiannya yang relatip sedikit dibandingkan dengan jenis tungguhan lainnya seperti tungguhan kendang, pemade, kantil, kempul, kajar, ceng-ceng, gong, dan yang lainnya.

Adapun barungan gamelan yang seharusnya menggunakan tungguhan rebab seperti :

  • Gong kebyar
  • Gong Suling
  • Semar pagulingan Saih Lima
  • Semar pagulingan Saih Pitu
  • Pangarjan
  • Pagambuhan

Tungguhan rebab dalam jenis-jenis barungan gamelan tersebut mempunyaifungsi yang berbeda terutama dari segi musikal.misalnya dalam barungan gamelan pegambuhan,tungguhan rebab merupakan salah satu tunguhan yang menggarap atau menyajikan melody atau gending pada seluruh sajian gending repertoar.dalam barungan gamelan Pegambuhanselain gamelan Pegambuhan yang menggarap atau menyajikan juga tungguhan Suling yang berukuran besar ataub sering disebut Suling Pagambuhan,sedangkan tungguhan rebab pada jenis-jenis barungan gamelan lainnya,peranan rebab tidak seperti barungan gamelan lainnya,peranan rebab tidak seperti barungan gamelan Pegambuhan,yaitu lebih menekankjan pada pemantapan hasiln sajian suatu gending atau sering juga disebut oleh masyarakat luas adalah untuk memaniskan gending.dalam baarungan gamelan ini (  selain barungan pegambuhan ) tidak semua sajian gending atau bagian gending yang menggunakan tungguhan rebab seperti dalam gending Gong Kebyar,pada bentuk atau bagian gending Kebyar, babelat, sajian tabuhan tunggal.meskipun peranan tungguhan rebab dalam jenis-jenis  barungan gamelan tersebut hanya terbatas untuk memaniskan sajian gending tapi dapat menentukan kualitas sajian gending secara menyeluruh.

Berdasarkan hasil penelitian penulis tahun 1980-an,di Bali hanya dapat ditemui beberapa orang seniman yang memiliki predikat sebagain pengrebab, yaitu:

  • I Wayan Barug ( Almarhum )
  • I Ketut Mertu ( Almarhum )
  • I Made Lemping ( Almarhum )
  • I Wayan Lotok ( Almarhum )
  • I Ketut Mawes ( Almarhum )
  • I Wayan Sinti

Berdasarkan pengamatan penulis minimal ada tiga faktor yang menentukan ketidaksuburan kehidupan tungguhan rebab di Bali antara lain :

  • Sedikitnya barungan gamelan yang menggunakan tungguhan rebab,sedikitnya jumlah seniman penyaji yang dapat memainkan tungguhan rebab
  • Jarangnya jumlah tungguhan rebab di bali karena sudah tidak ada yang membuatnya, karena adanya anggapan bahwa tungguhan rebab merupakan tungguhan khusus yang disajikan oleh orang-orang yang sudahb lanjut usia
  • Tungguhan rebab dianggap paling sukaruntuk dipelajari.adanya faktor-faktor penghambat tersebut akan tidak tertarik untuk belajar bermain rebab

Dengan situasi seperti iitu  kiranya perlu adanya langkah-langkah kongkrit untuk mengatasi faktor-faktor tersebut diatas dalam rangka melestarikaan tungguhan rebab di Bali pada khususnya.

B . Bentuk Rebab Bali

Dilihat dari segi bentuknya,tungguhan rebab bali terdapat kekhusussan dalam hal bebetan, ukuran, dan pontang.bentuk bebeetannnya mencerminkan latar belakang budayanya dalam hal ini adalah budaya Bali.ukuran rebab bali baik ukuran besar maupun tingginya relatif lebih kecil dibandingkan dengan ukuran rebab rebab Jawa Tengah maupun rebab Jawa Barat ( Sunda ).pada umumnya rebab Bali hampir seluruhnya menggunakan pontang yang dibuat dari perak yang dipasang pada bagian bebetan maaupun bantang rebab sesuai dengan bentuknya. Pontang dalam tungguhan rebab berfungsi sebagai hiasan.

Di bali terdapat beberapa bentuk rebab yang perbedaannyab terletak pada bebetaannya dan juga bagiaan batoknya yang berfungsi sebagai resonator.perbedaan bagian batok rebab terletak pada bentuk maupun bahan yang digunakan.Batok dibuat dari kayu atau tempurung kelapa.

C . Cara belajar Rebab Bali

Setelah mengenal tungguhan rebab, kemudian mulai belajar memainkaan tungguhan rebab dengan berbagai tahapan sebagai berikut :

  • Sikap duduk pengerebab
  • Posisi tungguhan rebab
  • Cara memegang tungguhan rebab
  • Cara memegang pengaradan
  • Cara menyetel rebab
  • Cara menekan kawat rebab
  • Cara menggesek rebab
  • Posisi jari pada laras pelog
  • Posisi jari pada laras slendro
  • Menekan kawat dan menggesek rebab
  • Garap rebab
  • Cara memelihara tungguhan rebab

1 . Sikap duduk pangrebab

Pada umumnya sikap dalam memainkan tungguhan gamelan di Bali selalu dilakukan dengan cara duduk bersila, kecuali jenis-jenis tungguhan jegog yang digunakan pada barungan gamelan jegog.

2. Posisi Tungguhan Rebab

Dalam memainkan rebab, pangrebab dalam posisi bersila, tungguhan rebab diletakkna atau berada di depan atau di tengah-tengah antara kaki kanan dan kaki kiri pengrebab.pada saat meletakkan rebab , bagian rebab yang paling bawah tidak dijepit dengan kedua kaki meskipun berada diantara kaki kanan dan kaki kiri.

3 . Memegang tungguhan Rebab

Pada saat penyajian suatu gending, tungguhan rebab selalu dipegang baik pada saat menggarap atau tidak menggarap suatu gending

4 . Memegang pengaradan

Langkah ini sangat perlu diketahui oleh para pengrebab,karena kalau salaah memegang pengesek rebab ( Pengaradan ), rebab tersebut tidak akan berbunyi karena plastiknya tidak kencang.

5 . Menyetel rebab

Seorang pengrebab harus bisa menyetel rebabnya dengan barungan gamelan yang akan di ikutinya,karena setelan rebab yang dapat menentukan tutuoan atau posisi jari yang akan digunakan.

6 . Menekan kawat rebab

Untuk menimbulkan nada, disamping kawat tersebut digesek juga ditekan kawatnya dengan menggunakan jari-jari sesuai dengan posisinya.cara menekan kawat rrebab ada dua, yaitu menekan kawat dengan ujung jari dan menggunakan bagian belakang jari.

7 . Menggesek rebab

Menggesek kawat rebab adalah salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas siara rebab.kawat digesek sambil menekan “secukupnya” penggesek rebab.artinya apabila kawat digesek dengan tekanan terlalu keras maka akan menimbulkan kualitas suara yang kurang baik atau tidak jernih.

8 . Posisi jari pada laras Pelog

Dalam memainkan rebab Bali mengenal dua jenis tutupan,yaitu tutupan ndung dan tutupan ndong. Untuk mewujudkan tutupan ini dengan cara kawat yang terletak sebelah kanan disetel sesuai dengan jenis tutpannya.

9 . Posisi jari pada laras Slendro

Gending-gending yang berlaras slendro jarang-jarang menggunakan rebab Bali kecuali pada Vokal atau tembang, itupun jarang penggunaannya.

10 . Menekan dan Menggesek kawat rebab

Setelah mengetahui posisi jari maka selanjutnya belajar menekan kawat sambil menggesek rebab.tahapan ini dimulai dari jari telunjuk tangan kiri menekan kawat, kemudian tangan kanan menggesek rebab sesuai dengan petunjuk diatas secara terus-menerus sampai dirasakan terdapat keseimbangan antara tangan kiri yang menekan kawat dengan tangan kanan yang menggesek kawat rebab.

 

 

5 Januari 2012

Lamb of god – LAID TO REST

Filed under: Lainnya —— yogapranata @ 2:13 pm

Laid to rest

“Laid ke Istirahat” adalah sebuah lagu oleh band metal Anak Domba Allah dari alur Dari album keempat mereka, Abu dari Wake. Itu adalah single pertama dari album, dan video musik dibuat untuk itu.

Lagu ini dimaksudkan untuk menjadi sebuah narasi orang pertama dari korban pembunuhan, menghantui pembunuh-Nya dari kubur. Di sisi lain, liriknya juga mungkin memiliki sambungan ke Perang Irak, seperti kebanyakan lagu-lagu dari Abu dari Wake.

Lagu ini baru-baru ini telah ditutupi hidup oleh band hip-hop Gym Pahlawan Kelas selama Warped Tour Vans 2008.

 

Aspek-aspek yang mendukung Konser

  1. 1.    Lighting
  2. 2.    Sound system

Komentar

Lighting

Apabila dilihat dari segi lighting,ada beberapa yang perlu di benahi yaitu penggunaan lighting pada saat lagu kedua yang berjudul Laid to rest,lighting pada saat itu kurang merata,karena banyak personil yang kurang kelihatan.dan pada saat akhir lagu lighting kurang focus ke personil gitar,karena pada saat akhir lagu,lebih dominan ke permainan gitar.

Soundsystem

Apabila dilihat dari Aspek Soundsystem,ada beberapa suara yang kurang jelas,salah satunya pada saat lagu laid to rest,ada beberapa soundsystem yang kurang jelasn kedengarannya,dan pada akhir lagu laid to rest bunyi sound yang mengarah ke gitar kurang begitu jelas kedengarannya

30 Desember 2011

Ujian garapan “Mandi”

Filed under: Lainnya —— yogapranata @ 2:48 pm

Sinopsis
“MANDI”

žKebersihan biasanya merupakan prioritas utama bagi orang yang suka merawat diri<akan tetapi banyak juga orang yang tidak sering mandi.seseorang yang selalu bangun kesiangan atau malas beraktifitas,biasanya jarang mandi,kadang-kadang Cuma membasah muka,dan parahnya lagi hanya memakai dua jari.melalui fenomena di atas piñata mencoba mentraformasikanke dalam bentuk music Kontemporer yang menitik beratkan pada permainan ritme,tempo,dan dinamika sehingga menjadi sebuahkomposisi music kontemporer yang berjudul “Mandi”

Karya “mandi”yang dibuat oleh (penata )

 I Made Sumarno

Dalam pementasannya menggunakan banyak aspek-aspek yang mendukung yaitu :

Aspek lighting
Aspek sound system
Aspek ligting
žpada awal mulainya pementasan pencahayaannya kurang terang karena dari kejauhan yang di belakang kelihatannya kurang jelas seharusnyya pada awal pementasan,pencahayaan yang di belakang lebih di angkat agar pencahayaan merata apabila dilihat dari kejauhan.
Aspek sound system
žsecara keseluruhan kedengarannya kurang begitu jelas,secara dinamika (naik dan turun bunyi)juga kurang begitu jelas dan kedengarannya datar,hanya pada bagian akhir Dinamika baru terdengar,yaitu pada bagian teknik permainan ember di dalam air.

 

ž

Powered by WordPress WPMU Theme pack by WPMU-DEV.