SEJARAH GAMBELAN SELONDING

This post was written by yogakusuma on April 24, 2018
Posted Under: Tak Berkategori

Gamelan Selonding adalah gamelan sakral yang terbuat dari besi dan berlaras pelog tujuh nada. Gamelan Selonding tergolong barungan gamelan tua yang terdapat didaerah Karangasem, yaitu Desa Tenganan Pegringsingan dan Desa Bongaya. Gamelan Selonding sangat disakralkan oleh masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan. Dulunya gamelan Selonding hampir jarang ditemui keberadaanya, semenjak perkembangannya gamelan Selonding banyak ditemui di Desa – desa yang ada di Bali. Di Desa Tenganan Pegringsingan, gamelan Selonding biasanya untuk mengiringi tari Abuan, Perang Pandan dan lain – lain. Sejarah munculnya Selonding dikaitkan dengan sebuah mitologi yang menyebutkan bahwa pada zaman dulu orang – orang Tenganan mendengarkan suara gemuruh dari angkasa yang datang secara bergelombang. Pada gelombang pertama suara itu turun di Bongaya ( sebelah timur laut Tenganan ) dan pada gelombang kedua, turun di Tenganan Pegringsingan. Setelah sampai di bumi ditemukan gamelan Selonding yang berjumbelah tiga bilah, dan bilah – bilah itu dikembangakan sehingga menjadi gamelan Selonding seperti sekarang yang memiliki tujuh nada dan Gamelan Selonding adalah gamelan kuno yang paling sakral dalam melengkapi upacara keagamaan Hindu di Bali. Gamelan Selonding berlaras pelog tujuh nada. Selonding merupakan salah satu gamelan tertua di Bali yang terbuat dari besi. Pada tahun 1971 guru – guru dari Kokar melakukan penelitian, bahwa Selonding berasale2 dari kata Salon + Ning, yang diartikan tempat suci. Karena gamelan Selonding itu dikenal sebagai perangkat gamelan yang disucikan dan disakralkan oleh masyarakat. Gamelan Selonding memang masih dapat bertahan dari terpaan gelombang peradaban manusia dalam rentang waktu yang cukup lama, dan ini hanya dimungkinkan oleh adanya suatu nilai yang terkandung didalamnya dan terjalin erat dengan masyarakat. Pada umunya gamelan Selonding terdiri dari delapan tungguh. Adapun nama – nama istrumen Selonding. Satu Petuduh, satu Peenem, satu Nyongyong Ageng, satu Nyongyong Alit, satu Gong Ageng dan satu Gong Alit, satu Kempul Ageng, satu Kempul Alit.

Comments are closed.