PERBANDINGAN LAKON

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertunjukkan wayang merupakan salah satu dari beberapa contoh tontonan yang biasa disaksikan oleh masyarakat. Walaupun  pertunjukkan wayang tersebut sudah sangat jarang dapat disaksikan oleh masyarakat pada era saat ini. Pada jaman seperti sekarang  pertunjukkan masih dapat  dijumpai pada upacara-upacara adat maupun upacara agama.  Karena pada upacara itu wayang dianggap sebagai pelengkap upacara dan sekaligus sebagai media tontonan yang didalamnya mengandung suatu tuntunan . Pertunjukkan wayang dapat dikatakan berhasil apabila dapat menarik perhatian penonton dan memberikan sebuah tuntunan kepada penonton. Pertunjukkan wayang seperti yang kita ketahui pada umumnya menggunakan lakon-lakon yang bersumber dari cerita Mahabrata dan Ramayana. Perananan lakon terhadap kualitas pertunjukkan wayang sangatlah besar, seorang dalang harus mampu memilih lakon yang didalamnya mengandung nilai-nilai moral, etika dan keindahan sehingga dapat menarik minat masyarakat.

Disamping lakon, kreatifitas atau sanggit seorang dalang juga sangat besar pengaruhnya terhadap baik buruknya kualitas suatu pertunjukkan wayang. Sanggit  yang dimaksud adalah seperti kemahiran dalang dalam tetikesan (gerak wayang), kemahiran dalang dalam bertembang yang sesuai dengan irama gambelan, kemahiran dalam membuat lawakan, dan lainnya. Walaupun lakon yang digunakan oleh beberapa orang dalang sama, tetapi dalam pementasannya akan berbeda antara dalang yang satu dengan dalang yang lain. Perbedaan tersebut dikarenakan oleh kemampuan seorang dalang yang berbeda-beda didalam menggolah lakon tersebut. Jadi peranan sanggit atau kreatifitas seorang dalang sangatlah penting agar pertunjukkan wayang tersebut mempunyai daya tarik terhadap penonton.

Kemampuan untuk membuat sebuah pertunjukkan menjadi menarik merupakan suatu tugas yang cukup berat dilakukan. Terlebih lagi pada jaman seperti saat ini, dimana media elektronik seperti televisi, radio dan lain-lain, merupakan media hiburan yang sangat digemari oleh masyarakat. Oleh karena itu, disinilah dituntut kemampuan seorang dalang tersebut agar mampu menyajikan suatu pertunjukkan yang mampu bersaing dengan media hiburan moderen seperti saat ini.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, maka diajukan permasalahan yaitu, bagaimanakah contoh perbandingan/komparasi dari segi struktur dramatiknya  antara dua dalang yang menggunakan lakon yang sama.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu, agar dapat mengerti dan memahami mengenai komparasi sebuah lakon yang dipertunjukkan oleh dalang yang berbeda.

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan makalah ini yaitu, pembaca mengerti dan memahami mengenai komparasi sebuah lakon yang dipertunjukkan oleh dalang yang berbeda.

1.5 Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan maklah ini yaitu, metode penulisan dengan melakukan wawancara dari dua sumber dalang yang berbeda.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

Stuktur Dramatik Lakon Kumbhakarna Lina Menurut Dalang I Gusti Ngurah Serama Semadi. S.Sp. M.Si.

Sinopsis :

Adegan ke-1

Prabu Wibisana menghadap kepada Sri Rama di kerjaan Ayodya. Dalam pertemuan antara Prabu Wibisana dengan Sri Rama, Prabu Wibisana memberitahukan kepada Sri Rama mengenai majunya Kumbhakarna menjadi panglima perang pasukan Alengka. Sang Kumbhakarna maju sebagai panglima perang  karena dipaksa oleh Rahwana. Karena sebelumnya Kumbhakarna menolak untuk maju ke medan perang, karena sesungguhnya  Kumbhakarna memiliki sifat-sifat yang baik dan dia tidak senang melihat perilaku kakaknya yang selalu berbuat jahat.  Prabu Wibisana menyarankan agar Sri Rama segera turun ke medan perang, karena jika tidak demikian, maka pasukan kera akan banyak menjadi korban.

Prabhu Wibisana merupakan adik dari Kumbhakarna dan Rahwana. Berbeda dengan kakaknya, Rahwana, Kumbhakarna dan Sarpakenaka yang  ketika lahir berupa darah, telinga dan kuku. Kelahiran Wibisana sempurna berupa bayi manusia yang rupawan. Hal itu tidak terlepas dari doa ayahnya Begawan Wisrawa dan ibunya Dewi Sukesi yang telah menyucikan diri setelah gagal dalam membuka rahasia sastra jendra atau ilmu menjadi manusia yang hidup dalam keilahian. Wibisana banyak mengetahui rahasia-rahasia hidup maupun rahasia kegaiban. Tindak tanduknya sangat kesatria dan baik budi. Karena tidak menyetujui tindakan Rahwana yang menculik Dewi Sita, Wibisana dihantam oleh Rahwana dengan gada. Wibisana yang diduga telah tewas kemudian dibuang ke laut.

Hanoman sikera putih yang sedang terbang dalam perjalanan kembali dari Alengka ke Gunung Swela melihat tubuh terapung-apung ditengah lautan. Ia lalu membawa tubuh itu dikediamannya. Ternyata Wibisana masih hidup dan kemudian Wibisana dibawa menghadap Sri Rama. Meskipun Wibhisana bersaudara dengan Rahwana tetapi Wibisana lebih memihak kepada Sri Rama karena Wibisana ingin memihak pada kebenaran dan Wibisana tidak suka dengan perilaku kakaknya yang selalu melawan kebenaran. Oleh karena Wibisana berasudara dengan Rahwana dan Kumbakarna, jadi Wibisana mengetahui segala sesuatu tentang saudaranya tersebut.

Adegan ke-2

Wibhisana menceritakan mengenai kesaktian Sang Kumbhakarna, dari kecil Kumbhakarna menemani kakaknya Rahwana bertapa di Gunung Gohkarna jadi kesaktian Kumbhakarna hampir menyamai Rahwana. Dimana Rahwana sudah terkenal sakti dewapun kalah oleh Rahwana dan  juga terkenal sakti di tiga dunia, yaitu dunia Dewa, dunia manusia, dan dunia raksasa. Jadi kesaktian Kumbhakarna juga tidak jauh berbeda dari Rahwana dan jika Sang Rama tidak cepat turun tangan maka semua pasukan kera tidak akan berdaya.  Setelah mendengar segala sesuatu yang diceritakan oleh Sang Wibisana, Sri Rama memanggil Tualen dan Merdah agar ikut membantu dalam  menyiapkan pasukan kera untuk bertempur ke medan perang melawan pasukan Alengka yang dipimpin oleh Sang Kumbhakarna.

Adegan ke-3

Setelah sampai di medan perang Kumbhakarna juga sudah nampak dengan diiringi pasukan raksasa. Kemudian para pasukan kera segera menyerang Kumbhakarna dari berbagai arah. Akan tetapi, kera-kera yang berusaha menyerang Kumbhakarna tersebut dengan mudahnya dibantai oleh Kumbhakarna. Para pimpinan kera seperti Sugriwa, Anggada dan lainnya juga melakukan perlawanan tapi juga tidak membuahkan hasil. Rahwana datang dan menghina Sang Rama dengan suara yang keras, Rahwana mengatakan Sang Rama adalah pengecut karena hanya mengandalkan para pasukan keranya untuk menyerang duluan. Mendengar perkataan Rahwana tersebut membuat Sang Rama merasa dilecehkan, dan Sang Rama langsung menghadapi Kumbhakarna. Ketika berhadapan dengan Kumbhakarna, Sang Rama langsung melepaskan anak panahnya mengenai Kumbhakarna. Setiap panah yang dilepas Sang Rama memutus anggota badan Kumbhakarna, sampai akhirnya tinggal badan dan kepalanya saja. Meskipun demikian, sedikitpun Kumbhakarna tidak mengeluarkan kata-kata yang kasar kepada Sang Rama. Karena sebelum berperangpun Kumbhakarna sudah sadar bahwa ia tidak akan mungkin menang melawan Sang Rama. Mulut Kumbhakarna dipenuhi ribuan panah dan akhirnya tewas dan arwah Kumbhakarna langsung masuk sorga.

 

 

Analisis Dari Lakon Kumbhakarna Lina Versi Dalang I Gusti Ngurah Serama Semadi.

1. Tema dan amanat

Tema dalam lakon Kumbhakarna Lina ini adalah  bentuk fisik atau penampilan tidak selalu mencerminkan baik buruknya sifat seseorang. Alasannya : karena dalam lakon ini dikisahkan Kumbhakarna yang berwujud Raksasa memiliki sifat yang baik. Amanat  dari lakon Kumbhakarna Lina ini adalah janganlah menilai seseorang dari segi fisik atapun penampilan luarnya saja.

2. Alur

Alur yang digunakan dalam lakon Kumbhakarna Lina ini adalah alur longgar. Karena adanya penyisipan alur bawahan, seperti pada adegan ke -2 ketika Wibhisana menceritakan mengenai kesaktian  kumbhakarna dan bagaimana ia memperoleh kesaktian tersebut, membentuk alur bawahan dengan dengan teknik pengaluran back-tracking. Selain itu lakon Kumbhakarna Lina Versi Dalang I Gussti Serama Semadi ini Lina ini juga menggunakan alur maju. Karena dapat dilihat dari urutan dari preposisi, penggawatan, perumitan, klimaks, dan penyelesaian.

 

3. Penokohan

–        Tokoh utama (protagonis) adalah Kumbhakarna. Alasannya karena dilihat dari judul, lakonnya berjudul Kumbhakarna Lina. Alasan lain yang mendukung Kumbhakarna sebagai tokoh utama adalah, karena semua adegan menceritakan tentang Kumbhakarna. Adegan ke-1 pembicaraan antara Wibisana dengan Sang Rama menceritakan mengenai majunya Kumbhakarna ke medan perang. Adegan ke-2 Wibisana menceritakan tentang kesaktian Kumbhakarna. Adegan ke-3 menceritakan mengenai pertempuran Kumbhakarna melawan Sang Rama dan pasukannya.

–        Tokoh Antagonis adalah Rama. Karena Sang Ramalah yang menjadi lawan dari Kumbhakarna yang merupakan tokoh utamanya.

–        Tokoh Tritagonis adalah : Sang Rama. Karena berkat Sang Rama turun tangan, perang dapat diakhiri dengan peristiwa terbunuhnya Kumbhakarna.

–        Tokoh peran pembantu : Tualen dan Merdah.

4. Latar

Tempat terjadinya peristiwa dalam lakon Kumbhakarna Lina ini adalah :

–        Di Ayodya, saat Wibisana menghadap Sri Rama (adegan ke-1)

–        Di medan pertempuran, saat Kumbhakarna bertempur melawan Sang Rama dan pasukannya. ( adegan ke-3).

 

Struktur alur :

a. Eksposisi

Eksposisi dalam Kumbhakarna Lina ini terdapat pada adegan ke-1 -2. Yaitu dari pembicaraan Wibisana dengan Sri Rama, dimana Wibisana memberitahukan mengenai majunya Kumbhakarna sebagai panglima perang Alengka dan juga Wibisana juga menceritakan mengenai kesaktian Kumbhakarna. Adegan tersebut merupakan tahapan dimana Kumbhakarna sebagai tokoh utama dan sentral dalam lakon. Dengan mengetahui tahap eksposisinya, maka publik akan mendapat gambaran selintas tentang tokoh utamanya, yaitu Kumbhakarna.

2. Konflik

Konflik atau tikaian terjadi pada adegan ke -2, yaitu pada saat Wibisana menceritakan Kesaktian Kumbhakarna kepada Sang Rama, dan jika Sang Rama tidak segera turun tangan maka pasukan kera tidak akan berdaya menghadapi Kumbhakarna. Disinilah awal timbulnya niat Sang Rama untuk menyiapkan pasukan yang akan berperang menghadapi Kumbhakarna.

3. Penggawatan

Penggawatan terjadi ketika Rahwana menghina Sang Rama ( adegan ke-3)

4. Klimaks/ puncak cerita

Terjadi ketika Sang Rama turun tangan dan secara langsung berhadapan dengan Kumbhakarna.

5. Resolusi / peleraian

Resolusi atau peleraian terjadi ketika Kumbhakarna terjatuh dan anggota badannya terputus yang tersisa hanya badan dan kepalanya. Kemudian ribuan panah menyasar mulutnya sampai akhirnya Kumbhakarna tewas dan arwahnya masuk sorga.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Struktur Dramatik Lakon Kumbhakarna Lina Menurut Dalang I Wayan Nardayana. S.Sn.

Sinopsis :

 

Adegan ke-1

Prabhu Rahwana memanggil Sang Kumbhakarna untuk datang ke Alengka. Setelah sampai di Alengka Rahwana menjelaskan tujuan dipanggilnya Kumbhakarna. Rahwana berkeinginan mengutus Rahwana menjadi panglima perang pasukan Alengka dalam bertempur melawan Sang Rama. Mendengar hal tersebut Kumbhakarna enggan untuk berangkat ke medan pertempuran dan Kumbhakarna malah menceramahi kakaknya. Kumbhakarna mengatakan kepada Rahwana, bahwa ini semua adalah akibat dari keangkaramurkaan sifat Rahwana yang selalu melaksanakan adharma atau kejahatan. Mendengar perkataan Kumbhakarna tersebut membuat Rahwana menjadi marah dan mengeluarkan kata-kata kasar kepada Kumbhakarna. Sampai akhirnya Kumbhakarna bersedia maju ke medan pertempuran, karena Kumbhakarna yakin jika mati dimedan pertempuran maka akan mendapatkan sorga dan juga untuk menunjukkan bhaktinya kepada negara. Jadi Kumbhakarna bersedia maju kemedan perang bukan karena takut kepada Rahwana, melainkan karena bhaktinya kepada negara.

Adegan ke-2

Para pasukan Raksasa bersiap-siap untuk mengiringi Kumbhakarna ke medan pertempuran. Sebelum Kumbhakarna berangkat istri khumbakarna yang bernama Diah Triowati membujuk Kumbhakarna agar tidak pergi ke medan pertempuran. Tetapi Kumbhakarna menjelaskan alasannya sehingga bersedia maju ke medan pertempuran tersebut. Karena mendengar alasan yang sangat mulia tersebut Diah Triowati bersedia melepaskan kepergian suaminya tersebut dan sambil menangis ia mengucapkan selamat jalan kepada Kumbhakarna dan mendoakan agar kumbhakarna selamat di medan perang.

Adegan ke-3

Sang Rama sudah mendengar berita bahwa kumbhakarna akan maju ke medan perang. Sang Rama mengetahui bahwa Kumbhakarna sangat sakti hampir menyamai kesaktian Rahwana, jadi Sang Rama harus segera turun tangan dan juga harus lebih berhati-hati dalam menghadapinya. Sang Ramadewa kemudian  menyiapkan pasukan yang dikomandoi oleh para pimpinanan kera seperti Sugriwa, Anggada, Hanoman, dan lainnya untuk maju kemedan perang.

Adegan ke-4

Di medan perang kedua belah pihak sudah saling berhadapan. Ketika Kumbhakarna menyerang, pasukan kera juga ikut menyerang dan dengan mudahnya pasukan kera tersbut dibantai oleh Khumbakarna. Pasukan kera semuanya sudah tidak berdaya. Melihat situasi seperti itu para pimpinanan kera seperti Sugriwa, Anggada dan lainnya juga melakukan penyerangan, dan pertarungan pun semakin bertambah sengit tidak dapat diprediksi siapa yang menang dan yang kalah.  tetapi mereka juga tidak berdaya dihadapan Kumbhakarna. Kemudian Sang Rama maju dan melepaskan panah kepada Kumbhakarna yang membuat anggota badan Kumbhakarna menjadi terputus yang tertinggal hanya badan dan kepalanya saja, sampai akhirnya Kumbhakarna tewas. Ketika Kumbhakarna tewas suara petir saling bersahutan dan arwah Kumbhakarna langsung masuk sorga.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Analisis Lakon Kumbhakarna Lina Versi Dalang Nardayana. S.Sn

1.Tema :

Tema dari lakon Kumbhakarna Lina ini adalah Pengabdian terhadap negara. Alasannya karena Kumbhakarna rela maju ke medan perang karena ingin membela negaranya dan bukan karena takut kepada Rahwana. Tema lakon Kumbhakarna Lina antara Dalang I Gusti Ngurah Serama Semadi dengan Dalang I Wayan Nardayana adalah berbeda. Kalau tema lakon Kumbhakarna Lina menurut Dalang I Gusti Serama Semadi adalah bentuk fisik atau penampilan tidak selalu mencerminkan baik buruknya sifat seseorang., sedangkan menurut Dalang I Wayan Nardayana adalah pengabdian terhadap negara.

2.Alur

Alur yang digunakan dalam  lakon Kumbhakarna Lina versi Dalang I Wayang Nardayana adalah alur erat (ketat). Karena jalinan peristiwanya sangat padu. Kalau salah satu peristiwa atau kejadian dihilangkan, keutuhan cerita akan terganggu. Berbeda dengan Lakon versi Dalang I Gusti Ngurah Serama Semadi dimana menurut I Gusti Serama Semadi adalah alur longgar. Dan Lakon Kumbhakarna Lina versi Dalang I Wayang Nardayana  juga menggunakan alur maju. Karena dapat dilihat dari urutan dari preposisi, penggawatan, perumitan, klimaks, dan penyelesaian.

3. Penokohan

–        Tokoh utama  tokoh utama dalam lakon ini adalah Kumbhakarna. Alasannya, dilihat dari judulnya lakon ini berjudul Kumbhakarna Lina. Alasan lainnya adalah karena semua adegan menceritakan mengenai tokoh Kumbhakarna tersebut. Seperti pada adegan ke-1, menceritakan mengenai dipanggilnya Kumbhakarna oleh Rahwana untuk dijadikan panglima perang pasukan Alengka. Adegan ke-2, menceritakan mengenai persiapan pasukan Alengka untuk mengiringi Kumbhakarna ke medan perang dan juga mengisahkan pertemuan Kumbhakarna dengan Diah Triowati. Adegan ke-3, menceritakan mengenai persiapan Sang Rama untuk bertempur melawan Kumbhakarna. Adegan ke-4, menceritakan tentang pertempuran Kumbhakarna melawan Sang Rama.

–        Tokoh Antagonis  dalam lakon ini adalah Sang Rama. Karena Sang Ramalah yang menjadi lawan dari Kumbhakarna yang sebagai tokoh sentral.

–         Tokoh Tritagonis lakon ini adalah Sang Rama. Karena berkat Sang Rama turun tangan, perang dapat diakhiri dengan peristiwa terbunuhnya Kumbhakarna.

–        Tokoh peran pembantu : Tualen dan Merdah.

 

4. Latar

Tempat terjadinya peristiwa dalam lakon Kumbhakarna Lina ini adalah :

–        Di Alengka, saat Kumbhakarna dipanggil oleh Rahwana. (adegan ke-1)

–        Di Ayodya, saat Sang Rama mendengar berita majunya Kumbhakarna ke medan perang.

–        Di medan pertempuran, saat Kumbhakarna bertempur melawan Sang Rama dan pasukannya. ( adegan ke-3).

Struktur alur :

1. Eksposisi

Eksposisi dalam lakon ini terdapat pada adegan ke-1. Ketika Rahwana memanggil Kumbhakarna dan memintanya agar mau maju ke medan perang, akhirnya Kumbhakarnapun bersedia maju ke medan perang dengan alasan untuk membela negaranya. Adegan tersebut merupakan tahapan dimana Kumbhakarna sebagai tokoh utama dan sentral dalam lakon. Dengan mengetahui tahap eksposisinya, maka publik akan mendapat gambaran selintas tentang tokoh utamanya, yaitu Kumbhakarna.

2.  Konflik

Konflik sudah terjadi pada adegan ke-1. Yaitu pada saat Kumbhakarna menolak keinginan Rahwana yang berkeinginan mengirimnya ke medan perang. Rahwana kemudian marah dan mengeluarkan kata-kata kasar kepada Kumbhakarna.

3. Penggawatan

Pengawatan terjadi ketika Kumbhakarna mulai melakukan penyerangan terhadap pasukan kera yang mengakibatkan pertempuran harus segera dimulai.

4. Klimaks

Klimaks terjadi ketika para pimpinan kera seperti Sugriwa, Anggada dan yang lainnya ikut melakukan penyerangan terhadap Kumbhakarna. Yang mengakibatkan pertempuran semakin  menegangkan karena kekuatan hampir seimbang.

5. Resolusi

Resolusi terjadi ketika Sang Rama turun ke medan perang dan melepaskan anak panah mengenai Kumbhakarna, yang mengakibatkan Kumbhakarna dapat dikalahkan dan peperanganpun dapat dihentikan.

Komparasi Antara Dalang I Gusti Ngurah Serama Semadi Dengan Dalang I Wayan Nardayana

Persamaan

v   Dari segi sinopsis cerita, sama-sama menceritakan majunya Kumbhakarna kemedan perang dan akhirnya tewas di tangan Sang Rama.

v  Dari segi ending cerita, sama-sama menceritakan kekalahan Kumbhakarna yang terbunuh karena terkena panah Sang Rama.

v  Dari segi alur yang dilihat dari segi prosesnya, sama-sama menggunakan alur maju.

v  Dari segi penokohan kedua lakon ini sama.

 

Perbedaan

v  Dari segi pembabakkan kedua lakon ini sangat berbeda.

–         Adegan ke-1 Lakon Ke I : diceritakan mengenai pembicaraan Wibisana dengan Sang Rama di Ayodya. Sedangkan adegan ke-1) menceritakan Pembicaraan Rahwana dengan Kumbhakarna dan Kumbhakarna diutus maju kemedan perang.

–        Adegan ke-2 dalam lakon I mengisahkan Wibisana yang menceritakan segala sesuatu mengenai Kumbhakarna. Sedangkan adegan ke-2 dalam lakon II, mengisahkan persiapan pasukan raksasa untuk maju ke medan perang dan perjumpaan Kumbhakarna dengan Diah Triowati. Pada adegan ke

–        Adegan ke-3 Lakon I, menceritakan peperangan Kumbhakarna melawan pasukan kera di medan perang sampai tewasnya Kumbhakarna. Sedangkan adegan ke-3 Lakon ke II, mengisahkan persiapan Sang Rama dalam menyiapkan pasukan untuk maju kemedan perang. Dan adegan terakhirnya menceritakan pertempuran Kumbhakarna dengan pasukan kera dan Sang Rama.

v  Dari segi tema, Lakon I temanya adalah bentuk fisik atau penampilan tidak selalu mencerminkan baik buruknya sifat seseorang.  Sedangkan dalam Lakon II temanya adalah pengabdian terhadap negara.

v  Dari segi alurnya

–        Dilihat dari segi mutunya (kualitatif), alur yang digunakan dalam Lakon I adalah alur Longgar. Sedangkan pada lakon II, alur yang digunakan adalah alur erat.

–        Dilihat dari segi jumlahnya (kuantitatif), Lakon I menggunakan alur ganda. Sedangkan Lakon II manggunakan alur tunggal.

 

v  Dari segi latarnya, lakon I tidak terdapat tempat kejadian peristiwa di Alengka. Sedangkan pada Lakon II terdapat kejadian peristiwa di Alengka, yaitu pada saat Kumbhakarna menghadap Rahwana.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan :

Dalam sebuah lakon yang sama, jika diceritakan atau dipentaskan oleh dalang yang berbeda, maka dalam pementasan lakon tersebut  pasti akan timbul perbedaan dan persamaan. Walaupun ada kesan berbeda, itu hanyalah tergantung dari sanggit dalangnya. Seorang dalang bebas untuk berkreasi membuat pementasannya menarik, namun tidak boleh keluar atau menyimpang dari pakem aslinya.

 

Comments are closed.