Filsafat Gamelan Semar Pegulingan

PENDAHULUAN

1 Latar Belakang.

Secara  arafiah kata filsafat beraal dari kata’ filos” dan ‘ sofos” artinya merenung, memikirkan dan mencari, kemudian “sofos” artinya kebenaran sehinga filsafat sring di artikan sebagai usaha mencari dan menemukan suatu kebenaran. Ketika manusia hidupnya masih sederhana dan bersahaja yang artinya ngat terikat oleh alam maka keinginan manusia untuk menemuka siatu kebenaran sangat di ikat oleh mitos-mitos alam, sehingga filsafat di rumuskan sebagai usaha spekulatif. Stelah manusia mampu meggunakan intelektualnya  maka usaha manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran sangatditentukan oleh  kegiatan intlektualnya.

Filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang mengandung mencari dan mendapatkan keterangan yang sedalam-dalamnya mengenai realitas dan menggunakan akal budi. Oleh karena itu filsafa ilmu pengetahuan sering di kaitkan dengan filsafat akal budi.

Sedangkan Seni di rumuskan sebagai hasil keterampilan, technik, kejuruan yang didorong oeh kreatifitas dan konstruksi, pada tataa  snisebagai techne, hamper setiap gerak dan sikap manusia yang di ekspresikan  secara teratur dan tesusun di sebut dengan seni, termasuk seniberpidato, seni politik, seniberdeklamasi dan lein-lain.

Dalam seni karawitan, filsafat juga menjadi bagian-bagian dari seni karawaitan Bali, yang begitu kental dengan sejarah-sejarah atau mitos-mitos dari kemunculan barungan-barungan gambelan yang ada di Bali.

 

2 Rumusan Masalah

2.1  Filsafat gambelan Bali………?

2.2  Filsafat dalam gambelan semar pegulingan….?

3 Tujuan.

3.1 Untuk mengetahui filsafat  Gambelan Bali.

3.2 Untuk mengetahui filsafat pada gambelan semar pegulingan.

4 Manfaat.

Adapun manfaat yang di proleh dari penulisan karya tulis ini adalah menambahnya pemaham pnulis tentang filsafat-filsafat yang terkandung dalam seni karawitan Bali.

 

PEMBAHASAN

1 Filsafat Gambelan Bali

Gambelan Bali merupakan warisan budaya dari nenek moyang pada zaman dahulu, yang berupa seprangkat alat bunyi-bunyian yang di mainkan pada waktu-waktu tertentu, dapat di lihat yang demikian banyaknya barungan dan jenis dari gambelan Bali yang beraneka ragam, begitu pula dengan sejarah kemunculan masing-masing dari gambelan tersebut sangat beraneka ragam, dan kebanyakan berupa mitos-mitos alam, dan sampai sekarang mitos tersebut masih kental dalam anggapan masyarakat, dan menjadikan  gambelan sebagai media persembahan yang disakralkan.

Uraian mengenai filsafat dalam gambelan Bali , Di mulai dengan terciptanya bunyi, suara, nada, dan ritme oleh sang hyang tri wisesa, di mana nada- nada itu di wujudkan dengan simbul,” panganggening aksara” seperti bisah, taleng, dan cecek. Gambelan sebagai musical instrument atau sebagai musik tak dapat dipisahkan dari konsep keseimbangan hidup manusia dengan sesamanya,

Orang Bali , dimana pun ia berada dan apapun yang ia kerjakan,konsep keseimbangan hidup ini ajan menjadi dasar perbuatannya. Sesuai dengan dasar filsafat yang tercantum dalam lontar Prakempa.

Menurut falsafah Prekempe bahwa bunyi mempunyai kaitan yang erat dengan dengan konsepsi lima dimensi yang di namakan panca maha butaha( pertiwi, akasa ,bayu, teja apah) bunyi dan warnanya  masing-masing meyebar ke bumi, dan membentuk sebuah lingkaran yang di sebut dengan   pengider buana.

Pencipta dari bunyi it barnama bagawan Wiswakarma da ciptaan beliau mengambil dari ide dari bunyi 8 pejuru dunia yang sumbernya berada pada dasar bumi, suara itudi bentuk menjadi sepuluh(10) nada yaitu 5 nada yang disebut dengan laras pelog dan 5 nada yang di sebut dengan laras selendro, nada-nada itu berkaitan denga panca tirta dan paca geni, dua sumber keeimbangan hidup manusia.

Laras pelog mempunyai hubungan dengan panca tirta dan laras selendro berkaitan dengan panca geni, panca tita merupakan manimfestasi dari sang hyang samara, dan panca gen merupakan  manimfestasi dari bethari Ratih, dari sepuluh nada yang dijiwai oleh bathara samara dan bathari ratih sebagai dewa percintaan bersumber pada tujuh nada yang urutannya sebagai berikut: ding, dong deng, ndung, dung, dang, nding, ketujuh nada di atas merupan sumber dari bunyi gambelan yang ada di bali dan menurut Prekempa bunyi itu di sebut dengan gente pinara pitu( bunyi berjarak tujuh) ( alenia:7:10).

Disamping itu tercipta pelog 5 nada, selendro 5nada dan pelog tujuh nada, Prakempe juga menyebut tiga nada yang berkaitan dengan tri aksara( ang, ung, mang) dan selendro 4nada yang berkaitan dengan catur loka pala( indara, yama, kwera, baruna) .

2 Filsafat Pada Gambelan Semarapegulingan.

Semar pegulingan adalah merupakan gambelan yang berlaraskan pelog 7 nada, dimana kemunculan gambelan samar pegulingan ini merupakan gambelan golongan madya, semar pegulingan merupakan transformasi dari pegambuhan, dalam ajaran catur muni-muni, yang artinya: catur artinya empat, muni-muni artinya bunyi-bunyian, ada empat bunyi-bunyian yaitu :

1 . Smar pegulingan, artinya Dewa Asmara tidur, gendingnya pegambuhan untuk mengiringai barong singa .

2  Semar patangian, artinya Dewa asmara bangun, gendingnya pasesendonan untuk mengikuti tarian legong.

3  Smar palinggihan, artinya Dewa asmara duduk , gendingnya pagagudenan untuk mengikuti tarian jogged yang di pingit .

4  Smar padirian, artinya Dewa asmara berdiri, gendingnya pakakinongan untuk mengiringi barong keket.

Ada pun bunyi- bunyian itu , yakni:

1 Smar pegulingan di tiru dari indra loka.

2 Smar petangian di tiru dari yama loka,

3 Semar pelinggihan di tiru dari  kwera loka.

4 Smar pandirian ditiru dari baruna loka.

Bunyi-bunyian yang empat macam inilah yang di pakai dalam istana raja, sebab kalau di dunia raja itulah sama dengan Dewa caten-loka-phala (Indra, Yama, Kwera, Baruna.) ke utamaan beliau adalah di alam gaib.

Ada pun deretan titi laras empat macam bunyi-bunyian itu, sama dengan pelog tidak lain, hanya titi larasnya ada 5,6, dan 7. manakah yang di gemari.  Kalau  bertiti laras lima kedengaran:  dang, ding, dong deng, dung. Kalau bartiti laras enam, bertambah lagi satu, ada suara kedengaran miring(bero) sebagai suara yang kelima tadi, bersayu padu dengan suara dang besar. Dalam titi laras tujuh, bertambah lagi satu ada kedengeran suara miring kecil ( bero alit) sebagai tadi berpadu dengan suara dong kecil,

Inilah klompok( babanengan) bunyi-bunyian yang sesuai dengan tata kawannya: kalau semar pegulingan yaitu: kempul, kempungan, kajar,  seruling,

terompong, jublag, penyahcah, gangsa besar, gangsa menengah, gangsa kecil, gumanak , kangsi, ricik,

Jika semar petangian  ; yaitu: kempul, kemong, kajar, gupekan, rebab, suling, gender, jegogan , jublag , penyahcah, kantila, gangsa, gumanak, gente arag, kecek.

Jika samara palinggihan,yaitu: kempul, dengung, kemong, kendang lalanangan, rebab, suling, trompong, curing, jegogan , jublag, penyahcah , gangsa, gumanak, kangsi, ricik.

Jika semar pandiryan,yaitu: kempul, dengung, kemprung, kemong, kendang, kala-kala, rebab, suling, jegogan, jublag , penyahcah, kantilan gangsa , gumanak, gente arag, kocak,

Dapun dahulu sebangsa orang yang bertapa di hutan pegunungan di pertapaannya ada kelihatan bunyi-bunyian, ; gender, trompong, curing, curing itu yang berdaun kayu yang dinamai apil, gendernya memakai pelawah bambu, terompongnya memakai pelawah batok kelapa, itu ketiganya di namai bunyi-bunyian salunding.

Adapun patuan titi laras bebonangan dan gong. Sesuai juga dengan tit laras pelog, yaitu: dang, dimg, dong, deng, dung, gendingnya bebonangan dinamai “Ketug Bumi”, atau debaran bumi. Kalau suara yang dinamai: “ Ora Okaca”, angkasa lengkap. Adapun riwayat bebonangan itu, meniru dasar bumi, tatkala sebangsa buta kala berkumpul, paa saat itu di pukul bubonangan itu, gemetar perasaan dunia olehnya, itulah sebabnya bebonangan di pakai mengupacarai senjata segala perlengkapan raja danpada waktu melatih barisan senjata.

Adapun riwayatnya gong, ditiru dari atas angkasa, tatkala dewa-dewa nawa sanga  di langit dan para rsi berkumpul pada waku itu di pukul bunyi-bunyian gong itu , merasa seakan akan akan roboh angkasa olehnya, membuat kecut hati. Sebab itu suara gong di pakai bunyi-bunyian tatkala tamu dating, dan pada waktu datang orang untuk mengelu-elukan raja.

Adapun kelompok bebarungan gong bebonangan: gong, kempul, bebende, pongang, kemong , kemprung, rariong, kendang, rebab, suling , jegogan, jublag, penyahcah, gangsa, gumanak , ceng-ceng.

 

PENUTUP

Kesimpulan.

Filsafat gambelan bali di mulai dari terciptanya bunyi, suara, nada, dan ritme oleh sang hyang tri wisesa, dimana nada-nada itu di wujudkan dengan simbul penganggening aksara(bisah, taleng, cecek)

Pencipta dari bunyi adalah bagawan wiswakarma, ciptaan beliau mengambil dari 8 penjuru dunia dan di bentuk menjadi 10 nada, yaitu 5 nada pelog berhubungan dengan panca tirta, manimfestasi dari bathara samara dan 5 nada selendro berhubungan dengan panca geni manimfestasi dari bhatari ratih.

1 . Smar pegulingan, artinya Dewa Asmara tidur, gendingnya pegambuhan untuk mengiringai barong singa .( di tiru dari: Indara loka)

2  Semar patangian, artinya Dewa asmara bangun, gendingnya pasesendonan untuk mengikuti tarian legong.(di tiru dari : Yama loka)

3  Smar palinggihan, artinya Dewa asmara duduk , gendingnya pagagudenan untuk mengikuti tarian jogged yang di pingit .(di tiru dari:Kwera loka)

4  Smar padirian, artinya Dewa asmara berdiri, gendingnya pakakinongan untuk mengiringi barong keket.( di tiru dari: Baruna loka)

III. Saran-saran

Hendaknya perlu di pembahasan khusus tentas filsafat baik yang mengacu tentang karawitan, sehingga mahasiswa lebih memahami tentang filsafat itu.

 

                                               DAFTAR PUSTAKA

Ariyasa, I Nyoman,1976/1977, Perkembangan Seni Karawitan Bali, Denpasar, Proyek sasana budaya Bali.

Bandem, I Made,1986, Prakempa (Sebuah Lontar Gambelan Bali).Denpasar, STSI.

Seramasara, I G N,2004, Modul Filsafat Seni, denpasar,STSI