Category Archives: Kajian Seni

kekawin

Tahun              : 1988

Penerbit          : Dinas Pendidikan Dasar Provinsi Daerah tingkat I Bali

Halaman         : 130 halaman

Buku yang sampul depannya bergambarkan sosok tokoh Arjuna membawa panah, memuat kisah perjalanan Arjuna dalam usahanya untuk mendapatkan senjata ampuh guna membantu saudaranya Yudistira untuk menaklukkan musuhnya serta memakmurkan Dunia. Disamping itu juga berisi filsafat ke-Tuhanan yang sangat tinggi dan tak ternilai harganya. Ceritra tersebut digubah dalam bentuk Kakawin/Wirama.

Kakawin Arjuna Wiwaha dengan terjemahannya dalam bahasa Bali Aksara Bali ini merupakan sajian kedua dalam usaha terjemahan dan penerbitan kakawin yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Dasar Provinsi Daerah tingkat I Bali.

Sesuai dengan kata pengantar dari buku ini, bahwa naskahnya diambil dari sebuah lontar, tetapi disana-sini diadakan  perbaikan agar Guru Laghunya tepat kalau dibaca dengan Wirama. Dalam terjemahannya juga dibandingkan dengan terjemahan yang dilaksanakan oleh Dr. R.NG. Poerbatjaraka dan Sanusi Pane serta  kamus Jawa Kuno yang ada.

Kakawin Arjunawiwāha adalah kekawinpertama yang berasal dari Jawa Timur. Karya sastra ini ditulis oleh Mpu Kanwa pada masa pemerintahan Prabu Airlangga, yang memerintah di Jawa Timur dari tahun 1019 sampai dengan1042 Masehi. Sedangkan kakawin ini diperkirakan digubah sekitar tahun 1030.

Kakawin ini menceritakan sang Arjuna ketika ia bertapa di gunung Maheru. Lalu ia diuji oleh para Dewa, dengan dikirim tujuh bidadari. Bidadari ini diperintahkan untuk menggodanya. Nama bidadari yang terkenal adalah Dewi Supraba dan Tilottama. Para bidadari tidak berhasil menggoda Arjuna, maka Batara Indra datang sendiri menyamar menjadi seorang brahmana tua. Mereka berdiskusi soal agama dan Indra menyatakan jati dirinya dan pergi. Lalu setelah itu ada seekor babi yang datang mengamuk dan Arjuna memanahnya. Tetapi pada saat yang bersamaan ada seorang pemburu tua yang datang dan juga memanahnya. Ternyata pemburu ini adalah batara siwa. Setelah itu Arjuna diberi tugas untuk membunuh Niwatakwaca, seorang raksasa yang mengganggu kahyangan. Arjuna berhasil dalam tugasnya dan diberi anugerah boleh mengawini tujuh bidadari ini. Oleh para pakar ditengarai bahwa kakawin Arjunawiwaha berdasarkan Wanaparwa, kitab ketiga Mahabrata.

Dalam buku ini terdapat 36 Pupuh dengan wirama yang berbeda, tetapi yang sangat menarik bagi penulis adalah Wirama Kilayu Manedeng, Pupuh ke-23. Dalam pupuh ini disebutkan beberapa alat-alat musik atau Karawitan, yaitu tepatnya pada bait kedua. Berikut salinan Wirama Kilayu Manedeng bait kedua dan terjemahannya terdiri dari empat baris.

Wirama Kilayu Manedeng

“Siddaresi guna pada sumungsunging, gagana gurnita majaya-jaya”

“Lumrang sura kusuma lawan udan, ksanikatan pejalada tumiba”

“Akweh wihaganira, sarira,kampasuba manggalani lakunira”

“Wuntung buwana tekapikang mredangga, kal beri murawa kumisik”

Terjemahannya :

Baris pertama        : Dewa resine sami memendak ring ambarane, umung nguncarang weda astuti.

Artinya : Para Dewa dan Resi menyambut Dewa Siwa sebagai Dewa tertinggi sambil mengucapkan mantra-mantra pemujaan.

Baris kedua           : Sambeh sekar watek dewatane maduluran sabeh, ajahan tanpa gulem mawastu tedun.

Artinya : Para Dewa menaburkan bunga yang berupa rintikan hujan, walaupun tanpa adanya mendung tetapi hujan tersebut bias turun.

Baris ketiga           : Katah cin ida, anggane makedutan, becik wiakti cirin pemargin idane.

Artinya : Banyak Tanda turunya Dewa Siwa, salah satunya seluruh tubuh bergetar, memang itulah tanda terbagus.

Baris keempat       : Empeng jagate olih suaran kendang, bende, gong beri, reyong mebyayuhan.

Artinya : Jagat raya dipenuhi dengan gemuruh suara kendang, bende, gong beri dan riyong.

Dalam Wirama ini disebutkan beberapa instrument Karawitan, seprti Meredangga ( kendang ), Kala ( bende ), beri ( gong Beri ), Murawa ( reyong ). Instrumen-instrumen tersebut dibunyikan sebagai pertanda turunya Dewa Siwa. Demikian pentingnya fungsi instrument tersebut, sesuai dengan yang di ungkapkan dalam wirama ini.

Buku ini sangat bermanfaat bagi pembaca, tidak hanya bagi penggemar karya sastra, akan tetapi bagi semua kalangan, karena dalam kakawin ini terkandung tentang fisafat hidup, pendidikan pekerti, pengetahuan serta berbagai ajaran kebenaran yang bersumber Dharma dari Agama Hindu. Selain itu bagi jurusan karawitan, buku ini juga dapat dimanfaatkan sebagai sebuah literature karena didalamnya disebutkan beberapa instrument-instrumen karawitan dan fungsinya.

 

resensi buku filsafat seni

Apakah seni itu? Ini merupakan pertanyaan filosofis jika kita mencoba menjawab pertanyaan itu secara hakiki, mendasar, dan radikal. Buku ini merupakan usaha memahami secara mendasar gejala yang disebut seni itu. Dan gejala seni adalah gejala tentang nilai. Apakah nilai seni itu ada pada benda seni itu sendiri? Atau justru berasal dari para penanggap seni? Lalu, adakah hubungan antara nilai seni pada benda dan nilai masyarakat di tempat benda seni tersebut diciptakan?

Lalu, bagaimana pula hubungan antara nilai masyarakat dan seniman serta penanggap seni? Semua pertanyaan tadi menghasilkan sebuah persoalan yang telah dicoba dijawab oleh para filsuf seni di dunia ini. Persoalan itu menyangkut kreatifitas, pengalaman seni, ekspresi seni, jarak estetik, struktur dan bentuk seni, material dan medium seni, interpretasi seni, seni rakyat, seni massa, seni elit budaya, dan sejumlah persoalan lainnya lagi. Semua jawaban filsafat seni yang amat beragam itu memaksa kita untuk menentukan pilihan sendiri.

Di dalam buku ini tidak hanya memberitahukan tentang seni sakral pada pembaca. Namun juga memberitahukan filsafat seni, pengertian seni, jenis-jenis seni. Buku ini patut diacungi jempol karena berkat buku ini, banyak pendapat dari masyarakat atau si pembaca yang mengakui bahwa buku ini, bisa memeberikan penegetahuan pada masyarakat awam mengenai apa itu seni?, mulai dari pendahuluan, seni itu apa, seni sebagai ekspresi, dll.

Di dalam buku ini tidak hanya membicarakan filsafat tentang seni, namun juga berisi tentang ilmu-ilmu seni. Ilmu seni harus dibedakan dengan seni. Seni itu soal penghayatan, sedangkan ilmu adalah soal pemahaman. Seni untuk dinikmati, sementara ilmu seni untuk memahami. Apa sajakah ilmu seni itu? Seperti berbagai obyek lain dalam lingkungan hidup manusia, seni juga dapat menjadi obyek ilmu. Seni juga dapat ditinjau dari segi estetikanya, yang berarti menjadi objek ilmu sekaligus filsafat. Seni juga dapat dianalisis berdasarkan bentuk formalnya. Selain itu seni dapat pula menjadi objek sejarah.

Buku ini pada bagian akhirnya juga dilengkapi dengan kesimpulan tentang isi buku dari awal sampai akhir dirangkum menjadi dua halaman. Namun, di sisi kekurangan pada buku ini, dri isian buku yang menarik, kurang adanya gambar-gambar untuk membuat sipembaca lebih senang membacanya, kemasan sampulnya terlalu polos.

Buku ini dapat dibaca oleh semua orang, karena buku adalah sumber ilmu, terutama seniman. Karena dalam buku ini membahas tentang Seni secara kesulurah. Yang bisa menambah ilmu atau pengetahuan bagi seniman. Dengan memahami ilmu-ilmu seni secara benar, maka akan diketahui pula beberapa jumlah jenis-jenis seni dalam setiap cabang seni.

Dari sekian banyak dijelaskan, menurut pendapat saya, sajian yang dijelaskan dalam buku ini sangatlah menarik, di mana dijelaskan tentang apa itu seni, seni sebagai ekspresi, seni sebagai benda, seni sebagai nilai, seni sebagai pengalaman, publik seni, dll, di dalam buku “FILSAFAT SENI”.