ANALISIS PERBANDINGAN STRUKTUR DRAMATIK LAKON

SINOPSIS

           KAPANDUNG SUBADRA ( MENURUT DALANG I WAYAN WIJA)

Diceritakan di kerajaan Dwarawati, Sang Prabu Kresna dan Baladewa sedang bercengkrama, datanglah seorang Brahmana Rsi yang sangat tampan, yang ingin bermalam di kerajaan Dwarawati. Sang Brahmana Rsi ini yang tidak lain adalah Arjuna yang menyamar sebagai pendeta. Baladewa sangat senang hatinya karena kedatangan seorang pendeta yang suci, sehingga Baladewa meminta agar sudi menjadi guru untuk adiknya Dewi Subadra karena tidak lama lagi akan dinikahkan dengan pangeran Duryodana dan meminta Sang pendeta tinggal di taman kaputrian tempat dimana Subadra tinggal. Walaupun Sang Kresna sudah melarangnya karena tidak baik wanita tinggal dekat dengan seorang laki-laki walaupun dia pendeta sekalipun. Namun Baladewa sangat marah kepada Kresna karena berbicara seperti itu di depan Sang Pendeta yang menurutnya berarti menghina sang pendeta, Baladewa pun minta maaf kepada sang pendeta karena ucapan adiknya Kresna dan akhirnya Sang pendeta diajak tinggal di taman kaputrian dan diantar sendiri oleh Baladewa. Kresna yang sudah tahu pendeta itu adalah Arjuna sangat senang hatinya.

Sementara itu, di taman kaputrian, Dewi Subadra sangat sedih hatinya karena akan dinikahkan dengan pangeran Duryodana, karena dia sama sekali tidak mencintainya, dan yang hanya memikat hatinya adalah Arjuna walaupun belum pernah bertemu, dan hanya mendengar cerita dari kakanya Kresna. Melihat hal ini, sang pendeta pada saat mengajar Dewi Subadra, menanyakan kenapa dia kelihatan bersedih, disinilah Dewi Subadra menceritakan semua itu, dan menanyakan sang pendeta, apakah Beliau mengenal Arjuna, dan apakah pendeta pernah bertemu Arjuna karena dia tahu Arjuna juga sering melakukan tapa brata dan mengembara seperti pendeta. Sang pendeta pun tertawa dan mengungkapkan siapa sebenarnya si pendeta yang tidak lain adalah Arjuna pujaan hati Dewi Subadra. Ketika mereka sedang bermesra-mesraan datanglah Kresna memergokinya, dan berkata kalau memang kalian saling mencintai, bawalah Dewi Subadra pergi dan mereka bisa menggunakan kereta milik Sang Kresna. Ketika orang-orang di Dwarawati sibuk mempersiapkan upacara perkawinan Dewi Subadra.

Dilain pihak Sang duryodana sudah siap untuk meminang Dewi Subadra, dalam perjalanannya untuk menjemput calon istrinya dia dikawal oleh pasukan baik itu dari Astina dan juga pasukan raksasa yang dipimpin oleh Raja Goro Wikrama yaitu sahabat karib dari Duryodana yang beriring-iringan sambil membawa beberapa peti emas, permata, kuda, sapi, dan banyak lagi lainnya untuk dipersembahkan kepada Sang Baladewa. Namun setelah sampai dikerajaan Dwarawati, mereka menemukan orang-orang sedan panic karena Dewi Subadra dilarikan oleh Arjuna dan Sang Baladewa sangat marah mengejar Arjuna yang dibantu pula oleh pasukan Korawa dan para raksasa. Perang pun terjadi antara pasukan Goro Wikrama dan Arjuna yang dibantu oleh Pandawa lainnya. Pasukan Goro Wikrama dapat dikalahkan oleh Pandawa ketika Baladewa akan maju ke medan perang, dihadang oleh Kresna. Setelah menerangkan bahwa Arjuna tidak bersalah, dia tidak melarikan Subadra justru Subadra yang mengajak lari Arjuna buktinya Dewi subadra yang menjadi kusir kereta, itu artinya mereka sudah saling mencintai dan pasti bahagia berdua bukankah itu yang dihapkan seorang kakak melihat kebahagyaan adiknya. Kemudian Baladewa pun merestui perkawinan mereka.

TAMAT

 

SINOPSIS

            KAPANDUNG SUBADRA (MENURUT DALANG NYOMAN GANJRENG)

           

Saat Arjuna menjalani masa pembuangannya karena tanpa sengaja mengganggu Yudhistira yang sedang tidur dengan Dewi Drupadi, ia berkunjung ke Dwarawati. Pada saat itu ketika ada upacara besar di tepi pantai Prabasa, di dekat kerajaan Dwarawati. Upacara tersebut adalah upacara penyucian diri yang dilaksanakan oleh kerajaan Dwarawati yang dipimpin oleh Kresna dan Baladewa. Arjuna melihat Dewi Subadra ditempat tersebut dan mengatakan pada Kresna bahwa dia sangat mencintai adiknya Dewi Subadra. Maka Kresna pun menyuruh Arjuna untuk menyamar menjadi pendeta, dan datang ke kerajaan Dwarawati. Disana Arjuna bertemu dengan Baladewa dan mengangkatnya menjadi guru untuk Dewi Subadra dan tinggal bersama di dekat Dewi Subadra. Disinilah kisah cinta Arjuna dan Dewi Subadra berkembang. Atas petunjuk Kresna, arjuna melarikan Subadra namun yang menjadi kusir kereta adalah Dewi Subadra.

Dipihak lain pangeran Duryodana sedang bersiap-siap untuk pergi ke kerajaan Dwarawati untuk meminang Dewi Subadra dengan diirini oleh bala raksasa yang dipimpin oleh Raja Gormuka yaitu sahabat dari Duryodana, lengkap dengan barang-barang bawaan seperti emas, permata, kuda, dan yang lainnya untuk dipersembahkan kepada Baladewa.

Sesampainya di kerajaan Dwarawati, Duryodana dan pengikutnya disambut oleh Baladewa, dan Baladewa sangat senang hatinya setelah diberikan harta benda sebagai mas kawin oleh Duryodana. Namun ketika itu pula ada yang melaporkan bahwa Dewi Subadra dilarikan oleh Arjuna,dan Baladewapun marah dan ingin membunuh Arjuna. Kemudian Duryodana memerintahkan Gormuka untuk mengejar dan membunuh Arjuna.

Diperjalanan Arjuna dicegat oleh pasukan Gormuka. Maka terjadilah peperangan yang sengit antara pasukan Gormuka dengan Arjuna. Ketika Baladewa akan maju ke medan perang, Kresna mencegat dan mengatakan bahwa Arjuna tidak bersalah dan mereka saling mencintai dan bahagia berdua, barulah Baladewa sadar dan merestui perkawinan mereka.

Analisis Struktur Dramatik Lakon Kapandung Subadra Menurut Dalang

I Wayan Wija dan Nyoman Ganjren

 

I Wayan Wija dan I Nyoman Ganjreng adalah dua dalang yang sama-sama berasal dari Sukawati dan masih memiliki trah atau hubungan kekeluargaan. Namun dalam mementaskan lakon yang sama terdapat beberapa perbedaan, walaupun perbedaan tersebut tidak mengubah inti cerita pokoknya. Perbedaan-perbedaan tersebut bisa kita lihat dari analisis berikut ini :

  1. Tema

Dari kedua dalang tersebut sama-sama mengungkapkan tentang tema percintaan, namun keduanya memiliki perbedaan memanfaatkan tema percintaan tersebut untuk menyelipkan pesan-pesannya kepada penonton. Sementara dalang Nyoman Ganjreng memaparkan kelihaian Arjuna dalam memikat seorang perempuan, sedangkan dalang I Wayan Wija menyampaikan bahwa ada tiga hal yang dapat membutakan seseorang yaitu penampilan, dimana Arjuna menyamar sebagai pendeta karena pendeta sebagai orang suci yang endapatkan kepercayaan di masyarakat. Kemudian harta benda , demi mendapatkan harta kekayaan, Baladewa mengorbankan kebahagiaan adiknya, kemudian wanita, Baladewa menggunakan adiknya untuk mendapatkan harta benda.

  1. Amanat

Pesan-pesan yang ingin di sampaikan melalui lakon di atas yaitu menurut dalang I Nyoman Ganjreng menyampaikan bahwa suatu perkawinan harus di landasi oleh rasa saling mencintai dan mempercayai, bukan karena harta dan kekayaan. Sedangkan dalang I Wayan Wija memberikan pesan agar kita tidak dibutakan oleh penampilan seseorang , harta benda, dan wanita.

  1. Setting

Perbedaan setting antara dua dalang terebut adalah terletak pada saat pertemuaan antara Arjuna dan Kresna. Dalang I Nyoman Ganjreng menyatakan pertemuan mereka ada di pesisir pantai Prabasa pada saat upacara berlangsung. Namun dalang I Wayan Wija mempertemukan mereka di Dwarawati.

  1. Penokohan

Dalam hal ini terdapat perbedaan yang sangat mencolok mengenai tokoh peran pembantu yaitu teman dari Duryodana yang membantunya untuk menjemput Dewi Subadra, dalang I Wayan Wija memberi nama tokoh ini Gorowikrama sedangkan dalang Nyoman Ganjreng menamakan “ GORMUKA” hal ini dikarenakan, tokoh ini hanyalah tokoh fiktif yang dibuat hanya untuk meramaikan adegan peperangan dan tidak terdapat pada lakon baku. Sehingga seorang dalang bebas member nama.

Namun tokoh-tokoh yang lain keduanya hamper tidak ada perbedaan seperti :

Tokoh Utama/ Protagonis

-Arjuna.

-Subadra.

      Tokoh Antagonis

                  -Baladewa.

                  -Duryodana.

      Tokoh Tritagonis

                  -Kresna.

      Dan juga penambahan tokoh pembantu seperti Bima, Nakula, Sahadewa, yang membantu Arjuna dalam perang pada pemntasa wayang yang dilakukan I Wayan Wija.

  1. Alur

Dari dua dalang di atas sama-sama menggunakan alur maju, walaupun ada sedikit perbedaan dari pementasan Dalang I Wayan Wija dalam percakapan atau dialog antar tokoh bercerita tentang kilas balik atau “flashback” seperti misalnya ketika Arjuna berdialog dengan Kresna bercerita tentang pertemuannya dahulu ketika Kresna menyuruh Arjuna untuk menyamar menjadi pendeta. Namun tetap jalinan peristiwa kedua pementasan dalang ini menceritakan dari awal sampai akhirnya yang dapat kita simpulkan sebagai alur maju.

Kemudian kalau dilihat dari segi kuantitatifnya, lakon ini bisa dikatakan memakai alur longgar, buktinya ada tokoh fiktif yang dibuat dengan nama yang berbeda sebenarnya ini bisa dihilangkan atau ditiadakan tidak akan mengubah keutuhan lakon tersebut.

  1. Struktur Alur Dramatik

Kalau dilihat dari struktur alur dramatiknya, terdapat perbedaan yang sangat mencolok diantara kedua pementasan dalang tersebut, terutama pada saat pengenalan masalah. Sebelumnya mari kita lihat dulu struktur alur dramatiknya menurut dalang I Wayan Ganjreng.

  1. Eksposisi/ Pengenalan Cerita

Pengenalan cerita dimulai dari pertemuan Kresna dengan Arjuna, dimana Arjuna mengutarakan bahwa ia sangat mencintai adiknya Dewi Subadra.

  1. Konfliks

Konfliks terjadi antara Kresna dan Baladewa ketika menerima sang pendeta menjadi guru untuk Dewi Subadra, Kresna tidak setuju sang pendeta tinggal berdekatan dengan Dewi Subadra.

  1. Komplikasi . Penggawatan / Perumitan

Apa yang ditakutkan Kresna benar terjadi. Dewi Subadra dengan sang pendeta yang seharusnya belajar dan mengajar namun mereka menggunakan waktunya untuk saling bermesraan.

  1. Krisis / Klimaks / Puncak Peristiwa

Ketika Duryodana datang untuk menjemput Dewi Subadra, dilain pihak Dewi Subadra dan Arjuna melarikan diri sehingga terjadi kegaduhan di Dwarawati, dan terjadilah perang antara Arjuna dan pasukan Korawa dan raksasa.

  1. Resolusi

Ketika Baladewa akan maju ke medan perang di hadang oleh Kresna dan memaparkan bahwa Arjuna tidak bersalah. Karena mereka pergi atas kemauan mereka berdua karena mereka saling mencintai.

  1. Keputusan

Setelah mendengar wejangan dari Kresna Baladewa menjadi sadar akan perbuatannya dan merestui hubungan mereka berdua.

Kemudian struktur alur dramatic dari pementasan dalang I Wayan Wija hamper sama dengan yang diatas hanya terdapat perbedaan mencolok pada saat eksposisi / penggalan cerita, dimana penggalan cerita menurut versi dalang I Wayan Wija dimulai saat kedatangan seorang pendeta yang mau menginap dan tinggal beberapa hari di Dwarawati.

KESIMPULAN

Setelah kita meganalisis struktur dramatic dai lakon Kepandung Subadra yang dipentaskan oleh dua dalang yang berbeda, ternyata walaupun dalang tersebut berasal dari daerah yang sama dan memiliki hubungan kekeluargaan yang masih dekat, ternyata terdapat banyak sekali perbedaan. Perbedaan pada struktur pementasannya baik itu dari segi tema, amanat, atau pesan. Pesan yang ingin disampaikan, penokohan ataupun pembabakan hal ini disebabkan oleh factor individu dalang tersebut, karena masing-masing memiliki segi pandang yang berbeda dalam mengekspresikan sebuah lakon, seperti misalnya disini Dalang I Nyoman Ganjreng menampilkan sebuah cerita secara utuh dan tidak banyak mengubah atau menyanggit sebuah lakon yang sudah baku, seperti halnya lakon Kapandung Subadra, kemudian sebaliknya dalang I Wayan Wija lebih aktif meramu sebuah lakon agar lakon menjadi lebih simple dan menarik namun keduanya sama-sama tidak menyanggit jauh menyimpang dari pakem bakunya.

Perbedaan yang sangat mencolok dari dua dalang di atas adalah penekanan terhadap tokoh, walaupun keduanya menjadikan tokoh utamanya adalah Arjuna, namun yang mana dalang I Nyoman Ganjreng menekankan focus pada tokoh Arjuna, bagaimana kehebatan Arjuna dalam menaklukkan wanita, dimana ia dalam satu perjalanan bisa mendapatkan beberapa wanita cantik untuk menjadi istri sedangkan Dalang I Wayan Wija selalu mengagung-agungkan atau menekankan pada tokoh Kresna, yang mengatur sampai terjadi sebuah perjalanan cerita di atas. Walaupun dia sebagai tokoh tritagonis, namun sebenarnya dialah yang menjadi tokoh utama dalam cerita ini. Kalau kita lihat dari pementasan Wayang dalang I Wayan Wija.

Maka dapatlah dipetik sebuah kesimpulan bahwa sebuah lakon yang sama walaupun itu lakon baku, bila dipentaskan oleh dalang yang berbeda maka akan banyak terdapat perbedaan baik itu dari segi tema, amanat, alur, penokohan dan juga pembabakan sesuai dengan individu seorang dalang darimana caranya memandang sebuah lakon.

PRAJA WINANGUN

Once upon a time there was in Bale Pengastrian at Indraprasta Kingdom,  Dharmawangsa,Krisna,Twalen and Merdah being consulted about implementation of the Histha Purna ceremony.This ceremony is continued success of the Pandavas in order to build a new palace named Indraprasta Kingdom. Krisna teach Dharmawangsa about leadership and how to manage welfare of mankind lives in leading empire.

Peoples in Amartha was very happy when led by the Pandavas, because countries become advanced, prosperous, and safe through. Different when the kingdom lead by Duryodana, the are less wise and always be chaos. Most of the peoples of Hastina Pura sided with Pandavas. It causes Duryodana envy with Pandavas and sad. And then Duryodana find a way to kill the Pandavas and thwart the Hista Purna ceremony.

Because the sly of Sakuni, Duryodana very confident will be able to kill the Pandavas, and his Kingdom can take the seized. Sakuni ask for help from the goddess Durga. Durga give two giant named Dyah Marawati and Wyatmawati and the other giants to kill Pandava. But everything can be thwarted by the Pandava.

WAYANG KULIT BALI

Wayang Kulit  merupakan suatu seni pertunjukkan yang indah dan sudah dikenal di Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu. Wayang Kulit lebih dikenal di pulau Jawa, namun di daerah lain pun juga memiliki seni pertunjukkan wayang kulit yang memiliki ciri khas tersendiri yang membedakan wayang kulit dari satu daerah dengan daerah yang lain. Salah satunya adalah Wayang Kulit Bali yang hingga saat ini masih digemari oleh masyarkat setempat.Wayang kulit Bali sering dipertunjukkan dalam upacara-upacara besar agama Hindu, upacara adat Bali, maupun untuk hiburan saja.
Di lingkungan Budaya Bali, pertunjukkan Wayang Kulit diperkirakan sudah ada sejak aekitar abad ke IX. Dalam prasasti Babetin yang berangka tahun Caka 818 (896 M), dari zaman pemerintahan raja Ugrasena di Bali, ditemukan sejumlah istilah seni pertunjukkan yang diyakini berarti wayang atau pertunjukan wayang.

Pertunjukkan wayang kulit tidak hanya berfungsi sebagai hibuaran semata, tetapi juga menjadi salah satu media pendidikan informal bagi masyarakat. Wayang kulit memadukan berbagai unsure seni mulai dari seni rupa, sastra, grak dan juga suara. Dalam pertunjukkannya sebagian besar mengambil lakon-lakon literer dari Mahabharata dan Ramayana, namun kesenian ini juga menyajikan petuah-petuah mengenai nilai-nilai moral, spiritual,social dan lain-lain. Hal itu bisa dijadikan pedoman dan tuntunan bagi masayakart dalam kehidupan mereka.

Dalam suau pertunjukkan wayang di Bali, biasanya melibatkan antara 3 sampai 15 orang. Dalang adalah orang yang memimpin jalannya pertunjukkan wayang kulit. Untuk mementaskan wayang, para dalang Bali memerlukan sekitar 125-130 wayang yang disimpan dalam kotak wayang.

MEMBANDINGKAN DAN MENGKRITISI TEKNIS PEMENTASAN DALAM VIDEO WAYANG CENKBLONG: LATAMAHOSADI & SUTA AMERIH BAPA

  1. Latamahosadi

 

 (Gambar 1.1  cuplikan video Lata Mahosadhi)

Video ini adalah pementasan karya yang di pentaskan oleh Dalang I Wayan Nardayana S.sn. Video ini di produksi oleh Aneka Record dalam bentuk format VCD. Dalam lakon ini menceritakan tentang perjlanan hanoman untuk mencari tumbuhan Latamahosadi yang ada di Gunung Himawan atas perintah Arya Wibhisana untuk menghidupkan kembali pasukan kera dan Sri Rama serta Laksmana yang mati suri akibat terkena ajian Sesirep Andrasiatantra yang di miliki oleh Meghananda putra Rahwana. Dalam perjalanannya hanoman menemui banyak rintangan yang ia temui. Namun pada akhirnya itu semua dapat ia atasi. Setelah ia sampai di gunung Himawan, karena bingung  tidak mengetahui bagaimana bentuk tumbuhan Latamahosadi maka tanpa pikir panjang ia mengangkat puncak Gunung Himawan. Pasukan Rama kembali bangkit dan mereka mulai berperang kembali. Akhirnya Meganadha dapat dikalahkan.

(Gambar 1.2 Teknologi pencahayaan menggunakan lampu sorot)

(Gambar 1.3 Tata Pencahayaan Pertunjukan)

Di lihat dari segi struktur pertunjukannya, Lata Mahosadhi menggunakan konsep pementasan yang modern tanpa menggunakan lampu Blencong seperti yang di gunakan dalam pemenatasan wayang tradisi. Teknologi pencahayaan menggunakan lampu sorot dengan menggunakan berbagai macam jenis lampu yang beraneka warna. Bahkan, ia membawa sekitar 50 kru dan satu generator listrik berkekuatan 7.000 watt setiap kali mentas Dan dalam awal pertunjukan, konsep pementasan yang di suguhkan tidak terpaku pada pakem pertunjukan yang ada. Ki Dalang mencoba menyuguhkan suatu suasana baru pada penonton, dengan menggunakan Candi Bentar dalam Penyacah Parwa dan menambahkan beberapa instrument gambelan semarpegulingan dan menggunakan pengiring suara sinden dalam pementasannya. Sangat dinamis dan atraktif dalam pementasannya. agar lampu tidak berpindah-pindah sehingga tidak membuat mata para penonton menyesuaikan kembali fokus pengelihatnnya.

  1. Pementasan Suta Amerih Bapa

(Gambar 2.1 Suta Amerih Bapa)

Berbeda dengan lakon yang di sajikan kali ini yakni  menceritakan mengenai perjalanan putra Hanoman yang brasal dari kamanya yang jatuh tidak sengaja terjatuh saat menyelamatkan Dewi Trijata dari Alengka. Kamanya dimakan oleh seekor ikan dan lahirlah seorang anak kera. Karena ia terlahir tanpa mengetahui keberadaan ayahnya, Ia ingin mencari keberadaan ayahnya yang sebenarnya. Saat perjalanannya, ia bertemu dengan Raksasa yang hendak membunuh Rama menuntut balas dendam atas kematian Rahwana. Kemudian Raksasa itu bertemu dengannya lalu ia mengajak nya minum-minuman keras dan menghasutnya untuk membunuh Ramadewa. Karena di pengaruhi oleh minuman keras ia pun terpancing dan berusaha menghancurkan para pasukan kera. Namun ia tersadar oleh Hanoman dan berbalik menyerang kaum raksasa.

(Gambar 2.2 Penggunaan Seting Latar pada pertunjukan)

Di lihat dari segi struktur pertunjukannya, Sutha Amerih Bapa menggunakan konsep pementasan yang hampir sama dengan Lata Mahosadhi. Namun dalam pertunjukannya kali ini, Ki Dalang menggunakan bantuan seting layar pada kelir yang di gunakan. Seting tersebut digunakan secara manual. Sehingga penonton seakan-akan digiring dalam imajinasi yang telah di suguhkan oleh Ki Dalang.    Ki Dalang mencoba menyuguhkan suatu suasana perpaduan  suasana yang nyata melalui background setting yang ingin di suguhkan pada penonton. Dalam pementasannya, Ki dalang menggunakan Gamelan Semarpegulingan sebagai pengiring pertunjukannya.

ASWAMEDHA YADNYA

Dharmawangsa, arjuna and kresna were discussing plans for the ceremony Aswamedha Yadnya on orders Bhagavan Vyasa. The purpose of yadnya is to rid the country and around the knights hwo w ns the wors on the field of Bharatha Yudha. A result of the war, many of human victims littering the world of. Therefore, very important ceremony Yadnya Aswamedha performed. Peak point in the ceremony performed a white horse burning, and than the smoke should be handful.

Narrated in the palace of Sang Hyang Varuna, he was very angry because many human corpses rotting in the ocean.Sang Hyang Varuna so can not stand the smell of the corpses. According to Sang Hyang Varuna not correct the Pandavas throw the bodies into the ocean, because the water is very useful for the prosperity of the world. Bodies should be burned first before the throw to the ocean. The Pandavas apparently less thorough.Sang Hyang Varuna then became angry, all corpses were condemned and given a life and than become a giant and Bhuta Kala. All of the giant ordered to kill the Pandavas.

Because the giant was very strong then Kalimosodo weapons can be seized from the hands of Dharmawangsa. With the weapon that Pandavas can be killed.

Finally twalen angry with all the gods. He became Ismaya and flew to Heaven, ask the spirits of the Pandavas in the Yama Loka. In Heaven, twalen damage and war with all the gods. Twalen magic in the form Ismaya Murti is very great that all the contents of fear of heaven. To mollified Hyang Ismaya, then come down Sang Hyang Tunggal (Sang Hyang Shiva).

Upon his arrival Twalen reported intentions, and please to be turned on Pandavas. Sang Hyang Tunggal it would be gracious tirta Kamandalu, and Twalen back into the world to revive the Pandavas again.