TUGAS 1:Arti dan makna kajian sumber pendidikan, TUGAS2 ARJUNA WIWAHA, TUGAS 3 CANGKOK GAMBANG

Tugas 1:

Arti dan makna kajian sumber pendidikan

Metode penciptaan seni karawitan

NAMA            : I WAYAN LEOIKA

NIM                : 201002021

JURUSAN      : KARAWITAN

 

ISI DENPASAR

 

Referensi Diambil Dari Buku:

 

ARTI DAN MAKNA KAJIAN SUMBER PENCIPTAAN

            John R.Searl dalam bukunya “Speech Act Theory and Pragmatic” meyebutkan bahwa “taka da terminology atau istilah yang netral” maksudnya yaitu setiap istilah merupakan pengekspresian atau asumsi dan pemikiran atau dugaan secara teoritis dari pemakainya. Berkaitan dengan pengertian istilah “arti” dan “makna” dalam mengkaji sumber penciptaan, berikut adalah beberapa pendapat mengenai “arti” dan “makna”:

  • Rudolf Carnap: Introduction to Semantic (1942) mengartikan makna sebagai konotasi dan intensi, sedangkan arti sebagai teges harafiah
  • Charles Carpenter Fries:  lakna harus dikaitkan dengan konteks, yang meliputi makna leksikal, makna structural dan makna kultural. Sedangkan arti harus dikaitkan dengan budaya manusia sehingga makna karya seni juga dapat merambah sampai pada unsur budaya yang menyertainya.
  • M.A.K Halliday:  Teks dan konteks yang kuat dalam bahasa harus diamati dan dimengerti dalam kolerasinya dengan makna struktur social. Menggali makna bahasa pada teks yang sedang berfunfsi juga harus menghayati konteks yang menyertai teks tersebut agar menjadi lebih bermakna.
  • Malinowski: teks tidak hanya terbatas pada teks saja, tetapi juga harus merambah sampai pada konteks situasi maupun konteks budaya lain yang menyertai teks tersebut, mehingga mengkaji sebuah karya seni akan lebih utuh dan variatif.
  • J.R Searle: saat kajian bahasa dikaitkan dengan ‘konteks’ maka lahirlah mkana bebas konteks yaitu ‘makna semantik’. Sedangkan makna yang terkait dengan konteks disebut dengan ‘makna pragmatik’.

Seluruh pengertian tersebut menunjukkan pengertian makna bermula pada bahasa, yang kemudian berkembang pada karya seni dan unsur budaya yang lain. Pemahaman dan pengkajian makna bahasa, seni dan kultural sebagai sumber penciptaan harus diawali dari mengkaji ‘tegas’ yang harfiah yang selanjutnya mengkaji makna yang tereksplisit maupun makna yang yang terimplisit. Mengacu pada pendapat M.A.K. Haliiday maka “mengkaji sumber penciptaan sama artinya dengan mengkaji teks (kaya atau apapun yang terwujud) dan mengkaji konteks (makna tanpa batas)”.

Berikut adalah beberapa pendapat mengenai teori-teori kajian sumber penciptaan:

  • Plato: Sebuah penciptaan cenderung berawal dari kenyataan yang ada di dunia. Dalam arti mimesis (sarana artistik) seni terisah dari dunia kenyataan yang fenomenal. Wujud ideal tidak dapat terjelma langsung dalam karya seni, sebab seni harus truthful (benar) dan seniman harus modestrendah hati. Seniman dihargai karena kemampuan keterampilannya, sedangkan pengetahuan diutamakan pada ukuran proporsi yang “benar” (dalam alam semesta) sebagai syarat utama keindahan. Konsekuensinya karya seorang tukang bisa jadi lebih indah dari pada karya seorang seniman.
  • Aristoteles: Penciptaan adalah identic dengan mencipta dunianya sendiri. Dunia nyata adalah sumber penciptaan yang dalam proses penciptaanya masih berpegang pada ut natura poiesis tetapi tidak mutlak. Sumber penciptaan tidak lain adalah alam yang diciptakan sesuai dengan kenyataan yang ditafsirkan oleh senimannya secara subyektif.
  • Schopenhauer: Karya seni adalah seni music- diciptakan berdasarkan kesadaran dirinya karena didorong untuk menyenangkan orang lain. Konsekuensinya sumber penciptaan karya seni music cenderung berangkat atau berlandaskan pada intensi, keinginan, mood, pemikat.
  • Komponen spiritual/religious: merupakan sumber penciptaan paling awal, yakni dapat diamati dari beberapa karya seni yang sengaja dicipta untuk memenuhi kebutuhan religious dan spiritual, misalnya seni music, seni tari, seni lukis, seni patung, seni ukiran dan sebagainya yang secara sengaja diciptakan untuk kepentingan religious.
  • Kegunaan/fungsi: karya seni sengaja diciptakan untuk memenuhi kebutuhan/kegunaan pemesannya secara spesifik, dan dalam waktu tertentu (moment yang spesifik).
  • Keindahan: Keindahan dilihat, dirasakan. Dihayati dan dimanfaatkan untuk titik tolak pencipta karya seni baik keindahan dari tingkat sedeehana samapi dengan yang abstrak.

Pada dasarnya segala sesuatu kondisi ataupu situasi yang menarik, angan-angan  menyenangkan, bahkan menyebalkan dapat menjadi sumber pencipta. Karena pada hakekatnya sumber pencipta tidak terbatas terlebih lagi kreatifitas para seniman mampu menjadikan sesuatu yang tidak ada menjadi ada, tidak Nampak menjadi Nampak, dan sesuatu yang tidak indah menjadi indah.

 

Tugas 2:

Arjuna Wiwaha

 

Tahun              : 1988

Penerbit          : Dinas Pendidikan Dasar Provinsi Daerah tingkat I Bali

Halaman         : 130 halaman

 

Sampul depannya bergambarkan sosok tokoh Arjuna membawa panah, memuat kisah perjalanan Arjuna dalam usahanya untuk mendapatkan senjata ampuh guna membantu saudaranya Yudistira untuk menaklukkan musuhnya serta memakmurkan Dunia. Disamping itu juga berisi filsafat ke-Tuhanan yang sangat tinggi dan tak ternilai harganya. Ceritra tersebut digubah dalam bentuk Kakawin/Wirama.Kakawin Arjuna Wiwaha dengan terjemahannya dalam bahasa Bali Aksara Bali ini merupakan sajian kedua dalam usaha terjemahan dan penerbitan kakawin yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Dasar Provinsi Daerah tingkat I Bali.Sesuai dengan kata pengantar dari buku ini, bahwa naskahnya diambil dari sebuah lontar, tetapi disana-sini diadakan  perbaikan agar Guru Laghunya tepat kalau dibaca dengan Wirama. Dalam terjemahannya juga dibandingkan dengan terjemahan yang dilaksanakan oleh Dr. R.NG. Poerbatjaraka dan Sanusi Pane serta  kamus Jawa Kuno yang ada.

Kakawin Arjunawiwāha adalah kakawin pertama yang berasal dari Jawa Timur. Karya sastra ini ditulis oleh Mpu Kanwa pada masa pemerintahan Prabu Airlangga, yang memerintah di Jawa Timur dari tahun 1019 sampai dengan 1042 Masehi. Sedangkan kakawin ini diperkirakan digubah sekitar tahun 1030. Kakawin ini menceritakan sang Arjuna ketika ia bertapa di gunung Mahameru. Lalu ia diuji oleh para Dewa, dengan dikirim tujuh bidadari. Bidadari ini diperintahkan untuk menggodanya. Nama bidadari yang terkenal adalah Dewi Supraba dan Tilottama. Para bidadari tidak berhasil menggoda Arjuna, maka Batara Indra datang sendiri menyamar menjadi seorang brahmana tua. Mereka berdiskusi soal agama dan Indra menyatakan jati dirinya dan pergi. Lalu setelah itu ada seekor babi yang datang mengamuk dan Arjuna memanahnya. Tetapi pada saat yang bersamaan ada seorang pemburu tua yang datang dan juga memanahnya. Ternyata pemburu ini adalah batara Siwa. Setelah itu Arjuna diberi tugas untuk membunuh Niwatakawaca, seorang raksasa yang mengganggu kahyangan. Arjuna berhasil dalam tugasnya dan diberi anugerah boleh mengawini tujuh bidadari ini. Oleh para pakar ditengarai bahwa kakawin Arjunawiwaha berdasarkan Wanaparwa, kitab ketiga Mahābharata.

Dalam buku ini terdapat 36 Pupuh dengan wirama yang berbeda, tetapi yang sangat menarik bagi penulis adalah Wirama Kilayu Manedeng, Pupuh ke-23. Dalam pupuh ini disebutkan beberapa alat-alat musik atau Karawitan, yaitu tepatnya pada bait kedua. Berikut salinan Wirama Kilayu Manedeng bait kedua dan terjemahannya terdiri dari empat baris.

Wirama Kilayu Manedeng

“Siddaresi guna pada sumungsunging, gagana gurnita majaya-jaya”

“Lumrang sura kusuma lawan udan, ksanikatan pejalada tumiba”

“Akweh wihaganira, sarira,kampasuba manggalani lakunira”

“Wuntung buwana tekapikang mredangga, kal beri murawa kumisik”

 Terjemahannya :

Baris pertama        : Dewa resine sami memendak ring ambarane, umung nguncarang weda astuti.

Artinya          : Para Dewa dan Resi menyambut Dewa Siwa sebagai Dewa tertinggi sambil mengucapkan mantra-mantra pemujaan.

Baris kedua      : Sambeh sekar watek dewatane maduluran sabeh, ajahan tanpa gulem mawastu tedun.

Artinya          : Para Dewa menaburkan bunga yang berupa rintikan hujan, walaupun tanpa adanya mendung tetapi hujan tersebut bias turun.

Baris ketiga     : Katah cin ida, anggane makedutan, becik wiakti cirin pemargin idane.

Artinya          : Banyak Tanda turunya Dewa Siwa, salah satunya seluruh tubuh bergetar, memang itulah tanda terbagus.

Baris keempat   : Empeng jagate olih suaran kendang, bende, gong beri, reyong mebyayuhan.

Artinya          : Jagat raya dipenuhi dengan gemuruh suara kendang, bende, gong beri dan riyong.

Dalam Wirama ini disebutkan beberapa instrument Karawitan, seprti Meredangga ( kendang ), Kala ( bende ), beri ( gong Beri ), Murawa ( reyong ). Instrumen-instrumen tersebut dibunyikan sebagai pertanda turunya Dewa Siwa. Demikian pentingnya fungsi instrument tersebut, sesuai dengan yang di ungkapkan dalam wirama ini.

Buku ini sangat bermanfaat bagi pembaca, tidak hanya bagi penggemar karya sastra, akan tetapi bagi semua kalangan, karena dalam kakawin ini terkandung tentang fisafat hidup, pendidikan pekerti, pengetahuan serta berbagai ajaran kebenaran yang bersumber Dharma dari Agama Hindu. Selain itu bagi jurusan karawitan, buku ini juga dapat dimanfaatkan sebagai sebuah literature karena didalamnya disebutkan beberapa instrument-instrumen karawitan dan fungsinya.

 

TUGAS :3

Cengkok Gambang ( Wasitodiningrat )

 

Judul buku : Cengkok Gambang ( Wasitodiningrat )

Dikutip oleh : Suyono

Buku yang berjudul Cengkok Gambang ini sangat bagus untuk di baca kususnya bagi seniman-seniman karawitan yang ingin memperluas pengetahuannya tentang cara-cara memainkan instrument gambang. Di dalam buku ini banyak terdapat tentang pengertian gambang secara umum. Di dalam buku ini juga dimuat sistim pelarasannya juga. Intinya jika orang yang membaca buku yang berjudul Cengkok Gambang ini akan memperoleh banyak informasi-informasi secara mendetail tentang instrumen Gambang.

  1. 1.     Pengertian umum tentang Gambang

Gambang merupakan salah satu instrumen gambelan jawa yang tidak kalah penting peranannya dalam sajian karawitan jawa. Ditinjau dari bahannya, instrumen gambang dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni gambang gangsa dan gambang kayu. Tidak semua perangkat gambelan jawa terdapat gambang gangsa, dan sebaliknya semua perangkat gambelan ageng jawa terdapat gambang kayu. Gambang gangsa hanya terdapat pada gambelan jawa yang berasal dari keraton yogyakarta dan keraton surakarta. Gambang gangsa berbentuk bilahan yang terbuat dari bahan logam, sedangkan gambang kayu berbentuk bilah dan terbuat dari kayu.gambang gangsa kurang berkembang dan tidak banyak diketahui oleh masyarakat banyak layaknya seperti instrumen – instrumen gambelan yang lainnya. Hannya sedikit para pengerawit yang mampu memainkan gambelan gambang gangsa ini, bahkan dewasa ini tidak ada satupun para pengerawit yang mampu memainkan secara benar dan baik instrumen gambang gangsa ini. Gambang gangsa pada gambelan kraton terdiri dari dua rancak  yang masing – masing berjumlah 14v bilah.baek laras pelog maupun selendro.

 

 

  1. 2.     Bagian-bagian Instrumen Gambang

Instrumen gambelan pada gambelan jawa dibuat dari bahan kayu, baik rancakan atau bilahnya yang sebagai sumber bunyi. Untuk memperoleh suara yang baek, kayu yang akan digunakan sebagai bilah gambang hendaknnya dipilih bahan berkualitas. Pada umumnya kayu – kayu yang digunakan antara lain adalah kayu sawo, kayu jati lengki, kayu berlean dan kayu slangking. Diantara kayu – kayu tersebut, kayu yang paling bagus digunakan adalah kayu slangking dan berliyan. Instrumen gambang kayu terdiri dari bilah dan rancakan yang mempunyai bagian – bagian angtara lain : grobongan, bantalan,  plancak, tumbengan dan tabuh. Bagian – bagian tersebut merupakan kesatuan yang utuh, apabila ada salah salah satu yang rusak atau cacat akan mempengaruhi suara yang dihasilkan.

  • Bilahan dibuat dari kayu, berfungsi sebagai sumber bunyidan tempat untuk ditabuh.
  • Grobongan adalah nama rancakan instrumen gambang terbuat dari kayu berbentuk  e         mpat persegi panjang.
  • Bantalan adalah alas untuk ganjalan bilah di atas grobogan , terbuat dari ijuk.
  1. 3.     Fungsi instrument Gambang dalam sajian gending

Penghias lagu

Masing – masing instrumen gambelan jawa dalam sajian gending pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sendiri – sendiri. Tugas dan fungsi setiap instrumen menjalankan lagu sesuai dengan balungan gending. Rahayu Supanggah dalam makalahnya yang berjudul “balungan” yang disampaikan pada simposiun festival gambelan instrumental di vanccover Canada.

Pengisi irama

Pengertian pengisi irama disini pada pelaksanaan jalannya gending yang menyangkut cepat lambatnya sajian gending. Soedarsono dalam buku kamus istilah Tari dan Karawitan jawa menyebutkan bahwa irama adalah cepat lambatnya pukulan balungan pada suatu gending. Salah satu instrumen yang paling penting berperan dalam pengaturan irama adalah kendang dengan menggunakan sekaran atau pupuh-pupuh tertentu. Namun jika diperhatikan secara seksama, sebenarnya instrumen gambang dalam sajian gending ikut berperan sertan dalam menegakan irama.

  1. Jenis-jenis cengkok
  • Cengkok umum ialah cengkok yang digunakan untuk menggarap susunan balungan gending berdasarkan seleh gatra (balungan ke empat pada gatra).
  • Cengkok khusus ialah cengkok pada susunan balungan tertentu yang menggunakan garap khusus,
  • cengkok gantungan ialah cengkok yang digunakan untuk menggarap susunan balungan gantungan (balungan kembar) dalam satu gatra.

 

 

ratna wigna

Penata Nama : Luh Gde Candra Pratiwi Nim : 200701023 Program Studi : Seni Tari Sinopsis : Cinta kasih, kebersamaan, kedamaian dan saling menghargai terkoyak oleh sebuah cupu manik yang tidak pantas mereka miliki. Serakah, angkuh, iri hati dan kedengkian meluluh lantakan sebuah keharmonisan. Penata Iringan : I Made Subandi, S.Sn Pendukung Tari : 1. I Gede Radiana Putra (Siswa SMA Negeri 3 Denpasar) 2. Dewa Putu Selamat Raharja (Siswa SMK Negeri 3 Sukawati) iPendukung Iringan : Sanggar CerakeAnalisa:
1.    Lampu
Cahaya lampu tidak merata, pada bagian depan cahaya lampu terlalu terang sedangkan pada bagian belakang penabuh, kurang pencahayaan dan beberapa penabuh hampir tidak kelihatan. Seharusnya apabila penata tabuh ingin memunculkan suatu kesan yang “megah” (Kori Agung), setidaknya menggunakan tata pencahayaan lampu yang terang dan cerang. Tata pencahayaan lampu dari awal hingga akhir juga terlalu “monoton” (membosankan), ditambah dua cahaya berwarna biru pada bagian samping kiri dan kanan yang terlihat mengganggu, sehingga tidak membantu mendukung kesan “keagungan ”.
1.    Gambar
Hasil video menjadi pecah akibat pengambilan gambar yang dilakukan dari jarak yang terlalu jauh, atau zoom yang terlalu keras, selain itu hasil video menjadi macet-macetan. Sebaiknya menggunakan lebih dari satu buah kamera untuk merekam dari arah depan, samping kanan maupun samping kiri untuk hasil yang lebih baik. Tetapi akan lebih baik lagi jika menggungkan kamera video dengan kualitas yang lebih bagus serta cameramen yang handal, maka hasilnya akan sangat memuaskan.
1.    Sound System
Efek suara yang ditimbulkan dari hasil rekaman terdengar kurang keras, sehingga beberapa dari alat musik yang digunakan tidak terlalu terdengar jelas, seperti suara suling dan gitar yang tidak terlalu terdengar.
Demikianlah presentasi saya hari ini, saya tutup dengan Prama Shanti Om Shanti, Shanti, Shanti Om.n Batubulan, Gianyar

tokoh seni di desa sumampan

Tokoh-Tokoh Masyarakat yang Berjasa dalam Perkembangan Keberadaan

Gong Kebyar yang Ada di Desa Sumampan

 

Nama                                       : I Wayan Dublet

Tempat/ Tanggal Lahir            : Sumampan, 1939

Alamat                                                : Br. Sumampan, Kemenuh, Sukawati, Gianyar

Pekerjaan                                 : Petani dan Seniman

Beliau sebagai pelopor berdirinya sekaa Gong Kebyar, beiau juga senang dalam bidang seni, khususnya seni karawitan Bali. Pekerjaan sehari-harinya adalah seorang petani sederhana, namun memiliki bakat seni yang diturunkan langsung dari darah seni yang mengalir di tubuhnya. Meskipun terlahir dari kalangan sederhana, beliau dikenal sangat ramah dan sangat mahir dalam memainkan gamelan. Beliau juga mahir dalam seni pahat maupun ukiran, namun tak jarang beliau menghibur diri dengan “metajen”.

 

Nama                : I Wayan Mudika

Tempat/ Tanggal Lahir                  : Sumampan, 1960

Alamat                                                : Br. Sumampan, Kemenuh, Sukawati, Gianyar

Pekerjaan                                            : Wiraswasta

Beliau adalah anak kandung dari I Wayan Dublet, sekaligus menjadi tokoh seni berikutnya yang dipercaya untuk melanjutkan kepengurusan Sekaa Gong Kebyar desa Sumampan setelah kepengurusan ayahnya. Dalam kepengurusannya, salah satu prestasi yang dihasilkan yaitu, menjadi juara satu dalam lomba Bleganjur se Kecamatan Sukawati, dan sampai sekarang piala tersebut masih disungsung di Pura Dalem desa setempat. Prestasi lainnya yang dicapai yaitu berhasil menjadi juara satu Ngugal se kecamatan Sukawati, dengan penabuhnya yang bernama I Wayan Sila. Kemudian juara satu lomba Mekendang yang diraih oleh I Ketut Manda (alm).  Berikutnya ada Sekaa Gong Wanita Semara Budhi yang berhasil meraih juara satu se Kecamatan Sukawati pada tahun 2005, dan pada tahun 2007, diyunjuk oleh pemda Gianyar untuk mewakili daerah Gianyar dalam ajang Parade Gong Kebyar Wanita di Art Centre Denpasar

sejarah adanya gong kebyar di sumanpan

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Gamelan Gong Kebyar merupakan sebuah gamelan bebarungan baru dari tiga puluh lima jenis gamelan bebarungan yang ada di Bali. Diperkirakan muncul sekitar tahun 1915 di daeran Jagaraga (Buleleng). Informasi lain menyebutkan bahwa Gong Kebyar muncul pertama kali di desa Bungkulan dan mencapai puncaknya sekitar tahun1925. Hal ini ditandai dengan munculnya seorang penari Jauk yang berasal dari daerah Tabanan yang menciptakan tari Kebyar Duduk dan Tari Kebyar Terompong.

Kebyar yang memiliki makna cepat, tiba-tiba dan keras menghasilkan musik-musik yang terdengar keras dan dinamis. Di Bali sendiri gamelan Gong Kebyar dapat berfungsi sebagai sarana ritual maupun sebagai sarana hiburan. Sebagai sarana hiburan, Gong Kebyar dipergunakan untuk mengiringi tari-tarian atau memainkan instrumental atau tetabuhan petegak.

Gamelan Gong Kebyar merupakan hasil pengembangan dari gamelan Gong Gede yang mengalami pengurangan peranan, atau pengurangan jumlah instrumen dan beberapa perubahan lainnya, seperti pada gangsa jongkok dengan bilah lima dirubah menjadi gangsa gantung berbilah 10. Cengceng kopyak yang berjumlah empat sampai lima buah di rubah menjadi satu sampai 2 set ceng-ceng kecil. Kendang yang sebelumnya memakai panggul kendang, dalam Gong Kebyar juga dapat menggunakan tangan saja.

Secara konsep Gong Kebyar merupakan perpaduan antara Gong Gedeyang bernuansa kokoh, Gender Wayang yang bernuansa lincsah, dan Pelegongan dengan nuansa musikal yang melodis. Gong Kebyar berlaras pelog lima nada dan memiliki 10 sampai 12 nada dengan komposisi yang bebas dan lincah.

Seiring perkembangan waktu, Gong Kebyar menyebar ke daerah-daerah di Bali, termasuk ke desa Sumampan.

 

1.2  Rumusan Masalah

Beberapa permasalahan yang ditemukan yaitu sebagai berikut:

1.2.1        Bagaimanakah sejarah munculnya Gong Kebyar di desa Sumampan?

1.2.2        Bagaimanakah  perkembangan Gong Kebyar  di desa Sumampan?

 

1.3  Tujuan    

1.3.1        Untuk mengetahui bagaimanakah sejarah munculnya Gong Kebyar di desa Sumampan

1.3.2        Untuk mengetahui bagaimanakah  perkembangan Gong Kebyar  di desa Sumampan

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

GONG KEBYAR DI DESA SUMAMPAN

 

 

Berawal dari kegemaran seorang tokoh seni yang sangat mengagumi dan menyukai alunan nada gamelan, yang bernama I Wayan Dublet (alm). Beliau lahir pada tahun 1993 dan wafat saat usianya yang ke 66 tahun. Beliau adalah seorang yang dikenal mahir memainkan gamelan dan sering diundang ke desa-desa lain untuk ngayah megambel. Beliau juga dipercaya sebagai kelian sekaa gong untuk mengurus dan bertanggung jawab atas gamelan yang ada di desanya.  Layaknya pedesaan yang ada di Bali, desa Sumampan sangat kental akan upacara-upacara keagamaan yang sangat sakral, selain bebantenan yang beragam gong dinilai sebagai salah satu sarana sakral lain yang mendukung berlangsungnya upacara keagamaan. Namun, sebelumnya  hanya ada gamelan bleganjur yang digunakan untuk mengiringi upacara agama (mecaru, dsb). Belajar dari pengalaman ngayah di pura-pura di desa lainnya dimana selain untuk mengiringi upacara agama, gong kebyar juga dipakai untuk mengiringi tari-tarian. Sejak saat itu, terblesit dipikiran Dublet untuk mendirikan gong kebyar di desanya.

Baliau kemudian beremug dengan kelian desa setempat yaitu bapak Mudru, dan  dengan senang hati bapak Mudru  mendukung ide dari  Dublet, namun hal tersebut tidaklah semudah yang dikira. Kenyataannya beberapa dari warga setempat kurang mendukung dengan ide Dublet tersebut, alasannya adalah  keterbatasan biaya. Hal ini menimbulkan kontroversi antara warga setempat.  Dalam beberapa kali sangkep yang dilakukan, akhirnya didapatkan jalan keluar, yaitu bagi yang berminat mengikuti sekaa gong akan dikenakan wajib biaya untuk membeli gamelan. seperti yang diketahui, harga gamelan gong kebyar  bukanlah harga yang kecil, maka dari itu selaku kelian desa setempat bapak Mudru mengajak warga lainnya untuk mengusulkan agar diberikan bantuan oleh pemerintah untuk membeli gamelan gong kebyar.  Akhirnya dengan restu Ida Shang Hyang Widhi Sekitar tahun 1960-an desa Sumampan dapat membeli gamelan sederhana dan tanpa ukiran Gong kebyar. Sekaa gong kebyar itu sendiri dikenal dengan nama “Sekaa Gong Kebyar Padma Kencana”.                              

Dengan adanya gamelan Gong kebyar baru banyak dari warga yang berminat untuk menjadi sekaa gong kebyar, tidak hanya kalangan orang tua, namun anak-anak mudapun banyak yang berminat. Perkembangan sekaa gong kebyar desa Sumampan mengalami kemajuan, tidak hanya di desa setempat sekaa gong kebyar Padma Kencana juga dikenal di desa lainnya dan sering diundang untuk ngayah dipura-pura desa lain.

Pada tahun 1965, sekaa gong diundang untuk megambel di salah satu kapal pesiar yang berdermaga di daerah Padang Bai Bali.  Mereka mendapat kepercayaan untuk menanda tangani kontrak megambel selama satu bulan penuh di kapal pesiar  tersebut. Sebuah berita besar yang sangat membanggakan bagi sekaa gong dan warga desa Sumampan sendiri. Sebagian hasil dari megambel di kapal tersebut kemudian disisihkan untuk mengukir dan memprada plawah gamelan (1966), dan  membeli alat musik lain yang belum dimiliki.

Sekitar tahun 1980-an, sekaa gong kebyar Padma Kencana kembali mendapat kepercayaan untuk megambel (noris) beberapa hotel di daerah Nusa Dua dan Sanur. Kemudian hasilnya digunakan untuk membeli pakaian sekaa gong baru, dan menambah kas (simpanan) sekaa gong. Puncaknya pada tahun 1995 sekaa gong kebyar Padma Kencana berhasil membeli gamelan semarandana dengan menggunakan uang kas dalam sekaa gong. Kini, gamelan gong kebyar dan semarandana diserahkan untuk desa (meserah ke gumi) agar dapat dijaga dan dipertanggung jawabkan desa setempat.

Dari dulu hingga sekarang, gamelan gong kebyar desa Sumampan tidak pernah rusak dan masih asli kerawang. Berbeda dengan gamelan-gamelan sekarang, kalau dulu warna daun gangsa berwarna hitam, kuat dan masih kelihatan kuno, sedangkan sekarang berwarna agak keemasan dan cenderung mudah patah. Hal itu membuktikan bahwa kualitas gamelan desa Sumampan sangat baik karena mampu bertahan hingga saat ini.

BAB III

PEMBAHASAN

 

3.1 Sejarah Gong Kebyar di Desa Sumampan

            Gong Kebyar di desa Sumampan muncul pertama kali sekitar tahun 1960-an yang dipelopori oleh seorang tokoh seniman setempat bernama I Wayan Dublet. Beliau dikenal mahir memainkan gamelan dan sering diundang ke desa-desa lain untuk ngayah megambel. Beliau juga dipercaya sebagai kelian sekaa gong untuk mengurus dan bertanggung jawab atas gamelan yang ada di desanya. Oleh karena kegemarannya itulah beliau berkringinan untuk mendirikan Gong Kebyar di desanya.

3.2 Bagaimanakah  Perkembangan Gong Kebyar di Desa Sumampan

  • Tahun 1960-an  didirikan Gong Kebyar di desa Sumampan pertama kali oleh I Wayan Dublet (alm)
  • Pada tahun 1965, sekaa gong diundang untuk megambel di salah satu kapal pesiar yang berdermaga di daerah Padang Bai Bali
  • Pada tahun 1966, sebagian hasil dari megambel di kapal tersebut kemudian disisihkan untuk mengukir dan memprada plawah gamelan, dan membeli alat musik lain yang belum dimiliki
  • Tahun 1980-an, sekaa gong kebyar Padma Kencana mendapat kepercayaan untuk megambel (noris) di beberapa hotel di daerah Nusa Dua dan Sanur
  • Tahun 1995 sekaa gong kebyar Padma Kencana berhasil membeli gamelan semarandana dengan menggunakan uang kas dalam sekaa gong.

 

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

 

4.1 SIMPULAN

            Gong Kebyar  di desa Sumampan didirikan untuk pertama kalinya oleh seorang tokoh masyarakat yang sangat menggemari alunan suara gamelan. Berkat semangat, usaha dan dukungan yang besar, Gong Kebyar desa Sumampan dapat didirikan meskipun dengan jalan yang tidak mudah. Seiring berjalannya waktu perkembangan Gong Kebyar di desa Sumampan semakin meningkat sehingga mendapat kepercayaan untuk menjalin hubungan kerja (kontrak kerja) bersama beberapa hotel ternama hingga sampai ke kapal Pesiar. Sebagian hasilnya kemudian digunakan untuk memperbaiki dan membeli  gong  barungan baru.

 

4.1 Saran

            Mengingat usaha yang dilakukan oleh para pendiri Gong Kebyar di desa Sumampan sangat sulit, hendaknya generasi penerusnya mampu melestarikan dan mempertahankan apa yang telah diwariskan oleh pendahulu kita.

 

 

 

kori agung

ANALISA VIDEO TA KORI AGUNG

KARYA I GUSTI NGURAH JAYA KESUMA

 

Sinopsis:

Kori Agung menggambarkan sebuah kebesaran atau keagungan suatu tempat yang terwujud megah nan artistik, dan tersusun rapi. Terispirasi terhadap hal tersebut, maka penata menuangkan kedalam sebuah garapan dan memadukan gamelan Semarandana, Semarpegulingan, Gong Kebyar, Gitar, dan Jembe. Kemudian dengan pengolahan melodi, tempo, ritme sehingga perpaduan patet-patet dalam garapan ini dapat menggambarkan keharmonisan dalam setiap bentuk Kori Agung.

Pendukung Karawitan :

Ø Sanggar Seni Saba Sari

Ø Sanggar Seni Eka Jaya Santi

Ø Mahasiswa Smester II Karawitan ISI Denpasar

Ø Siswa SMK 3 Sukawati Gianyar

Penata Nama : I Gusti Ngurah Jaya Kesuma NIM : 2006.02.018 program studi : seni karawitan.

Analisa:

  1. Lampu

Cahaya lampu tidak merata, pada bagian depan cahaya lampu terlalu terang sedangkan pada bagian belakang penabuh, kurang pencahayaan dan beberapa penabuh hampir tidak kelihatan. Seharusnya apabila penata tabuh ingin memunculkan suatu kesan yang “megah” (Kori Agung), setidaknya menggunakan tata pencahayaan lampu yang terang dan cerang. Tata pencahayaan lampu dari awal hingga akhir juga terlalu “monoton” (membosankan), ditambah dua cahaya berwarna biru pada bagian samping kiri dan kanan yang terlihat mengganggu, sehingga tidak membantu mendukung kesan “keagungan ”.

  1. Gambar

Hasil video menjadi pecah akibat pengambilan gambar yang dilakukan dari jarak yang terlalu jauh, atau zoom yang terlalu keras, selain itu hasil video menjadi macet-macetan. Sebaiknya menggunakan lebih dari satu buah kamera untuk merekam dari arah depan, samping kanan maupun samping kiri untuk hasil yang lebih baik. Tetapi akan lebih baik lagi jika menggungkan kamera video dengan kualitas yang lebih bagus serta cameramen yang handal, maka hasilnya akan sangat memuaskan.

  1. Sound System

Efek suara yang ditimbulkan dari hasil rekaman terdengar kurang keras, sehingga beberapa dari alat musik yang digunakan tidak terlalu terdengar jelas, seperti suara suling dan gitar yang tidak terlalu terdengar.

Demikianlah presentasi saya hari ini, saya tutup dengan Prama Shanti Om Shanti, Shanti, Shanti Om.