Judul Buku     : Sang Hyang Jaran Warisan budaya  Pra Hindu Di Bali

Penulis            : Pande Nyoman Djero Pramana, S.Kar., M.Hum.

Penerbit         : Citra Etnika Surakarta 2004

Adanya kepercayaan kepada pemujaan roh nenek moyang yang telah memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Pra-Hindu, kiranya memiliki kaitan yang sangat erat dengan kelestariannya sampai saat ini. Setelah mengalami perjalanan sejarah yang begitu panjang, tarian ini masih dipentaskan dalam bentuk upacara yang bersifat magis dan religius dengan unsur lama yang terdapat didalamnya yang masih mempunyai arti penting dalam kehidupan sosial masyarakat pendukungnya. Suatu hal yang kontradiktif sifatnya, bahwa rasionalitas, individualitas, dan materialism yang untuk sebagian telah berpengaruh terhadap kehidupan didaerah tersebut, merupakan indikator bahwa masyarakat bukan merupakan masyarakat terbelakang secara mental tapi masyarakat yang tergolong modern.

Walaupun tergolong modern, namun mereka masih menggunakan cara gaib dalam mengatasi masalah hidup dengan mementaskan Tari Ritual Sang Hyang Jaran, yang seharusnya mereka lebih menekankan pada penggunaan cara-cara yang bersifat rasional.

Kata kunci: Tari Ritual Sang Hyang Jaran.

Judul Buku     : Drama: Teori dan Pengajaran

Penulis            : Prof. Dr. Herman J. Waluyo

Penerbit         : Hanindita Graha Widia, Yogyakarta. 2001

Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksi diatas pentas. Dengan melihat drama anda seolah melihat kejadian dalam masyarakat. Kadang-kadang konflik-konflik yang disajikan dalam drama sama dengan konflik batin mereka sendiri. Drama adalah potret kehidupan manusia, potret suka duka, pahit manis, hitam putih kehidupan manusia ini.

Buku ini mengulas habis tentang drama baik secara teori maupun pengajarannya. Membaca buku ini anda sekaligus memperoleh dua keuntungan: memahami drama dan mengerti cara pengajarannya. Bagi anda pecinta drama langkah-langkah pemahaman dan pengajaran drama dalam buku ini sangatlah penting.

Kata kunci: teori drama dan pengajarannya.

Judul Buku     : Nilai-Nilai Etis Dalam Wayang

Penulis            : Dr. Hazim Amir, M.A.

Penerbit         : Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. 1994

Pengarang dalam karya tulisnya ini berhasil mengangkat 20 butir nilai etis yang luhur dalam ajaran-ajaran lakon wayang purwo (wayang kulit) disertai contoh pribadi pelakunya. Dikupas secara ilmiah dan jelas, tidak bertele-tele sehingga pembaca mudah menangkap dan mencernanya.

Bagi orang yang ingin tahu apa yang terkandung dalam ajaran wayang purwo, yang banyak mempengaruhi cara berpikir dan perilaku masyarakat penggemarnya (jawa), baik yang rakyat biasa maupun para pemimpinnya, buku ini merupakan satu petunjuk yang benar.

Kata kunci: wayang

Judul Buku     : Belajar Main Rekorder

Penulis            : M. Soeharto

Penerbit         : PT Gramedia. Jakarta. 1990

Buku ini merupakan kelanjutan dan pelengkap dari buku yang terdahulu, Belajar Main Rekorder: Duet Sopran. Bagian pertama berisi tentang etude atau bahan latihan untuk duet rekorder alto. Pada bagian kedua disajikan sejumlah lagu Indonesia yang umumnya telah dikenal, untuk rekorder petunjuk yang termuat dalam buku ini dalam latihan sehari-hari, sehingga mampu mencapai sasaran pelajaran secara optimal.

Pengarang buku ini, dosen IKIP Jakarta dan sering jadi juri untuk berbagai festival music tingkat Nasional, sudah dikenal diluar dan didalam dunia pendidikan music di Indonesia, karya-karyanya yang lain telah telah ditulisnya antara lain Belajar Notasi Balok, Membina Paduan Suara dan Grup Vokal, dan Kamus Musik Indonesia.

Kata kunci: rekorder.

Judul Buku     : Ensiklopedi Mini Karawitan Bali

Penulis            : Pande Made Sukerta

Penerbit         : Sastrataya-Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI). Bandung-Indonesia. 1996.

Seri Ensiklopedia Musik merupakan hasil kompilasi khasanah music Indonesia, yang disusun oleh para pakar yang tergabung dalam Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Rangkaian seri ini dimulai dari tradisi musik yang dikenal secara umum seperti musik Bali, Jawa, Sulawesi, Sumatera, kemudian di susul oleh lingkungan kebudayaan yang belum dikenal luas: Flores, Mentawai, dan daerah lainnya. Seri ini merupakan langkah awal untuk membangun Ensiklopedi Umum Musik Indonesia.

June 30th, 2010 at 4:24 pm | Comments & Trackbacks (0) | Permalink

Gambelan Angklung adalah sebuah gambelan yang tergolong gambelan tua dan dipergunakan untuk mengiringi upacara Pitra Yadnya atau pembakaran mayat. Di beberapa daerah, gambelan angklung gambelan angklung menggantikan fungsi dari gambelan Gong Gede yaitu untuk mengiringi upacara Dewa Yadnya atau Upacara di Pura-pura.

Nama Angklung berasal dari angling bambu, sejenis instrument yang dipergunakan didalam gambelan itu.

Gambelan Angklung Bali yang terdiri dari instrument-instrument seperti gender, reyong, kendang, kajar, suling, jegogan, angklung, calung, dan  gong kecil yang mempunyai laras selendro. Gambelan Anglung mempunyai 4 (empat) nada. Di Bali dikenal dengan nama selendro 4 (empat) nada.

Ada juga jenis Angklung di Bali Utara yang mempergunakan 7 (tujuh) buah nada dan gambelan itu disebut dengan Tembang Kirang. Tembang Kirang disamping untuk mengiringi upacara kematian juga dipergunakan untuk mengiringi tari-tarian seperti Tari Baris dan Rejang.

Adapun repertoire dari gambelan Angklung adalah sebagai berikut: asep menyan, capung manjus, capung ngumbang, dongkang menek biu, guwak maling taluh, sekar jepun, berong, sekar ulet, glagah ketunuan, jaran sirig, kupu-kupu tarum, meong megarong, pipis samas, sekar sandat, lutung megalut dan lain sebagainya.

Dirangkum dari buku “Pengantar Karawitan Bali” oleh I Wayan Dibia S.T.T

Tahun 1977/1978

April 6th, 2010 at 9:40 am | Comments & Trackbacks (0) | Permalink

Gamelan adalah sebuah orkestra Bali yang terdiri dari bermacam-macam instrumen seperti: gong, kempur, reyong, terompong, ceng-ceng, kendang, suling, gangsa dan rebab yang mempunyai laras selendro dan pelog.
Dapat dipahami bahwa hidupnya seni karawitan Bali di tengah-tengah masyarakat telah luluh berefleksi dengan aktivitas kehidupan masyarakat sehari-hari dalam struktur masyarakat yang bervariasi baik dalam kegiatan keagamaan maupun adat/tradisi. Kenyataan ini nampak dengan jelas karena karawitan Bali muncul dalam nafasnya yang murni, memiliki identitas dan kekhasan yang masih didukung oleh sistem kehidupan masyarakat Bali.
Karawitan Bali menjadi suatu kebanggaan, mengingat banyaknya pengakuan dari berbagai negara di dunia yang menempatkan karawitan Bali dalam kategori yang baik. Pujian seperti ini tidak perlu diragukan lagi terbukti dengan adanya peminat-peminat seni dari berbagai negara datang ke Bali untuk mempelajari karawitan Bali, baik dari segi teori maupun praktek.
Di Bali sendiri terdapat kurang lebih 26 jenis gamelan yang masing-masing memiliki kelengkapan bebarungan dengan fungsi yang berbeda dan jumlahnya semakin bertambah, salah satu diantaranya yaitu Gong Kebyar. Gong Kebyar belakangan ini masih terus menjadi suatu karya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, perorangan maupun kelompok. Sebagai suatu bentuk kesenian yang usianya relatif muda, gong kebyar berkembang sangat pesat dan merupakan suatu jenis karawitan Bali yang paling populer bahkan sampai keluar dari daerah Bali. Di Bali sendiri hampir setiap desa memiliki gamelan gong kebyar, dan gong kebyar telah banyak mempengaruhi jenis-jenis kesenian Bali yang lain, tidak hanya dalam bentuk seni karawitan namun juga dalam bentuk seni tari yang dibawakan dalam bentuk sendratari.
Gong Kebyar adalah barungan gamelan Bali sebagai perkembangan terakhir dari Gong Gede, memakai laras pelog lima nada yang awal mulanya tidak mempergunakan instrumen terompong. Selanjutnya Gong Kebyar dapat diartikan suatu barungan gamelan gong yang didalam permainannya sangat mengutamakan kekompakan suara, dinamika, melodi dan tempo. Ketrampilan mengolah melodi dengan berbagai variasi permainan dinamika yang dinamis dan permainan tempo yang diatur sedemikian rupa serta didukung oleh teknik permainan yang cukup tinggi sehingga dapat membedakan style  Gong Kebyar yang satu dengan yang lainnya.
Untuk mengungkapkan asal mula  Gong Kebyar memang merupakan suatu tugas yang tidak begitu mudah. Sebelum munculnya Gong Kebyar di Bali, jenis-jenis gamelan yang telah ada hanyalah sebagian besar berupa gamelan gong gede, gong luwang, gong beri, gamelan pelegongan dan lain-lainnya. Keadaan ini berlangsung sampai terjadinya perang Puputan Badung tahun 1906. Bapak I Nyoman Rembang seorang tokoh Gong Kebyar asal Sesetan Denpasar mengatakan bahwa lagu-lagu kebyar pertama-tama diciptakan oleh I Gusti Nyoman Panji di Desa Bungkulan pada tahun 1914. Kemudian menyebar ke desa-desa lainnya di Bali utara dan lagu-lagu ini dicoba untuk ditarikan oleh Ngakan Kuta yang berdomisili di Desa Bungkulan.
Berdasarkan uraian diatas bahwa dapat disimpulkan pada tahun 1914 Gong Kebyar yang muncul penuh dengan pembaharuan namun tetap berpegang pada tradisi yang ada yaitu seperti gong gede. Beberapa pendapat seniman gong kebyar mengatakan bahwa Gong Kebyar merupakan perkembangan dari gong gede yang banyak dipengaruhi oleh pelegongan yakni dengan masuknya unsur “otek-otekan” dalam Gong Kebyar.
Jenis-jenis instrumen yang digunakan pada gamelan Gong Kebyar antara lain:

Kendang
Terompong
Ugal
Gangsa
Kantil
Kajar
Ceng-ceng
Calung
Jegogan
Gong

March 23rd, 2010 at 9:08 am | Comments & Trackbacks (0) | Permalink

Selamat Datang di Blog Institut Seni Indonesia Denpasar. Ini adalah post pertama anda. Edit atau hapus, kemudian mulailah blogging!

March 23rd, 2010 at 12:50 am | Comments & Trackbacks (0) | Permalink