OGOH-OGOH DI ERA GLOBALISASI

Juli 6th, 2014

OGOH-OGOH DI ERA GLOBALISASI

Ketut JuliantaraHari raya suci umat hindu di Bali sangat erat hubungannya dengan perayaannya, salah satu hari raya suci yang dirayakan oleh seluruh umat hindu ialah Nyepi, hari raya suci yang jatuh setiap 1 tahun sekali ini memiliki perayaan yang bisa dibilang paling meriah dan ditunggu-tunggu oleh masyarakat di Bali khususnya, sehari sebelum hari raya nyepi dilaksanakan pengerupukan, pada saat inilah dilakukan upacara untuk mengusir bhuta kala dalam bentuk pengarakan ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh merupakan sejenis patung yang melambangkan makhluk Bhuta Kala dalam kebudayaan Bali. Mengikut ajaran agama Hindu di Bali, Bhuta Kala melambangkan kekuatan (Bhu) alam semesta dan masa (Kala) yang tak terukur dan tak terhingga. Bhuta Kala digambarkan sebagai puaka atau raksasa yang besar dan menakutkan. Selain berbentuk raksasa, Ogoh-ogoh juga digambarkan dalam bentuk makhluk-makhluk yang hidup di alam fana, syurga maupun neraka, seperti naga, gajah, garuda, Widyadari, ataupun dewa. Kebelakangan ini, ada ogoh-ogoh yang dibuat menyerupai tokoh terkenal, seperti para pemimpin dunia, artis atau tokoh agama bahkan penjahat. Terkait hal ini, ada pula yang berbaur politik atau diskriminasi walaupun tidak selaras dengan prinsip asas ogoh-ogoh, misalnya ogoh-ogoh yang menyerupai seorang pengganas.
Tujuan utama ogoh-ogoh adalah sebagai lambang Bhuta Kala, dibuat menjelang Hari Nyepi dan diarak beramai-ramai keliling desa lalu akhirnya dibakar hingga hangus pada senja hari Pangrupukan, sehari sebelum Hari Nyepi. Menurut para cendekiawan dan penganut agama Hindu Bali, upacara ngrupuk ini melambangkan kesedaran insan terhadap kehebatan alam semesta dan peredaran masa. Kehebatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung (alam semesta) dan Bhuana Alit (diri manusia). Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat menentukan sama ada makhluk hidup, khususnya manusia dan seluruh dunia menuju ke arah kebahagiaan atau kehancuran. Semua ini bergantung pada kemuliaan manusia, sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan seluruh dunia.
Nama Ogoh – ogoh itu sendiri diambil dari sebutan ogah-ogah dari bahasa Bali. Artinya sesuatu yang digoyang-goyangkan. Dan tahun 1983 merupakan bagian penting dalam sejarah ogoh-ogoh di Bali. Pada tahun itu mulai dibuat wujud-wujud bhuta kala berkenaan dengan ritual Nyepi di Bali. Ketika itu ada keputusan presiden yang menyatakan Nyepi sebagai hari libur nasional. Semenjak itu masyarakat mulai membuat perwujudan onggokan yang kemudian disebut ogoh-ogoh, di beberapa tempat di Denpasar. Budaya baru ini semakin menyebar ketika ogoh-ogoh diikutkan dalam Pesta Kesenian Bali ke XII.
Ogoh – Ogoh ini dimaksudkan mengembalikan bhutakala ketempat asalnya. Sebelumnya ada tradisi Barong Landung, Tradisi Ndong Nding dan Ngaben Ngwangun yang menggunakan ogoh-ogoh Sang Kalika, bisa juga merujuk sebagai cikal bakal wujud ogoh-ogoh. Di dalam babad, tradisi Barong Landung berasal dari cerita tentang seorang putri Dalem Balingkang, Sri Baduga dan pangeran Raden Datonta yang menikah ke Bali. Tradisi meintar mengarak dua ogoh-ogoh berupa laki-laki dan wanita mengelilingi desa tiap sasih keenam sampai kesanga. Visualisasi wujud Barong Landung inilah yang dianggap sebagai cikal bakal lahirnya ogoh-ogoh dalam ritual Nyepi.

`Ogoh Ogoh Bali ini adalah seni kebudayaan yang menarik dan menghibur juga penuh banyak makna yang terkandung di dalamnya sebagai ciri dari martabat bangsa, berikut adalah Gambar Foto Proses sekilas tentang Ogoh ogoh bali yang terkenal diseluruh dunia. yang terbuat dari rangka Bambu. Pada umumnya ogoh-ogoh terbuat dari bambu yang dianyam sedemikian rupa untuk membentuk sebuah ogoh-ogoh, baik itu berupa tokoh pewayangan atau tema lainnya. Namun kini ogoh-ogoh mulai dimodifikasi oleh sejumlah perajin, bahan bambu atau kayu yang dianggap terlalu berat dan rumit kini diganti dengan gabus.
Selain lebih ringan, ogoh-ogoh gabus ini juga mampu menjadi inspirasi bagi warga yang hendak menggunakan ogoh-ogoh sebagai dekorasi. “Sekarang saya arahkan pakai gabus, karena untuk pendidikan, supaya mereka bisa belajar membuat patung untuk dekorasi, di hotel-hotel juga bisa. Proses pembuatannya tidak banyak berbeda dengan ogoh-ogoh bambu, hanya saja ogoh-ogoh gabus memerlukan ketelitian dalam hal merancang pola yang akan dibentuk. Jika salah memotong gabus, maka bentuknya pun bisa tidak simetris. Lama pembuatan ogoh-ogoh gabus ini juga lebih singkat dibanding dengan ogoh-ogoh dari bambu.
Selai menggunakan gabus, kini teknologi sudah mulai masuk kedalam.nya. pemuda-pemuda dibali atau yang sering disebut dengan sekaa truna truni kini berlomba-lomba untuk membuat suatu hasil karya ogoh-ogoh dengan tema yang baru dan dengan teknologi didalamnya, seperti ogoh-ogoh dibanjar buagan desa pemecutan kelod denpasar barat ini, sekaa truna truni tenaya kusuma (nama organisasi pemuda dibanjar buagan) membuat satu ogoh-ogoh dengan mengambil tema “kroda sang narasinga”. Ogoh-ogoh ini mereka buat untuk mengikuti parade ogoh-ogoh yang dilaksanakan oleh pemerintah kota denpasar. Didalam proses pembuatannya, mereka memasukan teknologi dalam hal pemutaran senjata cakra dan gadha, dengan tambahan gir dan dinamo serta menggunakan teknik pemutaran dalam kipas angin. Ini semua dibentuk sedemikian rupa dan dipasang diujung jari untuk cakra, sedangkan pemutaran gadha dilakukan pada ujung senjata gadha tersebut.selain itu ada juga penambahan pemasangan lampu-lampu, yang pertama pemasangan lampu laser pada setiap mata ular yang ada dibelakang kepala ogoh-ogoh, selain itu juga ada di bawah ogoh-ogoh untuk menerangi ke atas serta pada ujung lutut untuk menerangi tapel( kepala ogoh-ogoh), untuk menerangi ogoh-ogoh pada waktu malam hari dipasang lampu pada setiap ujung sanan(bambu yang dirangkai untuk mengangkat ogoh-ogoh). Semua rangkaian ini dibantu oleh genzet untuk menggerakan senjata dan menghidupkan lampu.nya, semua kontruksi ini benar-benar dipikirkan secara matang sebelum proses pembuatan badan ogoh-ogoh dimulai. Dengan semua persiapan yang dilakukan akhirnya ogoh-ogoh kroda sang narasinga berhasil lolos mewakili kecamatan denpasar barat untuk ikut dalam parade ogoh-ogoh yang dilaksanakan di seputaran patung catur muka, puputan badung. Sungguh suatu hasil yang sangat membanggakan yang telah diraih oleh sekaa truna truni tenaya kusuma.
Daftar informan : I Wayan Dika Sutirta (undagi ogoh-ogoh dibanjar Buagan)
I Putu Indra Mahardika (seniman Banjar Buagan)

Comments are closed.