Tari Oleg Tamulilingan

Maret 14th, 2018

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pulau Bali dikenal oleh mancanegara sebagai pulau seribu pura. Karena mayoritas masyarakat bali adalah umat beragama Hindu. Disamping itu Pulau Bali memiliki kebudayaan yang begitu beragam seperti tari-tarian Bali, karawitan Bali, ornamen-ornamen khas Bali, sastra Bali, dan lain sebagainya. Dan semua itu tetap berlandaskan adat istiadat dan agama yakni agama Hindu.

Maka tidak dapat dipungkiri lagi para wisatawan dari luar negeri sangat senang dan tertarik untuk mempelajari kebudayaan dan kesenian yang ada di Bali baik seni tari, seni karawitan, seni rupa dan lain sebagainya. Dan salah satu yang sangat menarik minat wisatawan berlibur ke Bali adalah dari keragaman tari-tarian Bali, salah satunya adalah Tari Oleg Tamulilingan.

Disini penulis akan mencoba menyajikan sejarah Tari Oleg Tamulilingan dengan bentuk makalah ini agar penulis dan pembaca lebih mengerti dan lebih memahami alur sejarah terciptanya tari Oleg Tamulilingan ini.

B. Rumusan Masalah

Berrdasarkan uraian terdahulu, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah :

  1. Bagaimana sejarah terciptanya Tari Oleg Tamulilingan?
  2. Bagaimana perkembangan Tari Oleg Tamulilingan pada masa kini?
  3. Apa saja fungsi dari Tari Oleg Tamulilingan?
  4. Bagaimana ragam gerak dari Tari Oleg Tamulilingan?
  5. Bagaimana tata kostum/busana dari Tari Oleg Tamulilingan?
  6. Apa jenis ensamble/perangkat musik yang digunakan untuk mengiringi Tari Oleg Tamulilingan

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

  1. Untuk mengetahui sejarah terciptanya Tari Oleg Tamulilingan
  2. Untuk mengetahui fungsi dan perkembangan Tari Oleg Tamulilingan
  3. Untuk menambah wawasan pembaca tentang Tari Oleg Tamulilingan

D. Metode Penulisan

Adapun metode penulisan paper ini penulis hanya menggunakan metode pustaka yakni mencari sumber yang terdapat di UPT Perpustakaan yang berada di Gedung Lata Mahosadhi ISI Denpasar dan sumber-sumber yang terdapat di internet.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Tari

Tari Oleg Tamulilingan diciptakan oleh seniman besar tari Bali yaitu I Mario dari Puri Kaleran, Tabanan kelahiran Klungkung. Oleg dapat berarti gerakan yang lemah gemulai, sedangkan tamulilingan berarti kumbang pengisap madu bunga. Tari Oleg Tamulilingan melukiskan gerak-gerik seekor kumbang, yang sedang bermain-main dan bermesra-mesraan dengan sekuntum bunga di sebuah taman.

Tari Oleg Tamulilingan merupakan karya cipta seniman besar I Ketut Marya atau lebih dikenal dengan panggilan I Mario yang paling populer di antara sejumlah ciptaannya. Tarian ini digarap tahun 1952 atas permintaan John Coast, budayawan asal Inggris yang sangat terkesan dengan kesenian Bali, untuk dipromosikan ke Eropa dan Amerika Serikat. Tari ini merupakan tari berpasangan ditarikan oleh seorang panari wanita dan seorang penari laki-laki. Gerakan-gerakan Tari Oleg Tamulilingan menggambarkan keluwesan seorang penari wanita, dan kegagahan penari laki-laki. Kedua penari menampilkan gerakan-gerakan bermesraan dengan penuh dinamika.

Seorang budayawan bernama John Coast (1916-1989), kelahiran Kent, Inggris, sangat terkesan dengan kebudayaan Bali. Sebelum berkiprah di Bali, ketika perang dunia kedua meletus, Coast masuk wajib militer dan sebagai perwira, sampai sempat bertugas di Singapura. Ketika Singapura keburu dikuasai Jepang, Coast yang berstatus tawanan lalu dikirim ke Thailand. Namun begitu, Coast memang berbakat seni. Ia ternyata melahirkan tulisan “Railroad of Death” pada 1946 yang kemudian mencapai best seller dalam waktu singkat. Hal itu mendorong semangatnya lagi untuk menulis buku “Return to the River Kwai” pada 1969. Di sela itu, Coast sempat berkolaborasi dengan seniman musik dan tari dari berbagai latar budaya, hingga menggelar pertunjukan konser pasca-perang.

Setelah merasa aman, pada 1950 Coast meninggalkan Bangkok menuju Jakarta karena terdorong untuk mengabdi kepada perjuangan Indonesia. Dalam waktu singkat, ia mendapat kepercayaan dari Bung Karno untuk memegang jabatan sebagai atase penerangan Indonesia. Selama di Indonesia, Coast menikah dengan Supianti, putri Bupati Pasuruan. Ketika menetap di Bali, ia tinggal di kawasan Kaliungu, Denpasar.

Cinta Coast pada seni budaya Bali mulai tumbuh saat tersentuh tradisi dan kehidupan masyarakat. Kesenian ternyata amat memikat hati dan obsesinya untuk mengorganisir sebuah misi kesenian ke Eropa. Selama petualangannya mengamati beberapa sekeha gong di Bali, Coast tertarik dengan penampilan sekaha gong Peliatan. Pada 1952, Coast menilai bahwa Gong Peliatan dengan permainan kendang AA Gde Mandera yang ekspresif cukup layak ditampilkan di panggung internasional. Dalam rencana lawatan ke Eropa itu, Coast ingin juga membawa sebuah tarian yang indah dan romantik, di samping beberapa tarian yang sudah sering dilihatnya.

Atas saran Mandera, Coast lalu menghubungi penari terkenal sekaligus guru tari I Ketut Marya yang kemudian akrab dipanggil I Mario. Mario yang kala itu sudah menciptakan tari Kebyar Duduk yang kemudian menjadi tari Kebyar Terompong, bersedia bergabung dengan Gong Peliatan. Coast “merangsang” Mario untuk berkreasi lagi dengan memperlihatkan buku tari klasik ballet yang di dalamnya terdapat foto-foto duet “Sleeping Beauty” yaitu tentang kisah percintaan putri Aurora dengan kekasihnya Pangeran Charming. Maka terinspirasilah Mario menciptakan tari Oleg. Inilah yang diinginkan Coast.

Untuk membawakan tari Oleg, I Mario memilih I Gusti Ayu Raka Rasmi yang memiliki basic tari yang bagus. Dalam menata iringannya, Mario mengajak I Wayan Sukra, ahli tabuh asal Marga, Tabanan. Di samping itu, dilibatkan pula tiga pakar tabuh Gong Peliatan dalam menggarap gending Oleg itu yakni Gusti Kompyang, AA Gde Mandera, dan I Wayan Lebah.

Tari Oleg itu semula bernama Legong Prembon, namun Coast kurang berkenan dengan nama tersebut karena kata itu sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. I Mario lantas menggantinya menjadi tari Oleg Tamulilingan Mangisep Sari dan atas kesepakatan bersama akhirnya disebut Oleg Tamulilingan atau “The Bumble Bee Dance”. Tarian ini menggambarkan dua ekor kumbang, jantan dan betina, sedang bersenang-senang di taman bunga sambil mengisap madu. Sebagai kumbang jantan pasangan Raka Rasmi, dipilihlah I Sampih yang jauh lebih tua, berasal dari Bongkasa, Badung.

Kata oleg dalam kamus bahasa Bali berarti “goyang”. Dalam tarian yang melambangkan kumbang betina itu, memang terdapat gerakan bergoyang lemah gemulai seolah-olah pohon tertiup angin. Gerakan lemah gemulai tari Oleg ini nampak pada bagian pengadeng — saat penari memegang oncer yang bergantian dengan kedua tangan ditekuk silang di depan dada, sambil bergoyang ke kanan dan ke kiri. Maka dinilai, pemeran yang cocok membawakannya adalah yang berperawakan langsing semampai sebagai pemberi kesan ngoleg.

Begitulah. Tarian ini lantas awalnya lebih dikenal di mancanegara daripada di Bali, karena begitu tercipta lalu dipakai ajang promosi Bali di luar. Sebelum berangkat ke Eropa, misi kesenian pemerintah RI itu terlebih dahulu pentas di Istana Merdeka untuk pamitan kepada Presiden Soekarno karena akan melawat sekitar 10 bulan mengunjungi Prancis, Jerman, Belgia, Italia, Inggris dan beberapa kota besar di Amerika Serikat. Mario tidak turut dalam rombongan itu. Namun beberapa tahun kemudian, bersama Gong Pangkung Tabanan, ia “menghipnotis” masyarakat Eropa, Kanada dan Amerika Serikat dengan berbagai improvisasi gerak tari indah dalam tari Kebyar Duduk dan tari Terompong pada acara “Coast to Coast Tour” pada 1957 dan 1962.

B. Perkembangan Tari

Perkembangan tari Oleg Tamulilingan pada masa kekinian memang kian pesat. Banyak muncul sepasang demi sepasang penari remaja yang sudah dikatakan mahir untuk menarikan tarian ini. Dalam upaya pelestariannya dinas kebudayaan dan pariwisata secara khusus sempat menggelar lomba tari oleg tamulilingan yang para pesertanya di ikuti oleh para remaja putra dan putri yang berasal dari berbagai kota se-Bali.

Tingginya minat mereka mengikuti lomba tarian ini bukanlah tanpa alasan. Mereka (para remaja putra dan putri) memahami betul dalam setiap gerakannya memiliki karakter dan ciri khas tersendiri yang tidak di temukan dalam jenis tarian lainnya. Mereka merasa tertantang untuk bisa menjadi yang terbaik sebab sangatlah sulit untuk bisa menarikannya dengan sempurna.

Sementara gedung kesenian yang di gunakan sebagai tempat perlombaan tari Oleg Tamulilingan berjarak kurang lebih 1 km dari pusat pemerintahan kota Tabanan yang sampai dengan saat ini sebagian besar masyarakat mengenalnya dengan sebutan “Gedung Mario”.

Perubahan gerak yang ingin di lakukan terhadap sebuah hasil karya seni tari jangan sampai mengubah karakter dari tarian itu sendiri sehingga dalam setiap pementasannya orang akan lebih mudah mengenal kalau gerak yang di peragakan adalah bagian dari gerakan seni tari A atau seni tari B.

Penggunaan properti dan style busana yang di kenakan seperti halnya kipas, model kancut dan lain sebagainya harus tetap di jadikan sebagai satu kesatuan yang utuh sesuai dengan maksud dan tujuannya. Entah di sadari ataupun tidak beberapa perubahan yang di lakukan bukannya menjadikan tarian tersebut menjadi lebih baik tapi justru sebaliknya.

Memberikan pembinaan terhadap generasi muda pecinta seni tari tidak boleh di lakukan hanya berdasarkan hafalan gerak akan tetapi harus di barengi dengan pemahaman terhadap nilai filosofis dan estetika yang terkandung di dalamnya agar setiap gerak yang di peragakan oleh penari memiliki roh dan bisa menyatu dengan si penari itu sendiri. Seiring perkembangan jaman, seni tari oleg tamulilingan tampak semakin meredup sampai sampai gedung kesenian yang di jadikan ikon maestro pencipta seni tari asal Tabanan ini tidak terurus dengan baik.

Sungguh sangat memprihatinkan kalau hal ini di biarkan bukan tidak mungkin upaya pelestarian seni dan budaya Bali akan semakin sulit di lakukan. Sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah (Kabupaten/Kota) untuk melestarikannya sehingga di harapkan dari waktu ke waktu, dari generasi satu ke generasi lainnya perkembangan seni tari di Tabanan khususnya dan di Bali pada umumnya terus mengalami peningkatan baik secara kualitas maupun kuantititasnya.

C. Fungsi

Di Bali pada umumnya sangat mempercayai bahwa berbagai kegiatan kesenian banyak memiliki fungsi baik dari segi ritual maupun dari segi pertunjukan umum. Secara umum fungsi tari di Bali ada tiga (3) yakni :

  1. Tari Wali, yakni tarian yang memiliki peran penting dalam upacara keagamaan. Contoh tari wali adalah Tari Sanghyang, Tari Rejang, dsb.
  2. Tari Bebali, yakni tarian yang dipentaskan untuk kepentingan manusianya sendiri dalam kaitan dengan upacara adat tertentu, misalnya upacara potong gigi, tawaran anak, dsb. Contoh tari bebali adalah Wayang Wong, Gambuh, Topeng Sidakarya, dsb.
  3. Tari Balih-balihan, yakni tarian yang fungsinya untuk menghibur masyarakat umum, dapat dipentaskan walaupun tidak ada kaitan dengan upacara agama. Contoh tari balih-balihan adalah Sendratari, pementasan tari-tarian lepas, Prembon, Bondres, dsb.

Disini dapat disimpulkan bahwa tari Oleg Tamulilingan diklasifikasikan dalam tari Balih-balihan. Jika dipentaskan di pura (terutama di wantilan pura), tari ini hanya sebagai hiburan dan tidak terkait dengan upakara. Namun tari-tarian ini sering dipentaskan untuk hiburan bila ada acara-acara di hotel, instansi pemerintah atau swasta, acara tahunan sekolah, dan lain sebagainya.

Dalam perkembangannya, tari Oleg Tamulilingan dapat difungsikan sebagai ajang perlombaan yang pernah diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di Tabanan guna memancing minat para generasi muda untuk mempelajari tarian ini dan menghargai salah satu karya besar I Mario. Sehingga selain sebagai sarana hiburan, tari Oleg Tamulilingan juga berfungsi sebagai ajang perlombaan.

C. Ragam Gerak

Tarian ini memiliki ragam gerak yang sangat atraktif dan dinamis. Adapun ragam gerak tari Oleg Tamulilingan adalah sebagai berikut

  • Mungkah Lawang
  • Agem Kanan
  • Ngutek
  • Metimpuh
  • Ulap-ulap
  • Angsel Kado
  • Mearas-arasan
  • Ngegol dan Nyeregseg
  • Nyakup Bawa

D. Tata Busana

Tarian tidak akan luput dari segi tata busana karena faktor tersebut adalah faktor pendukung yang sangat berperan penting dalam maksimalnya pertunjukan tari tersebut. Adapun tata busana dari tari Oleg Tamulilingan adalah sebagai berikut :

a. Penari Putri

  • Gelungan
  • Subeng
  • Badong
  • Gelang Kana
  • Tutup Dada
  • Sabuk Prada
  • Ampok-ampok
  • Oncer
  • Kamen

 

 

b. Penari Putra

  • Udeng
  • Bunga Kuping
  • Badong
  • Gelang Kana
  • Tutup Dada
  • Sabuk Prada
  • Ampok-ampok
  • Kamen

E. Musik Iringan

Iringan juga berperan penting dalam pertunjukan tari. Adapun ensamble yang digunakan untuk mengiringi tari Oleg Tamulilingan adalah ensamble Gong Kebyar yang terdiri dari instrumen-instrumen sebagai berikut :

  • Sepasang Kendang (Lanang Wadon)
  • 1 pangkon Cengceng ricik
  • 2 tungguh Gangsa Giying/Ugal
  • 4 tungguh Gangsa Pemade
  • 4 tungguh Gangsa Kantil
  • 2 tungguh Penyahcah
  • 2 tungguh Calung/Jublag
  • 2 tungguh Jegog
  • 1 tungguh Reong
  • 1 tungguh Kajar
  • Sepasang Gong (Gong Lanang dan Gong Wadon)
  • 1 buah Kempur
  • 1 buah Klemong
  • Beberapa buah Suling (variasi ukuran yang kecil dan yang besar)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tari Oleg Tamulilingan diciptakan oleh seniman besar I Ketut Mario. Tarian ini sangat mempunyai karakteristik yang indah dan mempunyai dinamika. Oleg dapat diartikan sebagai gerak indah lemah gemulai dan Tamulilingan berarti kumbang pengisap madu bunga. Tari Oleg Tamulilingan ini menggambarkan sepasang kumbang jantan dan betina yang bermain-main sembari bermesra-mesraan sambal menghisap sebuah bunga di taman. Inilah yang menjadikan tarian ini sangat indah karena memiliki makna yang apik dan tema yang menarik hati yakni tema percintaan.

B. Saran

Kita sebagai generasi muda harus melestarikan dan menjaga hasil karya besar seniman tersohor I Mario ini agar tidak terjadi pengklaiman yang pernah menimpa Tari Pendet sebelumnya. Dan bagi para pelaku seni di karawitan maupun di tari setidaknya harus bias mengiringi (untuk karawitan) dan menarikan (untuk tari) tari Oleg Tamulilingan ini dalam kegiatan melestarikan kebudayaan kesenian ini agar Pulau Bali tetap memiliki keanekaragaman kebudayaan, kesenian dan kolaborasi kesenian dan kebudayaan dunia yang beragam dan utuh.

 

DAFTAR PUSTAKA

http://www.academia.edu/9067336/TARI_OLEG_TAMULILINGAN_DI_PELIATAN_BALI

https://oktaudiana.wordpress.com/2014/11/09/oleg-tambulilingan/

http://blog.isi-dps.ac.id/blog/perkembangan-tari-oleg-tamulilingan/

http://1st-budayaindonesia.blogspot.co.id/2014/09/tari-oleg-tamulilingan.html

Gong Gede Saih Pitu

Maret 6th, 2018

A. Definisi Kemunculan Gamelan

Gamelan Gong Gede Saih Pitu merupakan salah satu barungan gamelan Bali yang dianggap sebagai barungan gamelan baru. Barungan gamelan Gong Gede Saih Pitu ini merupakan pengembangan barungan gamelan Gong Gede yang awalnya hanya menggunakan sistem laras pelog saih lima (5 nada pelog). Namun perbedaannya pada Gong Gede Saih Pitu ini telah menggunakan sistem laras pelog saih pitu (7 nada pelog). Sehingga penggunaan laras dalam tabuh-tabuh Gong Gede Saih Pitu ini lebih leluasa.

Kemunculan Gong Gede Saih Pitu ini disebut-sebut dimulai pada tahun 1995  yang diawali dengan permintaaan Pemerintah Daerah Kabupaten Badung yang ingin membuat suatu fragmen tari dengan menggunakan iringan barungan gamelan Gong Gede, namun gending-gending (melodi) yang ingin digunakan agar dapat memperkaya permainan patet-patet laras pelog saih pitu pada gamelan tersebut. Darisanalah muncul ide dari alm. I Wayan Beratha untuk merancang suatu barungan gamelan baru agar dapat memenuhi permintaan Pemda Kabupaten Badung. Beliau memadukan laras pada Gong Gede yang awalnya hanya menggunakan pelog saih lima menjadi Gong Gede dengan laras pelog saih pitu (7 nada pelog). Sehingga muncul sebuah barungan gamelan baru yang dinamakan Gong Gede Saih Pitu.

Namun Gong Gede Saih Pitu milik Pemda Kabupaten Badung ini tidak berusia panjang. Pada tahun 1998 barungan gamelan ini ikut terbakar dengan gedung-gedung Pemda Badung karena kerusuhan atas kekalahan Megawati Soekarnoputri pada Abdurrachman Wahid (Gus Dur) pasca Pemilihan Umum Presiden Indonesia pada tahun tersebut. Untuk mempertahankan keadaan gamelan Gong Gede Saih Pitu ini, ISI Denpasar kembali memunculkan gamelan Gong Gede Saih Pitu ini pada tahun 2005. Gamelan ini semula digunakan sebagai pengiring Sendratari kolosal kini sudah berkembang di masyarakat untuk mengiringi upacara keagamaan di Bali.

B. Sistem Laras

Sesuai dengan namanya yakni Gong Gede Saih Pitu, sistem laras yang digunakan pada barungan gamelan ini yakni menggunakan laras pelog saih 7 (pelog 7 nada) yakni terdiri dari nada nding, ndong, ndeng, ndeung, ndung, ndang dan ndaing. Dan pada setiap instrumen yang berbilah hanya menggunakan 1 oktaf nada, sedangkan pada instrumen yang berpencon menggunakan 2 oktaf nada.

C. Periodisasi / Golongan Gamelan

Gamelan Gong Gede Saih Pitu ini sudah ada sejak tahun 1995 dan pada akhirnya musnah karena terbakar pada tahun 1998. Kemudian ISI Denpasar ingin “memunculkan” kembali keberadaan gamelan tersebut dan gamelan tersebut sudah ada kembali pada tahun 2005. Dilihat dari segi periodisasi kemunculannya, gamelan Gong Gede Saih Pitu ini dapat dikategorikan sebagai gamelan Golongan Baru.

D. Jenis dan Nama-Nama Instrumen

Dilihat dari barungannya, Gong Gede Saih Pitu ini memiliki instrumen sejumlah 28 instrumen diantaranya :

  1. 2 buah Kendang (lanang dan wadon)
  2. 1 buah Cengceng Ricik (Kecek)
  3. 1 tungguh Terompong
  4. 1 tungguh Reong
  5. 4 tungguh Pengangkep Alit
  6. 4 tungguh Pengangkep Ageng
  7. 4 tungguh Panunggal
  8. 1 tungguh Kajar
  9. 1 tungguh Kempli
  10. 2 tungguh Penyahcah
  11. 2 tungguh Jublag
  12. 2 tungguh Jegog
  13. 2 buah Gong (lanang dan wadon)
  14. 1 buah Kempur
  15. 1 buah Bebende

Dilihat dari jenisnya, gamelan Gong Gede Saih Pitu ini terdapat 2 jenis gamelan yakni gamelan yang berbilah (terdapat pada instrumen Pengangkep Alit, Pengangkep Ageng, Panunggal, Penyahcah, Jublag dan Jegogan) dan gamelan yang berpencon (ada 2 jenis gamelan berpencon yakni : gamelan berpencon tinggi yang terdapat pada Trompong dan Reong ; dan gamelan berpencon rendah yang terdapat pada instrument Kajar, Kempli, Gong, Kempur dan Bebende). Sebagian besar instrumen pada gamelan ini adalah instrumen Idiophone (dipukul), kecuali pada instrumen Kendang yang merupakan instrumen Membranophone (sumber suara yang muncul dari kulit yang dikencangkan).

E. Tata Letak Instrumen

Sesuai dengan tata letak pada gambar disamping, gamelan Gong Gede Saih Pitu ini memiliki tata letak yakni dari depan diawali dengan instrumen Kendang dan Cengceng Ricik, dilanjutkan dengan instrumen Trompong, lalu dibelakangnya dideretkan instrumen Pengangkep Alit yang berjumlah 4 tungguh, selanjutnya dideretkan instrumen Pengangkep Ageng yang berjumlah 4 tungguh dengan diselati instrumen Kajar ditengah-tengahnya, kemudian dideretkan instrumen Panunggal yang berjumlah 4 tungguh, lalu diletakkan instrumen Reong, kemudian diikuti oleh instrumen Gong, Kempur, Kempli, Bebende dengan diletakkannya instrumen Penyahcah, Jublag dan Jegog di kiri dan kanan secara berurutan.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Bandem, I Made. 2013. Gamelan Bali Di Atas Panggung Sejarah. Denpasar : STIKOM BALI

Halo dunia!

Februari 28th, 2018

Selamat Datang di Blog Institut Seni Indonesia Denpasar. Ini adalah post pertama anda. Edit atau hapus, kemudian mulailah blogging!