Archive for Oktober, 2012

SEJARAH GAMELAN SALUKAT

Senin, Oktober 8th, 2012

YouTube Preview Image

Saya berlatar belakang untuk meneliti sejarah gamelan  salukat ini karena di dalam gamelan ini sangat banyak terdapat inovasi baru dan merupakan satu-satunya barungan gamelan  yang  hanya terdapat di Bali, tepatnya di desa pengosekan, Ubud . Gamelan ini diciptakan oleh seorang komponis muda Bali yang namanya sudah menjulang secara internasional, yaitu Dewa Ketut Alit.

Dari persespektif musik, Bali sangat beruntung memiliki musik tradisi gamelan yang sangat kaya dan berbobot tinggi. Kekayaan ini hendaknya dipelihara dengan baik, dijadikan ‘fondasi’ untuk menopang pergerakan-pergerakan musik tradisi itu sendiri kemasa depan yang lebih baik. Ia merupakan penyanggah budaya yang melahirkan karakteristik Bali sebagai daerah yang unik.Warisan tradisi ini tidak muncul begitu saja. Ia lahir dari proses panjang generasi ke generasi dan merupakan pengendapan akibat adanya pertemuan yang cocok antara musik itu sendiri dengan masyarakat pendukungnya. Ada hubungan akar yang sangat kuat melatarbelakangi hingga ia tumbuh menjadi musik yang sangat kuat pula. Seiring dengan perjalanan waktu, dari zaman setelah kemerdekaan sampai memasuki periode reformasi seperti saat ini, dengan melihat fenomena yang ada disadari atau tidak, bahwa sikap diskriminasai terhadap musik gamelan masih terjadi. Gamelan hanya dianggap sebagai media musik yang terbatas. Ia selalu dikaitkan dengan kehidupan tradisi. Itupun dilakukan oleh orang-orang kita sendiri. Gamelan kini sudah mendunia. Ia tidak lagi dibatasi hanya sebagai produk tradisional belaka. Eksistensinya sebagai ciri khas ke-Indonesiaan telah mengantarkan bangsa ini ketempat yang lebih bermatabat di dunia internasional. Ia tidak hanya sebatas mampu menembus sekat-sekat budaya timur dan barat, akan tetapi dengan lebih elegan telah tumbuh menjadi kekuatan baru yang sudah semestinya disadari dengan memberikan perhatian yang lebih serius dan berkesinambungan. Kehadiran karya-karya baru yang tetap memperjuangkan prinsip-prinsip kemandirian dan bersifat original adalah sangat diperlukan sebagai penyeimbang dari perspektif yang berbeda sehingga muncul lebih banyak pilihan yang merupakan sumbu yang sangat relevan untuk merangsang serta mendewasakan aspresiasi masyarakat sebagai penikmat, pelaku dan penilai seni. Musik gamelan Bali akan secara elegan hidup berdampingan di atas kesetaraan dan bergelora sebagai musik yang mandiri di tengah-tengah musik global yang tiada batas. Ini merupakan salah satu faktor penyebab dibuatnya barungan “Gamelan Salukat”, sekaligus dengan penciptaan komposisi-komposisi karya musik baru dengan menggunakan barungan tersebut sebagai media ungkap.

“Salukat”, dalam arti kata “Salu” artinya rumah dan “Kat” artinya melebur atau  menyucikan kembali. Artinya dalam konteks ini, rumah merupakan tempat pergi dan kembalinya orang untuk melaksanakan segala kreativitas dalam konteks berkeluarga. Jika dijabarkan juga sesuai dengan arti kata yang lain, “Sa” = Selonding, “Lu”= Luang, “Kat”= menyucikan kembali. Sehingga selonding, gong luang, merupakan jenis gamelan yang disakralkan di Bali sesuai dengan konteksnya. Kata ini ditemukan oleh beliau pada saat beliau melukat di salah satu pura yang terdapat air mancur atau pancoran di sebuah desa di Bali, yang bernama desa Kramas. Pura atau pancoran ini dinamakan “PURA SLUKAT”, yang katanya barang siapa yang  melukat pada pacoran ini atau nunas tamba pada pura ini, bahwa diyakini  segala wabah penyakit akan sembuh dan itu sudah dibuktikan oleh beliau sendiri. Lalu setelah mengamati secara cermat “PURA SLUKAT” tersebut, beliau membuat sebuah komposisi musik gamelan di Jepang yang diberi nama “SLUKAT”. Oleh ketertarikan beliau dengan kata tersebut, akhirnya barungan gamelan beliau dinamakan “Salukat” bukan “Slukat”. Gamelan  Salukat dirancang dan dibuat pada tahun 2004. Kemudian gamelan ini selesai pada tahun 2006. Lalu mulai membuat group gamelan (sekeha)  yang juga bernama “Salukat” pada tahun 2007. Kemunculan gamelan ini disebabkan oleh senangnya beliau terhadap sifat yang eskprimental atas dasar pertimbangan dalam konteks gamelan Bali, banyak pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab dengan pasti. Selain itu juga, ide diciptakan barungan gamelan ini, beliau sangat suka berkomposisi dengan menggunakan gamelan 7 nada. Sebelum adanya barungan gamelan ini, gamelan yang menggunakan laras pelog 7 nada telah ada. Misalnya barungan gamelan semarandhana, semar pegulingan, selonding, gong luang dan lain sebagainya. Tetapi menurut beliau, jika berkomposisi menggunakan barungan tersebut, beliau merasa terbatas dan kurang puas. Oleh karena nada-nadanya hanya terdiri dari satu oktaf , kecuali patutan selisir yang terdapat dalam barungan gamelan semarandhana.

Barungan gamelan salukat  ini dimainkan oleh 30 orang penabuh. Itu juga tidah harus berjumlah segitu. Tergantung juga dalam kebutuhan berkomposisi. Kalau dilihat dari wujud fisiknya, barungan gamelan ini sangat minimalis tetapi berisi. Maksud dari berisi ini, barungan ini mempunyai banyak makna dan maksud tertentu yang mempunyai alasan  yang edukatif. Bentuk tungguhan pada barungan gamelan ini tidaklah sama seperti halnya bentuk tungguhan yang sudah lumrah pada gamelan Bali. Bentuk tungguhan gamelan ini simple dan praktis untuk di bawa kemana-mana. Tetapi meskipun bentuk tungguhan barungan ini kecil, tidak ada sedikitpun berpengaruh terhadap suara gamelan. Yang anehnya juga tuning pada gamelan ini khusus untuk pemade, ngumbang isepnya dibagi menjadi empat dimensi, yang di bali biasanya hanya 2 dimensi. Tujuannya adalah pada barungan gamelan ini lebih banyak mengacu pada sistem bunyi. Disamping itu juga dalam barungan gamelan ini, menggunakan 5 gong dan 2 kempur. Maksudnya dalam  logika matematika, 5 + 2 = 7. Ini menunjukan bahwa gamelan ini berlaras 7 nada, tetapi gong atau kempurnya tidak dituning secara pasti sesuai dengan nada gamelan. Hanyalah dicari dimensinya saja, agar menimbulkan getaran atau suara yang diinginkan.

Adapun instrument yang terdapat pada barungan “Gamelan Salukat” yaitu terdiri dari :

  • 4 tungguh pemade yang daunnya berjumlah masing-masing 14 bilah
  • 4 tungguh kantilan yang jumlah daunnya masing-masing  berjumlah 14 bilah
  • 2 tungguh calung yang jumlah daunnya masing-masing berjumlah 11 bilah
  • 2 tungguh jegog yang jumlah daunnya masing-masing berjumlah 11 bilah
  • 1 tungguh ugal yang jumlah daunnya 14 bilah
  • 1 tungguh reong yang jumlah penconnya 17.
  • 1 buah kajar
  • 1 buah kempli
  • 1 buah cengceng ricik
  • 1 tungguh gambang
  • 5 gong dan 2 kempur
  • Beberapa buah kendang yang terdiri dari kendang gegupekan, palegongan, jedugan dan lain sebagainya (tergantung kebutuhan komposisi
  • 8 buah suling
  • 1 buah rebab

Ini merupakan gamelan yang mempunyai sifat evolusioner dan radikal. Dalam barungan gamelan ini, bisa dimainkan berbagai jenis lagu (gending) dari jenis repertoar musik yang ada di Bali. Misalnya gending-gending yang ada dalam barungan gamelan selonding, gong luang, angklung, gong gede, semar pegulingan, bebarongan, semarandhana dan lain sebagainya bisa dimainkan di dalam barungan Gamelan Salukat ini. Gamelan ini sungguh enerjik, baik dilihat dari konteks komposisi dan instrumentasinya.

Berikut karya-karya komposisi yang lahir dari Gamelan Salukat ini antara lain :

v  Salju

v  Aes

v  Murwe Daksina (Persimpangan Jalan)

v  Salugambuh

v  Pangenter Alit

v  Semesta

v  Ginetik

Demikianlah sejarah Gamelan Salukat yang saya peroleh dari hasil diskusi dan wawancara langsung pada  hari selasa malam, tanggal 2 oktrober 2012, dengan narasumber sekaligus pencipta dan pendiri Gamelan Salukat ini yang bernama Dewa Ketut Alit. Apabila dalam hal ini ada yang tidak berkenan, saya memohon maaf sebesar-besarnya. Sekian dan termima kasih.

 

 DAFTAR PUSTAKA

Djelantik, A.A. Made. 2004. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung : Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Bandem, Dr. I Made. 1986. “Prakempa : Sebuah Lontar Gamelan Bali”. Akademi Seni Tari Indonesia Denpasar.

Dibia, SST. I Wayan, 1978. Pengantar Karawitan Bali. Proyek Peningkatan/Pengembangan ASTI Denpasar 1977/1978.

Biografi Seniman Dewa Ketut Alit

Senin, Oktober 8th, 2012

Dewa Alit lahir pada tanggal 17 Mei 1973 dari keluarga seniman di desa Pengosekan, Bali. Bagi saya, beliau adalah seorang komponis yang mempunyai pikiran yang sangat radikal. Beliau juga merupakan salah satu komponnis yang bisa membuka pikiran saya. Bahkan bukan juga untuk saya. Bagi saya beliau juga seorang pahlawan yang membuka pola pikir musik gamelan Bali di mata dunia. Ada banyak pelajaran yang bisa saya dapat dari beliau.

Dewa Ketut Alit direndam dalam gamelan Bali dari anak usia dini. Ayahnya Dewa Nyoman Sura dan saudara tertuanya Dewa Putu Berata adalah guru yang paling berpengaruh dalam hidupnya. Beliau merupakan spesialisasi pemain ugal (Concertmaster) yang pertama kali tampil pada usia 11 tahun dengan kelompok gamelannya yang bernama Sekha Gong Tunas Mekar Pengosekan. Pada tahun 1988-1995 beliau menjabat sebagai salah satu anggota pendiri Gamelan Semara Ratih yang diakui dunia internasional dari desa Ubud. Adapun tur yang dilakukan adalah tur Jepang pada tahun 1993 dan Denmark pada tahun 1994.

Pada tahun 1997, setahun sebelum lulus dari Academy of Performing Arts di Indonesia Denpasar (STSI Denpasar), Dewa Alit dan saudara-saudaranya mendirikan Sanggar Seni Çudamani. Dari keahlian dan inovasi artistik kelompok menyebabkan mereka menjulang tinggi secara Internasional dan melakukan beberapa tur, yaitu diantaranya (AS 2002, Yunani 2003 dan Jepang 2005). Komposisi-komposisi pada saat itu yang ditampilkan adalah karya-karya komposisi Dewa Alit. Beliau juga merupakan sutradara dari kelompok gamelan anak-anak Çudamani. Beliau memimpin mereka ke tempat pertama dalam Festival Gong Kebyar Anak-Anak di Bali pada bulan Mei tahun 2000, serta mengantarkan ke tempat pertama dalam Festival Musik Tradisional Nasional untuk Anak-Anak di Jakarta pada bulan September tahun yang sama.

Dewa Alit umumnya diakui sebagai komposer terkemuka di Bali. Karyanya “Geregel” (2000) adalah karya yang sangat berpengaruh untuk musik gamelan, baik di Bali dan luar negeri, serta karya tersebut merupakan subyek dari analisis 50 halaman dalam “Perspektif tentang New Music”.Disamping itu juga beliau membuat karya yang berjudul “Semara Wisaya” yang dilakukan di New York Carnegie pada tahun 2004 dan komposisi yang lain pula berjudul “Pelog Slendro” muncul di Bang pada Marathon pada bulan Juni 2006.

Beliau sering diundang untuk mengajar dan menulis tentang gamelan di luar Bali, yang meliputi Gamelan Gita Asmara di University of British Colombia, Kanada, Gamelan Galak Tika di Massachusetts Institute of Technology, Helena College di Perth, Australia dan Gamelan SingaMurti di Singapura.

Sebagai kolaborator, Dewa Alit telah bekerja dengan musisi dan penari dari seluruh dunia, yaitu sebagai komposer, musik direktur dan pemain. Karya ini menggunakan instrument Bali dan instrumnent barat, dikolaborasikan juga dengan tarian opera dengan perusahaan tarian Tiongkok di Bali Arts Festival pada tahun 2001, produksi teater kontemporer “Buddha 12” disutradarai oleh Alicia Arata Kitamura (Teater Annees Folles) di Tokyo pada tahun 2007 dan kolaborasi dengan seorang penari Butoh Jepang Ko Murobushi di Asia Tri Festival Jogya, Jogyakarta, pada tahun 2008. Dewa Alit telah menjabat sebagai gamelan master untuk Evan Ziporyn opera baru “A House in Bali,” yang melakukan premier di Bali dan di pertunjukan di Cal, USA, pada tahun 2009, serta Boston dan New York pada bulan Oktober 2010. Kekasih avid jazz, ia juga berpartisipasi dalam sesi selai dengan musisi di Denpasar, Tokyo, Boston, dan Vancouver.

Kemauan untuk mencari jalan yang lebih luas untuk mengekspresikan pendekatan untuk musik baru di gamalen, Dewa Alit mendirikan kelompok sendiri gamelan pada tahun 2007, yaitu di beri nama Gamelan Salukat. Gamelan ini merupakan satu set barungan baru yang di tuning dan di desain oleh Dewa Alit sendiri.

Demikianlah biografi tentang Dewa Ketut Alit yang merupakan seorang komponis muda terkemuka di dunia untuk musik gamelan. Apabila ada kesalahan atau hal yang tidak berkenan, saya meminta maaf sebesar – besarnya. Sekian dan terima kasih.