SISTEM TEKNOLGI DALAM PEMENTASAN WAYANG KULIT

SISTEM TEKNOLGI
DALAM PEMENTASAN WAYANG KULIT

OLEH:
I Wayan Soma Bhaskara
Nim: 201202001
Program Studi Seni Karawitan

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR
2012

BAB I
PENGANTAR

1.1 LATAR BELAKANG
Tulisan ini merupakan hasil sebuah studi tentang seni pertunjukan wayang kulit (purwa) dengan mengangkat topik Sistem Teknologi dalam pementasan wayang kulit. Permasalahan ini menjadi menarik berkenaan dengan memasukan unsur teknologi dalam suatu pementasan wayang kulit. Diciptakan dalam bentuk tradisional pertunjukan wayang kulit di fungsikan kedalam unsur tekstual dan kontekstual yang berhubungan dengan wawasan Mitologis ,Kosmologis,dan Arkhais, sehingga memunculkan simbol-simbol yang bermakna bagi penghayatan dan pemahaman konsep budaya masyarakat. namun pada saat zaman teknologi yang semakin berkembang dan seiiring dengan arus Globalisasi pertunjukan wayang kulit kini juga mampu berkembang sesuai perkembangan zaman itu sendiri. dalam pertunjukan wayang kulit kini para seniman mampu berdaptasi dengan mengikut sertakan unsur teknologi kedalam pertunjukannya.
Sebelum memasuki konsep sistem teknologi dalam seni pertunjukan wayang kulit,  setidaknya dapat memahami pendeskripsian wayang itu sendiri. Wayang adalah seni pertunjukkan asli Indonesia yang berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali.  Selain itu beberapa daerah seperti Sumatera dan Semenanjung Malaya juga memiliki beberapa budaya wayang yang terpengaruh Indonesia, wayang kulit di jadikan sebagai sistem landasan pada masyarakat Indonesia,dimana hampir seluruh propinsi di Indonesia mengenal wayang. Wayang kulit adalah budaya yang essensial bagi masyarakat Indonesia dan telah menjadi bagian dari warisan sejarah budaya bangsa. Dapat dipahami bahwa wayang sebagai budaya yang demokratis adaptif dan telah mengalami perkembangan dan berintegrasi dengan budaya dan cita rasa local. Sehingga kemudian berkembang dengan sendirinya mulai dari bentuk, variasi, dan pagelaran wayang sedemikian rupa agar menarik dan mudah dipahami oleh masyarakat. Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa dengan masyarakatnya yang pluralistic mempunyai berbagai macam, bentuk, dan variasi dari kesenian budaya. Kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh peradaban budayanya. Kesenian Wayang adalah salah satu dari sekian banyak kesenian khas Indonesia. Di mata para pengamat budaya, kesenian wayang memiliki nilai lebih dibandingkan seni lainnya, karena kesenian wayang merupakan kesenian yang komprehensif yang dalam pertunjukannya memadukan unsur-unsur kesenian, diantaranya seni karawitan, seni rupa (tatah sungging), seni pentas (pedalangan), dan seni tari (wayang orang).
Disamping fungsinya sebagai hiburan, kesenian wayang juga memiliki fungsi estetika dan sarat dengan kandungan nilai yang bersifat sacral. Setiap alur cerita, falsafah dan perwatakan tokohnya, sampai bentuk wayang mengandung makna yang sangat dalam.kalau ditelusuri sejarah dan asal-usul kelahiran pertunjukan wayang yang kita warisi kini,maka tidak heranlah kita mengapa teater klasik ini di klasifikasikan sebagai seni pertunjukan yang mempunyai kedudukan yang sangat tinggi atau “utameng lungguh” (meminjam istilah yang di gunakan oleh I gusti ketut kaler”tokoh Budaya bali.kaler,1976:3) menurut sejarahnya semula wayang merupakan upacara keagamaan atau upacara yang berhubungan dengan kepercayaan untuk memuja “hyang” atau leluhur. Maka kalau di bandingkan dengan seni pertunjukan lain, seperti legong, arja, jogged, prembon, dan lain-lain,yang sampai kini masih hidup, seni pertunjukan wayang tampaknya mempunyai kedudukan khas.Wayang, di samping mempunyai sejarah yang cukup panjang,seperti telah di singgung juga lahir dari suatu situs keagamaan yang berwujud penyembahan dan penghormatan terhadap (Roh) leluhur yang telah menyatu dengan Tuhan Yang Maha Esa. Seni pertunjukan wayang di kategorikan sebagai teater total,karena beragam kesenian,seperti seni drama,seni sastra,seni musik,seni rupa,seni hias,seni vokal,terhimpun secara padu di dalamnya.
Berangkat dari tradisi yang mengikat dari seni pertunjukan wayang ini dimana sangat kental dengan kekhasan yang di miliki,salah satu hal yang signifikan yaitu penerangan dalam pementasan pertunjukan wayang yang menggunakan penerangan tradisional,sebut saja“Blencong yaitu lampu yang di gunakan untuk memainkan wayang dan di gantungkan di muka kelir. dulu blencong di buat dari tembaga,pakai cucuk (paruh) tempat masuknya uceng (sumbu).kata blencong berarti serong, sebab sumbu itu memang membengkok kebawah. Blencong dalam istilah pedalangan lebih menunjuk kepada suatu alat penerangan untuk pertunjukan wayang pada masa lampau yang menggunakan bahan bakar minyak kelapa. Lampu blencong ini berbentuk macam-macam ada yang berbentuk seperti burung Jatayu, ada yang berbentuk seperti celengan dengan sayap kiri dan kanan. Blencong ini terbuat dari kayu berukir ataupun perunggu, dengan lubang di tengah untuk menaruh minyak dan mempunyai sumbu yang menghadap ke arah kelir/ layar.Blencong merupakan alat penerangan yang berfungsi untuk menghidupkan bayangan wayang di kelir/layar. Wayang yang mempunyai cat dasar prada emas akan terlihat lebih hidup. Begitu pula bayangan yang dihasilkan jika dilihat dari belakang layar akan terlihat lebih artistik. Terpaan angin terhadap sumbu blencong akan membawa efek tersendiri pada wayang yang sedang ditampilkan oleh seorang dalang.Dalang perlu mengecek dan membenahi untuk menarik sumbu blencong agar tidak padam dan sinarnya sesuai dengan kebutuhan pergelaran. Satu alat lain yang namanya sumpit diperlukan untuk menjepit sumbu blencong yang biasanya terbuat dari kain atau kapas yang telah dibentuk seperti tali. Kehati-hatian seorang Dalang juga mutlak diperlukan dalam menggunakan sumpit ini, karena percikan api blencong mudah membakar kain yang dikenakan oleh Dalang.
Dalam perkembangan zaman .pengguanaan sistem teknologi seperti Laighting Lampu dalam pementasan Wayang kini cukup mengubah unsur tradisional yang ada dalam suatu pertunjukan wayang.semula pencahayaan pada pertunjukan wayang dapat menggunakan sistem pencahaayaan yang di sebut (blencong) pencahayaan tradisional,namun saat ini penggunaan lampu cukup dikatakan lebih praktis atau efisien karena penggunaan lampu dapat menimbulkan pencahayaan yang luas sehingga penerangan dalam pertunjukan wayang dapat jelas terlihat oleh para penikmat atau penonton pertunjukan wayang itu sendiri.malinowski,dalam teorinya functional theory of culture  (teori funsi kebudayaan) menyebutkan bahwa, fungsi unsur-unsur kebudayaan (kesenian) adalah segala aktivitas kebudayaan sebenarnya bermaksud memuasakan kebutuhan naluri akan keindahan (koentjaraningrat,1978:170-171) untuk mengamati nilai-nilai estetika dalam pertunjukan wayang dengan memasukan unsur teknologi. Orang hidup memiliki sikap budaya yang selalu berkembang, kebutuhan terhadap pencahayaanpun berkembang tidak hanya sekedar untuk kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari saja, melainkan berkembang sebagai alat penerangan dalam melaksanakan upacara ritual dan akhirnya digunakan sebagai sumber penerangan dalam pertunjukan wayang. Adapun tujuan dan fungsi tata lampu dalam pementasan wayang.
Menerangi,Lampu digunakan sekedar untuk memberi terang, melenyapkan gelap. Penerangan ini bersifat penerangan umum yang dapat menerangi seluruh bagian pentas klir wayang dengan rata (General Illumination/General Light). Seluruh pentas atau property yang ada dalam pementasan
wayang diterangi secara merata dengan lampu berwarna putih, merah, biru, hijau, kuning, atau violet. Misalnya: untuk adegan di hutan digunakan penerangan berwarna hijau dan untuk adegan di medan perang digunakan lampu berwarna merah.
Menyinari, Tata lampu bertujuan untuk  menyinari  daerah permainan atau suatu objek tertentu sehingga dapat menimbulkan efek dramatik. Penyinaran ini merupakan jenis penerangan yang bersifat khusus (Specicific Illumination/ Spot Light).
di pihak lain sangat dirasakan perubahanya saat memasukan unsur teknologi ke dalam seni daerah yang bermutu ini. Karena di dalamnya terkandung ke khasan yang bebeda dari unsur tradisional dan unsur yang terlepas dari ketradisionalan. Di samping itu dapat di lihat, bahwa masuknya sistem teknolgi ke dalam pementasan wayang juga dapat menunjukan perubahan signifikan ke dalam kulture  budaya tradisional dari pementasan wayang.
Di zaman modern ini dunia seni kembali harus menghadapi tantangan baru sebagai akibat dari terjadinya revolusi teknologi yang di hasilkan manusia-manusia pintar di abad ini. Teknologi adalah salah satu dari tujuh unsur universal kebudayaan,datangnya teknologi eletronik canggih tidak urung akan mempengaruhi gaya hidup dan perilaku manusia dalam melakukan berbagai bidang seni secara perlahan-lahan dan dengan penuh kesadaran meninggalkan cara-cara baru dengan menggunakan jasa teknologi modern.Sejak tiga dekade terakhir ini semakin banyak seniman seni pertunjukan. Yang mulai menggunakan teknologi dalam kiprah berkesenian mereka di masyarakat. Teknologi ini tidak saja digunakan oleh seniman-seniman pemula,tetapi juga oleh seniman-seniaman yang sudah berpengalaman,akibatnya, kini hampir tidak ada satu jenis kesenian tradisional yang tidak tersentuh oleh teknologi .salah satu fenomena menarik untuk dikaji adalah penggunaan teknologi seperti laighting lampu pada pementasan wayang. penggunaan lampu cukup dikatakan lebih praktis atau efisien karena penggunaan lampu dapat menimbulkan pencahayaan yang luas sehingga penerangan dalam pertunjukan wayang dapat jelas terlihat oleh para penikmat atau penonton pertunjukan wayang itu sendiri. Dalam perkembangan kebudayaan (baca: kesenian) dewasa ini, penggunaan teknologi dinilai sebagai sesuatu yang amat membantu dalam mengungkapkan nilai-nilai estetika. Dalam seni pengembangan atau seni modern, unsur teknologi kerap dijadikan wahana bereksperimen.

1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari seluruh uraian di atas dapat di ketahui bahwa penggunaan teknologi harus dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam seni pertunjukan. Pencahayaan seni pertunjukan berasal dari dua sumber yang berbeda yaitu,  berasal dari Tuhan atau alam dan berasal dari buatan manusia. Pencahayaan yang berasal dari alam  adalah sinar matahari, bulan, dan bintang.  Pencahayaan buatan manusia  misalnya api unggun, obor, lilin, petromaks, dan listrik. Namun  tidak seluruhnya dapat diproyeksikan dalam pentas/pertunjukan. Di masa lalu, pakem pentas wayang kulit memakai penerangan lampu minyak kelapa (blencong). Bayangan wayang menjadi hidup karena nyala lampu yang bergerak. Dalang yang piawai kemudian memainkan wayang maju mundur, sehingga muncul bayangan yang membesar dan mengecil. Itulah teknologi pada zamannya. Ketika teknologi sudah maju, ada listrik dengan berbagai warna lampu yang bisa ditampilkan di kelir, blencong menjadi masa lalu. Maka pertunjukan wayang tidak lagi punya daya pikat.
Pengembangan IPTEKS dengan menggunakan listrik sebagai bahan dasar utamanya dalam pertunjukan wayang merupakan trobosan yang sangat signifikan pengaruhnya. Dengan kemajuan  IPTEKS dan berkembangnya seni pertunjukan, maka kedua belah pihak saling membutuhkan, sehingga instrumen lighting di zaman sekarang ini telah canggih dan siap mendukung segala macam kebututuhan pertunjukan.Dosen ISI Denpasar Drs. Nyoman Sukaya, M.Erg. mengatakan penggunaan iptek dalam kebudayaan kuncinya meningkatkan kenyamanan, efisiensi, produktivitas dan lain-lain. Dalam seni rupa misalnya, kata Sukaya, iptek selalu diadopsi untuk menunjang hasil karya. ”Penggunaan iptek dalam berkesenian, sudah sejak lama dilakukan. Mulai dari yang sederhana hingga modern sekarang ini. Demikian pula iptek kerap digunakan dalam membuat barang-barang seni. Penerapan teknologi dalam berkesenian memang dalam rangka mendapatkan kemudahan, kenyamanan dan sebagainya,” kata Sukaya Dalam seni pertunjukan, tata cahaya berada dalam disiplin teknik produksi bersama dengan tata pentas, kriya panggung (stage craft) dan hal hal lain yang bersifat sebagai pendukung visual suatu pergelarlan.dalam perkembangan seni pertunjukan di Indonesia teknik produksi belum mendapat perhatian yang cukup bahkan dalam pendidikan kesenianpun tidakada jurusan yang membuka peminatan teknik produksi tersebut.Secara etemologis wayang memiliki pengaruh yang kuat pada masyarakat Indonesia, wayang di jadikan sebagai sistem landasan pada masyarakat Indonesia,dimana hampir seluruh propinsi di Indonesia mengenal wayang. Wayang adalah budaya yang essensial bagi masyarakat Indonesia dan telah menjadi bagian dari warisan sejarah budaya bangsa. Dapat dipahami bahwa wayang sebagai budaya yang demokratis adaptif dan telah mengalami perkembangan dan berintegrasi dengan budaya dan cita rasa local. Sehingga kemudian berkembang dengan sendirinya mulai dari bentuk, variasi, dan pagelaran wayang sedemikian rupa agar menarik dan mudah dipahami oleh masyarakat.
Untuk mewujudkan suatu pertunjukan wayang yang dapat di terima dengan baik oleh masyarakat ataupun pertunjukan wayang yang tidak menghilangkan ke khasan dari pertunjukan wayang itu sendiri,dimana aspek-aspek persoalannya dapat di rumuskan sebagai berikut:
•    Bagaimana peranan wayang kulit sebagai salah satu kesenian luhur dan agung yang berbudaya Indonesia di padukan ke dalam sistem atau unsur teknologi?
•    Bagaimana merancang agar penggunaan sistem teknologi seperti penggunaan lampu tidak melepas unsur ke tradisionalan dari pertunjukan wayang itu sendiri?
•    Apa saja nilai yang terkandung dalam pertunjukan seni wayang jika di padukan dengan sistem teknologi?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SEJARAH PERKEMBANGAN WAYANG
Hubungan filosofi kehidupan yang terkandung dalam seni pertunjukan wayang sebagai tontonan, tuntunan dan falsafah hidup Kesenian wayang dalam bentuknya yang asli timbul sebelum kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa. Pertunjukan kesenian wayang adalah merupakan sisa-sisa upacara keagamaan orang Jawa yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animisme dan dinamisme. Tentang asal-usul kesenian wayang hingga dewasa ini masih merupakan suatu masalah yang belum terpecahkan secara tuntas. Namun demikian banyak para ahli mulai mencoba menelusuri sejarah perkembangan wayang dan masalah ini ternyata sangat menarik sebagai sumber atau objek penelitian.Di kalangan masyarakat, wayang adalah bukan hal yang asing. Wayang merupakan salah satu warisan budaya bangsa yang telah mampu bertahan, dari waktu ke waktu, dengan mengalami perubahan dan perkembangan sampai berbentuk seperti sekarang ini.

2.2 FUNGSI DAN FILSAPAT PERANAN WAYANG
Daya tahan wayang yang luar biasa terhadap berbagai perubahan pemerintahan, politik, sosial budaya maupun kepercayaan membuktikan bahwa wayang mempunyai fungsi dan peranan penting dalam kehidupan sosial masyarakat.Saat ini, fungsi dan peranan wayang tidak lagi difokuskan pada upacara-upacara ritual dan keagamaan, tetapi telah bergeser ke acara hiburan yang mengutamakan inti cerita dengan berbagai macam pengetahuan, filsafat hidup, nilai-nilai budaya, berbagai unsur seni, serta unsur pendidikan yang semuanya berpadu dalam seni pedalangan.Filsafat pewayangan membuat masyarakat sebagai penontonnya merenungkan hakekat hidup, asal dan tujuan hidup, manunggaling kawula gusti, kedudukan manusia dalam alam semesta, serta sangkan paraning dumadi yang dilambangkan dengan tancep kayon oleh ki dalang pada akhir pagelaran (Wibisono dalam Mulyana: 2008). Keseluruhan pagelaran wayang, sejak dari pembukaan (talu) sampai berakhirnya pagelaran dengan tancep kayon, mempunyai kandungan filosofis yang tinggi.Tiap adegan dengan iringan gending sendiri-sendiri dan makin lama makin meningkat laras dan iramanya sehingga mencapai klimaks yang ditandai dengan tancep kayon, setelah semua masalah di dalam lakon terjawab dan berhasil diselesaikan. Kesemuanya itu menggambarkan kompleksitas kehidupan manusia di dunia ini dengan segala aspek dan dinamikanya, yang tidak lepas dari peran dan kedudukan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan maupun sebagai makhluk sosial.Dalam hal ini telah jelas, sebagai manusia yang berbudaya, bangsa Indonesia menganggap wayang sebagai bagian dari kehidupan yang bernilai tinggi dan luhur. Bagi kelangsungan eksistensi wayang ini, paling tidak, ada tiga hal yang perlu dicermati dalam kehidupan publik. Pertama, sikap dan pandangan hidup pragmatis telah dianut oleh sebagian besar masyarakat.Kedua, implikasi dari realitas ini tidak hanya diterapkan dalam perilaku ekonomi dan politik, tetapi juga dalam memilih bentuk kesenian dan kebudayaan. Ketiga, akibat selanjutnya adalah budaya massa dan budaya populer menjadi kiblat mayoritas publik.

2.3 KAJIAN MAKNA PEWAYANGAN
Seni pertunjukan wayang sendiri mempunyai nilai yang sangat penting bagi bangsa. Karena didalam setiap ceritanya terkandung nilai moral yang luhur. Cerita-cerita dalam wayang kulit, mengisahkan kehidupan manusia dari lahir sampai mati. Menceritakan tentang ajaran-ajaran budi pekerti yang luhur. Ajaran yang tidak bisa kita dapatkan ketika menonton pertunjukan lain yang hanya sekedar“hiburan”.Seni wayang kulit itu, sebenarnya berisi pesan moral yang sangat luar biasa. Karena tiap ceritanya pasti mempunyai pesan yang positif kepada penontonya. Selain itu, falsafah wayang, dalam implementasinya dalam kehidupan berperan penting dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab, dalam seni wayang terdapat kearifan lokal yang bermanfaat untuk membangun karakter dan jatidiri bangsa Indonesia melalui watak tokoh dalam wayang.Wayang kulit sebagai karya agung, bukan hanya isapan jempol semata, karena dunia pun sudah mengakui bahwa seni wayang kulit merupakan karya yang agung dan luhur. Terbukti dengan disematkannya penghargaan sebagai masterpiece (karya agung) dari UNESCO kepada seni wayang kulit.Tentu kita patut bangga dengan adanya penghargaan tersebut. Akan tetapi bukan hanya bangga tanpa diikuti dengan ikut melestarikannya. Kepedulian masyarakat dan pemerintah di negeri ini terhadap wayang kulit sangat diharapkan.Jangan sampai kesenian tradisional yang penuh pesan moral ini, diaku oleh bangsa lain, sebagai budaya milik mereka. Jika sudah seperti itu, masyarakat sendiri yang akan rugi telah kehilangan seni wayang kulit yang hanya ada di bangsa ini.Jangan sampai seni wayang kulit tetap hidup, namun seolah mati di negeri sendiri, ditelan kemajuan jaman dan pengaruh modernitas.

2.4 WAYANG DALAM PERKEMBANGAN ZAMAN
Seiring perkembangan zaman pengguanaan sistem teknologi seperti Laighting Lampu dalam pementasan Wayang kini cukup mengubah unsur tradisional yang ada dalam suatu pertunjukan wayang.saat ini penggunaan lampu cukup dikatakan lebih praktis atau efisien karena penggunaan lampu dapat menimbulkan pencahayaan yang luas sehingga penerangan dalam pertunjukan wayang dapat jelas terlihat oleh para penikmat atau penonton pertunjukan wayang itu sendiri. Dalam seni pertunjukan, tata cahaya berada dalam disiplin teknik produksi bersama dengan tata pentas, kriya panggung (stage craft) dan hal hal lain yang bersifat sebagai pendukung visual suatu pergelarlan.dalam perkembangan seni pertunjukan di Indonesia teknik produksi belum mendapat perhatian yang cukup bahkan dalam pendidikan kesenianpun tidakada jurusan yang membuka peminatan teknik produksi tersebut.Dengan semakin banyaknya festival-festival seni pertunjukan diberbagai kota maka kebutuhan untuk mengemas pertunjukan menjadi sesuatu yang menarik dan lain dari penyajian kelompok lain, maka kebutuhan pemahaman teknik produksi tumbuh. Namun seringkali tumbuh kembangnya seni pertunjukan tidak seiring dengan berkembangnya gedung pertunjukan. Akustik ruangan, penataan cahaya dan tata teknik pentasnya seringkali tak memenuhi persyaratan minimal untuk suatu pertunjukan.

2.5 FUNGSI TEKNOLOGI DALAM PEWAYANGAN
Dalam situasi seperti itulah para pekerja dibelakang panggung merekayasa agar pertunjukan menjadi sesuau yang berarti dan punya sumbangan dalam perkebangan seni pertunjukun.Studi-studi yang dilakukan oleh para pekerja belakang panggung pada umumnya dilakukan sendiri oleh para pelaku itu sendiri atau bersama-sama dengan kelompoknya atau kalau beruntung bisa mengikuti lokakarya-lokakarya yang diadakan oleh lembaga-lembaga kesenian yang punya pehatiandan keprihatinan terhadap perkembangan dunia seni pertunjukan.
Dalam teater sinar/lampu tidak sekedar berfungsi sebagai penerangan, tetapi juga memiliki fungsi tertentu khususnya pada pementasan wayang. Adapun fungsinya sebagai berikut.

1.    Menerangi lakon wayang sehingga jelas terlihat oleh penonton
2.    Memberikan efek alamiah dari waktu: jam, musim, cuaca,dan suasana
3.    Membantu melukis dekorasi dalam menambah nilai warna sehingga terdapat efek sinar dan bayangan
4.    Membantu permainan dalam melambangkan maksud dengan memperkuat kejiwaan
5.    Mengekspresikan mood dan atmosfer dari naskah, guna mengungkapkan gaya dan tema naskah.
6.    Memberikan variasi sehingga adegan tidak statis.

BAB III
PENUTUP

Seni pertunjukan Wayang di katagorikan sebagai seni pertunjukan total,Karena beragam kesenian,seperti seni drama,seni sastra,seni musik,seni rupa,seni hias,seni vocal,terhimpun secara padu di dalamnya.penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan imformasi yang jelas tentang kondisi dan situasi salah satu ragam seni,yaitu memadukan sistem teknologi dengan seni pertunjukan wayang,yang dapat dikatakan sebagai salah satu ragam budaya yang padu.adapun aspek-aspek yang di jadikan pusat kajian yang sekaligus menjadi tujuan pokok di adakannya penelitian ini ialah di temukannya pepaduan unsur teknologi dengan suatu pertunjukan seni khususnya wayang.hasil yang diperoleh dalam penelitian ini,langsung atau tidak,diharapkan ada mamfaatnya bagi para penikmat seni seperti kesenian pertunjukan wayang pada dasarnya.Seperti dimaklumi, bahwa hampir semua pakar seni (bali) Khususnya seniman pertunjukan pewayangan seperti I Wayan Nardayana,ataupun Ide Bagus Gede Sarga mengatakan bahwa penggunaan sistem teknologi sangat mendukung dalam suatu pementasan wayang kedepannya.pengetahuan dan ketrampilan yang semakin meningkat ini akan membias kepada mutu pertunjukan (yang semakin meningkat pula) dan hal ini akan dapat meningkatkan apresiasi masyarakat (penonton) akan seni pewayangan,yang sudah barang tentu sangat berguna di samping sebagai hiburan yang membawa kemajuan kedalam siklus teknologi.pertunjukan wayang yang di katagorikan sebagai seni pertunjukan klasik sekaligus seni pertunjukan total merupakan sebuah seni pertunjukan yang bermutu tinggi dan mempunyai kedudukan terhormat di jajaran seni pertunjukan yang lain.apalagi dengan masuknya sistem teknologi ke dalam pementasan wayang yang dapat menjadi inovasi baru dimana nantinya akan memperkaya seni budaya yang ada khususnya seni pertunjukan wayang. Di pihak lain sangat dirasakan perubahanya saat memasukan unsur teknologi ke dalam seni daerah yang bermutu ini. Karena di dalamnya terkandung ke khasan yang bebeda dari unsur tradisional dan unsur yang terlepas dari ketradisionalan. Di samping itu dapat di lihat, bahwa masuknya sistem teknolgi ke dalam pementasan wayang juga dapat menunjukan perubahan signifikan ke dalam kulture  budaya tradisional dari pementasan wayang.

IV. LAMPIRAN

Gambar: pementasan wayang menggunakan lampu blencong

Gambar: pementasan wayang menggunakan laighting lampu

DAFTAR PUSTAKA

Bandem, I Made “mengembangkan lingkungan social yang mendukung wayang”,dalam Murdra,jurnal seni budaya,No.2,Th.II,Penerbit UPT. Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasa,1994

Brandon, James R, Theatre in southeast Asia, Penerbit Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts, 1967

, Dharma Pewayangan Wayang Kulit Bali: Studi Eksploratif tentang Identitas dan fungsinya,laporan penelitian, Sekolah Tinggi Seni Indonesia, Denpasar, 1992.

Mankunagoro VII,K,G,P.A,A,Surakarta,On The Wayang Kulit (Parwa) and its symbolic and Mistical Elements,di terjemahkan oleh Clair Holt.Corneel,New York,1957.

Mulyono,Sri,Simbolisme dan  Mistiskisme dalam Wayang, Sebuah Tinjuan Filosofis penerbit,PT Gunung Agung, Jakarta, 1979

Nardayana, I Wayan, Ilmu Pedalangan/Pewayangan, Dokumentasi , Penggelaran seni pertunjukan Wayang Kulit,”laporan penelitian,STSI 1992

Rota, Ketut, Retorika sebagai Ragam Bahasa Panggung dalam Seni Pertunjukan Wayang Kulit Bali,Laporan Penelitian,Sekolah Tinggi Seni Indonesia, Denpasar,1990

Timoer,Soenarto,”Wayang ditinjau dari Kebudayaan,dalam Gatra, Majalah/Warta Wayang, No 231. diterbitkan oleh Sekertariat Nasional Pewayangan Indonesia ”SENEWANGI” Jakarta Barat,1990

Wicaksana, I Dewa ketut,” Wayang sebagai Refleksi Nilai Budaya dan Agama Hindu Bagi Masyarakat Bali,’’dalam Mudra, Jurnal Seni Budaya, No.4, STSI Denpasar, Maret 1996.

Wiryamartana, I. Kuntara, “Permenungan tentang Lakon Ruwat: Dhalang Karurungan” dalam dari Sudut-sudut Filsafat, Sebuah Bungan Rampai, Penerbit Yayasan Kanisius, 1977.