Sejarah Pura Taman Sari Agung Kerobokan

Pura Tamansari Agung yang terletak di Butyeh, Banjar Anyar Kaja, Desa Adat Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung erat kaitannya dengan Pura Peti Tenget. Ini diketahui dari Bhisama Ida Bhatara Kawitan Leluhur Penyungsung/Pengempon dan penyiwi Pura Tamansari Agung terdapat pada lontar yang ada di Pura Tamansari Agung.

Disebutkan sejarah Pura Tamansari Agung, merupakan parahyangan linggih Ida Bhatara sebagai tempat semua umat Hindu menghaturkan sembah bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi sane mapragayang Sang Hyang Siwa mapelemahan ring marcapada dados Sang Hyang Daniswara. Beliau dalam menjalankan sesana kawikuan atau Brahmana Siwa nyukla Brahmacari. Sang Hyang Daniswara merupakan dewane balian yang menjalankan tetambaan dan memberikan panglukatan segala leteh di jagat ini.

Ida Bhatara Dalem Samudralah yang disungsung di Pura Tamansari Agung ini. Kisah Ida Bhatara berasal dari Laut Kidul maperagayang wiku (Brahmana Siwa) yang nyukla Brahmacari. Ida Bhatara membawa tirta Sudamala dan ditempatkan di bulakan yang ada di gedong pangresikan pada utama mandala. Inilah yang digunakan untuk matetamban untuk setiap umat yang mengalami kesusahan. Ida Bhatara Dalem Luhur Tamansari Agung masemeton sareng Ida Bhatara Dalem Luhur Peti Tenget yang menguasai lautan, Ida Bhatara Dalem Luhur Mas Ceti Ulun Tunjung yang menguasai sawah dan tegalan (subak), Ida Bhatara Dalem Luhur Panepi Siring yang menguasai alas panepisiring sebagai tameng jagat Badung dari sisi barat.

Pura Tamansari Agung dibangun oleh leluhur pretisentana Ida Bhatara Kawitan Warga Pasek Kayu Selem yang saat itu terdiri dari empat keluarga dari Gua Song, Songan, wilayah Gunung Batur. Mereka diperintahkan Ida Bhatara Kawitan mencari tirta klebutan (sumber mata iar) Sudamala yang keluar dari ibu pertiwi (ksititala) yang ada di pasisi kelod Bali. Tempat yang terlihat hitam puun ketika Ida Bhatara Kawitannya melakukan yoga semadhi.

Dipastikanlah tempat itu tidak lain Pura Tamansari Agung seperti saat ini terletak di Butyeh, Desa Adat Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Keberadaan pura diperkirakan pada tahun saka 933 (1011 Masehi) sebelum Majapahit menguasai jagat Bali yaitu pada tahun Saka 1265 (1343 Masehi) sudah ditemukan pada Purana Pura Petitenget ketika Ida Dang Hyang Nirarta dari Jawa melaksanakan dharmayatra semadhi pada bulakan Sudamala Tamansari. Barulah kemudian melanjutkan perjalanan ke jagat Gelgel-Klungkung.

Sebagai pangempon pura, warga Pasek Kayu Selem di Butyeh. Sedangkan panyiwi pura merupakan presanak dan ke putu dari Ida Bhatara Tamansari Agung terdiri dari delapan pura, antara lain : Pura Pancoran Butyeh, Pura Hyang Warga Pasek Kayu Selem Batan Tanjung Gangsian, Pura Hyang Warga Pasek Gelgel Aan Butyeh, Pura Panti/Dadya Warga Pasek Kayu Selem Butyeh, Pura Hyang Warga Pasek Dukuh Sakti Banjar. Silayukti, Pura Hyang Warga Pasek Kayu Selem Banjar. Kancil, Pura Hyang Warga Bhujangga Waisnawa Butyeh, Pura Hyang Ratu Gede Warga Arya Batu Lempang Batan Jepun Gangsian Banjar. Anyar Kaja. Lan Penyade Pura Tamansari Agung yaitu presanak Ida Bhatara Dalem Peti Tenget yang diberikan wewenang untuk menjaga dan membantu Ida Bhatara Dalem Luhur Tamansari Agung, antara lain : Ida Bhatara Ratu Made Cakra Negara di Pura Hyang Bhujangga Waisnawa Batan Sabo, Ida Bhatara Ratu Made Kentel Bhumi di Pemrajan Agung Ampinan Banjar. Anyar, Ida Bhatara Ratu Made Kerthanegara di Pura Pan Jengki, Ida Bhatara Ratu Bagus Sinulus di Pura Batan Papasan, dan Presanak putu Ida Bhatara Dalem yang ada di 21 pura sajebag Desa Adat Kerobokan dan Denpasar.

Tirta Sudamala Sembuhkan Penyakit

Pertama memasuki areal pura, bisa disaksikan pemandangan pura yang selalu ramai. Tidak pernah kosong karena warga di sekitar mencari air klebutan yang ada di madya mandala pura. Jangan ragu untuk mengonsumsi air tersebut tanpa dimasak, penelitian menunjukkan kandungan air masih bagus meski dikonsumsi sebelum dimasak. Berjalan lebih jauh, memasuki utama mandala pura, yang pertama menjadi pusat perhatian adalah gedong pangresikan yang tidak tampak seperti biasanya. Inilah ciri khas Pura Tamansari Agung.  Apalagi setelah ditelusuri lebih jauh, tidak terlihat adanya padmasana pada areal utama mandala pura.

Driki memang unik, tidak terdapat padmasana. Namun terdapat gedong pangresikan yang fungsinya sama dengan padmasana, terdapat lingga yoni di dalamnya. Di Gedong pangresikan ini pula terdapat tirta Sudamala dan tidak sembarang orang yang bisa mengambilnya,” papar Wayan Suyasa keturunan pemangku Pura Tamansari Agung.

Di sinilah Tirta Sudalama dimohonkan untuk melebur dasa mala, mohon panglukatan, dan berkah kesembuhan. Sudah banyak orang yang tertolong dari penyakit yang dideritanya. Bagi yang memohon tirta sudamala hendaknya mencari pemangku pura, karena hanya pemangku pura yang boleh masuk ke gedong pangesikan. Dengan membawa daksina pejati sebagai pasaksi dari penangkilan.

“Untuk memohon tirta tersebut terdapat lima batok kelapa dari lima jenis kelapa sebagai tambangnya. Di antaranya kelapa surya, gading, bulan, gadang dan sudamala. Hanya salah satu yang digunakan mengambil tirta dari sumur, disesuaikan dengan kepentingan penangkilan,” ungkap Nyoman Wirajaya selaku penyarikan pura.

Misalnya untuk memohon panglukatan digunakan batok kelapa sudamala, untuk pengobatan disesuaikan dengan jenis penyakitnya digunakan batok kelapa surya, gading, bulan. Bahkan dari pengambilan tirta yang dilakukan bisa diprediksi apakah pasien tersebut berjodoh memperoleh kesembuhan atau sebaliknya tidak bisa tertolong. Jika sakitnya sudah parah, dan akan memperoleh kesembuhan, maka ciri yang terlihat ular rencang Ida Bhatara akan terlihat melilit pada tambang yang digunakan mengambil tirta sudamala. Tidak salah jika disebutkan di sini merupakan linggih Ida Bhatara Daniswara sebagai dewane balian.

Demikian juga pada saat orang tersebut ngalinggihan tirta sudamala pada rong telu di sanggah/merajannya akan terlihat tirta bercahaya. Itulah kemahakuasaan Tuhan, sebelum nunas tirta sudamala terlebih dahulu dipercikkan pada Hyang Guru sehingga nyambung antara leluhur dan pura.

Secara lengkapnya pada utama mandala terdapat beberapa bangunan palinggih antara lain : Pelinggih Pangresikan Agung (sumur/bulakan tirta Sudamala, cikal bakal berdirinya Pura Tamansari Agung). Pelinggih Ratu Ngurah Mangku Bhumi Sudamala dari Bhatara Kawitan. Palinggih Gedong Bhatara Kawitan. Palinggih Pregina Agung, Palinggih Ida Bhatara Ratu Made Lor Tirta, Palinggih Ida Ratu Bagus Manik Kembar. Palinggih Ida Bhatara Ratu Mayun Gede Kedewatan. Palinggih Para Rabi Mekabehan/Ratu Ayu. Palinggih Ida Bhatara Ratu Made Gede Manik Toyo. Meru Tumpang Lima Palinggih Ida Bhatara Dalem Samudra Luhuring Tamansari Agung dan Palinggih Sari Ida Bhatara Sakti.

Selain itu terdapat bangunan-bangunan pendukung lainnya seperti : bale gong, bale pengrawuhan/bale pengaruman, Bale Mundak Sari, Bale Piyasan/Bale Tajuk, Bale Banten/Gedong Taulan/Gedong Pretima, dan Gedong Simpen.

Butyeh, Pusat Klebutan Yeh

Munculnya ular di sekitar pura menjadi pemandangan yang biasa bagi warga. Yang tidak wajar, ular tersebut bisa terlihat berkepala dua, kemudian menghilang entah ke mana. Ini diyakini sebagai rencang Ida Bhatara. Selain ular, rencang Ida Bhatara Pura Tamansari Agung adalah macan, buaya.

Jika terjadi banjir, masyarakat sering melihat ada air klebutan di tehel (ubin) bangunan pura. Sangat tidak masuk akal, karena pada hari biasa ketika tidak ada banjir, tidak ada lubang air pada tehel tersebut. Begitupun ketika diraba, klebusan itu tidak ada. Inilah sesungguhnya kawasan titik yeh, Keyakinan ini berkembang sehingga muncullah ungkapan warga Kerobokan menamakan desa di sebelah selatan dan utara pura sebagai Delod Yeh dan Dajan Yeh. Titik yeh ini sebagai tempat sumber air disebut Butyeh.

Yang tak kalah menarik kebiasaan dari tahun 1975 sudah diselenggarakan upacara manusa yadnya secara masal di pura yang piodalan jatuh setiap Tumpek Klurut ini. Mulai dari upacara tiga bulanan, mesangih, nepeh, nyejeg digelar setiap lima tahun sekali. Yang terakhir dilakukan pada tahun 2005 lalu.

Setiap 12 tahun sekali diadakan penyucian lingga ioni yang ada di gedong pangresikan. Linggih Bhatara Siwa mapragayang Sang Hyang Daneswara. Biasanya dipilih Purnama Kapat atau Kadasa untuk menyelenggarakan penyucian yang berlangsung selama satu hari penuh.

Wirajaya mengungkapkan,  terdapat lima petapakan barong landung yang disungsung di pura ini antara lain Ratu Ngurah Gede, Jro Luh, Ratu Ngurah Sakti, Ratu Bagus Kusuma, dan Ratu Ayu Mas Sekar Tunjung.

Pada Palinggih Gedong Bhatara Kawitan bisa dilihat terdapat patung Buddha. Menurut Suyasa ini menandakan, bersatunya aliran Siwa-Bhuda saat itu. Bahkan pada kenyataannya memang pernah ada orang Buddha dari Jepang sekitar tahun 1980 datang memohon tirta amerta di sini. Menurut orang Jepang tersebut, ia mendapat petunjuk untuk memohon tirta yang tempatnya tidak terkena hujan ketika hujan dan tidak terkena sinar matahari. Di sinilah ia menemukan tirta seperti itu.

Berbagai keunikan bisa ditemukan pada pura ini, menurutnya telaga pada utama mandala dan pada madya mandala terhubung. Namun ketika telaga di dalam diubek, telaga di madya mandala tidak ikut keruh. Begitu juga saat dilakukan pembersihan pura, air telaga pada utama mandala kering namun air dari madya mandala tidak berpindah ke utama mandala.

Comments are closed.