Apr
19
2018
0

MENGANALISA TABUH PISAN, TABUH DUA, DAN TABUH TELU LEGONG KREASI

Tari legong. Bila ditinjau dari akar katanya, Legong berasal dari kata “ leg “ yang berarti luwes atau elastis dan kata “gong” yang berarti gamelan. Kedua akar kata tersebut bila digabungkan akan berarti gerakan yang sangat diikat ( terutama aksentuasinya ) oleh gamelan yang mengiringinya (Dibia, 1999:37). Tari-tari legong yang ada di Bali pada awalnya diiringi oleh gamelan yang disebut Gamelan Palegongan atau Gamelan Semara Petangian atau Gamelan Semara Pegulingan saih lima. Perangkat gamelan ini terdiri dari dua pasang gender rambat, gangsa jongkok, gangsa gantung, sebuah gong, kemong, kajar trenteng, klenang, sepasang kendang kerumpungan, suling, rebab, jublag, jegog, gentorang. Sebagai tambahan, terdapat seorang juru tandak untuk mempertegas karakter maupun sebagai narrator cerita melalui tembang. Namun, seiring populernya gamelan gong kebyar di Bali, akhirnya tari-tari palegongan ini pun bisa diiringi oleh gamelan Gong Kebyar, karena tingkat fleksibilitasnya.
Namun selain gong kebyar, tari – tari legong ini pun bisa juga diiringi oleh gamelan semara pegulingan saih pitu. Tetapi versi atau style setiap penggarap bisa berbeda – beda. Berbeda – beda tersebut terletak pada penuangan pola melodi nya. Bisa dituangkan ke instrument gender rambat, bisa juga dituangkan ke instrument terompong nya. Sesuai kebutuhan sang komposer tersebut.
Sesuai dengan laras yang dimiliki oleh gamelan samara pegulingan, pastinya ditentukan oleh yang namanya patet. Patet yaitu pembagian tugas pada nada – nada dalam suatu lagu. Walaupun tari legong lebih dominan menggunakan iringan gamelan palegongan dan gong kebyar, tetapi tari legong akan lebih terlihat lembut jika diiringi oleh gamelan samara pegulingan. Dikarenakan berbagai patet yang digunakan dalam barungan gamelan tersebut, membuat setiap cerita atau setiap karakter bisa lebih dihayati.
Melihat dari struktur komposisi nya, tari legong mempunyai struktur dasar sebagai berikut : pepeson, pengawak, pengecet, pekaad. Tetapi pada jaman sekarang, struktur tari legong tersebut tidak harus seperti yang dijelaskan tadi. Bisa juga ditambahkan dengan gineman, kawitan, batel, dan lain – lain sesuai dengan kebutuhan sang koreografer tari legong tersebut.
Istilah tabuh pisan, tabuh dua, atau tabuh telu lebih lumrah / lebih sering digunakan pada gending lelambatan. Tidak hanya pada gending tabuh lelambatan saja ada istilah tersebut. Istilah tabuh pisan, tabuh dua dan tabuh telu juga ada pada tari legong. Menurut kami, istilah tersebut tidak banyak diketahui pada tari – tari legong, karena uger – uger pada istilah tersebut hanya terletak pada struktur pengawak saja.
Berbeda dengan tabuh lelambatan yang jajar pageh nya terletak pada bagian kawitan, pengawak, pengecet. Pada tabuh lelambatan, dikatakan tabuh telu karena pada bagian kawitan, pengawak, pengecet terdapat 3x pukulan kempul dalam 1 pukulan gong, begitu juga pada tabuh pat dan seterusnya. Dan pada tari – tari legong, istilah tersebut terletak pada bagian pengawak saja. Jika pada tabuh lelambatan dikatakan tabuh telu karena terdapat 3x pukulan kempul dalam 1 gong, pada pengawak tari legong dikatakan tabuh telu karena terdapat 3x pukulan kemong dalam 1 gong, begitu juga dengan tabuh pisan dan tabuh dua, terdapat 1x pukulan kemong dalam 1 gong dan terdapat 2x pukulan kemong dalam 1 gong.
Kali ini, kami akan menjelaskan masing – masing 1 gending tabuh pisan, tabuh dua, dan tabuh telu pada tari legong kreasi .

1. Tabuh Pisan Legong Kreasi “Antaka Pandu Madri”

Menurut kami, tabuh pisan legong yaitu suatu bentuk gending legong yang memiliki jajar pageh pada pengawak sebagai berikut : a) 8 peniti jegog, b) 61 peniti jublag, c) 121 peniti penyacah, d) 1 kali pukulan kemong, e) 1 motif pupuh kendang yang kemudian diteruskan dengan pukulan neruktuk sebagai tanda bahwa lagu itu akan mencapai finalis / akhir, f) 1 kali pukulan gong. Disini kami akan menjelaskan tentang tabuh pisan legong kreasi “Antaka Pandu Madri”. Tari legong kreasi ini diciptakan pada saat Ujian Kompetensi Keahlian Jurusan Seni Tari SMK Negeri 5 Denpasar pada tahun 2016. Tari ini diciptakan berkelompok yang berjumlah 5 orang yang dikoordinator oleh Pande Kadek Mitha Prabawati atau biasa dipanggil Mbok Mitha ( Saat ini masih kuliah di ISI Denpasar Jurusan Sendratasik Semester 3 ).
Iringan tari nya diciptakan oleh seniman asal Banjar Paang Kelod, Penatih, I Wayan Gede Arsana, S. Sn atau sering dipanggil Pak De Arsana, menggunakan barungan samara pegulingan yang menggunakan instrument terompong sebagai pembawa lagu nya. Beliau mengatakan, digunakannya instrument terompong sebagai pembawa lagu karena ingin berbeda dari yang lain. Tari ini menceritakan seorang putri Raja dari kerajaan Mandra yang terpikat dengan Pandu yaitu Mandri. Saat Pandu membantu kerajaannya dalam perang melawan musuh, Raja Madra kemudian menghadiahkan putrinya Madri kepada Pandu untuk dijadikan istri sebagai balas budi dan terima kasih kepada Pandu dari kerajaan Hastinapura. Akhirnya Pandu dan Madri pun menikah. Suatu ketika Madri meminta Pandu untuk berburu dan berhasil memanah sepasang kijang yang sedang bercengkerama di hutan, dan ternyata kijang itu jelmaan Rsi Kindama dan istrinya. Sebelum meninggal, Kijang itu menampakkan wujud aslinya dan mengucapkan sumpah atau kutukan kepada Pandu, bahwa Pandu akan meninggal apabila berhubungan dengan istrinya. Suatu ketika Pandu dan Madri bertemu di lapangan yang luas yang dipenuhi bunga bermekaran, terbawa oleh alam yang indah dan bergairah musim semi, asmara mereka pun bergelora. Pandu dan Madri seolah lupa akan kutukan dan ingin meluapkan cinta yang terpendam begitu lama.
Akhirnya mereka pun tenggelam dalam kenikmatan asmara, seketika Pandu roboh dan menghembuskan nafas terakhirnya saat itu juga. Mengetahui Pandu meninggal, Madri merasa dirinya lah penyebab kematian suaminya. Akhirnya dia pun mengucapkan mantra dan Madri terkulai meninggal dunia.
Sang koreografer, Mbok Mitha, mengatakan terciptanya karya tari ini karena 2 alasan. Alasan pertama yaitu dia terinspirasi dari kisah Mahabharata disaat Pandu tidak boleh berhubungan dengan Madri. Alasan kedua yaitu dia memang suka dengan tarian legong dan karakter tari legong tersebut. Diberikan judul ANTAKA PANDU MADRI yaitu terdiri dari kata ANTAKA dan PANDU MADRI. ANTAKA dalam bahasa kawi berarti mati, PANDU MADRI yaitu nama raja Pandu dan Madri. Digabungkan menjadi Kematian Pandu Madri, karena dia mengambil konsep kematian dari Raja Pandu dan Madri.
Berdasarkan analisa kami, struktur komposisi pada tabuh pisan legong kreasi Antaka Pandu Madri ini yaitu Kawitan – Gineman – Batel – Pepeson – Pengawak – Ngetog – Pengecet – Pekaad . Kami tidak sempat bertanya lebih lanjut tentang struktur komposisi nya yang benar, dikarenakan beliau ( Pak De Arsana ) selalu sibuk dan juga keterbatasan waktu yang kami dapat untuk menganalisa dan wawancara .
Pada bagian kawitan, terdapat sedikit ngebyar yang dilanjuti dengan saling saut menyaut antara pemade dan kantil. Terdapat beberapa pola dan kotekan yang dimainkan oleh pemade dan kantil untuk menuju bagian gineman dengan menggunakan patet selisir. Pada bagian ini, patet yang digunakan yaitu patet tembung, dan gegineman ini dimainkan oleh instrument trompong sesuai dengan penjelasan tadi, peran dari gender rambat diganti oleh terompong. Selanjutnya, untuk mencari bagian batel, diisi sedikit penyalit. Di bagian batel ini, terdapat selipan berupa beberapa nada yang dimainkan oleh instrument gangsa ( pemade dan kantil ). Lanjut ke bagian pepeson. Pada bagian pepeson ini, terdapat kira – kira 2 bait melodi bertempo lambat dan yang bertempo berjalan ( sedikit cepat ) yang masing – masing diulang 2 kali. Setelah itu, terdapat 1 bait melodi yang diulang – ulang, dengan berisi pola yang saling saut antara pemade dan kantil. Setelah 1 bait tersebut, terdapat sedikit motif gegaboran dengan sedikit angsel yang sudah ditentukan untuk menuju ke penyalit. Penyalit ini tempo nya sedikit lebih cepat dan semakin lambat untuk menuju ke bagian pengawak.
Di bagian pengawak ini sesuai dengan pembahasan tabuh pisan, terdapat 1 kali pukulan kemong dalam 1 kali gong dan 1 kali pola kendang lalu dilanjutkan dengan pola nruktuk sebagai tanda sudah mencapai akhir dari pengawak tersebut. Disini, pukulan kemong dan gong sudah benar, tetapi pada pola kendang nya yang berbeda. Pola kendang untuk mencari pukulan gong, sama dengan pola kendang disaat mencari pukulan kemong. Setelah bagian pengawak, dilanjutkan pada bagian ngetog. Pada bagian ngetog, diulang hanya 2 kali . Dilanjutkan pada bagian pengecet. Disini terdapat 1 bait melodi dan beberapa macam kotekan salah satunya motif gegejer. Terdapat 2 pola yang berbeda, pola dengan kotekan yang dimainkan oleh pemade dan kantil, dan pola variasi yang dimainkan oleh instrument kantil yang mengikuti melodi ( sejenis kekenyongan ).
Setelah itu, pada bagian penyalit, tempo berubah agak cepat pertanda akan mencari bagian pekaad. Diawal – awal bagian pekaad, terdapat keunikan antara instrument kendang dan kajar. Pola nstrument kendang berjalan dengan tempo cepat, tetapi dibarengi dengan tempo yang lambat, juga sedikit angsel dan melodi yang berjalan seirama dengan tempo nya yang diulang 2 kali. Setelah itu, diisi sedikit penyalit dan sedikit kekenyongan pada kantil, dan diakhiri dengan pukulan nada nding pada patet tembung secara bersama.
Disini, pada tabuh pisan legong kreasi Antaka Pandu Madri, terdiri dari 8 peniti jegog, 61 peniti jublag, 121 peniti penyacah, 1 kali pukulan kemong, 1 motif pupuh kendang yang kemudian diteruskan dengan pukulan neruktuk sebagai tanda bahwa lagu itu akan mencapai finalis, dan 1 kali pukulan gong.
Menurut analisa kami, patet yang digunakan pada bagian pengawak tersebut yaitu patet tembung ( 3 4 5 6 7 1 2 / 7 1 – 3 4 5 – ) . Pada pola kendang, tidak terdapat pola nruktuk . Menurut sang komposer ( Pak De Arsana ), tidak terdapat pola nruktuk karena keterbatasan durasi tari yang ditentukan dan keterbatasan gerak tari yang diberikan oleh koreografer . Jadinya, pola kendang untuk mencari pukulan gong, sama dengan pola kendang pada saat mencari pukulan kemong.

2. Tabuh Dua Legong Kreasi “Geseng Waringin”

Menurut kami, tabuh dua legong yaitu suatu bentuk gending legong yang memiliki jajar pageh pada pengawak sebagai berikut : a) 12 peniti jegog. b) 93 peniti jublag, c) 185 peniti penyacah, d) 2 kali pukulan kemong, e) 2 motif pupuh kendang yang kemudian diteruskan dengan pukulan neruktuk sebagai tanda bahwa lagu itu akan mencapai finalis / akhir, f) 1 kali pukulan gong. Disini kami akan menjelaskan tentang tabuh dua legong kreasi “Geseng Waringin”. Tari legong kreasi ini diciptakan juga pada saat Ujian Kompetensi Keahlian Jurusan Seni Tari SMK Negeri 5 Denpasar tahun 2015. Tari ini diciptakan berkelompok yang dikoordinator oleh Ni Putu Sri Dewi Ardiani atau biasa dipanggil Mbok Sri Dewi.
Iringan tari nya juga sama diciptakan oleh seniman asal Banjar Paang Kelod, Penatih, I Wayan Gede Arsana, S. Sn atau sering dipanggil Pak De Arsana, menggunakan barungan samara pegulingan yang menggunakan instrument terompong sebagai pembawa lagu nya. Tari ini terinspirasi dari konsep Rwa Bhineda yakni bagian dari kisah kehidupan manusia yang mengambil contoh kisah kehidupan seorang janda dari Desa Dirah bernama calonarang atau yang dikenal dengan Walu Nateng Dirah. Ia adalah seorang penganut ilmu hitam. Dan memiliki putri bernama Diah Ratna Manggali. Ia memiliki murid – murid / sisya yang ditugaskan menjaga wilayah tempat penyimpanan sebuah lontar yang memuat tentang kesaktian dan kelemahan Walu Nateng Dirah yakni Niscaya dan Nircaya Lingga. Karena situasinya seperti ini, Mpu Baradah memiliki inisiatif untuk menikahkan putranya Mpu Bahula dengan putri Walu Nateng Dirah yakni Ratna Manggali dengan tujuan agar Mpu Baradah bisa mendapatkan lontar kesaktian Walu Nateng Dirah. Setelah menikah, Mpu Bahula menanyakan pada istrinya apa yang menyebabkan mertuanya begitu sakti. Dan akhirnya Diah Ratna Manggali memberi tahu suaminya bahwa kelemahan ibunya terletak pada sebuah lontar yang memuat kesaktian dan kelemahan Walu Nateng Dirah yaitu Niscaya dan Nircaya Lingga. Karena saking cintanya Diah Ratna Manggali berani memberikan lontar ibunya kepada Mpu Bahula suaminya.
Walu Nateng Dirah murka kepada Diah Ratna Manggali dan segera mencari Mpu Bahula untuk berperang. Disitulah muncul Mpu Baradah yang menerima tantangan Walu Nateng Dirah. Dalam pertempurannya melawan Baradah, ia beradu kekuatan dengan cara siapapun diantara mereka yang berhasil menghidupkan kembali pohon beringin yang telah terbakar maka ialah pemenangnya. Walu Nateng Dirah pun tidak berhasil menyelesaikan tantangan itu karena kesaktiannya telah dipegang oleh Mpu Baradah dan akhirnya Walu Nateng Dirah dapat dikalahkan. Sampai saat ini cerita itu dikenal dengan Geseng Waringin.
Sang koreografer, Mbok Sri Dewi, mengatakan terciptanya karya tari ini karena ingin mengangkat cerita calonarang dalam bentuk Tari Kreasi Palegongan yang dipadukan dengan vocal salah seorang penari sehingga tari ini menjadi semakin magis. Diberikan judul GESENG WARINGIN, terdiri dari kata GESENG yang artinya terbakar, dan WARINGIN artinya pohon beringin. Jadi GESENG WARINGIN berarti pohon beringin yang terbakar, karena berkaitan dengan cerita yang diangkat, peristiwa terbakarnya pohon beringin dalam cerita pertempuran antara Walu Nateng Dirah dengan Mpu Baradah.
Berdasarkan analisa kami, struktur komposisi pada tabuh dua legong kreasi Geseng Waringin ini yaitu Kawitan – Gineman – Pepeson – Pengawak – Pengecet – Ngetog – Pesiat – Batel – Pekaad . Sama seperti tadi, kami tidak sempat bertanya lebih lanjut tentang struktur komposisi yang benar, dikarenakan beliau ( Pak De Arsana ) selalu sibuk dan juga keterbatasan waktu yang kami dapat untuk menganalisa dan wawancara .
Pada awal mulai gending, diisi dengan motif ngoret pada instrument gangsa ( pemade dan kantil ) dilanjutkan dengan bagian gegineman. Gegineman disini, sama dengan yang tadi, yaitu menggunakan terompong, menggantikan peran dari gender rambat. Setelah gegineman, dilanjutkan dengan 1 baris melodi secara berulang – ulang, dibalik itu salah seorang penari menyanyikan vokal sehingga bagian tersebut membuat suasana magis. Setelah 1 baris tersebut dilanjutkan dengan sedikit penyalit yang berisi motif gegaboran, dan setelah itu menuju ke bagian pepeson. Bagian pepeson tersebut berisi pola saling saut antara instrument pemade dan kantil, serta berisi sedikit motif gegaboran yang bertempo lambat. Setelah itu terdapat beberapa bait melodi yang berisi motif gegaboran dan menuju penyalit yang dari tempo cepat ke tempo lambat. Dan berikutnya menuju pada bagian pengawak. Bagian pengawak ini, untuk mencari pukulan gong, disini terdapat lebih dari 1 baris melodi.
Setelah itu menuju bagian pengecet, yang diisi motif kotekan pada instrument pemade dan motif megending pada instrument kantil. Selanjutnya terdapat penyalit yang diisi dengan motif gegaboran untuk mencari bagian ngetog. Bagian ngetog tersebut diulang hanya 1 kali saja. Selanjutnya pada bagian batel, diisi motif gegaboran dengan melodi, setelah itu nyalit ke bagian batel tanpa adanya melodi sekitar 2 kali pengulangan, setelah itu kembali ke batel yang berisi motif gegaboran dan berisi melodi dengan angsel yang sudah ditentukan. Yang terakhir, bagian pekaad berisi motif gegaboran pada instrument pemade dengan bertempo lambat dan motif yang mengikuti irama melodi pada jublag, dan setelah itu terdapat pola saling saut antara pemade, kantil dan jublag, dan berakhir bersama di nada nding pada patet slendro alit.
Disini, tabuh dua legong kreasi Geseng Waringin, terdiri dari 13 peniti jegog, 101 peniti jublag, 201 peniti penyacah, 2 kali pukulan kemong, 2 motif pupuh kendang yang kemudian diteruskan dengan pukulan neruktuk sebagai tanda bahwa lagu itu akan mencapai finalis / akhir, 1 kali pukulan gong.
Menurut analisa kami, patet yang digunakan pada bagian pengawak tersebut yaitu patet tembung ( 3 4 5 6 7 1 2 / 7 1 – 3 4 5 – ) . Untuk mencari pukulan gong, disini terdapat lebih dari 1 baris melodi. Kami tidak sempat bertanya tentang hal itu kepada sang composer ( Pak De Arsana ), tetapi menurut kami, lebih nya 1 melodi tersebut merupakan perintah dari sang koreografer untuk melengkapi gerak – gerak tari pada bagian tersebut. Jadinya, pola nruktuk untuk mencari pukulan gong tersebut dipanjangkan 1 melodi sehingga bisa mencapai 5 baris . Disini pada akhirnya, pukulan jegog dihitung menjadi 13 kali pukulan jegog, 101 kali pukulan jublag, dan 201 kali pukulan penyacah. Pemanjangan pola nruktuk tersebut tidak sampai menghilangkan ciri – ciri atau karakter pada bagian pengawak legong, tetapi pemanjangan pola tersebut juga merupakan salah satu bentuk kreasi yang diciptakan pada tari legong.

3. Tabuh Telu Legong Kreasi “Ari Lango”

Menurut kami, tabuh telu legong yaitu suatu bentuk gending legong yang memiliki jajar pageh pada pengawak sebagai berikut : a) 16 peniti jegog. b) 125 peniti jublag, c) 249 peniti penyacah, d) 3 kali pukulan kemong, e) 3 motif pupuh kendang yang kemudian diteruskan dengan pukulan neruktuk sebagai tanda bahwa lagu itu akan mencapai finalis / akhir, f) 1 kali pukulan gong. Disini kami akan menjelaskan tentang tabuh telu legong kreasi “Ari Lango”. Tari legong kreasi ini diciptakan pada saat Ujian Kompetensi Keahlian Jurusan Seni Tari SMK Negeri 5 Denpasar pada tahun 2016. Tari ini diciptakan berkelompok yang dikoordinator oleh Ni Luh Sindy Adi Safitri atau biasa dipanggil Mbok Sindy dan sedikit dibantu oleh guru.
Iringan tari nya ini diciptakan oleh seniman asal Pengosekan, Ubud, I Dewa Putu Rai, S. Sn, atau sering dipanggil Jik Dewa Rai selaku adik dari pemilik Sanggar Cudamani Ubud, pada saat itu diciptakan atau dituangkan di Sanggar Aswini Kembar, Panjer, menggunakan barungan samara pegulingan yang menggunakan instrument terompong sebagai pembawa lagu nya. Tari ini mengisahkan dimana pada masa kanak – kanak dan remaja, Krisna menceritakan bagaimana ia menjadi seoranng pengembala sapi yang tingkahnya sangat nakal, tapi ia sangat mahir main seruling. Adapun masa Krisna beranjak dewasa, Krisna pun mulai mengenal cinta, karena kisah permainannya dengan para Gopi (wanita pemeras susu) khususnya Rada (putri, wre sabanu, salah seorang penduduk vrindavana) perasaan cinta Rada kepada Krisna melambangkan suatu kerinduan jiwa yang kuat serta kemauan untuk penyatuan tinggi dengan Tuhan.
Adapun kegagalan Kamsha dalam membunuh Krisna dan perannya sebagai pelindung rakyat vrindavana pada masa remajanya. Krisna telah melakukan berbagai hal yang menakjubkan. Ia membunuh 3 raksasa diantaranya : Putana ( Raksasa wanita ), Kesi ( Raksasa kuda ), Agassura ( Raksasa ular ) yang diutus oleh Kamsha untuk membunuh Krisna dan akhirnya dari perang itu Krisna pun mampu menunjukkan sebagai pelindung rakyat Vrindavana.
Sang koreografer, Mbok Sindy, mengatakan terciptanya karya tari ini hanya untuk kepentingan ujian kompetensi keahlian dari sekolah yang menuntut siswa siswi seni karawitan dan seni tari untuk membuat sebuah karya dengan berkelompok. Diberikan judul ARI LANGO , sampai saat ini kami belum menerima jawaban tentang arti dari judul ARI LANGO tersebut.
Berdasarkan analisa kami, struktur komposisi pada tabuh telu legong kreasi Ari Lango ini yaitu Kawitan – Pepeson – Pengawak – Ngetog – Pengecet – Pengipuk – Batel – Pekaad . Sama seperti sebelumnya, kami tidak sempat bertanya lebih lanjut tentang struktur komposisi yang benar, dikarenakan beliau ( Jik Dewa Rai ) masih ada kesibukan dan juga keterbatasan waktu yang kami dapat untuk menganalisa dan wawancara langsung ke Sanggar Cudamani, Ubud.
Pada bagian pertama atau bagian kawitan, diisi dengan motif ngoret pada instrument gangsa ( pemade dan kantil ), dan dilanjuti dengan sedikit melodi pada trompong, dan setelah itu terdapat melodi penyalit untuk mencari bagian pepeson dengan diisinya motif kabelit dan kabelet pada instrument gangsa ( pemade dan kantil ) dengan tempo yang lambat. Pada bagian pepeson ini terdapat 2 bait melodi dengan perbedaan tempo cepat dan tempo lambat dengan selipan melodi penyalit dari bait 1 ke bait 2 dan bait 2 ke bait 1 kembali hingga 2 kali pengulangan. Setelah 2 kali pengulangan, terdapat melodi penyalit untuk mencari bagian pengawak dengan tempo semakin lambat. Berikutnya, bagian pengawak. Disini bagian pengawak terdapat beberapa variasi yang dimainkan oleh instrument pemade, kantil, terompong dan kendang, dengan tidak menghilangkan jajar pageh pada bagian pengawak tersebut.
Bagian selanjutnya yaitu bagian ngetog yang diulang hanya 2 kali dan menuju bagian pengecet. Pada bagian pengecet tidak ada pengulangan dan dilanjutkan sedikit melodi penyalit untuk mencari melodi pada bagian pengipuk. Menurut saya itu bagian pengipuk, karena melodi tersebut tidak termasuk dalam bagian pengecet dan pola kendang nya pun berbeda. Setelah itu, berisi sedikit penyalit untuk mencari bagian batel. Di bagian batel ini, terdapat angsel yang sudah ditentukan dan terselip motif gegaboran dan menuju bagian pekaad. Bagian pekaad ini, terdapat variasi pada semua instrument dengan tempo semakin lambat dan berakhir pada nada nding patet tembung
Disini, pada tabuh telu legong kreasi Ari Lango terdiri dari 16 peniti jegog, 125 peniti jublag, 249 peniti penyacah, 3 kali pukulan kemong, 3 motif pupuh kendang yang kemudian diteruskan dengan pukulan neruktuk sebagai tanda bahwa lagu itu akan mencapai finalis / akhir, 1 kali pukulan gong.
Menurut analisa kami, patet yang digunakan pada bagian pengawak tersebut ada 4, yaitu patet slendro alit ( 1 – 3 4 5 – 7 ), patet slendro ageng ( – 3 4 5 – 7 1 ), patet selisir ( 3 4 5 – 7 1 – ), dan patet sundaren ( – 7 1 – 3 4 5 ) . Pada 4 baris pertama ( pukulan jegog 1 – 4 ), menggunakan patet slendro alit, 4 baris kedua ( pukulan jegog 5 – 8 ), menggunakan patet slendro ageng, 6 baris selanjutnya ( pukulan jegog 9 – 14 ), menggunakan patet selisir, dan 2 baris terakhir ( pukulan jegog 15 – 16 ), menggunakan patet sundaren. Disini pada akhirnya, pukulan jegog dihitung menjadi 16 kali pukulan jegog, 122 kali pukulan jublag, dan 224 kali pukulan penyacah.
Pada saat selesai pukulan kemong yang ke 2, ada pepayasan atau variasi berbagai pola pada instrument terompong, pemade dan kendang dengan tempo cepat tetapi dengan hitungan tetap, dan pukulan kemong yang ke 3 tetap berada di baris ke 12 ( pukulan jegog yang ke 12 ) . Pepayasan pola tersebut dimulai dari setelah pukulan jegog yang ke 8 dan berakhir di baris ke 14 ( pukulan jegog ke 14 ).

Written by in: Tak Berkategori |
Apr
09
2018
0

MENGANALISA TENTANG DESKRIPSI, STRUKTUR DAN MAKNA DALAM GENDING SAMA PADA RASA GAMELAN SAMAPADA

PENDAHULUAN
Gamelan samapada merupakan sebuah bentuk baru hasil pembaharuan dari gamelan semara pegulingan saih pitu. Samapada menggunakan tangga nada diatonis atau setara dengan nada – nada pada alat musik piano. Gamelan ini diciptakan pada tahun 2012 oleh I Wayan Gede Putra Wirawan, S. Sn selaku pemilik gamelan dan sanggar WYP Art Foundation tempat dimana gamelan samapada berada. Gamelan ini terbentuk karena beliau terinspirasi dari gamelan semara pegulingan yang dimiliki oleh Bapak I Nyoman Windha, S. SKar, MA, dan beliau juga ikut dalam grup JGF ( Jes Gamelan Fusion ). Jes merupakan singkatan dari jegog dan semara pegulingan, fusi dan gamelan. Penggabungan Jegog dengan semara pegulingan mengambil tonika nada diatonis, dengan maksud untuk mudah beradaptasi dengan instrument barat.
Gamelan samapada mempunyai beberapa keunikan. Salah satunya dari bentuk pelawahnya yang sangat sederhana atau tidak diukir, itu semua agar disaat ada job atau ngayah di suatu tempat, kita tidak bingung mencari selah untuk mengangkat gamelan tersebut atau dengan kata lain tidak ada ukiran yang rusak disaat kita lengah menaruh atau mengangkat gamelan tersebut. Berikutnya dari sisi bentuk bilah gangsanya yaitu berbentuk tundun klipes atau tidak isi garis di tengah bilahnya seperti pada bilah gangsa pada umumnya. Dan yang terakhir cara memainkan instrument pemade dan kantilnya. Disini satu instrument pemade dan kantil memiliki 15 buah bilah, karenanya satu instrument tersebut dimainkan oleh dua orang penabuh. Tetapi tidak menutup kemungkinan satu instrument tersebut juga bisa dimainkan oleh satu orang penabuh, itu semua sesuai dengan kebutuhan gending.
Gamelan samapada kini makin berkembang di masyarakat terutama di masyarakat Kota Denpasar. Gamelan samapada juga sudah mulai merilis album yang berjudul “sama pada rasa” yang berisi 5 gending diantaranya Sama pada rasa, Pada liang, Butir pasir, Bintang petang, Tabuh Petegak Bebarongan Barong barongan. Semua itu diciptakan oleh I Wayan Gede Putra Wirawan, S. Sn. Kali ini, penulis akan menganalisa deskripsi, struktur dan makna dari gending Samapada rasa.

DESKRIPSI
Samapada rasa merupakan sebuah tabuh inovatif yang dituangkan ke dalam gamelan samapada yang menggambarkan betapa pentingnya rasa dalam memainkan gamelan. Samapada rasa terdiri dari 2 kata yakni samapada dan rasa. Samapada artinya sama atau bersama, semua, dan rasa artinya jiwa atau penjiwaan. Dalam memainkan gamelan bersama, hendaknya bermain dengan adanya rasa atau penjiwaan agar tujuan dan makna dari gending tersebut dapat ditangkap oleh penikmat. Tabuh ini diciptakan oleh I Wayan Gede Putra Wirawan, S. Sn ( selaku pemilik gamelan samapada ) pada tahun 2016 kemarin disaat pementasan Bali Mandara Mahalango. Semenjak adanya instrument gangsa jongkok dalam gamelan samapada, gending samapada rasa ini divariasikan gendingnya dengan tambahan instrument gangsa jongkok. Gendingnya tidak berubah, hanya penambahan pada instrument gangsa jongkok di dalam gending tersebut. Pola permainan gangsa jongkoknya sama dengan pola permainan gangsa jongkok pada umumnya, menggunakan pola keklenyongan dan intil – intil.

STRUKTUR
Struktur dalam gending samapada rasa juga masih menggunakan konsep tri angga yaitu kawitan, pengawak, pengecet. Namun sedikit ada pengembangan di melodi bagian awal gending, sama dengan penyalit menuju bagian pengawak dan bagian akhir gending. Pada bagian pengecet, terdapat bagian seperti bapang, namun improvisasi dan aksennya sudah ditentukan. Dalam tabuh ini, menggunakan beberapa patet diantaranya, patet pengenter ageng ( 1 2 3 . 5 6 . ), patet selisir ( 1 . 3 4 5 . 7 ), patet slendro alit / patet patemon ( . 2 3 . 5 6 7 ) dan patet lebeng ( 1 2 3 4 5 6 7 ). Tetapi yang lebih menonjol adalah patet patemon / patet slendro alit.

MAKNA
Makna yang terkandung dalam gending samapada rasa ini yaitu sebuah penyatuan rasa dalam memainkan gamelan. Bagaimana rasa itu sangat penting dan harus ada dalam diri seorang penabuh dalam memainkan gamelan.

 

Video : YouTube Preview Image

Written by in: Tak Berkategori |
Apr
09
2018
0

MENGANALISA TENTANG DESKRIPSI, STRUKTUR DAN MAKNA DALAM GENDING PADA LIANG GAMELAN SAMAPADA

PENDAHULUAN
Gamelan samapada merupakan sebuah bentuk baru hasil pembaharuan dari gamelan semara pegulingan saih pitu. Samapada menggunakan tangga nada diatonis atau setara dengan nada – nada pada alat musik piano. Gamelan ini diciptakan pada tahun 2012 oleh I Wayan Gede Putra Wirawan, S. Sn selaku pemilik gamelan dan sanggar WYP Art Foundation tempat dimana gamelan samapada berada. Gamelan ini terbentuk karena beliau terinspirasi dari gamelan semara pegulingan yang dimiliki oleh Bapak I Nyoman Windha, S. SKar, MA, dan beliau juga ikut dalam grup JGF ( Jes Gamelan Fusion ). Jes merupakan singkatan dari jegog dan semara pegulingan, fusi dan gamelan. Penggabungan Jegog dengan semara pegulingan mengambil tonika nada diatonis, dengan maksud untuk mudah beradaptasi dengan instrument barat.
Gamelan samapada mempunyai beberapa keunikan. Salah satunya dari bentuk pelawahnya yang sangat sederhana atau tidak diukir, itu semua agar disaat ada job atau ngayah di suatu tempat, kita tidak bingung mencari selah untuk mengangkat gamelan tersebut atau dengan kata lain tidak ada ukiran yang rusak disaat kita lengah menaruh atau mengangkat gamelan tersebut. Berikutnya dari sisi bentuk bilah gangsanya yaitu berbentuk tundun klipes atau tidak isi garis di tengah bilahnya seperti pada bilah gangsa pada umumnya. Dan yang terakhir cara memainkan instrument pemade dan kantilnya. Disini satu instrument pemade dan kantil memiliki 15 buah bilah, karenanya satu instrument tersebut dimainkan oleh dua orang penabuh. Tetapi tidak menutup kemungkinan satu instrument tersebut juga bisa dimainkan oleh satu orang penabuh, itu semua sesuai dengan kebutuhan gending.
Gamelan samapada kini makin berkembang di masyarakat terutama di masyarakat Kota Denpasar. Gamelan samapada juga sudah mulai merilis album yang berjudul “sama pada rasa” yang berisi 5 gending diantaranya Sama pada rasa, Pada liang, Butir pasir, Bintang petang, Tabuh Petegak Bebarongan Barong barongan. Semua itu diciptakan oleh I Wayan Gede Putra Wirawan, S. Sn. Kali ini, penulis akan menganalisa deskripsi, struktur dan makna dari gending Pada liang.

DESKRIPSI
Pada liang merupakan sebuah tabuh inovatif yang dituangkan ke dalam gamelan samapada yang menceritakan kegembiraan / keceriaan bersama – sama. Pada liang terdiri dari 2 kata, yaitu Pada dan Liang. Pada yang berarti semua atau bersama, sedangkan Liang artinya senang, riang gembira, ceria. Pada liang memberikan suasana ceria dan mengajak para penikmat untuk bergembira bersama. Tabuh ini diciptakan oleh I Wayan Gede Putra Wirawan, S. Sn ( selaku pemilik gamelan samapada ) pada tahun 2017 kemarin dalam rangka membuat album baru untuk gamelan samapada yang bertemakan “sama pada rasa”.

STRUKTUR
Struktur dalam gending pada liang ini masih menggunakan konsep tri angga yaitu kawitan, pengawak, pengecet. Namun sedikit ada pengembangan di masing – masing bagian berisi 2 melodi yang berbeda di setiap pengulangannya, dan juga dengan adanya gegineman di bagian awal dan pekaad di bagian akhir. Dalam tabuh ini, lebih banyak menggunakan patet pengenter ageng ( 1 2 3 . 5 6 . ) dan ada sedikit menggunakan patet selisir ( 1 . 3 4 5 . 7 ).

MAKNA
Makna yang terkandung dalam gending pada liang ini yaitu sebagai sebuah ungkapan rasa gembira, riang, dan ceria dari si penggarap.

 

Video : YouTube Preview Image

Written by in: Tak Berkategori |
Apr
08
2018
0

Jublag

Jublag merupakan suatu instrument gangsa yang bernada lebih tinggi 1 oktav dari instrument jegogan. Jublag juga disebut calung. Jublag menggunakan sistem ombak atau lebih dikenal dengan Ngumbang dan Ngisep, dengan aksen pukulan ketukan ke 2, 4, 6, dan 8. Instrument ini dipukul dengan menggunakan alat pemukul ( panggul ) yang ujungnya dilapisi karet untuk menimbulkan bunyi yang lebih lirih.
Ada beberapa tehnik permainan pada instrument jublag, yaitu :
– Neliti, yaitu tehnik memainkan gending tanpa adanya variasi atau polos. Namun pada instrument jublag, pukulannya lebih jarang dari instrument penyacah.
– Megending, adalah tehnik memainkan jublag yang membawakan lagunya secara bermelodi, jika dalam barungan tersebut tidak menggunakan instrument penyacah. Tehnik ini biasanya digunakan pada jenis gending palegongan, dan semara pegulingan.

Jenis – jenis jublag sebagai berikut :
– Jublag Gong Kebyar, menggunakan pelog 5 nada yang susunan nadanya sebagai berikut : ding, dong, deng, dung, dang. Biasanya pada gong kebyar, instrument jublag lebih banyak menggunakan tehnik neliti, karena sudah menggunakan penyacah tetapi tidak selalu juga dalam barungan tersebut ada instrument penyacah.
– Jublag Gong Gede, antara instrument jublag gong gede saih lima dengan gong gede saih pitu memiliki perbedaan pada jumlah nada dan penempatan nada – nadanya. Pada gong gede saih lima, jumlahnya sudah pasti 5 karena menggunakan pelog 5 nada, dan susunan nada – nadanya yaitu dang, ding, dong, deng, dung. Ditempatkannya nada dang kecil di sebelah kiri dikarenakan bentuk pelawahnya yang sedikit agak mengerucut ke bawah, tepatnya panjang resonator pada nada dung dan dang akan lebih pendek ke atas. Sedangkan pada gong gede saih pitu, jumlah nadanya 7 yang menggunakan pelog 7 nada ( 5 nada pokok dan 2 nada pemero ). Susunan nada – nadanya tidak seperti pada jublag gong gede saih lima, yaitu ding, dong, deng, deung, dung, dang, daing. Diantara kedua jenis jublag tersebut, keduanya memiliki persamaan dalam tehnik memainkannya, yaitu tehnik neliti tetapi lebih jarang dari instrument penyacah.
– Jublag Semara pegulingan saih pitu, hampir sama dengan jublag gong gede saih pitu, jumlah dan susunan nadanya ( pelog 7 nada, ding, dong, deng, deung, dung, dang, daing ), tetapi perbedaannya terletak pada tehnik permainnanya. Jublag semara pegulingan saih pitu biasanya menggunakan tehnik megending, karena pada barungan tersebut tidak ada instrument penyacah.
– Jublag Gamelan Samapada. Gamelan samapada yaitu suatu bentuk pembaharuan dari gamelan semara pegulingan yang bertangga nada diatonis. Gamelan samapada ada sejak tahun 2012 yang hanya ada di sanggar WYP Art Foundation Banjar Tatasan Kaja Tonja. Gamelan ini diprakarsai oleh I Wayan Gede Putra Wirawan, S. Sn . Instrument jublag pada gamelan samapada ini nada – nadanya tersusun persis seperti nada pada alat musik piano. Jumlah bilahnya sebanyak 10 buah, dan susunan nadanya sebagai berikut: diatonis ( 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 1, 2, 3 ) dan pentatonis ( dang, daing, ding, dong, deng, deung, dung, dang, daing, ding ). Bentuk bilahnya juga berbeda yaitu tundun klipes, sama seperti bilah gangsa jongkok gong gede hanya saja tidak dipacek tetapi digantung.

Written by in: Tak Berkategori |
Apr
08
2018
0

Trompong

Trompong adalah suatu instrument berbentuk deretan gong – gong kecil yang berpencon dan sudah diatur ukurannya dari yang terbesar sampai yang terkecil . Gong – gong ini diletakkan di atas resonator kayu dan juga sudah memiliki nada – nada yang sesuai dengan ukurannya. Trompong ini biasanya dimainkan oleh seorang penabuh dengan menggunakan alat pemukul ( panggul ) trompong yang dipegang dengan kedua tangan kanan dan kiri. Trompong biasanya berfungsi sebagai pembawa melodi / lagu yang biasanya dibawakan oleh instrument ugal ( jika pada barungan tersebut tidak memakai instrument trompong ).
Ada beberapa tehnik permainan dalam memainkan instrument trompong sebagai berikut:
– Nyilih asih, yaitu suatu tehnik permainan yang memukul beberapa nada satu persatu secara bergantian dengan dua tangan atau satu tangan yang mengikuti alur melodi.
– Ngembat, adalah suatu tehnik permainan yang memukul 2 buah nada yang sama dengan jarak 4 nada. Tehnik ngembat biasanya dimainkan pada lagu yang bertempo lambat. Ada satu tehnik permainan yang hampir sama dengan ngembat, yaitu Ngempyung. Ngempyung adalah suatu tehnik permainan yang memukul 2 buah nada yang berbeda dengan jarak 2 nada sehingga terdengar menjadi 1 nada dan harmonis.
– Ngeluluk, yaitu memukul 2 buah nada yang berjarak dekat atau berjauhan dengan penekanan pada 1 nada.
– Niltil yaitu tehnik permainan yang memukul 1 buah nada secara berkesinambungan dengan jarak pukulan dari tempo lambat semakin lama semakin cepat. Pukulan niltil biasanya dimainkan saat gending bagian pengrangrang atau gegineman.
– Ngoret, yaitu tehnik permainan yang memukul tiga buah nada yang berdekatan dari nada rendah ke nada yang tinggi. Ngoret terdiri dari 3 macam, yaitu Ngoret Nyilihasih, Ngoret Ngembat, dan Ngoret Ngempyung. Ada satu tehnik permainan yang hampir sama dengan tehnik ngoret, yaitu Ngerot. Ngerot merupakan kebalikan dari tehnik ngoret, yaitu memukul 3 buah nada yang berdekatan dari nada tinggi menuju ke nada yang rendah.
– Nguluin ( mendahului ), yaitu tehnik permainan yang dilakukan oleh tangan kanan atau kiri dengan memukul mendahului pokok gendingnya yang biasanya dilakukan pada pukulan ngembat dan nyilihasih yang jatuhnya dibagian tengah – tengah dan bagian akhir lagu.
– Ngumad / Ngalad / Nebenin ( membelakangi ), adalah kebalikan dari tehnik nguluin, yaitu tehnik permainan yang dilakukan oleh tangan kanan atau kiri dengan memukul membelakangi pokok gendingnya yang biasanya dilakukan pada pukulan ngembat dan nyilihasih yang jatuhnya dibagian tengah – tengah dan bagian akhir lagu.
– Nerumpuk, yaitu tehnik permainan yang dilakukan oleh kedua tangan kanan dan kiri memukul 1 nada yang beruntun silih berganti dalam tempo yang agak cepat.

Jenis trompong sangatlah beragam. Berikut jenis – jenisnya :
– Pada barungan gamelan Gong Gede saih lima, ada 2 macam trompong yang digunakan yaitu trompong gede dan trompong barangan. Masing – masing memiliki 10 pencon. Trompong gede nada – nada nya lebih rendah 1 oktav dari nada – nada pada trompong barangan. Susunan nadanya yaitu dang, ding, dong, deng, dung, dang, ding, dong, deng, dung.
– Trompong Gong Kebyar juga hampir sama dengan trompong pada barungan Gong Gede saih lima. Tetapi trompong pada gong kebyar nada – nadanya lebih tinggi dari trompong pada gong gede. Jumlahnya pun sama 10 buah pencon, dan susunan nada – nadanya juga sama.
– Pada barungan gamelan Semara Pegulingan saih pitu dan Gong Gede saih pitu, trompongnya memiliki perbedaan dengan trompong gong kebyar dan gong gede saih lima. Perbedaannya terletak pada nada – nadanya, memiliki 5 nada pokok dan 2 nada pemero. Junlah penconnya sebanyak 14 buah dalam 2 oktav yang berbeda. Susunan nadanya yaitu ding, dong, deng, deung, dung, dang, daing, ding, dong, deng, deung, dung, dang, daing.
– Trompong Beruk, yaitu suatu instrument yang terbuat dari kayu pohon enau yang di Bali disebut “uyung” dan sebagai resonatornya adalah beruk yang berlubang di atasnya semacam beruk alat minum yang disusun sedemikian rupa masing-masing susunan sebagai berikut : deng, dung, dang, ding, deng, dung, dang, ding. Jadi dalam satu tungguh ada dua oktaf dengan sistem empat nada. Perbedaannya yaitu trompong Gong Gede itu berbentuk pecon, terbuat dari perunggu dan tanpa resonator. Karena pelawahnya rendah maka Trompong Beruk itu dipukul dalam posisi duduk bersila. Panggulnya dua belah bertangkai agak panjang dibuat dari bambu. Sedangkan ujungnya berbentuk bundar terbuat dari kayu yang tidak begitu keras seperti panggul rindik. Terompong Beruk itu merupakan instrumen tunggal yang tidak merupakan bagian dari suatu barungan gambelan. Demikian pula tidak berfungsi dalam suatu upacara tertentu, jadi semata-mata dipakai sebagai hiburan.
– Trompong Gamelan Samapada. Gamelan samapada yaitu suatu bentuk pembaharuan dari gamelan semara pegulingan yang bertangga nada diatonis. Gamelan samapada ada sejak tahun 2012 yang hanya ada di sanggar WYP Art Foundation Banjar Tatasan Kaja Tonja. Gamelan ini diprakarsai oleh I Wayan Gede Putra Wirawan, S. Sn . Instrument trompong pada barungan ini hampir mirip dengan trompong semara pegulingan saih pitu, hanya saja pada oktav rendah ditambah lagi 2 pencon, sehingga susunan nada – nadanya yaitu dang, daing, ding, dong, deng, deung, dung, dang, daing, ding, dong, deng, deung, dung, dang, daing. Jadi jumlah pencon dalam trompongnya ada 16 buah.

Written by in: Tak Berkategori |

Powered by WordPress | Theme: Aeros 2.0 by TheBuckmaker.com