Sasando, Alat Musik Unik, Merdu dan Indah dari Pulau Rote

Maret 16th, 2018

Sasando adalah salah satu alat musik tradisional dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT). Alat musik yang satu ini konon sudah digunakan masyarakat di Rote, Nusa Tenggara Timur sejak abad ke-7 Bentuk sasando mirip dengan instrumen petik lainnya seperti gitar, biola, dan kecapi. Tetapi keunikannya adalah bagian utama sasando berbentuk tabung panjang seperti harpa yang biasanya terbuat dari bambu. Sasando mempunyai media pemantul suara yang terbuat dari daun pohon gebang (sejenis pohon lontar yang banyak tumbuh di Pulau Timor dan Pulau Rote) yang dilekuk menjadi setengah melingkar.Sasando berbentuk tabung panjang yang biasanya terbuat dari bambu. Lalu pada bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah yang diberi ganjalan-ganjalan, di mana senar-senar (dawai-dawai) direntangkan di tabung dari atas ke bawah bertumpu. Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda pada setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas. Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando.

Bunyi Sasando sangat unik jika dibandingkan dengan gitar, biasa sasando lebih bervariasi. Hal ini karena Sasando memiliki 28 senar. Itulah sebabnya memainkan sasando tidaklah mudah karena seorang pemain sasando harus mampu membuat ritme dan feeling bunyi nada yang tepat dari seluruh senar yang ada. Sasando dengan 28 senar ini dinamakan sasando engkel, sedangkan jenis sasando dobel memiliki 56 senar, bahkan ada yang 84 senar.Cara memainkan sasando adalah dengan dipetik seperti memainkan gitar. Tetapi Sasando tidak memiliki chord (kunci) dan senarnya harus dipetik dengan dua tangan, sehingga lebih mirip harpa. Sampai sekarang hampir semua bahan yang dipakai untuk membuat Sasando adalah bahan asli, kecuali senarnya.

Berdasarkan struktur nada, sasando dapat dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, sasando gong dengan sistem nada pentatonik memiliki dua belas dawai. Sasando jenis ini biasanya hanya bisa digunakan untuk memainkan lagu-lagu tradisional masyarakat di Pulau Rote.

Kedua adalah sasando biola. Sasando ini memiliki sistem nada diatonik dengan jumlah dawai mencapai 48 buah. Kelebihan dari sasando ini terletak pada jenis lagu yang bisa dimainkannya lebih bervariasi. Sasando ini diperkirakan mulai berkembang di akhir abad ke-18 dan berkembang di Kupang.

Sasando biasanya dimainkan untuk mengiringi lagu pada tarian tradisional masyarakat Nusa Tenggara Timur. Sejak tahun 1960-an, alat musik ini telah dimodifikasi menjadi sasando elektrik atas prakarsa seorang pakar permainan sasando di NTT bernama Edu Pah.

 

 

Sumber: https://bamboeindonesia.wordpress.com/alat-musik-dari-bambu/jenis-alat-musik-bambu/sasando/

Comments are closed.