PEMBINAAN GENDER WAYANG

This post was written by puturekayasa on Oktober 12, 2011
Posted Under: Tulisan
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelago), memiliki keragaman suku, ras, agama dan adat-istiadat di masing-masing daerah. Keragaman tersebut, juga ditunjang oleh keindahan alam yang memikat, peninggalan benda-benda bersejarah, dan kekayaan budaya masyarakat yang meliputi adat istiadat yang berlaku di setiap daerah di Indonesia, hal tersebut merupakan suatu ke unikan yang di miliki sebagai suatu potensi.
Bali merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki adat istiadat turun temurun yang masih utuh dan di pertahankan hingga saat ini, sejalan dengan adanya masyarakat yang sebagian besar menganut agama Hindu sebagai suatu kepercayaan. Hal itu di dukung oleh adanya ke unikan yang di miliki pulau Bali terutama dalam hal tatanan nilai yang ada di Bali yaitu terdapat banyaknya Pura (tempat suci bagi umat Hindu yang merefleksikan sembah sujud kepada tuhan dengan berbagai manifestasinya dan fungsinya) sehingga pulau Bali dikenal dengan sebutan Pulau Dewata atau Pulau Seribu Pura. Disamping itu, kehidupan beragama di Bali sangat dirasakan dengan adanya berbagai upacara-upacara yang dilakukan sebagai suatu persembahan sujud bhakti dengan perasaan yang tulus ikhlas yang di sebut dengan Yadnya. Keberadaan Yadnya itu sendiri dilakukan melalui proses ritual dan tidak terlepas dari sentuhan nilai-nilai seni sebagai pelengkap dari proses ritual tersebut. Begitu menyatunya agama dan seni sering membuat orang luar Bali kagum sekaligus “bingung” menyaksikan gemuruh pementasan seni di tengah reliusitas upacara agama. Kesenian Bali pada dasarnya adalah seni keagamaan. Berdasarkan sebuah seminar Listibya pada tahun 1972, kesenian Bali di golongkan menjadi seni wali, bebali, dan balih-balihan.
Seluruh daerah yang ada di Bali mempunyai potensi terhadap kesenian yang dipakai dalam melaksanakan upacara Yadnya. Salah satunya yaitu Buleleng sebagai Kabupaten di Bali yang memiliki adat istiadat dan budaya yang terdapat di setiap desa. Seperti halnya Desa Banjar Tegeha, aktifitas berkesenian mulai semakin berkembang, seiring dengan adanya pelaksanaan upacara yadnya yang selalu dilengkapi dengan pementasan seni. diantaranya kesenian wayang yang merupakan kesatuan dalam upacara, dalam adat istiadat di daerah Buleleng, setiap upacara yadnya yaitu mulai dari Buta Yadnya, Manusia Yadnya, Resi Yadnya, Pitra Yadnya dan Dewa Yadnya pertujukan wayang selalu di pentaskan untuk melengkapi upacara tersebut karena masyarakat Buleleng menilai, selain mendapatkan Tirta Peruatan atau pelukatan wayang, masyarakat juga beranggapan bahwa upacara yang tanpa disertai seni pertujukan wayang dan seni pertujukan lainya di anggap belum sempurna. Namun salah satu kendala seorang dalang dalam pegelaran wayang adalah sangat sulitnya mencari penabuh Gender yang masih mampu untuk mengiring pementasan wayang yang sesuai dengan keinginan seorang dalang, karena kebanyakan diantara penabuh gender adalah penabuh tua (seniman tua) dan sangat jarang generasi muda saat ini yang berminat untuk berlatih tabuh Gender dan seni lainnya.
Yang menjadi Faktor utama generasi muda sangat jarang untuk berminat belajar kesenian Tabuh Gender begitu juga kesenian lainnya adalah faktor lingkungan yang kurang mendukung, faktor ekonomi, dan pemerintah setempat. Salah satu contoh dalam lingkungan yaitu kurangnya pengawasan orang tua dalam pergaulan generasi muda saat ini yang sudah terpengaruh dan lebih mengenal budaya luar, selain itu tingkat perekonomi yang berkecukupan dan tidak ada lapangan kerja yang mendukung kehidupan masyarakat sehingga mereka harus meninggalkan daerah dan pergi keluar kota untuk mendapatkan pekerjaan yang di anggap layak untuk menghidupi keluarganya, dan perhatian pemerintah setempat yang belum menyediakan fasilitas sebagai penunjang dalam menyalurkan bakat seni tersebut. Padahal ada banyak bibit bibit generasi muda yang memiliki potesi di bidang seni sehingga orang orang yang memiliki potensi dibidang seni yang ingin belajar  dan mengembangkannya  merasa sangat kesulitan dan harus belajar ke tempat lain. Dimana Desa Banjar Tegeha sebagai desa yang masyarakatnya selalu bersemangat meyelengarakan upacara ritual di pura, dibanjar maupun di rumah masyarakat, selalu melengkapi upacara dengan pertunjukan wayang, namun hal itu dirasakan adanya penabuh gender untuk pengiring dalam pertunjukan wayang sudah sangat langka.
Sesuai dengan uraian di atas maka Hal ini memerlukan kesadaran bagi generasi muda yang mempunyai bakat dalam seni tetabuhan dan terutama pada seni tabuh Gender, untuk mengembangkan kesenian di lingkungan masyarakat khususnya Desa Banjar Tegeha, mengingat penabuh Gender saat ini semakin sedikit.

Comments are closed.

Previose Post: