CIKAL BAKAL BERDIRINYA GAMBUH MAYA SARI

  1. A.    Latar Belakang

Tahun 1965 adalah tahun yang bersejarah, karena pada saat itu terjadi G 30 S PKI. Dimana setelah peristiwa G 30 S PKI tersebut terjadi perpecahan di tubuh Semetonan Triwangsa, sehingga dua kelompok, yaitu kelompok Sila Murti dan kelompok Sila Mona. Mengapa hal itu terjadi? Penulis mendapat informasi dari beberapa informan tentang masalah pecahnya golangan Tri Wangsa ini menjadi dua kelompok. Desa pekraman yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomoor 03 Tahun 2001, dijelaskan bahwa Desa Pekraman adalah kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan masyarakatymat Hindu secara turun-temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga (Kahyangan Desa) yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tetangganya sendiri (Gunada, 2009:2).

Desa Pekraman Batuan yang sebeumnya disebut Desa Adat merupakan desa peninggalan sejarah, yang sekrang merupakan desa cagar budaya. Disebut desa bersejarah karena Desa Pekraman ini dibangun pada waktu pemerintahan Raja Paduka Haji Sri Darmawangsa Wardhana Pangkaja Sthanotungga Dewa yang sangat bijaksana.

Pada tahun 1985, Proof. Hildred Gertz dari Univercity of Princeton USA menyelidiki kehidupan social dan kebudayaan masyarakat Batuan melalui prasati yang pernah dibaca oleh Sastrawan dari Universitas Udayana pada tahun 1966/1970, yaitu 47 tahun yang lalu. Isi prasasti tersebut, disebutkan bahwa pada waktu pemerintahan Raja Paduka Haji Sri Darmawangsa Wardhana Marakata Pangkaja Sthanotungga Dewa yang sangat bijaksana, masyarakat kepada raja, seperti: menghaturkan upeti, mengerjakan kebuun raja, termasuk keluarga raja serta pembantu-pembantunya, memelihara Pura Sang Hyang Baturan, Pesanggrahan dan Pertapaan yang ada di wilayah Desa Baturan beserta upacaranya.

Keadaan seperti itu, berjalan dengan baik dan tidak bisa ada masalah baik dari golongan biasa maupun dari golongan atas (Triwangsa), sudah berangsung bertahun-tahun. Hal ini, dapat berlangsung karena yang menjadii Bendesa (pemimpin) di Pura Desa Adat Batuan pada waktu itu adalah golongan dari Puri. Mungkin dari golongan Puri ini, membuat suatu aturan atau kesepakatan dengan golongan bawah, sehingga golongan atas hanya “maturan” atau sembahyang saja, tidak ikut membuat upakara/upacara piodalan. Sedangkan yang menyelenggarakan upacara adalah golongan biasa.

Namun, setelah generasi berikutnya (dari golongan biasa) yang menjadi pemimpin di Desa Adat itu, mulailah terasa ada ketidak adilan antara golongan biasa dan golongan atas. Sehingga pemimpin generasi muda berikut ini menuntut agar golongan ikut bersama-sama melakukan kewajiban atau menangung beban di Pura Kahyangan Baturan. Walaupun ada tuntutan dari golongan biasa untuk bersama-sama menanggung beban ayahan di Desa Adat Batuan, namun tuntutan tersebut tak terpenuhi. Mulailah terjadi riak-riak kecil ketidak harmonisan antara golongan biasa dan golongan atas, tetapi tidak menimbulkan reaksi keras. Hal ini, terjadi sebelum tahun 1966, yang masih dapat dittoleransi antara kedua golongan ini.

Namun pemimpin muda berikutnya, melakukan pembacaan prasasti yang ada di Pura Des Adat Batuan pada tahun 1966, dengan tujuan untuk mengetahui isi prasasti itu. Isi prasasti yang dibaca pada tahun 1966 itu, berisi beberapa keputusan seperti yang telah disebutkan di atas, telah dilanggar oleh pemimpin dari golongan atas tersebut. Karena itu, kembali timbul tuntutan hak dan kewajiban kepada golongan atas tersebut agar ikut bersama-sama melakukan pekerjaan sebagaimana yang dilakukan oleh golongan biasa.

Timbul konflik kecil antara golongan biasa dan golongan atas, dimana golongan atas belum berani menentukan sikap. Walaupun terjadi konflik kecil tetapi dapat teratasi, namun tetap saja tuntutan itu harus diterima oleh golongan atas.

  1. B.    Karya Mamungkah di Pura Dalem Sukaluih, Tahun 1971

Pada tahun 1971 di Pura Dalem Sukaluih dilaksanakan Karya Mamungkah. Karya yang besar itu sudah tentu dilengkapi dengan rentetan acara yang akan mengiringi upacara yang besar itu. Pada umumnya apabila ada upacara besar seperti yang dilaksanakan oleh krama Pura Dalem Sukaluih sangat diperlukan iringan tari wali atau wewali (bebali), seperti: Wayang Gedog, Topeng Sidakarya, atau Wayang Wong, dan Gambuh. Sedangkan Gambuh yang ada pada saat itu adalah gambuh yang biasa Ngayah di Pura Desa yaitu gabungan antara seniman Semeton dan seniman dari Pekandelan. Dari seniman yang ada di Pekandelan bermaksud akan Ngaturang Gambuh pada saat Karya. Namun, menurut Pak Bukel Kak taweg menentangnya, nbeliau mengatakan bahwa Gambuh tidak ada hubungannya dengan Karya.

Walaupun demikian, dari pihak seniman tetap berusaha agar gambuh ada pada saat Karya. Oleh karena itu, timbul ide dari Kak kakul untuk mencari gambuh yang didukung oleh pihak semetonan dan pihak seniman Pekandelan. Walaupun pada waktu itu, kedua golongan di atas (Sila Murti dan Silamona) tidak aktif di Pura Desa, tetapi satuan gambuh yang ada di Batuan masih dianggap bersatu antara semetonan dan seniman Pekandelan.

Menurut Bapak Bukel yang dikonfirmasi mengenai permasalahan Gambuh yang harus ada pada saat karya di Pura Dalem Sukaluih, diceritakannya sebagai berikut: Semula maksud baik dari pihak seniman Kak Kakul dan seniman lainnya waktu itu, mohon Gambuh pada semetonan. Menurut Bapak Bukel yang menjadi tim Gambuh di semetonan pada waktu itu adalah I Dewa Kompiang Badung dan A.A Gde Putra. Lobi pertama untuk mencari tenaga penari dan penabuh hany 40 orang saja. Permohonan itu sudah disanggupi, namun pada lobi kedua ada syarat yang harus dipenuhi oleh pihak pemohon. Syaratnya adalah agar seluruh sekehe yang berjumlah 150 orang (semeton dalem puri) disertakan (diundang). Tetapi maksud maksud dari pihak Kak Kakul dan seniman lainnya tidak demikian. Artinya hanya mencari beberapa saja dari penabuh dan penarinya. Oleh karena itu, permohonannya ditolak oleh pihak semetonan karena tidak menuruti persyaratan yang diajukan. Pihak pemohon merasa berat karena pihak Dalem Sukaluih tidak akan mampu menyediakan (nyangu) sebanyak itu, maka batal mencari gambuh pada semetonan.

Selanjutnya muncul idel lagi dari Kak Kakul untuk membentuk gambuh dengan beberapa penari saja yang ada meskipun tabuhnya tidak lengkap. Baru beberapa kali latihan berjalan ternyata tidak bisa terwujud, karena kendalanya adalah pada tabuh atau gendingnya tidak lengkap. Maka timbul lagi ide untuk mencari tokoh yang menguasai gending gambuh. Semula dimohon Dewa Kak Kompiang untukk membinanya bersama di Pekandelan, namun beliau katanya masih ragu-ragu, kata Pak Bukel. Mungkin keragu-raguannya itu disebabkan oleh pecahnya semetonan, karena kalau ke sana disangka yang aneh-aneh oleh pihak semetonan Silamona (maklum situasi waktu itu belum konduusif).

Langkah berikutnya, kata Pak Bukel: pihak seniman di Pekandelan mendekati Ida Bagus Kakiang Ceti. Dari pendekatannya ituu Ida bersedia dating membinanya ke Pekandelan. Pada saat iitu latihan berlangsung dating Dewa Kak Kompiang mengamati orang sedang latihan bersama Ida Kakiang Ceti. Spontan Kak Kakul menyuruh Dewa Kak Kakiang bersama-sama membinany.

Pada waktu latihan kata Pak Bukel hanya menggunakan gending bapang gede untuk tari laki-lakinya sedangkan gending kakan-kakannya oleh Dewa Kak Kompiang. Namun, karena dianggap belum lengkap/sempurna, maka Pak Budi mencari Ida Bagus Tegog dan Dewa Ketut Jatra yang menguasai gending gabor. Selanjutnya ketiga tokoh ini latihan di rumah Pak Budi (tidak disebutkan kelanjutannya).

Tetapi, setelah Dewa Kak Kompiang, menyertai latihan di sana Ida Bagus Kakiang Ceti berhenti. Menurut Pak Bukel Ida Bagus Kakiang Ceti hanya dapat bergabung kurang lebih selama seminggu akhirnya tidak berlanjut. Latihan selanjutnya diteruskan oleh Dewa Kak Kompiang bersama penabuh lainnya di antaranya yang senior adalah Bapak Budi. Sedangkan di bidang penari yang juga ikut mendukung gambuh ini adalah Dewa Kak Cita. Gambuh yang dipersiapkan “Ngayah” di Pura Dalem Sukaluih dilatih secara kontinyu sampai larut malam agar dapat dipentaskan nanti. Latihan secara kontinyu ini dilakukan dua minggu menjelang puncak karya. Syukur dengan usaha yang maksimal dari para seniman ini Gambuh dapat mengiringi upacara karya.

  1. C.     Pentas di Jakarta

Menurut Bapak Bukel setelah karya di Pura Dalem Sukaluih selesai, Gambuh ini berlanjut dilatih dan dimantapkan oleh tokoh-tokoh seni agar tidak berhenti sampai di saat karya saja. Kebetulan pada waktu itu, Sukmawati (anaknya Bung Karno) ikut bergabung dalam Gambuh ini. Ia berperan sebagai Panji. Pada waktu itu, dating ibu Sukmawati ke Batuan dan mengajak sekehe Gambuh ini ke Jakarta untuk dipentaskan. Kedatangan Ibu Sukmawati itu, sekitar tahun 1977-1978.

Sekembalinya dari Jakarta gambuh ini semakin tumbuh dan berkembang baik dari segi personil maupun dari segi kemampuannya. Kemudian Gambuh yang dibangun ini akan diberi nama. Menurut Bapak Bukel, untuk pemberian nama terhadap gambuh yang telah ada ini, para tokoh seni minta petunjuk kepada Mangku Desa. Mangku Desa merestui dan memberinya nama “Gambuh Maya Sari”. Mulailah pada saat itu ada dua satuan Gambuh di Batuan, yaitu Gambuh Triwangsa dan Gambuh Maya Sari. Gambuh Maya Sari ini sebagian besar didukung oleh krama Banjar Pekandelan dan Dewa Kak Kompiang, Dewa Kak Serong, dan Dewa Kak Cita.

Dampak dari munculnya Gambuh Maya Sari adalah terkucilnya Dewa Kak Kompiang dan Dewa Kak Cita oleh Semeton Silamono. Entah apa yang menjadi pemikiran pemuka semeton Silamono, sehingga kedua tokoh gambuh di atas tadi disisihkan dari semetonan Silamono. Pengucilan ini dicetuskan oleh I Dewa Kompiang Badung, I Dewa nyoman Pasek, dan beberapa pemuka lainnya pada saat paruman. Oleh karena itu, mereka tersisih dari Semeton Silamono, sehingga mereka bergabung di Semetonan Sila Murti dalam hal melunasi iuran piodalan di Pura Dalem Puri. Karena pada waktu itu, piodalan di Pura Dalem Puri kedua tokoh ini tidak diterima iuranannya oleh pihak Silamono.

Ketika itu, setiap odalan di Pura Dalem Puri penyungsung masih dikotak-kotakkan, yaitu pihak Sila Murti, pihak Silamono, dan pihak semeton Sukawati yang secara bergilir ngodalin. Hal ini jelas masih terdapat dualisme kelompok semetonan dan masih meninggalkan sisa-sisa zaman partai di masa orde lama.

Namun, lama kelamaan pengkotak-kotakan itu tidak lagi muncul seperti adanya kelompok Sila Murti dan Silamono di Pura Dalem Puri. Entah apa alasannya kedua kelompok itu lebur menjadi satu. Demikian menghaturkan piodalan hanya dilaksanakan oleh semeton penyungsung Batuan dan semeton penyungsung Sukawati.

Sekehe Gambuh Maya Sari tidak bertahan selamanya seperti yang diharapkan sebelumnya, karena di dalam sekehe tersebut terdapat suatu masalah antara pendukung sekehe, sehingga ada yang memisahkan diri. Dari peristiwa tersebut terbentuklah satuan gambuh lagi di bawah pimpinan Bapak Made Jimat. Gambuh ini di bawah naungan sanggarnya yang bernama “Panti Pusaka” pada saat itu.

Tidak hanya Pak Made jimat yang mau membentuk satuan Gambuh tetapi Pak Kantor juga membentuk Gambuh di bawah naungan “Sanggar Kakul”. Nama ini diambil dari maestro besar seorang tokoh seniman tari topeng di Batuan yang allround (serba bisa) dan juga seorang dosen luar biasa di KOKAR dan ASTI pada tahun 1960-an hingga tahun 1970-an. Gambuh yang dipimpin oleh Pak Kantor ini penarinya didominasi oleh keluarga besarnya, baik dari ipar, sepupu, menantu, anak, dan keluarga terdekatnya.

Sebuah seni, baik seni tari, seni suara, atau seni lainnya mempunyai tingkat sensitifisme yang tinggi. Sehingga tidak jarang kelompok-kelompok seni tersebut mengalami perceraian, yang dipicu oleh SDM dan kulitasnya masing-masing. Ada pula penybabnya adalah ingin menunjukkan jati dirinya sebagai seniman untuk berkompetisi antara seniman atau grup seni yang satu dengan grup seni yang lainnya. Hal ini sah-sah saja, asalkan tidak mempunyai rasa tersaingi tetappi memiliki rasa motivasi yang tinggi untuk memajukan seninya masing-masing.

Hal ini juga terjadi di grup/kelompok seni suara, seperti halnya yang ada di Jawa dan daerah lainnya timbul perceraian pula, misalnya kelompok penyanyi/hrup Band Koes Plus, Grup Band 4 Nada, dan contoh Grup Band yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa sensitifisme seorang seniman. Demikian pula halnya dengan munculnya satuan-satuan gambuh baru. Seperti satuan gambuh kecil yang dipimpin oleh Pak Bukel. Di mana Pak Bukel sendiri adalah keluarga Pak Kantor yang juga pendukung gambuhnya. Terwujudnya satuan gambuh Pak Bukel ini tiada lain tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan kepada anaknya untuk mengembangkan tarinya, khususnya gambuh karena anaknya Wayan dan menantunya adalah sejana seni. Itulah tujuannya semula tidak ada maksudnya untuk menyaingi Gambuhnya Pak Kantor atau yang lainnya, kata Pak Bukel. Bahkan beliau siap membantu dan memanfaatkan senimannya untuk mendukung Gambuh Pak Kantor. Walaupun gambuh ini terbentuk namun sebagian penarinya juga berasal dari keluarga gambuh yang terdahulu, katanya.

Terbentuknya beberapa satuan Gambuh di Batuan merupakan perkembangan dari Gambuh Maya Sari itu sendiri. Tetapi Gambuh Maya Sari saat ini nyaris dilupakan, bahkan jarang sekali mendapat pembinaan. Meskipun demikian para senior tari dan tabuh telah berhasil menumbuhkembangkan beberapa Gambuh di Batuan.

BIOGRAFI I KETUT WIRTAWAN

  • new-1Riwayat hidup

Saya akan mengangkat biografi tentang seniman alam dari batuan, yaitu I Ketut Wirtawan. Pada tgl 7 Oktober 2013 saya menulis biografi tentang I Ketut Wirtawan. I Ketut Wirtawan lahir di Gianyar, 28 Juli1969. I Ketut Wirtawan anak ke empat dari I Ketut Kantor (alm) dan Ni Nyoman Ciri, telah belajar menari dari sejak umur 4 tahun. I Ketut Wirtawan menikah dengan Ni Made Sukerni dan mempunyai 2 orang anak perampuan. I Ketut Wirtawan yang saya bicarakan sebagai seniman, belajar dari kakeknya I Nyoman Kakul dan ayahnya I Ketut Kantor sebagai seniman alam sekaligus sebagai maestro tarian Bali. I Nyoman Kakul juga sebagai guru luar biasa dikokar dan di ASTI pada jamannya. Dari umur 4 tahun I Ketut Wirtawan sudah belajar menari dan menekuni tarian bali sampai sekarang. I Ketut Wirtawan belajar menari karena hobby menari (berkesenian) dan ada juga factor yang terutama yaitu factor keturunan, lingkungan juga mempengaruhi. Walaupun I Ketut Wirtawan terjun dibidang seni pasti beliau merasa jenuh karena pada jaman dulu fasilitas kurang memadai dari pada jaman sekarang. Pada jaman dulu jarang ada pementasan dan sedikit ada skehe yang ada pada jaman itu. I Ketut Wirtawan sudah belajar menari dari sejak kecil, tetapi pada jaman itu belajar menari harus ditekuni dulu salah satu tarian, kalau sudah beranjak umur dewasa baru bisa mempelajari tarian yang lain. Beliau sudah mempelajari tarian Gambuh pada kelas 5 SD, pada saat itu beliau baru mempelajari tarian Demang dan Tumenggung, saat SMA beliau juga mempelajari tarian Topeng. I Ketut Wirtawan pernah sekolah di Kokar selama 6 bulan, dan beliau juga pernah kuliah di ISI, tetapi tidak sampai TA ( tugas akhir) pada saat jaman itu beliau lebih banyak keluar negeri untuk menari, karena menyangkut juga faktor ekonomi dan beliau juga berfikir sesudah tamat di ISI tidak mungkin akan dapat pekerjaan (tanpa tujuan). Sesudah mempelajari hampir semua tarian, beliau keluar kembali untuk mempelajari tarian I Nyoman Kakul pada mantan-mantan murid I Nyoman Kakul. Pada saat I Ketut Wirtawan masih kecil, I Nyoman Kakul atau kakeknya I Ketut Wirtawan sakit keras selama 6 tahun, maka dari itu I Ketut Wirtawan tidak bisa belajar menari pada kakeknya. I Ketut Wirtawan belajar menari lagi karena dorongan dari keluarga dan masyarakat sekitar, supaya I Ketut Wirtawan bisa menguasai (mewarisi) semua tarian dari kakeknya dan Ayahnya.

  • Pengalaman

Pengalaman yang paling berkesan I Ketut Wirtawan ketika ketika beliau menari di Kalimantan Barat yang dihadiri dan disaksikan oleh Bapak Presiden ke-2 yaitu Bapak Soeharto dalam acara kebangkitan Nasional tahun 1994. Pada saat acara kebangkitan Nasional itu I Ketut Wirtawan menari topeng keras dan topeng tua.

Pengalaman buruk yang pernah dialami oleh I Ketut Wirtawan ketika menari di Pura Besakih. Pada saat itu ketika beliau akan pentas di Pura Besakih, rombongan para penari tidak diperbolehkan perkir kendaraan di dekat pura. Sehingga I Ketut Wirtawan dan para rombongan penari lainnya susah membawa peralatan menari seperti; pakian menari, dan temput gelungan yang cukup banyak karena beliau akan menarikan tarian Gambuh di Pura Besakih. Menurut beliau seharusnya panitia yang khusus mengurus penari yang ngayah di Pura Besakih, sebaiknya memberi parkir khusus buwat pengayah karena jika para pengayah membawa alat-alat yang cukup banyak supaya tidak sulit untuk menjangkau tempat mereka pentas.

  • Karya

Karya yang salah satunya diciptakan oleh I Ketut Wirtawan yaitu menciptakan sendratasi yang bertemakan Bima Suarga. Beliau mengkemas tema Bima Suarga tersebut dalam bentuk Calonarang Inovatif dengan judul Geseng Bingin. Karya beliau ini dipentaskan pada saat Piodalan di Pura Dalem Suka luwih. Karana beliau ingin menciptakan karya yang jarang atau belum pernah diciptakan oleh seniman lain.

Karya yang salah satunya lagi diciptakan oleh I Ketut Wirtawan yaitu perpaduan Drama tari dan Sendratari, dan Beliau memberikan judul Sang Hyang Tri Semaya.

  • Pengalaman Keluar Negeri
    • Tahun 1993 keliling Eropa selama 3 minggu bersama sanggar Kakul Mas Batuan.
    • Tahun 1996 keliling Eropa bersama STSI Dps atas pimpinan Prof. I Made Bandem.
    • Tahun 2000 berangkat ke Singapore dalam rangka Festival tari Tradisional.
    • Tahun 1997  Festival tari kontemporer di Surabaya.
    • 2001 Pementasan Wayang listrik di Gedung Kesenian Jakarta dengan sanggar Cudamani.
    • Tahun 2002 berangkat bersama sanggar Cudamani dalam rangka ulang tahun FORD Foundation.
    • Tahun 2003 berangkat ke Jepang, menari topeng dalam rangka pameran kain khas Indonesia.
    • Tahun 2004 berangkat ke Jepang dalam rangka pementasan tari untuk anak-anak SD di Jepang.
    • Tahun 2005 berangkat ke Jepang dalam rangka Festival musik dan tari Tradisional didaerah Akusiu dan Nagoya Jepang.
    • Tahun 2006 berangkat ke Taiwan pentas Topeng dan Wayang Gambuh di Taiwan dalam rangka Hari Kasih Sayang.
    • Tahuun 2010 Berangkat ke Belanda pentas dalam rangka Tong-tong Festival.
    • 2010-2011 di kontrak oleh Group Sekar Jaya di Kalifornia selama 6 bulan untuk melatih tarian Bali.
    • 2012 berangkat ke India dalam rangka Kolaborasi tari Bali dan tari India dengan judul Citarang Gada.

RINDIK

 PENGERTIAN RINDIK

•Rindik merupakan salah satu alat tradisional BALI yang di buat dari beberapa potongan bambu yang nadanya di buat secara merdu dan dinamis yang pada nadanya berdasarkan laras slendro.

•Esambel rindik ini berfungsi sbagai mengiringi upacara pernikahan, resepsi, menabuh kehotel – hotel untuk mengiringi suatu toris mancan negara maupun lokal. Ensambel rindik ini juga berfungsi sebgai mengiringi tarian jogged bumbung. Tarian jogged bumbung ini biasanya di iringi oleh sepuluh atau dua puluh orang pemain gamelan atau penabuh. dan sebagai mana mestinya ensambel rindik ini sangat banyak fungsinya. Dengan itu saya akan membahas ensambel rindik sebagai fungsi untuk mengiringi  pernikahan, dan acara resepsi.

FUNGSI

Fungsi rindik dalam suatu mengiringi acara pernikahan sebagai pelengkap suasana pernikahan dan membuat tamu-tamu undangan sangat nyaman dalam acara pernikahan itu dan membirikan gambaran suasana tenang dan bahagia di dalam suatu acara perikahan tersebut.

Fungsi rindik di dalam suatu mengiringi acara resepsi sebagai pelengkap suasana di dalam suatu kegiatan resepsi dan memberikan suasana tenang dan nyaman di saat para tamu-tamu menikmati suatu hidangan.

CARA PEMBUATAN

•      Gamelan rindik ini terbuat dari sebuah potongan-potongan bambu.

•      Sedangkan bambu yang di pakai adalah bambu yang berukuran  besar dan tebal,biasanya  dari sejenis bambu di sebut tiing petung.

•      Sebagai mana bambu untuk membuat suling dan sifat alami dari bambu itu, maka  bambu baru di tebang dan sudah cukup tua dan di keringkan dan jangan sampai pecah ada kalanya bambu di rendam beberapa hari di dalam air agar tidak lapuk di makan nyengat dan serangga lainnya.

•      Prinsip pembuatan bilahan rindik hampir sama seperti pembuatan bilah dari kerawang. Tinggi rendah nada rindik ini sesuai dengan tebal tipisnya  dari bambu, keadaan bambu dari pangkal batang bambu ke ujung bambu semakin menipis oleh sebab itu untuk nada-nada yang tertinggi di pakai bambu  dari bagian pangkal bambu dan nada-nada yang rendah di pakai dalam bagian ujung bambu. Hal lain yang perlu di perhatikan adalah waktu memotongnya hrus tertinggal minimal 2 buku bambu  di dalam ruas-ruas potongannya. Sebab batas ujung potongan harus terdiri dari buku atau ruas mata bambu. Selanjutnya berupa buku yang ada pada bilahan tersebut tergantung pada panjang pendeknya potongan bambu mungkin terdiri dari satu,dua atau tiga buku.

MENDISKRIPSIKAN ALAT INSTRUMEN KENDANG BEBARONGAN

Kendang Bebarongan

Dalam karawitan bali dapat ditemukan berbagai macamjenis kendang. Keanekaragaman kendang bisa dilihat dari bermacam ukurannya mulai dari yang besar sampai yang kecil. Beberapa contoh jenis kendang bali diantaranya, kendang mebarung, kendang tambur, kendang bedug, kendang cedugan, kendang gupekan, kendang bebarongan kendang krumpungan, kendang batel kendang angklung.

Salah satu jenis kendang bali yang memiliki teknik permainan yang unik dan rumit adalah kendang bebarongan. Hal ini disebabkan karena dalam mempermainkannya mempergunakan sebuah alat yang disebut panggul kendang. Dan teknik permainannya lebih banyak memakai  teknik mekendang tunggal, jenis ini dinamakan kedang bebarongan karena kendang ini khusus digunakan untuk menyajikan kendanggending-gending bebarongan dan dipergunakan untuk mengiringi tari barong. Kendang bebarongan mempunyai panjang sekitar 62-65cm, garis tengah tebokan besar26-28cm dan garis tengah tebokan kecil sekitar 21,5-23cm. ukuran jenis kendang ini ukuran yang tidak terlalu besar maupun tidak terlalu kecil (sedang) sehingga sering juga di sebut kendang penyalah. Sesuai dengan namanya kendang bebarongan adalah salah satu jenis kendangyang dipergunakan untuk mengiringi tari barong baik hanya bapang barongnya saja maupun melampahan.

  1. Kendang bebarongan dalam karawitan bali

Kendang bebarongan adalah kendang yang secara khusus terdapat dalam barungan gamelan bebarongan. Jenis kendang ini mempunyai panjang sekitar 62-65cm, garis tengah tebokan besar26-28cm dan garis tengah tebokan kecil sekitar 21,5-23cm. kendang bebarongan ini termasuk dalam ukuran yang tanggung, karena ukurannya yang tidak terlalu besar maupun tidak terlalu kecil. Ada dua cara untuk memainkan kendang bebarongan, yakni bisa dengan mempergunakan panggul dan bisa juga dimainkan tanpa mempergunakan panggul.

  1. Fungsi kendang bebarongan

Fungsi kendang bebarongan adalah berfungsi sebagai pemurba irama (mengatur jalannya irama gending). Kendang bebarongan merupakan salah satu instrumen penting dalam barungan gamelan bebarongan. Mengingat begitu penting peranan kendang  dalam gamelan bebarongan maka kemampuan juru kendang sangat menentukan keberhasilan dari sebuah pementasan. Dengan kata lain bahwa disamping factor instrumen atau kendangnya sendiri maka, keberhasilah sebuah pementasan akan sangat ditentukan oleh kemampuan juru kendang baik dalam hal bermain secara individu maupun dalam hal memimpin seluruh penabuh yang memainkan instrument lainnya sehingga dapat menghasilkan sebuah pementasan yang baik.

  1. Teknik menabuh kendang bebarongan

Sebelum menabuh, ada satu hal penting yang harus diperhatikan oleh juru kendang, yaitu sikap duduk dalam bermain kendang sebab sikap duduk yang baik dan benar akan sangat menentukan kenyamanan dalam bermain kendang.

Suara kendang bebarongan diatur agar suara cedugannya mendekati nada dung (7) sesuai dengan laras gamelan yang di pergunakan. Untuk mendapatkan suara kendang sesuai dengan yang diinginkan dilakukan dengan cara mengatur posisi sompe (pengaturan suara kendang yang berbentuk cincin yang terbuat dari jangat). Cara mengatur tinggi rendahnya suara kendang adalah dengan jalan mengatur sompe baik kearah muwa kanan maupun muwa kiri kendang. Apabila suara yang diinginkan lebih tinggi maka sompe dieratkan menuju arah muwa kanan kendang. Sebaliknya kalau diinginkan agar suara kendang lebih rendah maka sompe diatur kea rah muwa yang kecil. Pengaturan ini dilakukan dengan sangat hati-hati agar mendapatkan suara kendang yang sesuai dengan yang diinginkan.

Selain dengan jalan mengatur posisi sompe, pengaturan suara kadang dapat dilakukan dengan cara memukul bagian wangkis – salah satu bagian dari kendang terbuat bamboo dan kawat yang berbentuk cincin dan berfungsi untuk memegangpenukub dan tali – dan penukub kendang pada kedua bagian (muwa). Untuk mendapatkan suara yang lebih tinggi carannya adalah dengan jalan memukul kedua wangkis sedangkan untuk mendapatkan suara yang lebih rendah dilakukan dengan jalan memukul bagian tengah dari kulit kendang pada kedua muwa. Dalam hubungan ini harus dilakukan dengan cermat dan penuh perasaan.

  1. Warna suara kendang bebarongan

Adapun yang dimaksud dengan warna suara kendang bebarongan adalah jenis-jenis suara yang dihasilkan. Apa bila menggunakan panggul maka muwa kanan dapat menghasilkan tiga jenis suara yaitu: dug, tek, dan tep. Suara tek diperoleh dengan cara memukul muwa kanan dengan panggul dan muwa kiri ditutup sepenuhnya dengan  tangan kiri. Sedangkan muwa kiri menghasilkan dua warna suara yaitu pak dan kung.

Selanjutnya apabila kendang itu dimainkan tanpa mempergunakan panggul, maka muwa kanan dapat mehasilkan tiga warna suara yaitu: tep, cung, dan dag. Sedangkan muwa kiri dapat mehasilkan dua suara yaitu pak dan kung. Dengan kata lain, bahwa muwa kiri akan menghasilkan dua warn yang sama baik ketika kendang itu dimainkan dengan panggul ataupun tanpa panggul.

Salah satu hal yang harus diingat oleh setiap juru kendang khususnya dalam menabuh gending-gending bebarongan adalah pada saat memukul kendang dengan mempergunakan panggul, pada bagian muwa kiri ditutup sedikit agar mendapatkan suara kendang yang lebih tajam dan tekes. Jika tidak ditutup sebagian maka akan menghasilkan suara kendang yang mecedung atau mempunyai suara yang kurang tajam.

ENSAMBLE SEDANG

GAMBELAN GEGUNTANGAN

 

1.1  Definisi

Gambelan geguntangan  sekarang sudah kurang diminati, anak-anak / remaja sekarang sangat jarang  yang tertarik terhadap jenis gambelan ini. Tapi sekarang di setiap Banjar / Sanggar yang ada diBali sudah mulai mempelajari gambelan geguntangan. Gambelan geguntangan adalah gambelan Pengarjan yang ditransfer ke gambelan geguntangan. Kalau gambelan pengarjan alat-alat gambelannya sama seperti gambelan geguntangan tapi penarinya langsung menarikan sambil  bernyanyi ( Sekar Alit ), kalau geguntangan tidak ada yang menarikan tapi cuma ada yang menyanyikan ( megending ). Menurut sumber yang ada, pementasan gambelan geguntangan pertama kali ada diadakan adalah di RRI. Dalam memainkan gambelan geguntangan, khususnya dalam memainkan kendang krumpungan, harus selalu memperhatikan permainan. Pada gambelan geguntangan yang paling berperan yaitu kendang krumpungan ”Lanang” dan alat instrument yang lain cuma mengikuti saja, selain itu pemain harus memperhatikan pelaku yang menyanyikan ( megending ) supaya pada saat nyanyian itu lebih cepat / berubah maka pemain gambelan sudah mengetahui kapan waktunya akan mengganti Gending / tabuh tersebut. Menurut seniman alam dari Singapadu yang berkecimpung digambelan geguntangan, tabuh yang digunakan pada gambelan geguntangan seperti tabuh batel,tabuh dua dan tabuh empat. Tabuh empat jarang orang yang tahu dan juga jarang yang menggunakannya. Tabuh batel digunakan pada saat cerita itu marah, pepeson penasar manis, mantri buduh, penasar buduh.  Tabuh dua digunakan pada saat pepeson, penyalin gending. Dan tabuh empat digunakan pada saat pertemuan ( pengeraos ). Selain itu, jika pada saat cerita itu sedih tabuh yang digunakan adalah tabuh empat Adri.

 

1.2  Macam-macam alat Gamelan Geguntangan

 

  1. Kendang Krumpungan Lanang
  2. Kendang Krumpungan Wadon
  3. Cenceng
  4. Gajar
  5. Klenang
  6. Guntang
  7. Tawe-tawe
  8. Suling
  9. Gong Pulu

 

1.3  Teknik Permainan Gamelan Geguntangan

 

  1. Kendang Lanang, cara memainkannya yaitu dengan menggunakan tangan kanan dan tangan kiri. Tangan kanan memukul dengan ibu jari, dan tangan kiri memukul dengan memakai 3 jari yaitu jari tengah, jari manis dan jari klingking. Misalnya kalau gamelan itu narik maka jari-jari tangan kiri agak lebih dinaikkan kurang lebih satu ruas jari dan langsung ngangsel jari-jari tangan kiri diturunkan sedikit maka pengambilannya tiga ruas jari.
  2. Kendang Wadon, cara memainkannya yaitu dengan menggunakan tangan kanan, dan ada dua jenis cara memukul dengan menggunakan tangan kanan. Memukul dengan istilah suara ngumbang memakai empat jari kanan dan suara ngisep memakai satu ibu jari kanan. Kalau memukul dengan tangan kiri sama seperti memukul kendang lanang, tetapi kendang wadon cuma ada satu pukulan yaitu memkai tiga jari dengan satu ruas jari dan pada saat kendang itu narik tidak perlu menurunkan jari tangan kiri, setelah pola itu habis angsel menurunkan jari tangan menyuarakan keplak.
  3. cara memegang bunga cenceng yaitu dengan dijapit oleh ibu jari dan telunjuk  memegang bunga cenceng dan pada saat dibunuyikan bunga cenceng yang dipegang sama bunga cenceng yang dibawah dipadukan. Pada saat ngumbang pukulannya cenceng keras dan saat ngisep pukulannya ringan atau tidak menekan bunga cenceng yang dibawah. Jika kendang itu memakai keplak maka pukulan cenceng harus ditekan supaya tidak bergema.
  4. Gajar, cara memainkan yaitu tiap kendang itu narik pukulannya dipinggir, pada saat kendang lanang dan kendang wadon dimainkan gajar juga mengikuti pukulan kendang. Jika muka kanan kendang wadon dimainkan yang dimainkan pada gajar yaitu sebelah pencon gajar, kalau saat kendang lanang dimainkan yang dimainkan pada gajar yaitu pencon gajar.
  5. Klenang, cara memainkan yaitu memukul pencon, kalau pukulannya klenang diantara tawe-tawe dan gong. Jika memainkan klenang yang harus diperhatikan yaitu klenang mempermainkan tempo.
  6. Guntang, kalau satu alat ini disebut guntang, jadi semua alat instrumentnya menjadi geguntangan. Cara memainkannya yaitu memukul bilah bambu, pada saat tangan kanan memukul dan tangan kiri harus menekan bilah guntang supaya suara guntang padat dan tidak bergema. Fungsi guntang yaitu sebagai tempo melodi gamelan geguntangan tersebut.
  7. Tawe-tawe, cara maminkannya dengan dipukul oleh panggul. Pada saat melodi itu berjalan fungsi tawe-tawe sebagai menandakan tabuh dan tawe-tawe juga sebagai penanda pergantian tabuh. Kalau penempatan permainan tawe-tawe yaitu sebelum klenang dan sesudah gong. Dan tawe-tawe juga sebagai penanda pergantian tabuh.
  8. Suling, cara memainkanya yaitu dengan kelemasan jari tangan menutup dan membuka lobang nada yang ada disoling. Peranan suling digamelan geguntangan yaitu mengikuti irama gending / lagu, khususnya digamelan geguntangann pemain suling harus peka dengan tembang / lagu.
  9. Gong pulu, cara memainkannya yaitu dengan memakai dua alat pukul, dan kedua bilah gong pulu harus dipukul secara bersamaan. Penempatan pemukulan Gong pulu yaitu sesudah klenang, dan fungsinya sebagai penempatan akhir melodi / tabuh.