Sejarah dan perkembangan“ Gamelan Angklung “ di Br. Anyar Kaja, Kerobokan, Kuta Utara, Badung

This post was written by putrasena on Desember 29, 2011
Posted Under: Lainnya

Sejarah dan perkembangan“ Gamelan Angklung “ di Br. Anyar Kaja, Kerobokan, Kuta Utara, Badung

 

Selain gong kebyar, kini di Br. Anyar Kaja, Kerobokan, telah memiliki barungan gamelan angklung. Menurut pengamatan saya beserta sumber dari para sekee gong, pada tahun 2008 sebelum adanya gamelan angklung ini, sekee gong anak-anak di Br. Anyar Kaja, Kerobokan ini mengikuti parade gong kebyar anak-anak dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) XXX. Pada saat itu Br. Anyar Kaja, Kerobokan merupakan wakil dari Duta Kabupaten Badung yang berhadapan dengan duta dari Kabupaten Gianyar. Dalam menunjang kegiatan ini  sekee gong beserta pengurus banjar mengadakan rapat dan menghasilkan kesepakatan bersama untuk membentuk kepanitiaan penggalian dana, salah satunya membuat kupon undian berhadiah. Kupon berhadiah itu disebarkan kepada masyarakat di lingkungan banjar maupun di luar lingkungan banjar. Dari hasil kupon udian berhadiah tersebut di pakai untuk membiayai parade gong kebyar anak-anak. Adapun sisa dari pembiayaan gong kebyar tersebut dan donatur dari pemuka-pemuka banjar, camat dan bupati, supaya dana itu bisa berguna timbulah gagasan-gagasan dari sekee gong, pengurus banjar, serta pemuka-pemuka masyaratkat untuk membeli barungan angklung. Karena angklung bagi masyarakat Bali sangat penting dalam suatu pelaksanaan upacara adat khususnya Pitra Yadnya ( orang meninggal ). Masyarakat sangat setuju dengan gagasan ini, maka dari itu sekee gong dan pengurus banjar rapat, intinya dalam rapat tersebut akan membeli gamelan angklung karena dalam upacara Pitra Yadnya masyarakat sering kesulitan mencari angklung untuk mengiringi upacara tersebut. Dari sanalah sekee gong beserta pengurus banjar membeli sebuah gamelan angklung untuk kepentingan upacara Pitra Yadnya khususnya di Br. Anyar Kaja, Kerobokan. Setelah adanya gamelan angklung mulailah latihan gending-gending angklung seperti gending Panca Ratih, Segara Madu, Galang Kangin, dan lain-lain yang nantinya akan digunakan untuk mengiringi prosesi upacara Pitra Yadnya. Setelah itu sekee gong mulai rapat untuk pembentukan sekee angklung dan membuat awig-awig/ peraturan. Salah satu dari awig-awig/ peraturan tersebut yaitu, jika krama/ warga banjar adat di Br. Anyar Kaja, Kerobokan melaksanakan upacara Pitra Yadnya ( kematian ) warga tersebut berhak mendapatkan angklung secara gratis. Selain untuk kegiatan adat di lingkungan banjar, sering kali dari banjar lain, desa, dan daerah lain seperti Denpasar yang dalam istilah bali “ngulemin” ( mengundang ) untuk mengiringi kegiatan upacara Pitra Yadnya yang bisa disebut dengan “keupah/ di sewa”. Singkat cerita, setiap enam bulan sekali tepatnya menjelang hari raya Galungan sekee angklung rapat mengenai pemasukkan dan pengeluaran seperti perawatan gamelan ataupun pengeluaran lainnya selama enam bulan. Dari sisa pemasukkan tersebut adanya kesepakatan akan dibagikan kepada setiap anggota sekee dan mendapatkan daging babi yang dalam istilah bali disebut “ nampah celeng “ untuk menyambut hari raya Galungan. Adapun sisa dari pemasukkan tersebut akan diserahkan ke banjar yang juga merupakan pemasukkan dari kegiatan yang ada di Br.Anyar Kaja, Kerobokan. Kegiatan ini masih tetap berjalan dan eksis  sampai saat ini. Dari adanya angklung, sekee dan pengurus banjar rapat dan menghasilkan keputusan untuk mendirikan sanggar tari dan tabuh yang bertujuan untuk mengarahkan generasi muda agar melestarikan seni budaya bali dan mencegah para generasi muda agar tidak melakukan kegiatan negative. Sanggar tari dan tabuh “ Ardha Nara Swari “ Br. Anyar Kaja, Kerobokan, Kuta Utara, Badung yang saat ini merupakan kegiatan di Br. Anyar Kaja, Kerobokan.

 

 

Comments are closed.