Tradisi Mesuryak di Bongan Gede Tabanan

Tradisi Mesuryak sebuah tradisi unik yang masih dilaksanakan turun temurun di Dusun Bongan Gede, Desa Bongan, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan – Bali. Upacara ini digelar bertepatan pada Hari Raya Kuningan (10 hari setelah Galungan) setiap 6 bulan sekali, dengan tujuan untuk memberikan persembahan ataupun bekal pada leluhurnya yang turun pada hari raya Galungan dan kembali ke nirwana pada hari raya Kuningan. Upacara ini mulai sekitar jam 09.00 pagi dan berakhir jam 12 siang, karena setelah lewat jam 12 siang, diyakini para leluhur telah kembali ke surga. Tradisi Mesuryak (bersorak) merupakan tradisi dan keunikan yang sudah dilakukan sejak nenek moyang mereka ada, tanpa diketahui kapan dimulainya, sehingga sudah menjadi prosesi rutin dan mendarah daging sampai sekarang, tua, muda, dewasa, anak-anak, laki dan perempuan bercampur baur, berdesak-desakan memperebutkan uang, mereka berteriak (mesuryak), bersuka cita, suasana riang gembira, walaupun mereka berebutan, sehingga terpancar keakraban antar warga. Pada masa sebelumnya tradisi ini menggunakan uang kepeng, seiring transisi jaman, uang kepeng diganti dengan uang kertas dan logam.
Makna dan tujuan Tradisi Mesuryak ini adalah rasa bahagia, bersuka cita memberikan bekal pada leluhur agar kembali ke alam surga dengan damai dan tenang. Makna Tradisi Mesuryak secara Niskala ialah memberikan bekal kepada leluhur. Bekal merupakan persembahan atau sesajen. Makna Tradisi Mesuryak secara Skala (nyata) ialah memberikan bekal uang. Diyakini juga oleh warga dengan memberi bekal kepada leluhur tentu akan ada timbal baliknya juga seperti rejeki yang lebih muda. Di masa sekarang banyak tradisi-tradisi yang ada di Bali hampir dilupakan. Namun berbeda dengan Tradisi Mesuryak ini, ritual ini selalu ditunggu warga untuk mengais rezeki. Meski ada yang terluka karena terjatuh, warga tetap bersemangat mengikuti masuryak. Warga yang berebut uang biasanya mendapatkan hasil lumayan. Mereka bisa mengumpulkan lembaran uang hingga Rp 200.000. Uang hasil masuryak biasanya digunakan makan bersama. Selain warga setempat, masuryak juga menarik warga dari luar daerah. Namun, mereka hanya menonton ritual unik tersebut. Dari sebelas Banjar di Desa Bongan, kemeriahan masuryak paling terasa di Banjar Bongan Gede. Kita sebagai masyarakat yang cinta terhadap tradisi di Bali, sebaiknya untuk serta mengikuti tradisi yang ada di lingkungan kita agar tradisi yang sudah kita punya sejak zaman nenek moyang kita dulu tetap ajeg dan lestari.

Sejarah Gender Tunjuk

Sebelum dalang Tunjuk memiliki seperangkat gender, telah ada sebelumnya sepasang gender milik dalang Pan Suda. Setelah I Made Durya menjadi dalang, atas binaan dari raja Tabanan dan punggawa Penebel maka beliau ditugaskan mempelajari gending-gending gender ke Sukawati pada penabuh gendernya dalang Krekek kira-kira tahun 1915. Kemudian I Made Durya, sedikit demi sedikit membuat wayang untuk koleksinya sendiri, kemudian pada 1925 beliau membuat seperangkat gender wayang di desa Tihingan, Klungkung yang dibantu oleh ahli karawitan dari desa Buruan (Penebel) yang bernama Pekak Lilir. Pada jaman itu, Pekak Lilir dikenal dan terkenal di wilayah Tabanan sebagai ahli karawitan termasuk gambang, gender wayang, angklung, dan gong. Sejak keluarga dalang Tunjuk memiliki perangkat gender wayang, menurut informasi dari tetua yang ada di keluarga dalang Tunjuk katanya sekitar 4 kali gender yang dimilikinya pernah dipangur. Yang mengerjakan hal tersebut ialah Pekak Lilir. Setelah Pekak Lilir tiada, ada keturunannya yang bisa juga melaras/memangur yang bernama Pan Sukana atau akrab dipanggil Pan Suk. Dan juga Pan Muliastra dari Buruan. Dan menurut informasi dari I Nyoman Sumandhi yang merupakan cucu dari I Made Durya, bahwa beliau pernah melihat resonator (bumbung) dari gambelan gender wayang yang ada di rumahnya tersebut pernah diganti sekali. Akibat seringnya gender itu dipakai untuk mengiringi pementasan wayang kulit ke daerah Pupuan (Sanda, Batungsel, Pupuan, Pujungan) dan cara membawanya yaitu dengan cara menaruhnya di atas bus sehingga suatu ketika saat melakukan perjalanan ke daerah Pupuan untuk pentas wayang, gender itu pernah jatuh di jalan raya yang mengakibatkan terjadinya kerusakan pada pelawahnya. Jadi pelawahnya yang mengalami kerusakan diperbaiki oleh sekaha wayang di rumahnya.

 

Halo dunia!

Selamat Datang di Blog Institut Seni Indonesia Denpasar. Ini adalah post pertama anda. Edit atau hapus, kemudian mulailah blogging!