Gamelan Semarandhana

Pada awalnya di banjar jurang pahit hanya memiliki 1(satu) barungan gong kebyar
saja. Kemudian pada tahun 2007 seorang tokoh karawitan yang bernama I Ketut Arta dwita
berinisiatif untuk membeli barungan gong semarandana. Tujuan dari beliau untuk membeli
gong semaradana karena beliau menganggap barungan ini masih langka khususnya untuk
daerah nusa penida bahkan klungkung. Selain itu barungan gong semarandana juga multi fungsi
yakni bisa dipakai untuk gong kebyar dan angklung. Kemudian pada pertengahan tahun 2007
beliau mengemukakan pendapatnya dihadapan sekaa krama banjar Jurang Pahit. Akan tetapi
warga masyarakat banjar Jurang Pahit tidak setuju dengan pendapat beliau. Warga menganggap
hal tersebut hanya menghambur-hamburkan uang saja dan satu barungan gong kebyar dianggap
sudah cukup. Setelah berselang beberapa bulan akhirnya beliau mencoba untuk mengemukakan
pendapatnya dihadapan salah satu krama paibon yang terdapat di banjar jurang pahit yakni
paibon kawitan tutuan. Beliau menganggap krama tutuan mampu untuk membeli sebuah
barungan gong semarandana karena jumlah krama atau warganya yang berkisar 90 orang yakni
65 % dari jumlah penduduk banjar Jurang Pahit. Dengan segala pertimbangan akhirnya krama
paibon tutuan menyetujui pendapat beliau dan dibentuklah panitia khusus untuk menangani hal
tersebut. Kemudian pada awal tahun 2008 krama paibon tutuan resmi membeli satu barungan
gong semarandana. Semenjak itu krama paibon tutuan membentuk sekaa gong yang dberi nama
gita semarandana. Adapun personil sekaa gong gita semarandana tidak hanya dari kaum laki- laki saja akan tetapi ada juga dari kaum ibu-ibu yang juga pernah ikut pentas diajang parade
gong kebyar wanita pada pesta kesenian bali tahun 2007.selain itu juga dbentuk sekaa angklung
dimana personilnya merupakan sekaa gong kebyar yang ada di banjar jurangpahit.Selain untuk
mengiringi upacara keagamaan di pura paibon,gong semarandana juga dipergunakan ngayah
dpura pura puseh Mastulan yang merupakan pura puseh banjar jurang pahit.
Menurut wawancara yang saya lakukan, beliau bercerita banyak hal tentang
perjalanannya dalam menekuni kesenian khususnya karawitan. I nyoman swasta, itu biasa
panggilan beliau di rumah, selain itu beliau juga biasa dipanggil pekak bali. I nyoman swasta
berasal dari keluarga yang sederhana. kedua orang tuanya berprofesi sebagai petani. hal itu tidak
menyurutkan niat beliau untuk menuntut ilmu. Beliau mengatakan pada saat itu sama sekali
belum ada sekolah TK,sekolah dasar saja masih sangat sederhana “maklum pada saat itu masih
jaman penjajahan” ujar beliau. Pada saat beliau masih duduk dibangku sekolah dasar, di banjar
jurang pahit belum memiliki gamelan,akan tetapi di banjar jurang pahit telah ada angklug yang
instrumennya masih sangat sederhana (sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya). Pada
saat beliau berumur 18 tahun beliau melanjutkan di SPG. Pada saat itulah beliau mulai belajar
memainkan alat musik gamelan. Karena ketekunan dan semangat beliau,akhirnya beliau pun
berhasil memainkan gamelan. Akan tetapi belum selesai sampai disitu,beliau juga berguru
belajar gamelan sampai ke desa pikat klungkung. Pada saat beliau menyempatkan diri pulang ke
kmpung halaman beliau selalu mengajar gamelan drumah. Setelah tamat dari SPG beliau
kemudian menjadi guru di sekolah dasar di banjar jurang pahit. Pada saat itu beliau kemudian
ditunjuk menjadi seksi kesenian. Beliau selalu bersemangat untuk mengembangkan dan mencari
bakat-bakat seniman lainnya. Pada saat itu beliau mengajar megambel dengan menggunakan
suatu teknik putar,artinya setiap personil tidak diam disatu tempat saja. Selain gong kebyar
beliau juga membentuk sekaa rindik yang langsung dibikin sendiri bersama teman-temannya.

Pada tahun 1967 beliau mengakhiri masa lajangnya. Beliau mempunyai 4 (empat) orang anak
yakni 2 orang perempuan dan 2 orang laki-laki. saat anak-anaknya masih kecil beliau selalu
mengajarkan seni kepada empat orang anaknya. Dari ke empat anaknya hanya satu yang
berminat untuk melanjutkan ke sekolah seni yaitu anaknya yang pertama yang bernama I Wayan
Andra. I Wayan Andra ini merupakan tamatan ASTI dan sekarang bekerja di taman budaya Art
Center. Sampai umur 54 tahun I nyoman swasta masih tetap eksis menjadi anggota sekaa gong
dbanjar jurang pahit. Selain itu beliau juga ikut menjadi anggota sekaa gong disebuah sanggar
yang dibentuk oleh para seniman yang bisa meluangkan waktunya untuk megambel di banjar
jurang pahit yang diberi nama sanggar “padaliang”. Pada tahun 1995 beliau mengundurkan diri
menjadi anggota sekaa gong di banjar dan di sanggar karena beliau sakit. Di sanggar beliau
digantikan oleh anak laki-lakinya yang terakhir yang bernama Iketut diftasada yang sekarang
menjadi tukang kendang lanang dibanjar jurangpahit. Pada saat pembelian gong semarandana di
banjar paibon tutuan di banjar jurang pahit akhirnya beliau dipanggil lagi untuk menjadi anggota
sekaa gong semarandana dan sekaa anggklung sampai sekarang. Kemudian terus berlanjut saya
juga sempat mewawancarai seniman karawitan bapak wayan kumba. Bapak wayan kumba ini
Lahir ; di Desa Tihingan Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung pada tahun 1938.
Beliau adalah seniman karawitan yang serba bisa yang telah mampu mengharumkan desa adat
Tihingan Klungkung khususnya dalam bidang seni yaitu seni tabuh atau karawitan. Beliau
adalah orang yang penyabar dan banyak disukai banyak orang karena kesabaran dan ketekunan
beliau dalam melatih menabuh di masyarakat . Beliau adalah seniman yang tidak pernah sekolah,
sejak kecil beliau sudah mewarisi bidang seni atau yang di istilahkan dengan seniman alam tanpa
ada yang melatih oleh guru . I Wayan Kumba adalah anak pertama dari lima bersaudara putra
alm I wayan Rayeg. Beliau sudah menekuni bidang seni sejak masih kecil sehingga dengan
keahliannya ini maka timbullah ide dari leluhur-leluhur kami, maka dibentuklah kelompok atau
sekaa-sekaa gong utamanya sekaa angklung di desa adat Tihingan. Beliau adalah angkatan
pertama saat sekaa angklung di desa adat Tihingan di bentuk. Saat di terbentuk kelompok atau
sekaa gong atau angklung ini, para penabuhnya umurnya masih relatip muda boleh digolongkan
masih tergolong anak-anak. Dengan rasa sabar dan percaya diri para pembina tabuh sekaa
ini ,akhirnya lambat laun sekaa ini bisa berjalan dengan lancar. Sehingga hal inipun tersebar
sampai ke puri Klungkung yang waktu itu bertahta sebagai raja adalah Ide Idewa Agung bahwa
didesa adat Tihingan ada sekaa angklung anak-anak. Pada akhirnya timbullah ide dari raja
Klungkung untuk mengadakan perlombaan seperti istilah sekarang lomba angklung di
Kabupaten Klungkung. Dengan adanya perlobaan seperti istilah sekarang Festival angklung
maka , rakyat Klungkung menyambut dengan sangat gembira. Dalam hal ini terbukti sekaa gong/
angklung desa adat Tihingan lah pertama kali ditunjuk oleh raja Klungkung untuk dilombakan
atau di festipalkan melawan sekaa angklung dari desa adat Kamasan Klungkung. Dari hasil
perlombaan atau festipal ini maka sekaa angklung desa adat Tihingan lah yang sebagai
pemenangnya. Dengan kemenangan ini , sekaa angklung menjadi terkenal di kabupaten
Klungkung dan sekaligus usia para penabuhnya semakin dewasa. Dengan bertambah dewasanya
usia para penabuh ini terutama I Wayan Kumba akhirnya banyak datang tokoh-tokoh masyarakat
dari luar desa Tihingan untuk mencari pembina gong atau angklung kedesa adat Tihingan yang
tujuannya untuk membina di tempat mereka. Akhirnya beliau ( I Wayan Kumba ) memberanikan
diri keluar untuk membina tabuh. Hal ini terbukti beliau pernah membina di kabupaten Tabanan
di banjar Gempinis desa Gempinis Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan tahun 1956 .
Selanjutnya di banjar Dukuh Pulu Kelodan Kecamatan Selemadeg kurang lebih tahun
1958.Setelah itu beliau membina di banjar Dukuh Pulu Kajanan Kecamatan Selemadag tahun

1960 yaitu membina tabuh Pelegongan. Dari Kabupaten Tabanan, dan pada akhirnya sampailah
di Klungkung tepatnya di Kecamatan Nusa penida Tepatnya di Banjar Sompang. Di banjar
Sompang inilah beliau membina tabuh pearjaan. Dari Nusa Penida pindah lagi ke Nusa Tenggara
Barat (Lombok) tepatnya di banjar Tanah Met Danginan Kecamatan Gunung Sari Kabuapaten
Lombok Barat. Disana Beliau juga membina Gong Kebyar. Tahun 1962. Di Lombok pun banyak
beliau pernah membina gamabelan tetapi kami tidak tahu tempatnya. Akhirnya beliau kembali
ke Nusa Penida untuk membina pada tahun 1962 tepatnya di Banjar Semaya . Disana Beliau juga
membina Tabuh Pearjaan. Setelah dari banjar Semaya kembali lagi kebanjar Sompang untuk
membina tabuh pearjaan dan gong Kebyar. Disanalah beliau membina dengan waktu agak lama
dengan membina tabuh pearjaan dan gong Kebyar. Mungkin Jodoh sudah ditentukan oleh tuhan,
pembina yang namanya I Wayan Kumba ini sampai mendapat jodoh disana yaitu mantan penari
Arja. Dari hasil Perkawinan ini beliau mempunyai tujuh orang anak diantaranya dua laki-laki
dan lima perempuan. Dari tujuh anak yang dimiliki ada tiga anak yang mewarisi bakat orang
tuanya diantaranya dua laki –laki dan satu perempuan. Karena terlalu memporsir tenaga untuk
membina tabuh di beberapa desa dari tahun 1956 , disampaing usia juga sudah lanjut akhirnya
beliau kena serangan penyakit yang menyebabkan beliau sampai meninggal pada tahun 1996 dan
kini sudah diupacarakan atau diaben pada tahun 1998. Demikianlah Kisah perjalanan hidup dari
I Wayan Kumba (Seniman) yang tak segan –segan mengabdikan ilmu yang dimilki untuk
kepentingan orang banyak khususnya seni karawitan.

sumber : wawancara dari tokoh seni I Wayan Kumba sebagai seniman karawitan desa adat tihingan kabupaten klungkung pada tahun 1986a

Halo dunia!

Selamat Datang di Blog Institut Seni Indonesia Denpasar. Ini adalah post pertama anda. Edit atau hapus, kemudian mulailah blogging!