Barungan Jegog merupakan jenis gamelan golongan madya yang terdapat hanya didaerah Kabupaten Jembrana. Jegog adalah barungan gamelan berlaras pelog (empat nada) yang terdiri dari bilah berbentuk tabung bambu. Dari segi bentuk, keseluruhan instrument jegog berbentuk sama yaitu berbentuk memanjang dengan delapan buah bilah yang terbuat dari bambu berbentuk tabung dan dengan empat kaki-kaki untuk menopang bilah-bilah tersebut. Perbedaan antara instrument-innstrumen tersebut hanya terletak dari segi ukuran besar kecilnya setiap instrumen dan dari segi nada, pada instrument barangan, kancil, dan suwir nadanya dua oktaf dalam empat nada, sedangkan pada instrument cluluk/kuntung,undir dan jegogan nadanya hanya satu oktaf dalam empat nada yang berjumlah delapan bilah.
Sejarah Keberadaan Gamelan Jegog :
Barungan gamelan Jegog diperkirakan ada sejak tahun 1912 di Desa Sebual. Kiyang Gliduh adalah pencipta gamelan Jegog, setelah itu Jegog berkembang di Desa Delod Berawah pada tahun 1920, dan kemudian dilanjutkan oleh sekehe Jegog di Desa Pohsanten bersamaan dengan Desa Mendoyo Dangin Tukad dan di Desa Tegal Cangkring pada tahun 1940. Kurangnya penyebaran gamelan Jegog ini membuat gamelan ini kurang dikenal oleh masyarakat Bali dan hanya berkembang di Kabupaten Jembrana.
Gamelan Jegog ditemukan ketika Kiyang Gliduh pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Sesampainya di hutan beliau mulai mengumpulkan kayu bakar. Setelah mendapatkan kayu bakar, maka dalam perjalanan pulang beliau merasa agak payah. Kemudian beliau beristirahat sambil berteduh di bawah pohon yang rindang. Alangkah kagetnya Kiyang Gliduh ketika beliau mendengarkan suara yang aneh tetapi indah. Lama sekali beliau tertegun mendengarkannya, suara itu makin lama makin menjadi-jadi, dan kedengarannya mirip dengan wirama Acwalalita yaitu satu dari sekian banyak wirama yang dikuasainya. Karena begitu besar hasratnya untuk mengetahui suara itu,maka beliau terus menelusuri ke arah yang dianggap sebagai sumber bunyi itu. Kemudian beliau mengetahui bahwa suara itu dating dari arah timur, lalu beliau pun menelusurinya kea rah datangnya suara itu. Alangkah kagetnya Kiyang Gliduh ketika sampai di timur karena suara itu datangnya dari arah yang lain. Susul-menyusul arah pun terjadi hingga akhrinya Kiyang Gliduh menjadi bingung karena tidak berhasil menemukan sumber yang sebenarnya. Akhirnya, beliau kembali ke pohon tempatnya berteduh semula. Sambil melepas lelah beliau mencoba untuk mengingat suara yang ternyata merupakan rangkaian nada-nada. Ditirukanlah nada-nada tersebut dengan menggunakan bilah-bilahan kayu apai yang berhasil dikumpulkannya tersebut dan menghasilkan suara yang bagus. Setibanya di rumah, Kiyang Gliduh mencari jenis kayu yang lain yaitu kayu bayur dan panggal buaya untuk bahan bilah serta dikerjakannya dengan lebih baik Meskipun demikian, beliau belum merasa puas karena suara yang dihasilkan tidak keras. Untuk itu maka bilah-bilah tadi ditambahkan dengan resonator yang terbuat dari bambu sehingga menghasilkan suara yang sangat bagus.
Sifat seorang seniman yang tidak mau cepat puas membuat Kiyang Gliduh untuk terus mencoba membuat tiruan nada itu menggunakan bahan yang lain. Dari usaha mencoba dan mencoba secara terus menerus, akhirnya ditemukan bahwa bamboo adalah bahan yang paling baik untuk membuat tiruan nada tersebut. Berbagai jenis bambu dari ukuran yang kecil hingga besar dipilihnya sebagai bahan instrumen. Hasilnya pun sangat membanggakan, meggelegar seolah-olahmembelah bumi. Oleh karena suaranya demikian hebat dan menakjubkan maka instrumen atau gamelan itu diberi nama gamelan Jegog.
Teknik Permainan :
Cara memainkan gamelan jegog adalah dengan dipukul dengan menggunakan dua buah alat pemukul/panggul yang terbuat dari kayu dengan bentuk memanjang dan pada ujungnya berbentuk bundar menyerupai roda. Khusus pada instrument jegogan, undir, dan barangan yang dipegang oleh tangan kiri, ujung pemukulnya terbuat dari bahan karet.
Instrumentasi :
Satu Satu barungan gamelan Jegog terdiri dari 14 buah instrumen. Adapun nama dan fungsi instrumen tersebut adalah:
- satu buah Patus Barangan, berfungsi untuk memulai gending, memberi aba-aba atau memimpin seluruh penabuh, pukulannya mengikuti matra.
2. dua buah Pengapit Barangan, berfungsi untuk nyandetin Patus Barangan.
3. satu buah Patus Kancil, berfungsi untuk memberi variasi, pepaketan,
oncang-oncangan,bermain polos.
4. dua buah Pengapit Kancil, berfungsi untuk nyandetin Patus Kancil.
5. satu buah Patus Swir, berfungsi untuk memberi variasi, pepaketan,
oncang-oncangan, bermain polos, menguatkan suasana gending karena
nadanya tinggi
6. dua buah Pengapit Swir, berfungsi untuk nyandetin Patus Swir.
7. dua buah Celuluk/Kuntung, berfungsi sebagai pembawa melodi.
8. dua buah Undir, berfungsi sebagai pembawa melodi, tetapi pukulannya lebih jarang dari Kuntung.
9. satu buah Jegog, berfungsi sebagai pembawa melodi hanya saja pukulannya lebih jarang dari Undir dan dimaninkan oleh dua
orang penabuh.
Sistem Pelarasan :
Apabila kita perhatikan laras Jegog itu maka kita akan mendapatkan hal yang sangat unik. Jegog memiliki empat nada dalam satu oktafnya, yaitu dong, deng, dung, ding. Apabila kita bertitik tolak pada laras pelog maka akan didapatkan sruti sebagai berikut.
1.Dong ke deng adalah pendek.
2.Deng ke dung adalah panjang, karena melewati satu pamero.
3.Dung ke daing panjang, karena melewati nada dang.
Dong, deng, dung, ding merupakan urutan nada Jegog yang biasa diucapkan di Jembrana. Karena keunikannya inilah laras Jegog cenderung disebut laras Pelog.
Jenis Gending
Gending-gending yang dapat dimainkan dalam gamelan Jegog adalah Tabuh Teruntungan, Tabuh Pategak, Tari-tarian, dan Joged. Tabuh Terungtungan ini adalah tabuh yang suaranya lembut dan kedengarannya sangat merdu karena melantunkan lagu-lagu dengan irama yang sangat mempesona sebagai inspirasi keindahan alam Bali. Tapi pada saat ini Tabuh Teruntungan sudah dimodifikasi sehingga menjadi seperti tabuh kreasi, akan tetapi masih berpedoman pada pakem-pakem tabuh teruntungan yang ada.
Selain gending klasik, gending-gending yang ditransfer dari Gong Kebyar juga sering ditampilkan, yaitu gending Bhakti Marga, Gopala, Belibis, dan lain-lain. Selain itu, gending-gending kreasi juga sering dipentaskan oleh sanggar-sanggar Jegog seperti Suar Agung, Jimbarwana, dan Yudistira.
Sejarah Keberadaan Gamelan Jegog Di Kelurahan Tegalcangkring :
Barungan Gamelan Jegog diperkirakan muncul di Tegalcangkring pada tahun 1951.Berawal dari kesenangan masysarakat Kelurahan Tegalcangkring menonton pementasan Jegog/jegog mebarung kemudian muncul ide dari para pemuda untuk membuat tiruan gamelan jegog dari bahan kayu dan bambu seadanya. Saking besarnya keinginan untuk cepat memiliki gamelan jegog, para pemuda samapai nekat mencuri kayu bakar dari rumah mereka masing-masing. Dengan kegigihan para pemuda Tegalcangkring akhirnya terbentuk sebuah barungan mini Gamelan Jegog karena kurangnya dana. Karena kurang layaknya barungan yang dimiliki, maka seke Jogog ini tidak berani untuk dipentaskan di tempat umum, tetapi hanya dipergunakan untuk latihan saja. Setelah satu tahun bertahan dengan barungan yang kurang lengkap tersebut, akhirnya pemuda Kelurahan Tegalcangkring berinisiatif memberanikan diri untuk meminta sumbangan dari aparat kelurahan maupun dari setiap warga. Setelah dana terkumpul, kemudian seke Jegog tersubut mulai membuat Barungan Jegog yang lengkap dan layak tampil dengan dibantu oleh salah seorang pembuat Gamelan Jegog yang juga berasal dari Kelurahan Tegalcangkring yang kebetulan pernah belajar membuat Jegog. Akhirnya pada tahun 1951 terbentuklah seke Jogog resmi yang diberi nama “Loka Swara”. Kemudian Barungan Gamelan Jegog semakin berkembang di masing-masing banjar di Kelurahan Tegalcangkring.
Seiring berkembangnya jaman, kemudian Gamelan Jegog mengalami perkembangan baik dari segi bahan,cara memainkan dan jenis gending terutama pada gending teruntungan. Awalnya gamelan Jegog dibuat dari kayu , kemudian berkembang menjadi bambu dengan ukuran yang sama. Lama-kelamaan bentuk gamelan Jegog tersebut dikembangkan lagi dengan menggunakan bahan dari bambu yang ukurannya lebih besar. Dengan adanya perubahan ukuran bambu, maka pelawah atau wadah yang digunakan juga lebig besar.
Selain dalam hal bahan, perkembangan gamelan Jegog juga terjadi dalam hal memainkannya. Dulunya gamelan Jegog dimainkan dengan cara duduk, tentu saja dengan pelawah yang kaki-kakinya agak pendek. Sekarang permainan gamelan Jegog dimainkan dengan cara berdiri dengan menggunakan pelawah yang kakinya panjang. Hal ini digagas pertama oleh I Nyoman Sutama, SSKar.
Selain itu, perkembangan juga dialam oleh gamelan Jegog dalam hal repertoar gending. Dulunya gamelan Jegog hanya memainkan gending-gending klasik saja, namun akibat perkembangan gamelan Gong Kebyar, gamelan Jegog memainkan gending-gending yang ditransfer dari gending-gending Gong Kebyar. Berkat inisiatif dari I Nyoman Sutama, SSKar, gamelan Jegog kini bisa memiliki gending-gending kreasi yang pertama kalinya dipelopori oleh sanggar Suar Agung. Dengan adanya hal ini gamelan Jegog semakin di kenal oleh masyarakat di Bali, di Indonesia dan di dunia terutama di Jepang. Gamelan Jegog kini sering dipentaskan, selain ke luar negeri, Jegog juga sering tampil dalam acara PKB.
Gamelan Jegog ini hanya berkembang di Kabupaten Jembrana saja, di Bali mungkin penyebarannya hanya ada di Ubud dan di kampus ISI Denpasar saja (sepengetahuan penulis). Selain di Bali, gamelan Jegog juga ada di negeri sakura, yaitu di Jepang.
