musik kontemporer

This post was written by ngurahsudarma on Juli 11, 2014
Posted Under: Tak Berkategori

kkjMusik Eksperimental ( Kntemporer ). Menjelang akhir tahun 1970-an seni karawitan bali memasuki era baru yang ditandai dengan munculnya karya-karya karawitan yang bersifat eksperimental atau sering disebut dengan musik kontemporer, karya-karya musik Bali garapan baru mencerminkan ekspresi seni kekinian ( contemporary ), kebebasan kreativitas individu dari komposernya, tanpa meninggalkan nuansa budaya balinya. Dari hasil pengamatannya terhadap beberapa karya musik garapan baru di Bali dan Indonesia pada umumnya, Tenzer mengatakan bahwa musik-musik ini dilahirkan bukan untuk diguakan dalam konteks “ tradisional “ melainkan unutuk yang lebih bersifat universal, dan untuk bahan apresiasi musik lintas budaya yang lebih luas. Lebih jauh dikatakan Tenzer bahwa musik garapan baru Indonesia sangat berafam yyang diwarnai oleh kesadaran komposernya unttuk melakukan dan mencoba sumber-sumber bunyi yang baru, pada umumnya yang masih terkait denga gamelan namun ada pula dengan tradisi musik lainnya dari kepulauan Indonesia.

  1. Musik Gamelan. Dua contoh karya seni musik, yang masih menggunakan alat-alat gamelan, patut diketengahkan dalam pembhasan terhadap seni musik eksperimental atau kontemporer di bali akhir-akhir ini. Karya yang dimaksud adalah: Gema Eka Dasa Ludra karya I Nyoman Astita dan Palapa karya I Nyoman Windha. Patut dicatat bahwa kelahiran musik-musik eksperimental di bali tidak bisa dilepaskan dari Pekan Komponis Muda di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Diadakan sejak akhir tahun 1970-an, pekan komponis ini telah membuka jalan bagi para komposer bali untuk menampilkan karya-karya musik bali garapan baru.

Gema Eka Dasa Ludra. Pada tahun 1979, sesuai upacara Eka Dasa Ludra di pura Besakih, I Nyoman Astita menciptakan sebuah karya karawitan yang diberi nama Gema Eka Dasa Ludra. Dalam garapan ini Astita mencoba untuk menuangkan interprestasinya terhadap suasana religius dari upacara tersebut ke dalam karya musik sehingga menghasilkan sebuah karya musik teatrikal, yaitu sebuah garapan musik yang dipadukan dengan gerak-gerak akting dan tari. Gamelan yang digunakan adalah semara pagulingan ( tujuh nada ) dengan penambahan beberapa instrumen gamelan seperti gong, kempur, ceng-ceng kopyak, suling pegambuhan, kendang bedug ( jawa ) dan alat-alat lainnya seperti penumbuk padi ( kentungan ), kentongan ( kulkul ), dan sapu lidi ( sampat ). Dengan gabungan alat-alat gamelan dan bunyi-bunyian seperti ini Astita mencoba untuk memainkan nuansa musikal dari berbagai gamelan seperti gong gede, baleganjur angklung, dan gong bheri dengan gamelan semara pagulingan untuk mengungkapkan rangkaian suasana upacara, dari sejak persiapan, pelaksanaan, dan akhir upacara.

Selain memadukan alat-alat gamelan dan bunyi-bunyian Gema Eka Dasa Ludra lahir dengan menawarkan dua gagasan baru. Pertama, eksplorasi terhadap berbagai patet seperti selisir, tembung, dan lainnya dalam karawitan bali yang dimiliki oleh gamelan semara paguligan. Eksplorasi seperti ini memungkinkan terjadinnya gending-gending atau tabuh yang berlaras pelog atau selendro untuk menggambarkan suatu rangkaian kegiatan upacara yang berbeda-beda. Kedua, sepanjang penyajian, para pemain musik bergerak, menari, dan menyanyi sambil melakukan perubahan posisi gamelan. Dengan gerak-gerak sederhana para pemain mencoba untuk memvisualkan beberapa aktivitas yang terjadi dalam kaitan upacara ritual yang konon diadakan setiap seratus tahun sekali ini. Dengan demikian, karya ini menjadi suatu perpaduan dari musikalisasi dan dramatisasi terhadap upacara ritual Eka Dasa Ludra. Dikatakan musikalisasi karena rangkaian upacara ritual ini diungkapkan kedalam media seni musik, dan dikatakan dramatisasi karena suasana-suasana yang ada diperagakan, divisualkan, dan di dramatisir.

Palapa. Dengan menggabungkan beberapa alat gamelan Bali dan Jawa, pada tahun 1986, i Nyoman Windha melahirkan sebuah garapan baru yang diberi judul Palapa. Dengan garapan ini, yang mengingatkan kita dengan sumpah palapanya Gajah Mada di zaman Majapahit, Windha menyampaikan pesan persatuan melalui jalinan melodi dan ritme yang dimainkan dengan menggunakan alat-alat gamelan dari dua tradisi budaya ( Bali dan jawa ). Tampaknya getaran dan rasa musik daerah lainnya di Indonesia dan juga musik-musik dari budaya asing, telah menyentuh lubuk hati komposer asal Singapadu-Gianyar ini, sehingga sebagian besar karya musik yang dihasilkan kemudian, seperti Merajut Tali Teberagaman ( 2000 ), Lekesan ( 2002 ), Jaya Baya ( 2005 ), dan Mulih ke Bali ( 2006 ) sangat kental nuansa multi-kulturnya.

  1. Musik Non-Gamelan. Tiga karya musik eksperimental dari koposer bali pantas untuk ditampilkan dalam pembahasan mengenai perubahan seni musik ( karawitan ) bali dewasa ini. Ketiga karya ini adalah : Gerauch, Kosong dan Sepedaku.

Gerauch. Dalam ujian tugas akhir di ISI Denpasar tahun 2005 seorang mahasiswa jurusan karawitan, Sang Nyoman Arsa Wijaya menampilkan sebuah garapan musik yang diberi judul Gerauch. Kata Gerauch ( dari bahasa Jerman yang berarti suara gaduh atau bunyi keras ) konon dipilih karena dengan garapan ini sang komposer, Arsa Wijaya yang akrab dipanggil Sang Nyoman ingin menampilkan musik yang memekakan telinga.

Garapan musik Gerauch sangat berbeda dengan karya-karya musik lainnya karena tidak menggunakan alat musik yang lazim digunakan. Tampaknya Arsa Wijaya yang sudah menggeluti dunia gamelan Bali sejak usia anak-anak, ingin melahirkan sebuah musik dengan nuansa yang berbeda dengan gamelan bali. Tidak main-main, alat bunyi  yang digunakan antara lain : empat set potongan-potongan pipa besi dan satu buah gong besi. Tungguhan pipa yang bersuara keras, diposisikan dikeempat pojok stage ( dua diatas panggung dan dua lainnya di tengah-tengah penonton ) dimainkan sedemikian rupa sehingga mengingatkan penonton dengan “ kotekan “ Bali. Klimaksnya adalah ketika Arsa Wijaya menggosok permukaan gong besi dengan mesin grinda di atas panggung yang gelap. Suara keras dan percikan api dari mata grinda yang “memotong” permukaan gong, menjadikan suguhan audio visual salah satu keunikan komposisi musik dengan bunyi-bunyi keras dan gaduh ini.

Kosong. Penyelenggara Pekan Komponis Muda Jakarta, Suka Harjana konon pada suatu krtika “ menantang “ dengan meminta para komposer muda bali yang datang ke PKM untuk membawa musik tanpa pakai alat gamelan. Asnawa menjawab tantangan ini dengan garapan musik yang berjudul Kosong. Musik Kosong yang mendapat inspirasi dari kesunyian dengan suasana kosong selama Hari Raya Nyepi di Bali, diciptakan pada tahun 1984. Dalam garapan yang semula diberi nama Windu ( bulatan ) ini, Asnawa menggunakan beberapa instrumen ttanpa laras yang tetap seperti ceng-ceng kopyak, bumbung gebyog, timbung, sapu lidi dan batu-batuan. Untuk memainkan alat-alat ini Asnawa memberi kebebasan kepada para pemainnya untuk menemukan caranya masing-masing dalam memainkan sumber bunyi, berdasarkan interprestasi merekan terhadap tema sentral-Nyepi.

  1. Pada tahun 2009, dalam ujian tugas akhir, seorang mahasiswa jurusan Karawitan ISI Denpasar, I Made Putrawan asal tatasan kaja Denpasar, menampilkan sebuah garapan musik menggunakan sepeda. Dalam garapan ini Made Putrawan yang lebih akrab dipanggil Dek Koh menampilkan 3 buah secara utuh di atas stage. Tidak urung, garapan ini menjadi satu sajian musik yang agak lain dibandingkan dengan komposisi-komposisi musik yang disajikan oleh para peserta ujian tugas akhir lainnya.

Tiga buah sepeda, dengan ukuran dan jenis yang berbeda ( sepeda gayung biasa, sepeda mini, dan sepeda modifikasi dengan roda depan yang besar ), dijadikan sumber bunyi dalam garapan ini. Diatas pentas, sepeda ini tidak saja dipukul-pukul pada beberapa bagiannya tetapi juga dikendarai melintasi arial pentas sambil membunyikan belnya yang berbeda-beda. Selain menyanyikan bunyi-bunyi keseharian namun dengan pola ritme yang telah dibuat sedemikian rupa, aksi bersepeda para pemainnya juga menjadikan karya ini sebuah garapan audio visual yang mampu memancing tawa penonton.

sumber :  Dibia, I Wayan 1979. Pengetahuan Karawitan Bali. Denpasar. Akadami Seni Tari Indonesia Denpasar

Comments are closed.

Next Post:
Previose Post: