Ciri Khas Keramik Peninggalan Islam
Agus Mulyadi Utomo
Seni pembuatan tembikar atau keramik merupakan salah satu keahlian yang dimiliki para seniman Muslim di era kejayaan. Hampir di setiap wilayah kekuasaan Islam beragam seni rupa berkembang pesat – menandakan bahwa peradaban umat Muslim di zaman itu mengalami masa keemasan. Keramik atau tembikar yang diproduksi para seniman Muslim pun dikenal sangat berkualitas tinggi. Teknik pembuatan keramik Islam memang terkenal sangat unik. Para seniman Muslim secara gemilang mampu membuat keramik dengan memadukan bahan seperti emas dan perak. Sehingga, tembikar yang dihasilkan diakui sangat anggun dan cantik. Terlebih keramik Islam menghadirkan kilauan metalik yang memukau setiap pecinta keramik.
Lantaran Islam berawal dari Jazirah Arab, sedikit-banyak seni pembuatan keramik yang tersebar di dunia Islam banyak dipengaruhi kebudayaan Arab. Pembuatan keramik di dunia Islam sangat berhubungan dengan beberapa aspek kehidupan sehari-hari, baik itu untuk memenuhi kebutuhan publik maupun kebutuhan pribadi. Para seniman Muslim di era kekhalifahan telah membuat beragam bentuk lantai keramik yang digunakan untuk menghiasi dinding dan lantai. Tak cuma itu, para seniman pun membuat beragam barang kebutuhan sehari-hari seperti, cangkir, gelas, piring, mangkuk, botol, dan penampung air dari tembikar. Salah satu faktor yang membuat tembikar dan keramik Islam unik adalah bentuk dan hiasannya. Keramik dengan desain ukiran merupakan salah satu jenis produk yang banyak ditemukan di dunia Islam.
Produksi jenis keramik Islam dimulai pada era kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Ciriciri keramik jenis ini memiliki desain geometris atau bentuk-bentuk flora yang dimasukan dengan cara distempel. Keramik jenis ini dapat ditemukan di Samara, Irak, Fustat dan Mesir. Keramik jenis tersebut diproduksi sebagai bentuk penghormatan kepada Dinasti Fatimiyah dan Aybiyah yang berkuasa di Mesir pada abad ke-11 M hingga 13 M. Tak heran, jika keramik jenis ini banyak ditemukan di Mesir. Keramik jenis ini juga dihiasi dengan beragam motif seperti flora, fauna serta kaligrafi.
Seni membuat keramik sebagai bagian dari seni rupa Islam merupakan perpaduan seni dari daerah-daerah taklukan akibat adanya ekspansi oleh kerajaan bercorak Islam di sekitar Timur Tengah, Afrika Utara, Asia Kecil dan Eropa. Wilayah itu didefinisikan sebagai Persia, Mesir, Moor, Spanyol, Bizantium, India, Mongolia dan Seljuk. Selain itu ditemukan pula pengaruh akibat hubungan dagang, seperti Tiongkok-China. Keberagaman pengaruh inilah yang membuat seni rupa Islam sangat kaya.
Buah karya para seniman Muslim di era keemasan memang sungguh luar biasa, sehingga seorang ilmuwan Amerika Serikat (AS) bernama Peter J. Lu dibuat takjub dan tercengang saat meneliti keramik yang didesain para seniman Muslim di abad ke-12 Masehi. Ilmuwan dari Universitas Harvard itu menemukan fakta bahwa para pembuat keramik Muslim di era kekhalifahan sudah menguasai quasicrystalline geometry. ‘’Padahal, quasicrystalline geometry merupakan sesuatu yang baru dipahami para ahli matematika Barat 1970-an’‘. Fakta itu membuktikan bahwa para seniman Muslim tak sembarang dalam mencipta dan mendesain sebuah keramik. Seniman Muslim, sudah menguasai matematika sudah sejak lama, yang justru baru ditemukan matematikus Barat pada tahun 1970-an, hal ini yang membuat ketertarikan para peneliti. Kemampuan dan keberhasilan para seniman Muslim dalam memproduksi keramik merupakan salah satu bukti kejayaan Islam di masa kekhalifahan. Syahdan, peradaban Islam mulai menguasai teknologi pembuatan tembikar atau keramik dimulai pada tahun 622 M. Teknologi pembuatan keramik itu dikuasai para seniman Muslim, setelah kekhalifahan Islam melebarkan wilayah kekuasaannya hingga ke Bizantium, Persia, Mesopotamia, Anatolia, Mesir, hingga Andalusia.
Sejarah peradaban Islam tidaklah ‘menutup mata’ jika kemampuan para seniman Muslim dalam mengembangkan teknik pembuatan keramik yang khas Islam tersebut banyak dibantu orang-orang China, Mesir dan Yunani. Meskipun begitu, keramik dari peradaban Islam mampu untuk tampil beda, tentu dengan ciri khas tersendiri. Malah, teknik dan desain keramik Islam mampu memberi pengaruh yang begitu besar bagi peradaban Barat. Menurut Emily Stockin dalam tulisannya yang bertajuk ‘The Pottery of Islam’, para seniman Muslim mampu mengembangkan beragam teknik baru pembuatan keramik yang khas Islam. ‘’Tembikar Islam paling termasyhur karena lapisannya yang berkilau,’‘ papar Stockin. Tak cuma itu, keramik Islam juga begitu unik dengan desain hiasan yang estetis. Yang tak kalah penting, justru peradaban Islam di era keemasan sudah mulai menggunakan lantai keramik sebagai motif hiasan utama dalam arsitekturnya. Pada masa kekhalifahan, negeri-negeri di Timur Tengah lainnya seperti, Iran, Irak, Suriah dan Mesir merupakan sentra utama produsen keramik Islam. Dari kawasan itulah, aneka produk tembikar atau keramik khas Islam berkembang begitu pesat selama beberapa abad. ‘’Sejarah keramik Islam yang berkembang di sentra industri keramik itu dapat dibagi dalam tiga periode’‘ papar Stockin. Pertama, adalah periode awal yang berlangsung dari abad IX hingga abad XI. Kedua, adalah periode pertengahan dari abad XII hingga abad XIV. Periode ketiga, berlangsung dari abad XV hingga abad XIX.
Negeri Islam sebelum mampu mengembangkan teknik sendiri, pada periode awal para seniman Muslim masih banyak terpengaruh gaya dari negeri lain dalam membuat keramik. Menurut Sejarawan, Arthur Lane, produksi tembikar pada era kekuasaan Dinasti Abbasiyah mulai meningkat. Pada era itu, produksi keramik di dunia Islam mendapat pengaruh dari China. Hal itu dibuktikan dengan catatan yang ditulis sejarawan Islam seperti Ibnu Kurdadhbih dalam risalah yang berjudul Book of Roads and Provinces bertarikh 846 M – 885 M. Dia mengungkapkan bahwa pada era itu, perdagangan antara dunia Islam dengan China berlangsung dengan pesat. Sejarawan Muslim Muhammad Ibnu Al-Husain Al-Baihaki mengungkapkan fakta bahwa Gubernur Khurasan, Ali ibnu Isa mengirimkan 20 pasang porselin kekaisaran China kepada Khalifah Harun Ar-Rasyid yang tak pernah terlihat sebelumnya di istana sang khalifah.
Nisyapur mulai menganggap pengaruh besar Islam dari pertengahan abad kesembilan sampai menjadi abad kesepuluh. Melalui abad yang keduabelas, sebagai salah satu pusat politik, komersial dan budaya yang besar di Iran di abad pertengahan dalam dunia Islam. Oasis yang terkaya dan ibukota provinsi Khorasan Iran timur, Nisyapur terletak disepanjang Jalur Sutra, baik barang yang dipertukarkan jarak jauh maupun dari Timur Dekat. Penggalian-penggalian dilakukan oleh Ekspedisi Iran dari Metropolitan Museum 1935-1940, pada musim akhir tahun 1947. Penggalian tersebar dibeberapa gundukan dengan tipe berbeda, yang mengungkapkan dengan baik tempat pemukiman serta istana atau bangunan pemerintahan saat itu. Materi yang digali di Nisyapur, tinggi nilai artistiknya serta dianggap penting sebagai dokumentasi. Produk seni diproduksi secara lokal dan diperdagangkan dengan luas, paralelisasi kota politik dan komersialisasi yang menonjol. Perhatian khusus dibuat dari pengembangan lanjutan dari teknik-lukisan keramik berglasir dapat dilihat di Wares’s Nisyapur, mungkin di Iran timur atau bagian yang berdekatan langsung dengan Asia Tengah dengan lukisan slip bawah glasir transparan, menggunakan fluxed glasir untuk yang pertama kali digunakan dalam abad kesembilan. Pada wilayah tersebut bahwa teknik ini mungkin yang tertinggi dan mencapai puncak penyempurnaan. Pada abad kesebelas dan kedua belas, tipe baru tembikar mulai diutamakan, satu yang menampilkan body putih yang terbuat dari tanah liat dan ditambah bahan silica.
Nisyapur juga merupakan pusat penting untuk pembuatan kaca, logam dan keramik serta tekstil. Tidak ada ditemukan dalam penggalian yang terakhir, tidak diragukan lagi alamnya sangat mudah rusak. Namun, yang dihiasi dengan indah ratusan spindle-whorls yang digali, berupa barang kecil seperti mainan, potongan permainan, alat musik dan manik-manik yang membantu menyoroti kegiatan sehari-hari di Nisyapur. Semua memberikan pemahaman yang lebih baik dari kehidupan yang berjalan saat itu.
Pada periode awal, para seniman Islam sudah mulai mengembangkan ide tentang lusterware – sejenis tembikar atau porselin dengan lapisan metalik yang memberi efek warna. Lusterware pertama diciptakan para seniman Islam dengan melalui tiga proses pembakaran. Awalnya, lusterware menggunakan beragam warna. Namun, lantaran faktor ekonomi tembikar atau keramik jenis lusterware hanya menggunakan satu warna saja. Pada masa itu, keramik atau porselin jenis itu diproduksi di Mesir. Tembikar khas negeri Piramida itu dilukis dengan gambar burung, hewan-hewan serta manusia. Saat itu, di Mesir berada dalam era kekuasaan Dinasti Fatimiyah. Selain itu, lusterware pun dikembangkan dan diproduksi di Persia dan Afghanistan. Memasuki pertengahan abad ke-11 M, Persia ditaklukkan Dinasti Seljuk suku nomaden dari Turki. Seperti halnya Dinasti Fatimiyah, bangsa Seljuk juga membawa gaya dan teknik pembuatan keramik ke berbagai wilayah yang mereka kunjungi. Selama tiga abad (11 M – 13 M), Dinasti Seljuk mampu menciptakan perdamaian, sehingga, kesenian tumbuh pesat. Sejarah mencatat, sepanjang separuh abad dari 1175 M hingga 1225, industri keramik berkembang dengan pesat di kawasan Timur Dekat. Pada era itu, kota Rayy dan Kashan, di utara Persia tengah menjadi sentra beragam jenis tembikar. Paling tidak, ada tiga jenis tembikar yang diperkenalkan oleh Dinasti Seljuk. Di abad ke-13 M, sentra keramik mulai muncul di Kashan dan Mesir. Di kedua wilayah itu, industri keramik tumbuh begitu pesat. Pasalnya, pusat industri keramik di negeri Muslim lainnya telah dihancurkan tentara Mongol.
Sepanjang abad ke-13 M hingga 14 M, beragam jenis keramik diproduksi di Kashan. Pusat industri keramik itu juga diakui sebagai penghasil ubin lantai yang termasyhur. Pada periode pertengahan itu, Mesir juga menjelma menjadi sentra industri keramik yang maju. Apalagi, negeri itu tak mampu ditembus pasukan tentara Mongol. Dinasti Mamluk yang berkuasa di kawasan itu mampu memukul mundur serangan membabi-buta yang dilancarkan bangsa Mongol. Produksi keramik berkembang pesat, lantaran penguasa Mamluk menarik banyak seniman pembuat keramik dari wilayah lain untuk berkreasi di Mesir. Ciri khas, keramik yang diciptakan seniman Mamluk adalah menampilkan tema-tema keagamaan. Dinasti ini memang sangat mendukung berkembangnya seni rupa Islam. Pada periode akhir, ada tiga jenis keramik atau tembikar yang berkembang di dunia Islam. Salah satu keramik yang terkenal pada masa itu adalah tembikar Kubachi dan Iznik. Salah satu pusat industri keramik pada peride terakhir itu berada di Kirman. Di wilayah itu, para pembuat keramik membuat tiruan keramik China. Teknik dan desain keramik Islam yang khas telah berpengaruh terhadap seni keramik di Negara-negara Eropa, seperti Italia, Prancis, Spanyol serta Inggris. Bahkan, para seniman Spanyol kerap menggunakan desain Islam dalam membuat aneka produk keramik yang dikenal dengan nama Hispano-Moresque. Begitulah, para seniman Muslim di era keemasan turut mewarnai perkembangan seni pembuatan keramik.
Perlindungan dari penguasa yang kuat dapat memiliki efek dramatis. Dalam 1460 atau 1470-an, sultan Ottoman, Mehmet, dikatakan sebagai “Sang Penakluk” mulai berinvestasi dalam produksi keramik untuk pengadilan, yang menyebabkan peningkatan tajam dalam kualitas gerabah yang tersedia di pasar. Di kota kecil di barat laut Anatolia Iznik, pengrajin terbiasa telah memproduksi gerabah yang imitasi dari porselen biru-putih asal China. Pada akhir abad kelima belas, bagaimanapun telah menghasilkan tembikar Iznik fritware, keramik putih yang yang mirip porselen terbuat dari batu kerikil atau pasir halus campur tanah liat. Material baru ini memungkinkan untuk membuat tembikar ukuran besar dan perbaikan produk yang luar biasa, seperti dianggap sebagai salah satu dari pencapaian tertinggi dalam seni Islam.
Sampai pada abad keenambelas, Timur Tengah, di tengah dunia yang cukup dikenal dan mempunyai koneksi dengan kawasan Timur, Asia Selatan, Eropa dan Afrika, membuatnya menjadi pusat dari sistem yang kompleks dari rute perdagangan. Salah satu hasil dari lalu lintas komersial jauh adalah bahwa seniman dan pengrajin Timur Tengah harus bersaing dengan pengrajin terbaik di dunia, terutama dengan keramik China, foktor yang utama didorong oleh kreativitas. Porselen China putih yang diimpor ke Irak pada awal abad kedelapan dan sangat dibutuhkan oleh para elit penguasa, banyak terinspirasi oleh tembikar Islam untuk menciptakan imitasi (tiruan) yang terbuat dari bahan lokal untuk pelanggan dengan harga lebih sederhana terjangkau. Dalam proses ini, pengrajin lokal menemukan jenis tembikar putih (seperti porselen) yang dapat berfungsi sebagai kanvas “kosong” untuk ornaman jenis baru sebagai dekorasi. Satu metode baru yang terlihat adalah penggunaan senyawa logam, setelah dibakar, desain benda terlihat mengkilap, glasir terasa berkilau pada permukaan produk.
Pusat utama dari manufaktur dari pelabuhan selatan Málaga, yang tetap berada di bawah pemerintahan Muslim sampai 1487. Produksi luster dilanjutkan dalam pemerintahan Kristen di Spanyol selama berabad-abad, dari sana pergi menuju Italia, di mana seniman menggunakan teknik seni Islam untuk membuat barang-barang dalam gaya Renaisans.
Objek dari satu budaya daerah tertentu sering diperoleh makna baru, ketika diekspor ke wilayah lainnya, contohnya adalah gelas kaca berenamel yang dikenal sebagai “Luck dari Edenhall,” yang dibuat di daerah Mesir atau Suriah pada abad ketiga belas.
Tembikar luster terbukti populer dalam jangka waktu cukup lama. Mangkuk besar yang menggambarkan sebuah kapal membawa senjata berasal dari Portugal, menunjukkan bahwa lusterwares masih diproduksi oleh pengrajin muslim di Spanyol pada akhir abad kelima belas.
Pada abad keempat belas, kapal di Eropa dan menghabiskan sebagian besar hidupnya di Edenhall, suatu rumah di Inggris utara, di mana sering digunakan sebagai piala dalam liturgi Kristen. Asal-usulnya kemudian terlupakan dan piala-piala menjadi subjek legenda. Konon dianggap menjadi objek sihir yang telah ditinggalkan di sumur oleh peri pesta, salah satunya seolah menangis: “Jika cawan ini harus putus atau jatuh, perpisahan Edenhall – keberuntungan“. Rumah itu dihancurkan pada tahun 1926, namun kapal kaca – rapuh bertahan. Pola perdagangan internasional, kadang-kadang memupuk rasa serupa di tanah yang berbeda.
Beludru Ottoman dapat dibedakan dari Firenze atau tekstil Venesia; berliku-likunya pola arabesque pun kambuh diterapkan pada logam hias yang diproduksi di Mesir, Suriah dan Italia, serta beberapa tuts berbagai ukiran yang dikaitkan ke Italia selatan atau Fatimiyah Mesir. Kekayaan artistik interaksi antara Islam di Timur Tengah dan Eropa adalah seperti bahwa beberapa karya tidak dapat dengan mudah diberikan ke salah satu budaya dan bukannya mencerminkan estetika bersama.