Asal-usul tari Legong Manik Galih di Desa Kapal

This post was written by maindradana on Juli 9, 2014
Posted Under: Tak Berkategori

Tari Legong Manik Galih pertama ditemukan di Desa Kapal dan tarian ini muncul pada dasarnya untuk membuat sebuah tari kebesaran di Desa Kapal.Tarian ini terinspirasi oleh para penglingsir di Desa Kapal yang memang penekun seni. Mereka mengangkat cerita sejarah dari Pura Sada khususnya cerita dari Dewi Manik Galih dalam Purana yang menjelaskan tentang  Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul sebagai sumber ceritanya. Dalam purana ini juga termasuk sejarah dari Pura Sada dan sejarah Desa Kapal, sehingga cerita Dewi Manik Galih menjadi sumber inspirasi untuk membuat tari pelegongan kreasi baru.Tari Legong Manik Galih ini muncul pada masa Pesta Kesenian Bali (PKB) pada tahun 2012, yang digarap atau diciptakan  oleh Ni Luh Putu Wiwin Astari,Ssn,Msn dimana Desa Kapal tersebut mewakili Pesta Kesenian Bali tersebut.

Tari Legong Manik Galih ini menceritakan tentang dunia bebali ini belum ada dan masih ada di tanah Cina, Dewi Manik Galih memiliki raja yang bernama Sri Jayangrat. Pada suatu ketika Dewi Manik Galih ingin menunjukkan rasa cintanya kepada Rajanya dengan cara mesatya geni menceburkan diri kedalam api,setelah mesatya geni abu dari Dewi Manik Galih ini diperintahkan untuk dirarung/dihanyut ke segara pengrarungan ketengah laut, diutus oleh para penggawa beliau para abdi kerajaan diutus untuk membuang abu dari Dewi Manik Galih ketengah laut dengan memakai dua buah perahu.Perahu pertama untuk abu Dewi Manik Galih beserta pebesar kerajaan dan perahu yang kedua untuk rakyat. Pada saat perjalanan ada pesan bahwa tidak boleh ada yang melakukan hubungan yang tidak senonoh, jika ia melakukan perbuatan senonoh maka mereka akan celaka dalam perjalanan ketengah laut.Namun pada saat perjalanan tersebut ada rakyat yang melanggar, mereka  melakukan hubungan saling cinta sampai ada perbuatan yang tidak diinginkan, maka pada saat itu karamlah kapal dan air laut berubah menjadi susu dan coklat mengental akhirnya karamlah kapal tersebut hingga tidak bisa berjalan, hingga rakyatpun bingun.Kemudian  ada sabda dari atas bahwa disinilah tempat abu Dewi Manik diturunkan dan mengistanakan beliau di tanah ini kemudian dari atas banyak bunga turun bertaburan dan disambutlah arca Dewi Manik Galih ada abunya di tanah tersebut  yang bertempat di Pura Sada kemudian mengental menjadi Pura baru dan dalam cerita tari Legong Manik Galih inilah yang menjadi tokoh utama. (wawancara, 24 April 2014)

Perkembangan Legong Manik Galih di Desa Kapal

Seiring dengan perkembangan jaman yang berbasis pada perkembangan kebudayaan maka kesenian Bali khususnya seni tari mengalami perkembangan yang cukup bagus, baik secara kualitas maupun kuantitas.Walaupun berbagai kreatifitas tari yang muncul belakangan ini, namun tari legong tetap lestari digemari pendukungnya.Tari legong kemungkinan dikembangkan dari Sanghyang Dedari atau Sanghyang Legong Topeng yang kini masih di jumpai di desa Ketewel, Sukawati. (A.A AyuKusumaArini, 2011:5).Seperti yang kita lihatbegitu banyak tari legong yang sudah berkembang sampai ada tari legong  kreasi yang berkembang pada jaman ini baik dari segi gerak maupun kostum yang sudah mulai dikembangkan dan di kreasikan, namun melihat semua itu tari Legong tidak terlepas dari unsur-unsur tradisi dan pakem-pakem yang telah ada.

Begitu pula dengan tari Legong Manik Galih di Desa Kapal yang bersumber dalam Purana yang menjelaskan tentang  Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul  sebagai sumber ceritanyadan telah menjadi sebuah tari Legong kreasi. Mengenai perkembangan yang dialami oleh tari Legong Manik Galih di Desa Kapal yang awalnya di pentaskan pada PKB (Pesta Kesenian Bali) tahun 2012. Dan kini berkembang di Desa Kapal yang kemudian menjadi tari kebesaran Desa kapal dan dipentaskan pada even-even besar terkait dengan Desa Kapal. Berbeda dengan tarian yang di pentaskan dalam PKB yang hanya dipentaskan dalam PKB tersebut. Legong Manik Galih ini ditarikan oleh delapan orang penari, dalam konteks ini jumlah penari yang menarikan Tari Legong Manik Galih selalu ditarikan oleh 8 orang penari dan tidak pernah berubah karena memang kebutuhan dari tarian tersebut. Dalam wawancara yang telah dilakukan dapatdijelaskan bahwaperkembangan dari segi busana Legong Manik Galih sampai sekarang ini belum ada muncul perubahan, masih tetap seperti pertama kali muncul dengan kostum yang digunakan. Untuk kedepannya ada rencana dari masyarakat Desa Kapal, karena Tari Legong Manik Galih ini merupakan sebuah tari kebesaran maka harus bisa berkelanjutan dan bisa dilestarikan, namun untuk kedepannya sudah ada perencanaan untuk sedikit memodifikasigerak, karena kualitas penari aslinya tidak sama dengan kualitas penari yang sekarang, kemampuannya jauh berbeda. Sehingga gerakan akan dipermudah atau lebih memasyarakatkan itu, tapi tetap nanti arahnya pada tari Legong Manik Galih yang sudah terbentuk asli,  kemudian ada Legong Manik Galih yang sudah ada perkembangannya atau dikembangkan, karena disini tidak berani untuk meninggalakan apa yang sudah ada atau dasarnya, dan tidak mungkin untuk merubah karya orang lain ciptaan dari Ni Luh Putu Wiwin Astari,S.Sn.,M.Sn. Namun disini tetap ada perkembangannya, dan perkembangannya inilah akan dipermudah dengan tujuan memasyarakatkan Legong Manik Galih di Desa Kapal. Legong Manik Galih Dari awal PKB (Pesta Kesenian Bali) sudah di kenal oleh masyarakat luar  sudah dikemas dalam bentuk rekaman yang berupa CD atau kaset pita tari Legong Manik Galih. Disini di Desa Kapal tetap untuk mengekpose legong ManikGalih, karena Legong Manik Galih adalah milik desa kapal atau menceritakan desa kapal itu sendiri.Walaupun sebagain besar penarinya sekarang diambil dari luar kapal dan harus kita dihargai, dan setidaknya sebagai orang kapal bisa merasa bangga karena ada orang luar bisa memberikan sebuah karya yang bagus untuk kita warisi di Desa Kapal.(wawancara, 24 April 2014)

Fungsi Tari Legong Manik Galih di Desa Kapal

Ada dua pendekatan yang cukup populer dalam studi etnologi tari, yakni pendekatan struktural dan pendekatan fungsional.Struktur memandang tari dari segi bentuk, sementara fungsi memandang tari dari segi konteks dan kontribusinya dalam budaya masyarakat pendukungnya.(Bandem, 1996:27).Masyarakat di Bali telah mengklasifikasikan tari Bali berdasarkan sifat dan fungsinya menjadi tari wali (tarian sakral), tari bebali (tarian untuk upacara keagamaan), dan balih-balihan (untuk tontonan, hiburan).(Bandem, 1996:29).

Tari Legong jika dilihat dari penyajiannya memang betul-betul merupakan seni serius, mengandung nilai seni yang tinggi dimana para seniman kita dahulu dapat mencurahkan pikirannya untuk menggabungkan tari improvisasi sepeti Sanghyang dengan Gambuh sehingga menjadi bentuk tari Legong, Sejak awal penciptaannya, tarian ini lebih merupakan tarian balih-balihan untuk pertunjukan di istana raja-raja sebagai ekspresi, lambang kerajaan serta kebanggaan kerajaan. Dalam perkembangan jaman selanjutnya, tari Legong berfungsi sebagai hiburan masyarakat dalam rangkaian upacara, baik untuk memeriahkan upacara Dewa YadnyamaupunManusia Yadnya .(A.A AyuKusumaArini, SST.,MSi., 2011:11).

Begitu pula dengan tari Legong Manik Galih di Desa Kapal tarian ini pada umumnya diciptakan sebagai tari Kebesaran di Desa Kapal tersebut, namun tarian ini tidak difungsikan sebagai tari penyambutan tetapi tari kebesaran dimana tarian ini ditarikan padaevent-event tertentu.Namun terkadang masyarakat di Desa kapal juga mementaskan tarian ini dalam rangkaian upacara di Pura misalnya pada upacara Dewa Yadnya  sebagai hiburan dan untuk lebih memerihkan upacara tersebut.(wawancara, 24 April 2014)

Comments are closed.

Next Post: