ACI RAH PENGANGON DESA ADAT KAPAL

Posted in Tak Berkategori on Maret 24th, 2018 by mahadiputra

Desa Kapal adalah salah satu desa tradisonal di Bali yang kaya akan keunikan adat dan budaya, desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Mengwi Badung-Bali ini memiliki berbagai tradisi unik dan menarik yang masih berlangsung sampai sekarang, salah satunya adalah pelaksanaan Tradisi Aci Rah Pengangon atau yang lebih dikenal oleh masyarakat setempat sebagai Tradisi Perang Tipat-Bantal. Tradisi ini berkaitan erat dengan kehidupan pertanian masyarakatnya, di mana tradisi ini dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas kehidupan yang diciptakan-Nya serta berlimpahnya hasil panen di desa ini. Tradisi ini dilaksanakan setiap Bulan Keempat dalam penanggalan Bali (sasih kapat) sekitar bulan September – Oktober. Pelaksanaanya diwujudkan dalam bentuk Perang Tipat-Bantal. Tipat/ ketupat adalah olahan makanan dari beras yang dibungkus dalam anyaman janur / daun kelapa yang masih muda berbentuk segi empat sedangkan Bantal adalah penganan yang terbuat dari beras ketan yang juga dibungkus dengan janur namun berbentuk bulat lonjong. Dua hal ini adalah simbolisasi dari keberadaan energi maskulin dan feminin yang ada di semesta ini, yang mana dalam konsep Hindu disebut sebagai Purusha dan Predhana

Pertemuan kedua hal inilah yang dipercaya memberikan kehidupan pada semua makhluk di dunia ini, segala yang tumbuh dan berkembang baik dari tanah (tumbuh), bertelur maupun dilahirkan berawal dari pertemuan kedua hal ini. Dalam tradisi ini masyarakat Kapal berkumpul di depan Pura Desa setempat dimana kemudian mereka membagi diri menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok disediakan tipat dan bantal sebagai senjata, kemudian kedua kelompok ini saling melempari kelompok yang lain dengan tipat dan bantal ini.
Tradisi perang ini bermakna bahwa pangan yang kita miliki adalah senjata utama untuk mempertahankan diri dalam hidup dan berkehidupan. Tradisi ini mempunyai kemiripan dengan tradisi-tradisi agraris yang unik dibelahan dunia yang lain seperti perang tomat di Spanyol. Dari tradisi ini pula dapat dianut sebuah kepercayaan masyarakat desa Kapal mengenai larangan menjual Tipat. Tipat dalam konteks ini merupakan simbolisasi dari energi feminisme, yang mana diwakili oleh keberadaan Ibu Pertiwi/Bumi dalam bentuk fisiknya sebagai Tanah. Tanah adalah penopang hidup, tempat tumbuh dan berkembang yang harus dijaga, dilestarikan, dirawat dan dihormati. Inilah kearifan-kearifan lokal yang masih dipegang teguh oleh masyarakatnya.

Gamelan Gambang Desa Adat Kapal

Posted in Tak Berkategori on Maret 6th, 2018 by mahadiputra

Menurut narasumber yang penulis tanyakan mengenai gamelan Gambang ini, gamelan ini sudah ada sebelum Belanda menjajah bali. Gamelan ini dibuat oleh kak Agi. Narasumber mengatakan bahwa tidak tau pasti siapa nama asli beliau, beliau dipanggil kak Agi Karena beliau seorang pemahat kayu. Penulis dalam hal ini adalah genersi ke 5 yang mewarisi gamelan Gambang ini. Dulunya penulis tidak tahu ada peninggalan kuno gamelan Gambang ini, penulis bermimpi dan didalam mimpi itu, penulis disuruh untuk membangkitkan kembali gamelan tersebut. Akhirnya dengan kesepakatan keluarga besar, penulis mengecek keadaan gamelan Gambang tersebut. Penulis berfikir gamelan itu kondisinya sudah rusak dan lapuk, tetapi penulis terkejut melihat kondisi gamelan Gambang ini, gamelan ini kondisinya masih utuh dan tidak ada rusak sedikitpun. Gamelan ini disimpan di lumbung padi ( jineng ) dengan kondisi tertutup padi. Gamelan tersebut akhirnya diupacarai untuk dibersihkan dan diturunkan serta dipindahkan dari jineng tersebut.Kondisi gamelan gambang setelah dibersihkan masih utuh, tetapi ada beberapa instrument yang tidak lengkap seperti panggul Gambang dan pelawah gangsa jongkok kantilan, panggul gambang hanya hilang satu. Narasumber tidak mengetauhi kemana hilangnya panggul tersebut. Dan pelawah gangsa jongkok kantilan Gambang yang hilang, narasumber juga tidak tau kemana hilangnya pelawah gangsa jongkok kantilan tersebut, yang tersisa hanyalah daun gangsa jongkok kantilannya saja, menurut beliau dahulu pada saat gamelan itu dimainkan, hanya memakai satu buah gangsa jongkok yang besar atau pemade. Sangat jarang sekali gangsa jongkok kantilan tersebut ikut dimainkan.

Bentuk pelawah gamelan Gambang ini hampir sama seperti gamelan Gambang pada umumnya, tetapi yang berbeda hanyalah pada motif gambar yang ada di pelawah gambang ini. Motif pelawahnya membentuk jajar genjang warna hitam dan putih. Menurut narasumber bahan baku yang digunakan untuk membuat motif tersebut adalah arang dan kapur sirih ( pamor) yang direkatkan menggunakan lem dari bahan gula bali, serta bahan dasar untuk membuat pelawahnya adalah dari bahan kayu dagdag se. menurut narasumber, bahan baku kayu dadag se dipilih karena kayunya bagus dan tahan lapuk. Bahan dasar untuk membuat bilah gamelan Gambang adalah dari bahan bambu petung, dahulu pada saat ingin menebang bambu petung tersebut, orang tua jaman dahulu harus mencari hari baik supaya bambu tersebut awet, tahan lama serta tidak cepat lapuk, dan dilarang keras supaya tidak menebang bambu pada hari minggu. Mereka percaya kalau kita menebang bambu pada hari minggu, bambu tersebut tidak tahan lama dan cepat lapuk. Oleh Karena itu, walaupun usia gambang ini sangat tua tetapi bambu untuk bahan bilah gamelan Gambang ini masih utuh dan tidak lapuk dimakan rayap. Saat ini, gamelan Gambang masih dalam proses perbaikan dan perakitan. Penulis berharap gamelan ini bisa cepat slesai diperbaiki dan bisa untuk dibangkitkan kembali supaya gamelan Gambang yang satu-satunya ada di Desa Adat Kapal ini tetap ajeg dan lestari.

Halo dunia!

Posted in Tak Berkategori on Februari 22nd, 2018 by mahadiputra

Selamat Datang di Blog Institut Seni Indonesia Denpasar. Ini adalah post pertama anda. Edit atau hapus, kemudian mulailah blogging!